Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Marliah

NIM : 22130611952
Prodi : Bahasa Indonesia PPG Prajabatan gelombang 2/ Semester 1

TOPIK 1 Pemahaman Tentang Peserta Didik dan Pembelajaran Teori Belajar dan


Motivasi Anak

1. Apa itu belajar?


Belajar adalah sebuah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau
kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar manusia menjadi tahu,
memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Pritchard (2008)
mengatakan bahwa belajar (to learn) memiliki arti “to gain knowledge of, or skill in, something
through study, teaching, instruction or experience”. Menurut definisi tersebut, belajar dilakukan
untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan, melalui studi, pengajaran, instruksi atau
pengalaman. Sedangkan menurut Schunk (2012) belajar memiliki arti “learning is an enduring
change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from practice
or other forms from experience”. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian
perubahan perilaku yang bertahan lama, atau dalam kapasitas untuk berperilaku dengan cara
tertentu, yang dihasilkan dari latihan atau bentuk lain dari pengalaman.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa ciri dalam belajar,
yakni:
1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti,
bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan
tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak terampil menjadi terampil.
Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada
tidaknya hasil belajar.
2. Perubahan tingkah laku tidak harus segera diamati pada proses belajar sedang
berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
3. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
4. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu
akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

2. Bagaimana belajar dilihat dari beberapa sudut pandang teori belajar (behaviorism,


social-cognitivism, constructivism)
Dalam proses pembelajaran, belajar dapat dilihat dari 3 sudut pandang yakni: 1) Behaviorism
(behaviorisme); 2) Social-Cognitivism (Sosial Kognitif); dan 3) Constructivism
(Konstruktivisme).
a.     Behaviorism (Behaviorisme)
Teori belajar behaviorisme menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku
S-R (stimulus-Respon). Teori Behaviorisme mementingkan faktor lingkungan, menekankan pada
faktor bagian, menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode
obyektif, sifatnya mekanis dan mementingkan masa lalu.

Teori belajar Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)


Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Hal terpenting dalam
belajar menurut teori classical conditioning adalah adanya latihan-latihan yang terus-menerus,
agar menghasilkan perilaku yang terjadi secara otomatis.

Teori belajar Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)


Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (S) dan respon (R).
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan oleh individu ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan/tindakan. Dalam teori S-R dikatakan bahwa proses belajar, kali pertama organisme
(hewan, orang) belajar melalui proses trial and error. Apabila suatu organisme berada dalam
suatu situasi yang mengandung masalah, organisme itu akan mengeluarkan tingkah laku yang
serentak dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu.

Teori Belajar Burrhus Frederic Skinner


Skinner mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil
belajar melalui proses penguatan perilaku baru yang muncul, proses ini biasa disebut dengan
operant conditioning.
Pada operant conditioning, Skinner menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh dua hal, yakni
anteseden (peristiwa yang mendahului perilaku) dan konsekuen (peristiwa yang mengikuti
perilaku). Hubungan ini dapat ditunjukkan secara sederhana sebagai rangkaian antecedents
behavior-consequences atau A-B-C.
Berikut ini merupakan contoh penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran
di kelas antara lain:
1. Guru harus menyusun materi atau bahan ajar secara lengkap. Dimulai dari materi sederhana
sampai kompleks.
2. Guru lebih banyak memberikan contoh berupa instruksi selama mengajar.
3. Saat guru melihat ada kesalahan, baik pada materi maupun pada siswa maka guru akan
segera diperbaiki.
4. Guru memberikan banyak drilling dan latihan agar terbentuk perilaku atau pembiasaan
seperti yang diinginkan.
5. Evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat.
6. Guru dituntut memiliki kemampuan memberikan penguatan (reinforcement), baik dari sisi
positif dan negatif.
3. Motivasi belajar (berdasarkan kebutuhan, tujuan, emotional-interest, keterampilan
regulasi diri)
Motivasi belajar Berbagai perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang
berbeda. Mari kita sama-sama mengeksplorasi keempat perspektif ini.
a. Perspektif perilaku
Pada perspektif perilaku, motivasi seringkali dikaitkan dengan imbalan dan hukuman
eksternal sebagai penentu keberhasilan siswa. Misal: pemberian nilai angka dan
huruf, memberikan pengakuan kepada siswa, memberikan “hak istimewa”, dan
sebagainya.
b. Perspektif humanistik
Pada perspektif humanistik, motivasi lebih ditekankan kepada kemampuan
pertumbuhan pribadi siswa, kemerdekaan untuk memilih dan sifat-sifat positif.
Perspektif ini sangat erat dengan keyakinan Abraham Maslow bahwa terdapat
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat
dipuaskan.
c. Perspektif kognitif
Pada perspektif kognitif, motivasi muncul karena adanya pemikiran dari setiap
individu. Jika perspektif perilaku lebih menekankan pada insentif eksternal, maka
dalam perspektif kognitif tekanan dari eksternal tidak perlu terlalu ditonjolkan.
Menurut perspektif kognitif, seseorang perlu diberikan lebih banyak kesempatan,
tanggung jawab, serta mengendalikan hasil prestasi sendiri.
d. Perspektif sosial Pada perspektif sosial, motivasi sering dikaitkan dengan kemampuan
seseorang dalam membangun, memelihara, dan memulihkan hubungan pribadi yang
dekat dan hangat pada orang lain.
Motivasi sendiri terbagi menjadi dua bentuk, motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik terkait dengan kegiatan melakukan sesuatu yang bertujuan untuk
mendapatkan sesuatu yang lain. Sementara itu, motivasi intrinsik berkaitan dengan
motivasi internal yang ada pada diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan
berdasarkan minat dan kemauannya sendiri.

4. Paradigma personal peserta didik (growth mindset dan fixed mindset)

Menurut Dweck (2006), pola pikir (mindset) adalah sekumpulan dari pikiran dan
keyakinan yang membentuk pikiran atau kebiasaan pada individu. Pikiran atau kebiasaan
seseorang akan mempengaruhi cara individu berpikir, apa yang individu rasakan, dan apa
yang individu lakukan. Pola pikir seseorang ini yang nantinya akan mempengaruhi cara
individu memahami dunia, dan memahami diri sendiri.

Dweck menggunakan istilah fixed mindset dan growth mindset, untuk membantu seorang
individu percaya atas kemampuan, potensi, kapasitas perilaku yang dimiliki, sehingga
dapat memprediksi keberhasilan di masa mendatang. Pada fixed mindset, seseorang tidak
percaya bahwa mereka dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dan bakat
mereka. Mereka juga percaya bahwa bakat saja yang mengarah pada kesuksesan dan
tidak diperlukan usaha untuk mencapai sebuah keberhasilan. Di sekolah, seorang siswa
yang memiliki fixed mindset tetap takut untuk mencoba sekalipun diberikan kesempatan
oleh gurunya. Para siswa tidak berusaha mencari bantuan karena mereka percaya bahwa
segala sesuatu yang dilakukan bertujuan untuk mengukur kecerdasan mereka. Pola pikir
seperti ini yang akan menjadi sumber turunnya motivasi pada siswa.

Sementara itu, dalam growth mindset, seseorang memiliki keyakinan yang mendasar
bahwa pembelajaran dan kecerdasan mereka dapat tumbuh seiring waktu, upaya dan
pengalaman. Ketika seseorang percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih pintar, mereka
menyadari bahwa jika mereka melakukan upaya itu akan berdampak pada keberhasilan,
sehingga mereka bersedia untuk meluangkan waktu lebih agar mencapai keberhasilan
yang lebih tinggi. Growth mindset didasarkan pada keyakinan bahwa prestasi akademik
yang baik berasal dari upaya yang gigih dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai