Anda di halaman 1dari 16

FOLIKULOGENESIS DAN OOGENESIS

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Dasar Fisiologis Reproduksi

Dosen Pengajar :

Dr. Jimmy Yanuar Annas, dr.Sp.OG

Semester Matrikulasi

Diusun oleh :

Lupita Nur Afifah (012024653002)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERITAS AIRLANGGA SURABAYA
TH 2020/2021

i
DAFTAR ISI
Cover ..............................................................................................................i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan masalah ................................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Folikulogenesis ........................................................................................ 3
2.1.1 Pengertian .................................................................................... 3
2.1.2 Tahap Perkembangan sel folikuler ............................................... 4
2.1.3 Proses Folikulogenesis................................................................. 7

2.2 Oogenesis ................................................................................................ 9


2.2.2 Pengertian ................................................................................... 9
2.2.3 Tahap oogenesis ........................................................................... 9
2.2.3 Proses terjadinya oogenesis ....................................................... 10
2.2.4 Hormon yang berperan dalam Oogenesis ................................... 13
2.2.5 Pengaruh Hormon dalam Oogenesis .......................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Folikulogenesis adalah proses pematangan folikel pada korteks ovarium yang

tersusun dari sel somatik padat dan mengandung oosit imatur. Proses ini

menggambarkan perubahan dari folikel primordial kecil menjadi folikel

preovulasi besar. Ovarium sejak wanita dilahirkan memiliki sejumlah folikel

primordial imatur yang mengandung oosit primer yang juga imatur.

GnRH yang diproduksi dan dilepaskan secara pulsatil dalam jumlah tertentu

oleh hipotalamus akan mempengaruhi hipofise. Sel hipofise pars anterior

memproduksi FSH yang berperan penting dalam proses folikulogenesis.

Folikulogenesis ini ditandai oleh peningkatan diameter folikel dan berakhir pada

folikel pre-ovulasi. Kerjasama antara FSH dan LH (lutenizing hormone)

mengakibatkan terjadinya ovulasi yang menghasilkan oosit matur.

Oogenesis dimulai dengan pembentukkan bakal sel-sel telur yang disebut

oogonia. Terjadi dalam organ reproduksi betina yaitu ovarium. Pada wanita usia

reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh aktifnya aksis hipothalamus-hipofisis-

ovarium. Hipotalamus menghasilkan hormon GnRH (gonadotropin releasing

hormone) yang menstimulasi hipofisis mensekresi hormon FSH (follicle

stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone).

Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon FSH yang merangsang pertumbuhan

sel-sel folikel di sekeliling ovum. Ovum yang matang diselubungi oleh sel-sel

folikel yang disebut Folikel de Graaf, Folikel de Graaf menghasilkan hormon

estrogen. Hormon estrogen merangsang kelenjar hipofisis untuk

mensekresikan hormon LH, hormon LH merangsang terjadinya ovulasi.

Selanjutnya folikel yang sudah kosong dirangsang oleh LH untuk menjadi


badan kuning atau korpus luteum. Korpus luteum kemudian menghasilkan hormon

1
progresteron yang berfungsi menghambat sekresi FSH dan LH. Kemudian korpus
luteum mengecil dan hilang, sehingga akhirnya tidak membentuk progesteron lagi,
akibatnya FSH mulai terbentuk kembali, proses oogenesis mulai kembali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya folikulogenesis?

2. Bagaimana proses terjadinya oogenesis?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya folikulogenesis

2. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya oogenesis

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Folikulogenesis
2.1.1. Pengertian
Folikulogenesis adalah proses pematangan folikel pada korteks ovarium
yang tersusun dari sel somatik padat dan mengandung oosit imatur. Proses
ini menggambarkan perubahan dari folikel primordial kecil menjadi
folikel preovulasi besar. Ovarium sejak wanita dilahirkan memiliki
sejumlah folikel primordial imatur yang mengandung oosit primer yang
juga imatur. Folikel primordial mengalami perubahan karakter histologis
dan fisiologis dimana akan terbentuk baik folikel tersier maupun folikel
antral. Proses ini bergantung pada berbagai jenis hormon yang
menyebabkan kecepatan folikulogenesis dan oogenesis yang berakhir
dengan adanya ovulasi atau sebaliknya atresia pada folikel (Speroff, et al.
2020).
GnRH yang diproduksi dan dilepaskan secara pulsatil dalam jumlah
tertentu oleh hipotalamus akan mempengaruhi hipofise. Sel hipofise pars
anterior memproduksi FSH yang berperan penting dalam proses
folikulogenesis. Folikulogenesis ini ditandai oleh peningkatan diameter
folikel dan berakhir pada folikel pre-ovulasi. Kerjasama antara FSH dan
LH (lutenizing hormone) mengakibatkan terjadinya ovulasi yang
menghasilkan oosit matur (Speroff, et al. 2020).
Proses folikulogenesis dimulai dengan pengambilan dari folikel
primordial menuju kelompok yang akan tumbuh menjadi folikel masak
atau mengalami atresia. Sel granulose menggandakan diri dan cairan
terakumulasi di dalam folikel. Rongga yang terisis cairan dinamakan
antrum. Folikel primordial direkrut untuk memasuki proses maturasi,
selapis sel granulose yang mengelilingi oosit mulai berubah dari sel
squamosa menjadi cuboid. Oosit semakin membesar dan suatu matriks
glikoprotein aselular, yang dinamakan zona pelusida, di sekresi oleh sel
granulose dan membentuk lingkaran di sekitar oosit. Inilah yang disebut
folikel primer. Proliferasi mitosis sel granulose selanjutnya dengan sangat
cepat merubah folikel primer menjadi folikel sekunder. Pasa saat ini, sel
stromal yang mirip dengan pasak (spindle-like stromal cells) semakin

3
mendekati lamina basalis sel granulose, ini merupakan sel teka dan sel
yang paling mendekati membrane basalis adalah sel teka interna.

Gambar 1. Perkembangan folikel ovarium (Prawirohardjo,Sarwono.


2011)

4
2.1.2 Tahap Perkembangan sel folikuler
a. Folikel primer
Perkembangan folikel primer merupakan stadium pertama pertumbuhan
folikel. Oosit mulai tumbuh, terbentuk zona pellusida yang secara penuh
mengelilingi oosit. Zona pellusida tersebut disintesis oleh oosit dan sel
granulosa yang terletak di antara oosit dan lapisan sel granulosa. Sel-sel
granulosa pada akhir stadium mengalami perubahan morfologi dari
skuamosa menjadi kuboidal. Oosit primer yang dikelilingi oleh selapis
sel folikuler disebut unilaminer folikel primer, sedangkan bila lebih dari
satu lapis disebut multilaminer folikel primer.
b. Folikel sekunder
Oosit yang mencapai pertumbuhan maksimal (diameter 120 µm)
proliferasi sel-sel granulosa dan terbentuknya sel-sel teka merupakan
perubahan ke arah folikel sekunder. Folikel memperoleh suplai darah
tersendiri setelah sel teka terbentuk meskipun lapisan sel granulosa tetap
avaskuler. Sel-sel granulosa membentuk reseptor-reseptor FSH (follicle
stimulating hormone) estrogen dan androgen.
c. Folikel tertier
Early antral phase ditandai dengan pembentukan sebuah antrum atau
rongga dalam folikel. Cairan antrum mengandung steroid, protein,
elektrolit dan proteoglycans. Sel-sel granulosa mulai berdiferensiasi
membentuk membran periantral, cumulus oophorus, dan lapisan corona
radiate yang dipengaruhi oleh hormon FSH. Sel granulosa menghasilkan
aktivin dan meningkatkan ekspresi P450 aromatase karena stimulasi
FSH. Fungsi aktivin adalah meningkatkan ekspresi gen reseptor FSH di
sel granulosa dan mempercepat folikulogenesis. Sel granulosa juga
menghasilkan inhibin yang terlibat dalam lengkung umpan balik negatif
yang dapat menghambat hipofise dalam menghasilkan FSH.
Pertumbuhan folikel selama fase ini karena mitosis sel granulosa akibat
stimulasi FSH, bila tidak terdapat FSH, folikel akan mengalami atresia.
Sel-sel teka interstisial terbentuk di dalam sel teka interna. FSH dan
estrogen mempengaruhi sel-sel teka interstisial mendapatkan reseptor
luteinizing hormone (LH). Sel teka interstisial meningkatkan jumlah
reseptor LH dan memperkuat aktivitas enzim StAR, 3 β hidroxysteroid
dehydrogenase (3βHSD) dan P450c17 untuk segera meningkatkan

5
produksi androgen dalam bentuk androstenedion dan testosterone.
Androgen berdifusi melewati lamina basalis folikel menuju sel
granulosa. Androgen terutama androstenedion yang dipengaruhi oleh
FSH mengalami proses aromatisasi dengan bantuan enzim P450
aromatase menjadi estrogen. Estrogen yang dihasilkan bekerja pada
folikel untuk meningkatkan jumlah reseptor FSH di sel granulosa
sehingga sel tersebut mengalami proliferasi, hal ini penting dalam seleksi
folikel dominan, untuk menghasilkan lonjakan LH.
d. Folikel antral
Fase pertumbuhan antrum ditandai oleh pertumbuhan cepat dari folikel
dan bersifat sangat tergantung pada gonadotropin. Sel teka interna yang
dipengaruhi oleh FSH terus berdiferensiasi menjadi sel teka interstisialis
yang menghasilkan androstenedion lebih banyak sehingga estrogen yang
dihasilkan juga bertambah banyak. Estrogen yang meningkat
menyebabkan aktivitas FSH dalam folikel diperkuat, memberi umpan
balik negatif ke hipofise untuk menghambat sekresi FSH serta
memfasilitasi pengaruh FSH dalam membentuk reseptor LH di sel
granulosa. Puncak FSH merangsang munculnya reseptor LH yang
adekuat di sel-sel granulosa untuk terjadinya luteinisasi.
e. Folikel De Graaf
Fase ini merupakan proses penentuan atau seleksi satu folikel dominan
yang akan berovulasi. Kadar FSH yang menurun menyebabkan folikel
antral yang lebih kecil mengalami atresia, sedangkan folikel dominan
terus tumbuh dengan mengakumulasi jumlah se-sel granulosa dan resptor
FSH yang lebih banyak. Kadar estrogen yang meningkat dalam folikel
memberi umpan balik positif ke hipofise untuk menghasilkan lonjakan
LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan terbentuknya progesterone di
sel-sel granulosa. FSH, LH dan progesterone menstimulasi enzimenzim
proteolitik yang berdegradasi kolagen di dinding folikel sehingga mudah
ruptur. Prostaglandin yang terbentuk menyebabkan otot-otot polos
ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum. Sel-sel
stratum granulosa, jaringan ikat dan pembuluh darah kecil di ovarium
mulai berproliferasi setelah terjadi ovulasi. Sel-sel granulosa membesar
dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat di
antaranya serta berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum.

6
Korpus luteum tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk
sempurna jika terjadi pembuahan atau fertilisasi, sebaliknya jika tidak
terjadi fertilisasi sel-selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus
albikans (Wiknjosastro, 2011).
2.1.3. Proses Folikulogenesis
Proses ini apat dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Pertumbuhan folikel preantral yaitu primordial terhadap transisi
folikel primer, dan pembentukan dan pertumbuhan folikel
sekunder
2. .Pertumbuhan folikel anterior basal yaitu pembentukan antrum dan
pengembangan folikel antral awal ke tahap tergantung
gonadotrophin
3. Pertumbuhan folikel anterior terminal: pengembangan antral ke
folikel preovulasi.
Klotz dan Gougeon (2010) mengusulkan pandangan dinamis tentang
pertumbuhan folikel di dalam ovarium manusia. Pertumbuhan folikel di
dalam ovarium manusia dijelaskan melalui empat tahapan yaiu tahap awal,
tahap pertumbuhan folikuler basal, tahap pertumbuhan oosit dan tahap
seleksi folikel yang berovulasi.

Gambar Skema tahap folikulogenesis (Klotz dan Gougeon, 2010)

Folikulogenesis dimulai dengan masuknya folikel yang ada pada


keadaan istirahat ke fase pertumbuhan. Folikel baru diperlukan beberapa
bulan untuk mencapai tahap preantral (0,15 mm), kemudian 70 hari
kemudian mencapai ukuran 2 mm. Pertumbuhan folikel tumbuh awal
diatur oleh interaksi antara FSH dan faktor lokal yang diproduksi oleh sel
theca dan granulosa (GCs), serta oosit. Dari saat mereka memasuki tahap

7
yang dapat dipilih selama fase luteal yang terlambat, folikel menjadi
sensitif terhadap perubahan siklik FSH dalam hal proliferasi sel granulosa.
Selama fase folikuler awal, folikel awal yang dipilih tumbuh dengan
sangat cepat dan estradiol ada dalam cairan folikular, namun, total
produksi steroid tetap moderat. Dari fase folikuler pertengahan, folikel
preovulasi mensintesis estradiol dalam jumlah besar, kemudian setelah
lonjakan gonadotropin pertengahan siklus, folikel preovulasi mensintesis
progesteron dalam jumlah sangat besar. Pada tahap perkembangan ini,
responsifitas folikel terhadap gonadotropin sangat maksimal, terutama
pada hormon luteinizing (LH) yang memicu disosiasi dinding granulosa
dan ekspansi kumulus serta pematangan oosit. Dengan demikian, seiring
berkembangnya folikel, responsivitas terhadap gonadotropin semakin
meningkat di bawah kendali faktor lokal yang bekerja secara autokrin /
parakrin (Klotz dan Gougeon, 2010).

8
2.2. Oogenesis
2.2.3. Pengertian
Oogenesis adalah proses pembentukan ovum di dalam ovarium.Oogenesis
hanya mampu menghasilkan satu ovum matang sekali waktu. Oogenesis
dimulai dengan pembentukkan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia.
Terjadi dalam organ reproduksi betina yaitu ovarium.

Copyright © 2009 Pearson Education, Inc, publishing as Benjamin Cummings.

2.2.4. Tahap-tahap Oogenesis


a) Tahap Proliferasi (Perbanyakan)

9
Tahap perbanyakan belangsung secara berulang-ulang.Gametogonium
membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya. Sel benih
primordial berdiferensiasi menjadi oogonium, lalu mengalami proliferasi
untuk membentuk oosit primer, siap memasuki periode tumbuh.
Padamamalia masa proliferasi terjadi dalam kandungan induk.
b) Tahap Pertumbuhan
Pada pertumbuhan, oogonium akan tumbuh membesar menjadi oogonium
I. Pertumbuhan sangat memegang peranan penting, karena sebagian besar
dari substansi telur digunakan dalam perkembangan selanjutnya.
Diferensiasi juga terdapat pada periode tumbuh.
c) Tahap Pematangan
Pada proses ini terdapat 2 kali pembelahan meiosis. Setelah terjadi fase
pertumbuhan, oogonium I mengalami tahap pematangan, yang
berlangsung secara meiosis. Akhir meiosis I terbentuk oogonium II dan
akhir meiosis II terbentuk ootid.
d) Tahap Perubahan Bentuk
Ootid dalam fase terakhir akan mengalami perubahan bentuk (transformasi)
menjadi gamet. Pada mamalia, selesai meiosis I pada betina, terbentuk
oosit II dan satu polosit. Polosit jauh lebih kecil dari oosit, karena
sitoplasma sedikit sekali. Akhir dari meiosis II akan terbentuk satu ootid
dan satu polosit II. Sementara itu polosit I membelah pula menjadi dua, tapi
jarang terjadi karena berdegenerasi lebih awal. Tiga polosit tersebut akan
berdegenerasi lalu diserap kembali oleh tubuh. Jadi pada betina oosit
tumbuh menjadi 1 ovum.

2.2.5. Proses terjadinya oogenesis


Pada 6-8 minggu, tanda-tanda pertama diferensiasi ovarium tercermin
dalam perkalian cepat sel germinal, mencapai 6-7 juta oogonia pada 16-20
minggu. Ini menunjukkan kandungan oogonal maksimal gonad. Mulai saat
ini, kandungan sel germinal akan terus berkurang hingga, kira-kira 50
tahun kemudian, simpanan oosit akhirnya akan habis.
Dengan mitosis, sel germinal primordial berkembang biak selama
minggu ke 9 dari oogonia.Oogonia diubah menjadi oosit saat memasuki
pembelahan meiosis pertama dan menangkap inprofase. Proses ini dimulai
pada 11-12 minggu, mungkin sebagai respons terhadap faktor atau faktor

10
yang diproduksi oleh ovary yang dapat bekerja secara langsung pada sel
germinal atau secara tidak langsung melalui tindakan pada sel somatik.
Studi pada tikus menunjukkan bahwa asam retinoat yang berasal dari
mesonefros dapat bertindak sebagai faktor pemicu meiosis fungsional
dalam sel germinal perempuan. Perkembangan meiosis ke tahap diploten
dicapai selama sisa kehamilan dan diselesaikan saat lahir. Penangkapan
meiosis pada tahap diploten dari profase meiosis pertama mungkin
dipertahankan oleh zat penghambat yang diproduksi oleh sel granulosa.
Sebuah sel telur terbentuk dari dua divisi meiosis oosit, satu tepat sebelum
ovulasi dan yang kedua (membentuk haploid ovum) pada saat penetrasi
sperma. Gonadotropin dan berbagai faktor pertumbuhan (tetapi steroid
notsex) dapat memicu kembalinya meiosis in vitro, tetapi hanya pada oosit
yang dikelilingi oleh sel-sel kumulus-granulosa. Follicle stimulating
hormone (FSH) mempersiapkan oosit untuk dimulainya kembali meiosis,
suatu proses yang membutuhkan adanya jaringan gap junction yang
memungkinkan komunikasi antara sel kumulus dan oosit. Sterol hadir
dalam cairan folikel, mungkin disekresikan oleh sel granulosa dan kumulus
sebagai respons terhadap gonadotropin, yang mengaktifkan kembalinya
meiosis oosit dan pematangan.
Hilangnya oosit secara masif selama paruh kedua kehamilan adalah
konsekuensi dari beberapa mekanisme. Selain pertumbuhan folikel dan
atresia, sejumlah besar oosit mengalami kemunduran selama meiosis, dan
oogonia yang gagal diselimuti oleh sel granulosa mengalami degenerasi.
Proses ini dipengaruhi oleh gen yang secara aktif menekan kematian sel
gen. Selain itu, sel germinal (di area kortikal) bermigrasi ke permukaan
gonad dan menjadi tergabung ke dalam epitel permukaan atau tereliminasi
ke dalam rongga peritoneum.Sebaliknya, setelah semua oosit terbungkus
dalam folikel (segera setelah lahir), hilangnya oosit hanya akan melalui
proses pertumbuhan folikel dan atresia. (Speroff, et.al.2020)

11
12
2.2.6. Hormon yang berperan dalam Oogenesis
Pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh aktifnya
aksis hipothalamus-hipofisis-ovarium. Hipotalamus menghasilkan hormon
GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi hipofisis
mensekresi hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH
(lutinuezing hormone). FSH dan LH menyebabkan serangkaian proses di
ovarium sehingga terjadi sekresi hormon estrogen dan progesteron. LH
merangsang korpus luteum untuk menghasilkan hormon progesteron dan
meransang ovulasi. Pada masa pubertas, progesteron memacu tumbuhnya
sifat kelamin sekunder. FSH merangsang ovulasi dan meransang folikel
untuk membentuk estrogen, memacu perkembangan folikel. Hormon
prolaktin merangsang produksi susu.
Mekanisme umpan balik positif dan negatif aksis hipothalamus
hipofisis ovarium. Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat
sekresi hormon GnRH oleh hipothalamus. Sedangkan peningkatan kadar
estrogen dan progesteron dapat menstimulasi (positif feedback, pada fase
folikuler) maupun menghambat (inhibitory/negatif feedback, pada saat
fase luteal) sekresi FSH dan LH di hipofisis atau GnRH di hypothalamus.

2.2.7. Pengaruh Hormon dalam Oogenesis

Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon FSH yang merangsang


pertumbuhan sel-sel folikel di sekeliling ovum. Ovum yang matang
diselubungi oleh sel-sel folikel yang disebut Folikel de Graaf, Folikel de
Graaf menghasilkan hormon estrogen. Hormon estrogen merangsang
kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormon LH, hormon LH
merangsang terjadinya ovulasi.
Selanjutnya folikel yang sudah kosong dirangsang oleh LH untuk
menjadi badan kuning atau korpus luteum. Korpus luteum kemudian
menghasilkan hormon progresteron yang berfungsi menghambat sekresi
FSH dan LH. Kemudian korpus luteum mengecil dan hilang, sehingga
akhirnya tidak membentuk progesteron lagi, akibatnya FSH mulai
terbentuk kembali, proses oogenesis mulai kembali.

13
DAFTAR PUSTAKA

Gougeon, A. 1996. Regulation of ovarian follicular development in primates: facts


and hypotheses. Endocr Rev. 17. (2010).

Speroff’s, et all. 2020. Clinical Gynecologic Endrocrinology and Infertility.


Department of Obstetrics, Gynecology and Reproductive Sciences. Nine edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer.

Wiknjosastro, H. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

14

Anda mungkin juga menyukai