Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Seorang perempuan mengalami fase penting pada masa pubertas (masa
peralihan dari anak-anak ke remaja). Pubertas terjadi pada umur 12 - 16 tahun dan
dipengaruhi oleh beberapa factor yakin, keturunan, bangsa, iklim dan lingkungan.
Salah satu ciri seorang wanita mengalami pubertas yaitu dengan adanya haid
selain dari thelarche, pubarche dan tumbuhnya rambut di daerah ketiak. Haid ialah
perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan
menunaikan faalnya. Haid dinilai berdasarkan tiga hal, Pertama, Siklus haid yaitu
jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama
haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti dan ketiga
jumlah darah yang keluar selama satu kali haid.
Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid, tidak kurang dari 24
hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3 - 7 hari, dengan jumlah darah
selama haid berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2 - 6 kali per hari.
Haid pertama kali yang dialami seorang perempuan disebut menarke, yang pada
umumnya terjadi pada usia sekitar 14 tahun. Menarke merupakan petanda
berakhirnya masa pubertas, masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa.
Selama kehidupan seorang perempuan, haid dialaminya mulai dari menarke
sampai menopause. Menopause adalah haid terakhir yang dikenali bila setelah
haid terakhirnya tersebut minimal satu tahun tidak mengalami haid lagi. Masa
sesudah satu tahun dari menopause, dikenal sebagai masa pascamenopause. Haid
normal merupakan hasil akhir suatu ovulasi. Siklus ovulasi diawali dari
pertumbuhan beberapa folikel antrum pada awal siklus, diikuti ovulasi dari satu
folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Bila tidak terjadi
pembuahan akan diikuti dengan haid. Sedangkan siklus anovulasi adalah siklus
haid yang teratur pula, tanpa ovulasi sebelumnya. Prevalensi siklus anovulasi
paling sering didapatkan pada perempuan usia di bawah 20 tahun dan di atas usia
40 tahun. Sekitar 5 - 7 tahun pascamenarke, siklus haid relatif memanjang,
kemudian perlahan panjang siklus berkurang, menuju siklus yang teratur normal,
memasuki masa reproduksi, masa sekitar usia 20 - 40 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
FISIOLOGI HAID
1

1. Apa saja aspek endokrin dalam siklus haid?


2. Apa saja perubahan histologik pada ovarium dalam siklus haid?
3. Bagaimana peredaran darah di uterus?
4. Apa saja perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid?
5. Apa saja tahapan dating endometrium?
6. Apa yang merupakan dasar fisiologi ovulasi dan terapannya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aspek endokrin dalam siklus haid
2. Untuk mengetahui perubahan histologic ovarium dalam siklus haid
3. Untuk mengetahui peredaran darah di uterus
4. Untuk mengetahui perubahan histologic endometrium dalam siklus haid
5. Untuk mengetahui dating endometrium dalam siklus haid
6. Untuk mengetahui dasar fisiologi ovulasi dan terapannya
1.4 Manfaat
1. Untuk mahasiswa kedokteran UNCEN, khususnya angkatan delapan, agar
lebih mengerti mengenai fisiologi haid.
2. Sebagai latihan bagi penulis bagaimana membuat karya tulis ilmiah yang baik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASPEK ENDOKRIN DALAM SIKLUS HAID

FISIOLOGI HAID
2

Gambar
2.1merupakan
Hormon yang
dalam
siklus
haidrapi dan baku dari sumbu
Haid
hasilberperan
kerja sama
yang
sangat
Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (sumbu H-H-O). Pada awal siklus sekresi
gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan, dengan sekresi follicle stimulating
hormone (FSH) lebih dominan dibanding luteinizing hormone (LH). Sekresi
gonadotropin yang meningkat ini memicu beberapa perubahan di ovarium. Pada
awal siklus didapatkan beberapa folikel kecil, folikel pada tahap antral yang
sedang tumbuh. Pada folikel didapatkan dua macam sel, yaitu sel teka dan sel
granulosa yang melingkari sel telur, oosit.
Pada awal siklus (awal fase folikuler) reseptor LH hanya dijumpai pada sel
teka, sedangkan reseptor FSH hanya ada di sel granulosa (gambar 4-2). LH
memicu sel teka untuk menghasilkan hormon androgen, selanjutnya hormon
androgen memasuki sel granulosa. FSH dengan bantuan enzim aromatase
mengubah androgen menjadi estrogen (estradiol) di sel granulose (teori dua sel).
Pada awal siklus atau awal fase folikuler, peran FSH cukup menonjol, di antaranya
:
a. Memicu sekresi inhibin B, dan aktivin di sel granulosa. Inhibin B memacu LH
meningkatkan sekresi androgen di sel teka, dan inhibin B memberikan umpan
balik negatif terhadap sekresi FSH oleh hipofisis. Sementara itu, aktivin
membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel granulosa.
FISIOLOGI HAID
3

b. Androgen diubah menjadi estrogen di sel granulosa dengan bantuan enzim


aromatase
c. Memicu proliferasi sel granulosa. Folikel membesar.
d. Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH di sel granulosa.
Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral
menjadi lebih besar, dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 hari
siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya
menekan sekresi FSH, tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun
tersebut mengakibatkan hanya satu folikel yang paling siap, dengan penampang
paling besar dan mempunyai sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh
(folikel dominan). Folikel lainnya, folikel yang lebih kecil, yang kurang siap
akan mengalami atresia. Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar
estrogen terus meningkat. Pada kadar estrogen 200pg/ml yang terjadi sekitar hari
ke 12, dan bertahan lebih dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjadi
lonjakan sekresi LH. Pada akhir masa folikuler siklus tersebut, sekresi LH lebih
dominan dari FSH. Pada pertengahan siklus reseptor LH mulai didapatkan juga di
sel granulose. Peran lonjakan LH pada pertengahan siklus tersebut sangat penting :
a. Menghambat sekresi Oocyte Maturation Inhibitor (OMI) yang dihasilkan oleh
sel granulosa, sehingga miosis II oosit dimulai, dengan dilepaskannya badan
kutub (polar body) I. pada awal siklus miosis I berhenti pada tahap profase
diplotene, karena ditahan oleh OMI, dan mitosis II baru mulai lagi pada saat
lonjakan LH (maturasi oosit).
b. Memicu sel granulose untuk menghasilkan prostaglandin (PG). PG
intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel membantu dinding
folikel untuk pecah agar oosit keluar saat ovulasi.
c. Memicu luteinisasi tidak sempurna dari sel granulosa. Luteinisasi sel
granulosa tidak sempurna, karena masih ada hambatan dari oosit. Luteinisasi
sel granulosa tidak sempurna akan menyebabkan sekresi progesteron sedikit
meningkat.
Kadar progesteron yang sedikit meningkat mempunyai peran :
a. Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH, sehingga kadar FSH meningkat
kembali, dan terjadilah lonjakan gonadotropin, LH, dan FSH dengan tetap
sekresi LH lebih dominan.

FISIOLOGI HAID
4

b. Mengaktifkan enzim proteolitik, plasminogen menjadi bentuk aktif, plasmin


yang membantu menghancurkan dinding folikel, agar oosit dapat keluar dari
folikel saat ovulasi.
Kadar FSH yang meningkat pada pertengahan siklus berperan :
a. Membantu mengaktifkan enzim proteolitik, membantu dinding folikel
pecah.
b. Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa, sehingga reseptor
LH yang tadinya hanya berada di sel teka, pada pertengahan siklus juga
didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH mulai terbentuk di sel
granulosa, inhibin A mulai berperan menggantikan inhibin B yang lebih
berperan selama fase folikuler. Inhibin A berperan selama fase luteal.
Sekitar 36-48 jam dari awal lonjakan LH, oosit keluar dari folikel yang dikenal
sebagai ovulasi. Pascaovulasi oosit mempunyai usia yng tidak terlalu lama. Oleh
karena itu pemeriksaan kapan ovulasi akan terjadi, menjadi penting pada
pelaksanaan Teknik Produksi Berbantu (TRB), seperti inseminasi atau fertilisasi in
vitro-transfer embrio (FIV-TE). Saat ovulasi penting untuk menentukan kapan
inseminasi atau saat petik oosit.
Pascaovulasi, luteinisasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi
progesteron meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron meningkat
tajam pascaovulasi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar LH dan
FSH turun, dengan tetap LH lebih dominan dibanding FSH. Sekresi LH
diperlukan untuk mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks
(steroidogenesis) di korpus luteum selama fase luteal. Segera pascaovulasi sekresi
estrogen menurun, tetapi meningkat kembali dengan mekanisme yang belum jelas.
Pada fase luteal, kadar progesteron dan estrogen (progesterone lebih dominan)
meningkat, mencapai puncaknya pada 7 hari pascaovulasi, pada pertengahan fase
luteal. Kemudian kadar keduanya menurun perlahan karena korpus luteum mulai
mengalami atresia. Kurang lebih 14hari pascaovulasi kadar progesteron dan
estrogen cukup rendah, mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali,
dengan FSH lebih dominan dibandingkan LH, memasuki siklus baru berikutnya.
Apabila didapatkan pembuahan/hamilan, implantasi terjadi pada sekitar 6 7 hari
pasca ovulasi, dan pada saat itu mulai dihasilkan beta human chorionic
gonadotropin ( -hCG) oleh sel tropoblas, -HCG memacu steroidogenesis di
FISIOLOGI HAID
5

korpus liteum, sehingga kadar progesteron

tetap dipertahankan, tidak turun,

sehingga tidak terjadi haid.


Stimulus gonadotropin (FSH,LH), pada ovarim menimbulkan peistiwa
didalam ovarium/folikel (intrafolikuler) yang sangat kompleks, mengakibatkan
pertumbuhan folikel (folikulogenesis), sintesa steroid seks (steroidogenesis), dan
pertumbuhan

oosit

(oogensis)

seperti

telah

dijelaskan

diatas,

stimulus

gonadotropin memicu proses intrafolikuler, pengaruh dari hormon yang yang


dihasilkan oleh sel tetangga dekat, ataupun otokrin pengaruh hormon yang
dihasilkan oleh sel itu sendiri. Proses intrafolikuler melibatkan inhibisi, aktifin,
insulin like growth factor (IGF) I dan II serta terdapat komunikasi yang erat antara
oosit dan sel granulosa.
2.2 PERUBAHAN HISTOLOGIK PADA OVARIUM
Dampak stimulasi gonadotropin pada ovarium salah satunya adalah
pertumbuhan folikel, atau folikulogenesis. selama satu siklus pertumbuhan folikel
secara berurutan mulai dari awal siklus di bagi menjadi tiga fase, yaitu : fase
folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal.
2.2.1 Fase Folikuler
Terdapat 2 juta oosit dalam ovarium manusia saat lahir, dan sekitar
400.000 folikel saat awitan pubertas. Folikel yang tersisa berkurang dengan laju
sekitar 1000 folikel per bulan hingga usia 35; saat usia ini, laju deplesi folikel
menjadi semakin cepat.
Dalam kondisi normal, hanya 400 folikel yang akan dilepaskan selama
masa reproduksi seorang wanita. Dengan demikian, lebih dari 99,9% folikel
mengalami atresia melalui proses kematian sel yang dinamakan apoptosis.
Perkembangan folikular terdiri atas beberapa stadium, yang mencakup rekrutmen
folikel primordial yang tidak bergantung gonadotropin dari pool istirahat dan
pertumbuhannya menjadi stadium antral. Hal ini tampaknya berada di bawah
kendali faktor pertumbuhan yang dihasilkan setempat. Dua anggota kelompok
faktor transformasi pertumbuhan -faktor diferensiasi pertumbuhan 9 (GDF9) dan
protein morfogenetik tulang 15 (BMP-15) mengatur proliferasi dan diferensiasi
sel-sel granulosa seiring dengan berkembangnya folikel primer. Mereka juga
menstabilkan dan memperluas kompleks oosit kumulus dalam tuba uterina.
Faktor-faktor ini diproduksi oleh oosit, menunjukkan bahwa tahap awal
FISIOLOGI HAID
6

perkembangan folikular, sebagian, dikendalikan oleh oosit. Seiring dengan


berkembangnya folikel antrum, sel stroma di sekitarnya ditarik, oleh mekanisme
yang belum diketahui, untuk menjadi sel theca.
Meskipun tidak diperlukan pada stadium dini perkembangan folikular,
follicle-stimulating hormone (FSH) diperlukan untuk perkembangan lebih lanjut
folikel antrum besar. Selama tiap siklus ovarium, sekelompok folikel antrum, yang
dikenal sebagai cohort, memulai fase pertumbuhan semisinkron sebagai akibat
kondisi maturasi mereka sewaktu terjadinya peningkatan FSH pada fase luteal
lanjut siklus sebelumnya. Peningkatan FSH yang memicu perkembangan folikel
ini disebut jendela seleksi siklus ovarium. Hanya folikel yang berkembang hingga
tahap ini yang mampu menghasilkan estrogen.
Selama fase folikular, kadar estrogen meningkat sebanding dengan
pertumbuhan folikel dominan dan bertambahnya jumlah sel granulosa
penyusunnya. Sel-sel ini merupakan satu-satunya tempat diekspresikannya
reseptor FSH. Peningkatan FSH dalam sirkulasi sewaktu fase luteal lanjut siklus
sebelumnya akan memicu penambahan jumlah reseptor FSH dan, kemudian,
kemampuan aromatase sitokrom P450 untuk mengubah androstenedion menjadi
estradiol. Dibutuhkannya sel techa, yang berespon terhadap luteinizing hormone
(LH), dan sel granulosa, berespon terhadap FSH, merupakan manifestasi hipotesis
dua-gonadotropin, dua-sel untuk biosintesis estrogen, FSH memicu aromatase dan
perluasan antrum milik folikel yang sedang bekembang. Folikel yang cohort yang
paling responsive terhadap FSH merupakan yang paling mungkin untuk menjadi
folikel pertama yang menghasilkan estradiol dan memulai ekspresi reseptor LH.
Setelah munculnya reseptor LH, sel granulosa praovulasi mulai
menyekresikan progesterone dalam jumlah sedikit. Sekresi progesterone
praovulasi, meskipun terbatas dianggap memberikan umpan balik positif pada
hipofisis yang telah disensitisasi estrogen untuk mulai menghasilkan atau
meningkatkan pelepasan LH. Selain itu, selama fase folikular lanjut, LH memicu
produksi androgen, terutama androstenedion, oleh sel techa, yang kemudian
dipindahkan ke folikel yang berdekatan dengan tempat androgen diaromatisasi
menjadi estradiol. Selama fase folikular dini, sel granulosa juga menghasilkan
inhibin B, yang dapat memberikan umpan balik ke hipofisis untuk menghambat
pelepasan FSH. Seiring dengan mulai berkembangnya folikel dominan, produksi
FISIOLOGI HAID
7

estradiol dan inhibin meningkat, menyebabkan penurunan FSH fase folikular.


Penurunan kadar FSH ini bertanggung jawab atas kegagalan folikel lain untuk
mencapai status praovulasi-stadium folikel de Graaf-pada setaip siklus. Dengan
demikian, 95% estradiol plasma folikel dominan-folikel yang nantinya akan
berovulasi. Selama waktu ini, ovarium kontralateral relative tidak akut.
Panjang fase folikuler mempunyai fariasi yang cukup lebar. pada
umumnya berkisar antara 10-14 hari. selama fase folikuler didapatkan proses
steroidogenesi folikulgenesis dan oogenesis /meiosis terhenti selama fase folikuler
karena adanya OMI. Pada awal fase folikuler di dapat kan beberapa folikel antral
yang tumbuh, tetapi pada hari ke-5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap
tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun, sebenarnya folikulogenesis sudah
mulai jauh hari sebelum awal siklis, diawali dari folikel primordial.
1. Folikel Primordial
Folikel primordial dibentuk sejak pertengahan kehamilan sampai beberapa
saat pasca bersalin. Folikel primordial merupakan folikel yang sedang tidak
tumbuh, berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis profase yang terhenti pada
tahap diplotene, dikelilingi oleh satu lapisan sel granulosa kurus panjang (spindleshape). Pada usia kehamilan 16-20 minggu, janin perempuan mempunyai oosiit 67 juta, jumlah terbanyak yang pernah dipunyainya, sepanjang usia kehidupan.
Seluruh folikel primordial tumbuh (rekrutmen awal/intianrecruitment), tetapi
pertumbuhan folikel segera terhenti, dan di akhiri dengan atresia. Kelompok
primordial folikel ke fase pertumbuhan tersebut, terjadi secara terus menerus,
tidak tergangu pada gonadoropin, sehinga folikel

primodian yang tersimpan

dalam cadangan ovarium , tinggal sangat sedikit saat menopause.


Pada saat menarke, saat berakhir masa pubertas, sumbuh

H-H-O

(hipotalamus-hipofisis-ovarium) bangkit kembali setelah tertekan cukup lama.


Pascamenarke, dengan sumbu H-H-O yang bekerja secara teratur dan siklik,
gonadotropin secara teratur pula mulai memacu ovarium. Kelompok

folikel

primodial yang keluar dari cadangan ovarium, masuk ke masa ke masa


pertumbuhan dan kebetulan bertepatan dengan awal siklus, akan dipacu oleh
gonadotropin (FSH,LH) dan akan terus tumbuh masuk pada tahap pertumbuhan
folikel berikutnya (rekrutmen siklik). Sementara itu, sekelompak folikel
FISIOLOGI HAID
8

primordial yang saat masuk ke masa pertumbuhan tidak bertepatan dengan awal
siklus akan mengalami atresia.
2. Folikel Preantral
Pada folikel preantral tampak oosit membesar, dikelilingi oleh membran,
zona pellucida. Sel granulosa mengalami proliferasi, menjadi berlapis-lapis,
sel teka terbentuk dari jaringan disekitarnya. Sel granulosa folikel preantral
sudah mampu menangkap stimulus gonadotropin, menghasilkan tiga macam
steroid seks, estrogen, androgen, dan progesteron. Pada tahap ini estrogen
merupakan steroid seks yang paling banyak di hasilkan di bandingkan
androgen dan progesteron.
3. Folikel Antral
Stimulus FSH dan estrogen secara sinergi menghasilkan sejumlah
cairan yang semakin banyak, terkumpul dalam ruangan antara sel granulosa.
Cairan yang semakin banyak tersebut membentuk ruangan/rongga (antrum),
dan pada tahap ini folikel di sebut folikel antral. Ruang yang berisi cairan
folikel tersebut memisakan sel granulos menjadi dua, sel garunulosa yang
menempel pada dinding folikel dan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Sel
granulosa yang mengelilingi oosit disebut Kumulus ooforus. Kumulus ooforus
berperan untuk mendapat signal yang berasal dari oosit, sehingga menjadi
komunikasi yang erat antara oosit dan sel granulosa. Pada tahap ini awal siklus
cairan folikel antral berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit
androgen dan tidak/belum ada LH.
4. Folikel preovulasi
Folikel dominan yang terus tumbuh membesar menjadi folikel
preovulasi. Pada folikel preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat
perlemakan. Sel teka mengandung vakuol, dan banyak mengandung pembuluh
darah, sehingga folikel tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi, lonjakan
LH menghambat OMI dan memicu meiosis II. Pada saat ini reseptor LH sudah
mulai terbentuk disel granulosa, dan lonjakan LH juga menyebabkan androgen
intrafolikuler meningkat. Androgen intrafolikuler meningkat menyebabkan,
pertama dampak lokal memacu apoptosis granulosa pada folikel kecil, folikel
yang tidak berhasil dominan, menjadi atresia. Kedua dampak sistemik,
androgen tinggi memacu libido.
FISIOLOGI HAID
9

Gambar 2.2 Perubahan yang terjadi pada ovarium selama siklus haid
2.2.2 Fase Ovulasi
Lonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi pasca keluarnya
oosit dan folikel. Lonjakan LH di pacu oleh kadar estrogen yang tinggi yang
dihasilkan oleh folikel preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan
ovulasi bahkan terjadi ditentukan sendiri oleh folikel preovulasi.
Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen
(estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Di lapangan awal lonjakan LH
digunakan sebagai pertanda/indikator unuk menentukan waktu kapan
diperkirakan ovulasi bakal terjadi. Ovulasi terjadi sekitar 34-36 jam pascaawal
lonjakan LH.
2.2.3 Fase luteal

Gambar 2.3 Perkembangan folikel pada fase luteal


FISIOLOGI HAID
10

Menjelang dinding folikel pecahdan oo sit keluar saat ovulasi, sel


granulosa membesar, timbul vakuol dan penumpahan pigmen kuning, lutein
proses luteinisiansi, yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. Selama 3
hari pascaovulasi, sel granulosa terus membesar membentuk korpus luteum
bersama sel teka dan jaringan stroma di sekitarnya. Vaskularisasi yang
membentuk korpus luteum sulit di bedakan asal muasalnya.
Pasca lonjakan LH, pembuluh darah kapiler mulai menembus lapisan
granulosa menuju ke tengah ruangan folikelnya dan mengisi dengan darah. LH
memicu sel granulosa yang telah mengalami luteinisasi untuk menghasilkan
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan angiopoetin. Kemudian
VEGF dan angiopoetin memacu angiogenesis, dan pertumbuhan pembuluh
darah ini merupakan hal yang penting dalam proses luteinisasi. Pada hari ke 89 pascavulasi vaskularisasi mencapai puncaknya sama dengan puncak kadar
progesteron dan estrogen.
Pertumbuhan folikel pada fase folikuler yang baik akan menghasikan
korpus luteum yang baik/normal pula. Jumlah reseptor LH disel granulosa
yang terbentuk cukup adekuat pada pertengahan siklus/akhir fase folikuler,
akan menghasilkan korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu
menghasilkan baik progesteron, etrogen, maupun androgen. Kemampuan
menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat tergangu pada tonus kadar LH
pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam segera pascaovulsi.
Kadar progesteron dan estrogen mencapai puncaknya sekitar 8 hari
pascalonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi pembuahan.
Bila terjadi pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena adanya
stimulasi dari Human Chorionic Gonadotropbin (hCG), yang dihasilkan oleh
sel trofoblas buah kehamilan.
Pada siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9 - 11
hari pascah ovulasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan
korpus luteum mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang
dihasilkan korpus luteum sendiri.
2.3 PEREDARAN DARAH UTERUS
Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina, cabang dari arteria iliaka
interna, masuk mulai dari ke dua sisi lateral bawa uterus. Di lateral bawa
FISIOLOGI HAID
11

uterus, arteria uterina pecah menjadi dua, pertama arteria vaginalis yang
mengarah ke bawah dan cabang ke dua yang mengarah ke atas ,cabang
asenden. cabang asenden dari dua sisi uterus, membentuk dua arteri arkuata
yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteria arkuata tersebut
membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin, melingkari kavum
uteri. Arteri radialis merupakan cabang kecil arteria arkuata, yang berjalan
meninggalkan

arteria

arkuata

secara

tegak

lurus

menuju

kavum

endometrium/kavum uteri. Arteria radialis bertugas merawat lapisan basalis


endometrium, dan arteria basalis tersebut tidak memberikan respons terhadap
stimulus steroid seks. Arteria radalis melanjutkan perjalanan menuju
permukaan kavum uteri, dan memasuki lapisan fungsionalis endometrium
hormon steroid seks, dan bertugas merawat lapisan fungsionalis endometrium.
2.4 PERUBAHAN HISTOLOGIK ENDOMETRIUM
Uterus atau lebih tepatnya endometrium merupakan organ target
steroid sex ovarium, sehingga perubahan histologik endometrium selaras
dengan

pertumbuhan

Endometrium

adalah

folikel
lapisan

atau

seks

epitel

steroid

yang

yang

melapisi

dihasilkannya.
rongga

rahim.

Permukaannya terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelenjar
sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma selular.
Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yang siklik, bergantian antara
pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari.
Endometrium menurut tabelnya dibagi menjadi dua bagian besar,
pertama lapisan nonfungsional atau lapisan basalis, lapisan yang menempel
pada otot uterus (miometrum). Lapisan basalis endometrium disebut
nonfungsionalis karena lapisan ini kurang/tidak banyak berubah selama siklus
haid, tidak memberi respon pada stimulus steroid seks. Lapisan endometrium
diatasnya adalah lapisan fungsihonal, lapisan yang memberi respon terhadap
stimulus streroid seks, dan terlepas pada saat haid. Pada akhir fase luteal
sekresi estrogen dan progesteron yang menurun tajam mengakibatkan lapisan
fungsional terlepas saat haid menyisakan lapisan nonfungsional (basalis)
dengan sedikit lapisan fungsional. Selanjutnya endometrium yang tipis
tersebut memasuki siklus haid berikutnya. Perubahan endometrium dikontrol
FISIOLOGI HAID
12

oleh siklus ovarium. Rata-rata siklus 28 hari dan selama satu siklus haid
pertumbuhan edometrium me lalui beberapa fase.
2.4.1 Fase Proliferasi
Fase proliferasi endometrium dikaitkan dengan fase folikuler proses
folikulogenesis diovarium. Siklus haid sebelumnya menyisakan lapisan basalis
endometrium dan sedikit sisa lapisan spongiosum dengan ketebalan yang
beragam. Lapisan spogiosum merupakan bagian lapisan fungsional endometrium,
yang langsung menempel pada lapisan seks (estrogen) memicu pertumbuhan
endometrium untuk menebal kembali, sembuh dari pelukaan akibat haid
sebelumnya. Pertumbuhan endometrium dinilai berdasarkan penampakan histologi
dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah/arteria spiralis. Pada awalnya kelenjar
harus pendek, ditutup oleh epitel silindris pendek. Kemudian, epitel kelenjar
mengalami proliferasi dan pseudostratifikasi, melebar ke samping sehinga
mendekati dan bersentuhan dengan kelenjar disebelahnya. Epitel penutup
permukaan kavum uteri yang rusak dan hilang saat haid sebelumnya terbentuk
kembali. stroma endometrium awalnya pada akibat haid sebelumnya menjadi
edema dan longgar pembuluh darah kapiler. Ketiga komponen endometrium,
kelenjar, stroma, endotel pembuluh darah mengalami proliferasi dan mencapai
puncaknya pada hari ke 8-10 siklus, sesuai dengan puncak kadar estrogen serum
dan kadar reseptor estrogen diendometrium. Proliferasi endometrium tampak jelas
pada lapisan fungsionalis,di dua per tiga diatas uteri, tempat sebagian besar
implatasi blastosis terjadi.
Pada fase proliferasi peran estrogen sangat menonjol. Stroma memacu
terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Stroma endometrium
yang kolaps/kempis pada saat haid, mengembang kembali, dan merupakan
komponen pokok pertumbuhan/penebalan kembali endometrium. Pada awal fase
proliferasi, tebal endometrium hanya Sekitar 0,5 mm kemudian tumbuh menjadi
sekitar 3,5 5 mm. Di dalam stroma endometrium, juga banyak tersebar sel
derivat sumsum tulang (bone morrow), termasuk limfosit dan makrofag, yang
dapat dijumpai setiap saat sepanjang siklus haid.
Peran estrogen pada fase proliferasi juga dapat diamati dari meningkatnya
jumlah sel mikrovili yang mempunyai silia, sel yang bersilia tampak berada
disekitar kelenjar yang terbuka. Pola dan irama gerak silia tersebut mempengaruhi
FISIOLOGI HAID
13

penyebaran dan distribusi sekresi endometrium dapat berlangsung hanya sebentar


5 - 7 hari, atau cukup lama sekitar 21 - 30 hari.
2.4.2 Fase Sekresi
Fase sekretorik-midluteal pada siklus endometrium merupakan titik
percabangan penting dalam perkembangan dan diferensiasi endometrium. Apabila
korpus luteum diselamatkan dan sekresi progesterone berlanjut, proses
desidualsasi akan terus berjalan. Jika produksi progesteron luteal menurun akibat
luteolisis akan dimulai proses menuju terjadinya menstruasi. Sel epitel dan stroma
endometrium menghasilkan interleukin-8 (IL-8) yang merupakan faktor pengaktif
kemotaktik untuk neutrofil. IL-8 mungkin merupakan salah satu mediator yang
menarik neutrofil sesaat sebelum haid. Serupa dengan ini, protein kemotatik
monosit-1 (MCP-1) disintesis oleh endometrium. Sebutan leukosit dianggap
sebagai kunci penghancuran matriks ekstrasel pada lapisan fungsional. Leukosit
yang

menyebuk lapisan ini

menghasilkan enzim dari family matriks

metalloproteinase (MMP). MMP menambah jumlah protease yang sebelumnya


sudah diproduksi oleh sel stroma endometrium. Peningkatan kadar MMP
menggeser keseimbangan antara protease dan inhibitor protease sehingga secara
efektif memulai degradasi matriks. Fenomena ini telah di ajukan sebagai inisiator
proses yang mengarah pada menstruasi.
Pada akhir fase ini terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya
dengan menurunnya produksi estrogen dan progesterone ovarium. penurunan ini
diikuti oleh kontraksi spasmodic yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian
endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan
superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan.
Vasospasmus terjadi karena adanya produksi local prostaglandin.
Prostaglandin meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid
yang tidak membeku karena adanya aktivitas fibrinolitik local dalam pembuluh
darah endometrium yang mencapai puncaknya saat haid.

FISIOLOGI HAID
14

Gambar 2.4 Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid.


2.4.3 Proses Perdarahan Endometrium saat Haid
Perdarahan haid berasal dari system arteri dan vena, tetapi perdarahan dari
arteri jauh lebih banyak dibandingkan dari vena. Perdarahan endometrium
tampaknya terjadi setelah ruptur arteriola dari arteri spiralis yang selanjutnya
menimbulkan hematoma. Dengan adanya hematoma, endometrium superficialis
mengalami distensi dan meluruh. Selanjutnya, timbul fisura pada lapisan
fungsional didekatnya, serta terjadi peluruhan fragmen-fragmen jaringan dalam
berbagai ukuran dan darah. Perdarahan berhenti dengan terjadinya kontriksi
arteriola. Perubahan yang menyertai nekrosis jaringan parsial juga berperan dalam
menyekat ujung-ujung pembuluh. Permukaan endometrium akan pulih kembali
dengan tumbuhnya tepi atau kerah yang membentuk tepi bebas kelenjar
endometrium yang meninggi. Tepi-tepi ini dengan cepat bertambah diameternya
dan kesinambungan epitel akan terbentuk kembali melalui penyatuan tepi-tepi
lembaran sel-sel tipis yang berimigrasi ini.

FISIOLOGI HAID
15

Gambar 2.5 Vaskularisasi endometrium


2.5 DATING ENDOMETRIUM
Pada fase penampakan histologi endometrium dapat diikuti dari hari ke
hari (dating endometrium), tetapi tidak demikian pada fase proliferasi, karena fase
proliferasi mempunyai fariasi durasi yang cukup lebar.
Pada awal fase sekresi, dating endometrium didasarkan pada penampakan
histologi epitel kelenjar. Pada hari ke 17 siklus (pada panjang siklus 28), glikogen
mengumpul didasar epitel kelenjar, sehingga memberi penampakan adanya vakuol
dibawah inti sel dan adanya pseudostratifikasi. Penampakan histologi tersebut
merupakan akibat langsung dari hormon progesterone, dan merupakan pertanda
pertama adanya ovulasi. Pada hari ke 18 siklus, vakuol bergerak menuju puncak
sel sekresi yang tidak bersilia. Pada hari ke-19 siklus, tampak glokoprotein dan
mukopolisakarida dilepas masuk ke dalam lumen. Pada saat itu tampak pula
mitosis sel kelenjar terhenti, akibat dampak anti estrogen hormon progesteron.
Pada pertengahan sampai akhir fase sekresi, dating endometrium
didasarkan pada penampakan stroma endometrium pada hari ke (siklus):
1. Hari 21 - 24 stroma menjadi edema
2. Hari 22 - 25 sel stroma mengalami mitosos dan sel stroma sekeliling arteriol
spiralis membesar pada dua per tiga lapisan fungsionalis tanpak adanya
predesidual transformasi. Kelenjar berliku hebat dan tampak sekresi didalam
lumennya.
3. Hari 23 - 28 tampak sel predesidual yang mengelilingi arteriol spiralis.

FISIOLOGI HAID
16

Pada kurun waktu antara hari ke 20-24 silkus, disebut jendela inflantasi.
Saat itu bila diamati dengan sel epitel permukaan kavum endometrium, tampak
mikrosilia dan silia epitel permukaan jumlahnya menurun, dan puncak (apeks)
epitel permukaan menonjol/protrusi kedalam lumen atau kavum endometrium
propusi puncak epitel permukaan ini disebut pinopods, yang merupakan persiapan
untuk implantasi blastosis.
2.5.1 Interval antara Haid
Interval dasar antar menstruasi diperkirakan sekitar 28 hari, tetapi terdapat
variasi yang nyata antar perempuan yang juga merupakan panjang siklus pada
perempuan tersebut. perbedaan yang nyata dalam interval antar siklus menstruasi
tidak selalu menunjukan infertilitas. Arey (1939) menganalisis 12 penelitian yang
meneliti sekitar 20.000 catatan kalender menstruasi dari 1500 perempuan. Ia
menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti adanya keteraturan sempurna
menstruasi. Diantara rata-rata perempuan dewasa, sepertiga dari semua siklus
memiliki panjang yang menyimpang lebih dari 2 hari dari rerata semua panjang
siklus. Pada analisisnya terhadap 5322 siklus dari 485 perempuan normalnya
memperkirakan interval rerata sepanjang 2,4 hari. Panjang siklus rerata pada gadis
pubertas adalah 33,9 hari.
2.6 DASAR FISIOLOGI OVULASI DAN TERAPANNYA
Ovulasai adalah hasil kerja sama yang sangat rapi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin releasing
hormon (GnRH), yang disekresi secara pulsasi dalam rentang krisis. Kemudian
GnRH memacu hipofisis untuk menghasilkan gonadotropin (FSH, dan LH), yang
di sekresi secara pulsasi juga.
Gonadotropin memicu proses oogenesis, foligenesis, dan steriogenesis
diovarium dengan hasil akhir ovulasi yang terjadi secara teratur setiap bulan atau
siklus. Ovarium yang teratur menghasilkan steroid seks (estrogen dan progresteron
) yang memacu endometrium secara siklik, dan menghasilkan siklus haid yang
teratur juga memberi umpan balik ke hipotalamus dan hipofisis, untuk mengatur
sekresi gonadotropi. Oleh karena itu secara garis besar, ovulasi dihasilkan garis
sentral (hipotalamus, hipofisis), umpan balik, dan ovarium yang bekerja dengan
baik.
FISIOLOGI HAID
17

Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh salah satu dari organ/proses yang
mempengaruhi sumbu H-H-O tersebut. World Helth Organitation (WHO)
membagi gangguan ovulasi menjadi empat kelompok berdasarkan letak
gangguannya.

WHO

gangguan

ovulasi

dengan

gangguan

disentral,

hipotalamus/hipofisis, dengan status hormon hipogonadotropin/ hipogonadisme


(hipog-hipog). Hipogonadisme disebabkan oleh tidak adanya stimulus dari
gonadotropin. WHO II gangguan pada umpan balik normogonadotropin/
normostropgenik, dan merupakan gangguan yang paling sering dijumpai, 80/90%
dari gangguan ovulasi. WHO III gangguan ovulasi dengan gangguan pada
ovarium, kegagalan ovarium, hipergonadotropin/ hipogonadisme (hiper-hipog).
Hipergonadotropin disebabkan oleh tidak adanya umpan baliik steroid seks. WHO
IV merupakan gangguan ovulasi dengan hiperprolaktinemia (gangguan pada
hipofisis).
Induksi ovulasi adalah pemberian obat pemicu ovulasi pada gangguan
ovulasi yang bertujuan untuk mendapatkan ovulasi tunggal. Induksi ovulasi pada
kelompok WHO I, dapat diberikan gonadotropin. Pada kelompok WHO II, dapat
diberikan klomifen sitrat, sebagai pilihan pertama. Bila gagal dengan klomifen
sitrat, dapat dipilih metformin. Bila disebabkan adanya gangguan toleransi
glokosa, atau laparoscopic ovarian drilling (LOD). Bila di dapatkan kadar LH
serum >10 IU/L. Apabila dengan pilihan kedua tersebut masih juga mengalami
kegagalan dapat diberikan gonadotropin. Kelompok WHO

III mempunyai

prognosi fungsi reproduksi yang jelek, hanya dapat di bantu dengan donor oosit
atau adopsi. Pada kelompok WHO IV dapat di bantu dengan pemberian
bromokroptin.
Situmulasi ovariaum terkendali mempunyai pengertian yang agak berbeda
dengan induksi ovulasi. Stimulasi ovarium terkendali bertujuan untuk mendapatan
ovulasi ganda, dengan harapan dapat meningkatkan angka kehamilan. Stimulasi
ovarium dapat terkendali bila diberikan pada siklus ovulasi teratur atau pada siklus
dengan gangguan ovulasi.
Kontrasepsi merupakan terapan klinik lain dari pendalaman fisiologi
ovulasi steroid seks estradiol bersama progestin secara bersama atau progestin
saja, dengan dosis yang cukup, bila diberikan sebelum hari kelima silklus secara
terus-menerus

dapat menekan sekresi gonadotropin, sehingga ovulasi bisa

FISIOLOGI HAID
18

dicegah. Sekresi gonadotropin yang terekan menyebabkan tidak didapatkan


folikulogenesis dan steroidogenesis. Oleh karena itu pertumbuhan endometrium
hanya dipacu oleh steroid seks dengan kadar yang rendah yang berasal dari
kontrasepsi tersebut. Kadar steroid seks yang rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan endometrium kurang baik untuk implantasi, dan lendir serviks yang
pekat. Kualitas endometrium yang kurang baik bersama lendir serviks yang pekat
secara bersama-sama membantu efek kontrasepsi.

BAB 3
KESIMPULAN
1. Aspek endokrin dalam siklus haid aksisnya ada pada Hipotalamus-HipofisisOvarium. Hormon yang bekerja adalah FSH, LH, Inhibin A, inhibin B, Estrogen
FISIOLOGI HAID
19

dan Progesteron. Enzim yang membantu proses endokrin dalam siklus haid adalah
Enzim aromatase dan proteolitik.
2. Perubahan Histologik pada fase folikuler antara lain folikel primordial
berkembang menjadi folikel primer lalu bekembang menjadi folikel preantral dan
terakhir menjadi folikel antral. Pada fase ovulasi folikel antral mengeluarkan oosit
dan berkembang menjadi corpus luteum bila tidak terjadi pembuahan maka corpus
luteum menjadi corpus albican pada fase menstruasi.
3. Uterus di vaskularisasi oleh arteri uterina, arteri radialis, dan vena arcuata.
4. Pada awal fase proliferasi tebal endometrium sekitar 0,5 mm kemudian tumbuh
menjadi sekitar 3,5 5 mm akibat stroma memacu terbentuknya komponen
jaringan, ion, air, dan asam amino. Fase sekresi stroma menghasilkan enzim
proteolitik menyebabkan kontraksi spasmodic yang intens dari bagian arteri
spiralis

kemudian

endometrium menjadi

iskemik

dan

nekrosis, terjadi

pengelupasan lapisan superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan.


5. Pertengahan sampai akhir fase sekresi dating endometrium dilihat dari
penampakan stroma. Hari 21-24 stroma edema, hari 22-25 sel stroma mitosis dan
sel stroma sekitar arteri spiralis membesar, hari 23-28 sel predesidual mengelilingi
arteri spiralis.
6. Gangguan ovulasi yang disebabkan oleh salah satu dari organ/proses yang
mengganggu sumbu H-H-O, untuk peningkatan angka kehamilan dengan stimulasi
ovarium terkendali dan untuk kepentingan kontrasepsi.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung:
Percetakan Eleman.
Cunningham, F .G., 2012. Obstetri Wiliams jilid 1 Edisi 23. Jakarta: EGC.
Prawiroharjo, S., 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
FISIOLOGI HAID
20

Prawiroharjo, S., 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
William F. G., 2008. Bukua Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC

FISIOLOGI HAID
21

Anda mungkin juga menyukai