Anda di halaman 1dari 3

1.

Apa itu belajar


Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki arti sebagai upaya
memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar
adalah sebuah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu
atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki
tentang sesuatu.

2. Bagaimana belajar dilihat dari beberapa sudut pandang teori belajar (behaviorism,


social-cognitivism, constructivism)

a. Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah


laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon, adapun
akibat adanya interaksi antara dengan respon siswa mempunyai pengalaman
baru yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang
baru. Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini. Materi yang
cocok untuk metode ini antara lain materi yang memerlukan latihan dan
pembiasaan, seperti: B. Materi percakapan bahasa asing, penanganan komputer,
dll.
b. Teori sosial kognitif merupakan perluasan dari teori Belajar Behavioristik yang
fokus pada bagaimana lingkungan dan penguatan mempengaruhi perilaku
seseorang. Sementara, teori Belajar Sosial menyatakan bahwa seseorang bisa
mempelajari perilaku melalui pengamatan. Contohnya Saat memberi pujian ke
siswa A karena sudah menolong temannya, pasti siswa yang lain akan meniru
perilaku siswa A itu agar mendapatkan pujian yang sama. Dari proses
pengamatan yang siswa lakukan terhadap lingkungannya, perilaku dan cara
belajarnya juga ikut berubah. Sebab, inti dari teori belajar ini adalah pengamatan
dan pemodelan, tak sedikit orang yang menyebutnya sebagai observational
learning atau modelling learning.
c. Teori belajar konstruktivisme merupakan teori pembelajaran dasar yang
mengembangkan kemampuan logis dan analitis murid yang berdasar pada
pengalaman serta lingkungan sekitar. Penerapan dari teori ini adalah sebagai
berikut
Langkah 1: Memancing Keingintahuan
Pada langkah awal yaitu memberikan sejumlah pertanyaan terkait konsep yang
sedang dibahas dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang sudah diketahui, pembelajaran konstruktivisme merupakan
penemuan makna di balik konsep-konsep. Maka dari itu, harus diberikan
gambaran berdasarkan pada pengalaman hidup atau suasana di sekitarnya.

Langkah 2: Melakukan Penyelidikan


Sebelumnya sudah menanyakan sebuah masalah pada siswa, selanjutnya adalah
mencari solusi dengan cara menyelidiki. Dalam proses ini tercipta kegiatan
membaca buku dan mencari sumber data dari internet yang kemudian
diorganisir menjadi ilmu yang relevan. Secara tidak langsung tahap ini dapat
menciptakan rasa keingintahuan yang dipenuhi siswa secara mandiri.
Langkah 3: Memaparkan Konsep
Setelah proses eksplorasi dilakukan, berikutnya adalah memberikan pemaparan
konsep yang didapat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari tahap
sebelumnya.

Langkah 4: Mengondisikan Kelas


Tahap mengondisikan kelas dilakukan demi memberikan pengalaman belajar
yang optimal. Caranya adalah dengan membuat suasana belajar kelas yang
nyaman. Ciptakan kehangatan dan  kesantunan namun tetap berwibawa.

3. Motivasi belajar (berdasarkan kebutuhan, tujuan, emotional-interest,


keterampilan regulasi diri)

Emosi dan motivasi memberi warna pada perilaku manusia sehari-hari dan juga
sangat berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar. Emosi berperan dalam
membantu mempercepat atau justru memperlambat proses pembelajaran. Dan
emosi juga membantu proses pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan.

Motivasi belajar berdasarkan kebutuhan, Abraham Maslow membuat Hierarchy of


Needs-nya, dia berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh lima kebutuhan
esensial: fisiologis, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri (juga dikenal
sebagai pemenuhan diri). Bertujuan untuk Membuat siswa menjadi semangat
belajar, Meminimalisir Rasa Jenuh, Membantu siswa dalam menemukan tujuannya,
menumbuhkan sikap optimisme dalam diri siswa, dan siswa menjadi
eksploratif. Dalam proses pembelajaran, emotional interest, minat dan rasa tertarik
siswa dapat meningkatkan motivasi belajarnya. Regulasi diri akan membantu siswa
mengendalikan pikiran, perasaan dorongan dan hasrat yang sifatnya eksternal untuk
mencapai cita-citanya. Empat komponen regulasi diri: kontrol kognitif, regulasi
motivasi, regulasi perilaku, dan regulasi konteks.

4. Paradigma personal peserta didik (growth mindset dan fixed mindset)

Pada growth mindset, seseorang memiliki keyakinan yang mendasar bahwa


pembelajaran dan kecerdasan mereka dapat tumbuh seiring waktu, upaya dan
pengalaman. Ketika seseorang percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih pintar,
mereka menyadari bahwa jika mereka melakukan upaya itu akan berdampak pada
keberhasilan, sehingga mereka bersedia untuk meluangkan waktu lebih agar
mencapai keberhasilan yang lebih tinggi. Growth mindset didasarkan pada keyakinan
bahwa prestasi akademik yang baik berasal dari upaya yang gigih dalam belajar.

Pada fixed mindset, seseorang tidak percaya bahwa mereka dapat mengembangkan
dan meningkatkan kecerdasan dan bakat mereka. Mereka juga percaya bahwa bakat
saja yang mengarah pada kesuksesan dan tidak diperlukan usaha untuk mencapai
sebuah keberhasilan. Di sekolah, seorang siswa yang memiliki fixed mindset tetap
takut untuk mencoba sekalipun diberikan kesempatan oleh gurunya. Para siswa tidak
berusaha mencari bantuan karena mereka percaya bahwa segala sesuatu yang
dilakukan bertujuan untuk mengukur kecerdasan mereka. Pola pikir seperti ini yang
akan menjadi sumber turunnya motivasi pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai