KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan karunia-Nya,
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan laporan tutorial ini tepat pada waktunya.
Pada skenario pertama yang berjudul Rembulandatanglah... ini, kami membahas dan
mendiskusikan tentang Siklus Menstruasi, Amenorrhea, dan Perdarahan Uterus Abnormal
(Dysfunctional Uterine Bleeding).
Terima kasih secara khusus kami ucapkan pada tutor kami untuk skenario ini, yaitu dr.
Ika Primayanti atas segala arahan dan bimbingan beliau sehingga proses tutorial kelompok kami
berjalan lebih lancar dan dinamis. Tidak lupa juga kami haturkan terima kasih pada semua pihak
yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan tutorial ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih menyimpan berbagai kekurangan, baik dari segi materi maupun
penyampaian. Sehingga kami selaku penyusun memohon kritik dan saran yang membangun
agar tercapai hal-hal yang lebih baik untuk kita bersama di hari-hari selanjutanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
ii
Skenario 4 ...........................................................................................................................
Amenorrhea ........................................................................................................................
16
32
44
SKENARIO 5
Rembulandatanglah
Anita, 19 tahun, mahasiswi, belum menikah, TB/BB: 155cm/90 kg, diantar ibunya ke poli
ginek RSU Prov NTB karena sudah 5 bulan tidak mendapat menstruasi. Ibunya takut Anita
hamil, walaupun ia mengaku belum pernah berhubungan seks sebelumnya. Selama ini jadwal
menstruasi Anita memang tidak teratur, kadang-kadang 2-3 bulan sekali, terutama sejak ia
menjadi mahasiswi, tetapi belum pernah sampai selama ini. Selain itu tidak ada keluhan lain
yang ia rasakan.
LEARNING OBJECTIVE
Siklus Menstruasi
Amenorrhea
SIKLUS MENSTRUASI
Siklus menstruasi terdiri dari 2 komponen yaitu:
1. siklus ovarium
2. siklus uterus
OVARIAN CYCLE
Terdiri dari 2 fase:
1. fase folikuler
2. fase luteal
Hipotalamus mensekresikan GnRH untuk merangsang hipofisis anterior mensekresikan FSH dan
LH. Pada hari 1-5 siklus menstruasi terjadi perubahan folikel primordial menjadi folikel primer
(dengan oosit primer diploid, istirahat di tahap profase 1, meiosis 1) karena rangsangan FSH.
Kemudian pada hari ke 6-13 sejumlah kecil folikel primer tersebut berubah menjadi folikel
sekunder. Pada 15 jam sebelum ovulasi terjadi FSH & LH surge sehingga terbentuklah folikel de
Graaf, dan sesaat sebelum ovulasi oosit primer menyelesaikan meiosis 1 menghasilkan oosit
sekunder haploid. Kejadian di atas terjadi selama fase folikuler.
Ovulasi terjadi ketika LH mencapai kadar puncak sehingga enzim proteolitik yang terdapat di
folikel akan menyebabkan dinding folikel menjadi lemah dan ruptur sehingga terjadilah ovulasi
(pelepasan oosit sekunder dari folikel matur).
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 4
Pada fase luteal, sel folikuler yang tersisa akan membentuk korpus rubrum kemudian menjadi
korpus luteum yang berfungsi mensekresikan progesteron dan estrogen. Jika tidak terjadi
konsepsi maka korpus luteum tersebut akan berubah menjadi korpus albikan. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar progesteron dan estrogen sehingga memulai siklus menstruasi
baru.
FASE FOLIKULER
Perkembangan oosit adalah kejadian kunci pada fase folikuler pada fase folikuler siklus
mesntruasi.Ovarium mengandung ratusan folikel promordial yang berkembang terus setelah
lahir, melalui periode anovulasi (seperti saat kehamilan) sampai ke masa menopause.
Tahap awal dari perkembangan folikel adalah tergantung stimulasi hormon. Tanpa adanya
stimulus hormonal yang tepat, folikel gagal pada tahapan pre antral kemudian terjadi atresia
folikel. Hormon yang berperan yaitu LH dan FSH.
Pada awal siklus menstruasi, level FSH mulai meningkat karena pelepasan oleh hipofisis akibat
efek feedback negatif dari estrogen, progesteron dan inhibin. Peningkatan kadar FSH
menyelamatkan folikel cohort dari atresia dan menginisiasi stereidogenesis.
STEREIDOGENESIS
Dasar aktivitas hormonal pada folikel pre-antral ke pre-ovulasi digambarkan dengan hipotesis
two cell, two gonadotrophin. Stereidogenesis dibagi dalam 2 sel yaitu sel teka dan sel
granulosa. Dalam sel teka, LH menstimulasi produksi androgen dari kolesterol. Dalam sel
granulosa, FSH menstimulasi konversi androgen (dari sel teka) menjadi estrogen (aromatisasi).
FSH juga menyebabkan proliferasi sel granulosa.
Baik FSH ataupun LH diperlukan dalam jumlah yang adekuat untuk menghasilkan siklus yang
normal. Kadar androgen yang rendah akan meningkatkan aromatisasi sehingga meningkatkan
produksi estrogen, dan sebaliknya jika kadar androgen tinggi akan menghambat aromatisasi
dan perkembangan folikel. Keadaan yang ideal untuk tahap awal perkembangan folikel ialah
kadar LH yang rendah dan kadar FSH yang tinggi. Jika kadar LH terlalu tinggi, sel teka akan
memproduksi androgen dalam jumlah besar yang menyebabkan atresia folikel.
Jelas bahwa autokrin dan parakrin berperan dalam folikogenesis, ovulasi dan produksi
progesterone dari korpus luteum. Salah satu yang terpenting ialah inhibin (menghambat FSH).
pada ovarium ,inhibin meningkatkan sinteisis androgen yang diinduksi LH.
Aktivin adalah peptide dengan struktur terkait dengan inhibin. Diproduksi oleh sel granulosa
dan kelenjar hipofisis. Kerja dari aktivin berkebalikan dengan inhibin, yaitu mengaugmentasi
sekresi FSH hipofisis dan meningkatkan pengikatan FSH pada sel granulosa.
OVULASI
Pada akhir fase folikuler, FSH menginduksi reseptor LH pada sel granulosa, dimana estrogen
adalah kofaktor pada efek ini. Sebagaimana perkembangan folikel dominant, produksi estrogen
meningkat dalam folikel. Produksi ini cukup untuk mencapai threshold yang dibutuhkan untuk
efek umpan balik positif pada sekresi LH. Sekali hal ini terjadi maka level LH akan meningkat,
awalnya berjalan lambat ( hari ke 8 hingga 12 siklus menstruasi) kemudian berlangsung cepat
(setelah hari 12). Selama masa ini, LH menyebabkan luteinisasi dari sel granulosa pada folikel
dominant, sehingga terjadi produksi progesterone. Progesteron kemudian mengamplifikasi
umpan balik positif dari estrogen pada sekresi LH hipofisis menyebabkan LH surge. Ovulasi
terjadi 36 jam paska LH surge. FSH surge terjadi selama peri-ovulasi disebabkan oleh umpan
balik positif progesterone. Terjadinya peningkatan LH, FSH dan estrogen selama ovulasi, juga
dibarengi peningkatan androgen. Androgen ini mungkin memiliki efek fisiologis dalam stimulasi
libido, menyebabkan peningkatan aktivitas seksual selama ovulasi dimana wanita dalam
keadaan paling fertil.
Sebelum pelepasan oosit saat ovulasi, LH surge menstimulasi resumsi meioisis,, selain itu juga
LH menstimulasi peningkatan ekspresi folikel dari protein kemotaktik makrofag (MCP-1) dan IL8, selanjutnya menyebabkan influks makrofag dan neutrofil pada folikel pre-ovulasi. Sekalinya
terkativasi, maka leukosit ini mensekresikan mediator seperti matriks metaloproteinasi dan
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 7
FASE LUTEAL
Digambarkan oleh produksi progesterone dari korpus luteum dalam ovarium. Korpus luteum
berasal dari sel granulosa yang tersisa setelah ovulasi dan dari sel teka yang berdiferensiasi
menjadi sel teka lutein. Sel granulosa dari korpus luteum memiliki gambaran vakuola terkait
akumulasi pigmen kuning dan lutein. Vaskularisasi yang ekstensif pada korpus luteum
memastikan sel granulosa mendapat suplai darah yang banyak untuk mendapat suplai
precursor stereidogenesis. Produksi progesterone dari korpus luteum tergantung pada
kelanjutan sekresi LH hipofisis.
LUTEOLISIS
Durasi dari fase luteal adalah relatif konstan, sekitar 14 hari pada sebagian besar perempuan.
Tanpa adanya kehamilan dan produksi HCG maka korpus luteum akan mengalami regresi pada
akhir fase luteal disebut sebagai luteolisis. Karena corpus luteum telah mati maka level
estrogen, progesteron dan inhibin akan turun. Hormon hipofisis dilepaskan sebagai umpan balik
negatif turunnya estrogen, progesteron dan inhibin sehingga kadar FSH akan meningkat. Folikel
kohort yang ada pada tahap pre-antral akan terselamatkan dari atresia dan siklus menstruasi
baru dimulai.
UTERINE CYCLE
Terdiri dari 3 fase yaitu:
1. fase menstruasi
2. fase proliferasi
3. fase sekretori
Pada uterine cycle pengontrolnya adalah kadar estrogen dan progesteron, sementara pada
ovarian cycle pengontrolnya adalah kadar FSH dan LH.
Pada fase menstrual, pada hari 1-5, akibat terjadi penurunan dari level progesteron maka
terjadi peluruhan dari dinding endomentrium. Menstruasi terjadi karena efek pada arteri yang
berkelok-kelok di endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hiperemia yang diikuti oleh
spasme dan iskemik. Kemudian terjadi degenerasi serta perdarah dan pelepasan endometrium.
Dilanjutkan dengan fase proliferatif ( hari 6-13), oleh efek estrogen maka terjadi pembentukan
kembali dinding endometrium. Kemudian pada fase sekretori (setelah hari 14), oleh pengaruh
kadar estrogen dan terutama progesteron yang disekresikan corpus luteum maka terjadi
penebalan lebih lanjut dari endometrium. Endometrium mulai mensekresikan getah yang
mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah ke arah sel
sel-sel desidua terutama yang berada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini akan
memudahkan nidasi.
Jika terjadi fertilisasi disusul implantasi maka sel di tempat terjadinya implantasi akan
membentuk hCG yang akan mencegah degenerasi dari corpus luteum sehingga level
progesteron dan estrogen terjaga untuk mencegah terjadinya menstruasi.
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 9
MENSTRUASI
Akibat dari matinya korpus luteum pada akhir fase luteal, maka level estrogen dan progesteron
turun. Proses desidualisasi sebenarnya adalah reversibel sehingga jika tidak terjadi implantasi
maka akan menyebabkan apoptosis. Menstruasi adalah pelepasan atau luruhnya lapisan
endometrium dan berhenti saat endometrium mulai regenerasi kembali.
Menstruasi diinisiasi oleh withdrawal estrogen dan progesteron. Withdrawal progesteron
memiliki beberapa efek yaitu vasokonstriksi arteri spiralis, secara tidak langsung karena arteri
spiralis tidak mengekspresikan reseptor progesteron dan disebabkan juga oleh prostaglandin,
endotelin dan angiotensin II. Efek lain dari withdrawal progesteron ialah produksi sitokin
proinflamasi seperti MCP-J, IL-8 dan COX-2. MCP-J dan IL-8 menarik dan mengaktivasi makrofag
dan neutrofil. Keduanya menyerbu leukosit dan sel stroma endometrium kemudian melepaskan
dan mengaktivasi matriks metaloproteinase yang merusak matriks metaloproteinase. Efek
akhirnya adalah hipoksia jaringan akibat vasokonstriksi yang menyebabkan produksi faktor
pertumbuhan endotel vaskuler, dimana menstimulasi angiogenesis dan produksi matriks
metaloproteinase. Kejadian tersebut menyebabkan iskemia (terutama pada endometrium
bagian atas) dan kerusakan jaringan, peluruhan bagian fungsional (stratum kompakta dan
stratum spongiosa), Perdarahan dari fragmen arteriol yang tersisa pada endometrium basal.
Menstuasi berhenti karena vasokonstriksi arteri spiralis yang rusak dan mulainya regenarasi
endometrium. Peningkatan level estrogen dan progesteron menghambat produksi matriks
metaloproteinase.
Hemostasis pada pembuluh darah endometrium berbeda dengan hemostasis ditempat lain.
Normalnya perdarahan dari pembuluh darah yang rusak akan dibendung oleh akumulasi
platelet, deposit fibrin dan degranulasi platelet. Proses ini dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Pada endometrium, jaringan parut akan mengganggu fungsi normal (seperti
pada sindrome Assherman) sehingga terdapat sistem haemostasis alternatif yang dibutuhkan
untuk endometrium.
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 10
MENSTRUASI NORMAL
Utamanya adalah darah arterial, 25% darah vena. Terdiri dari debris jaringan, prostaglandin dan
jumlah yang relatif besar dari fibrinolisin dari jaringan endometrial.
Gambaran siklus menstruasi normal yaitu panjangnya 28 hari dengan durasi perdarahan 2-7
hari. Kenyataannya hanya 15% wanita yang memiliki siklus 28 hari, dan siklus selain itu yaitu
antara 21 dan 35 hari dianggap normal.
Panjang fase luteal yaitu 14 hari pada hampir semua perempuan. Jumlah darah menstruasi
paling banyak adalah pada hari 1 dan ke 2 siklus menstruasi. Jumlah normal darah yang keluar
yaitu 35 ml per bulan. Kehilangan darah >80 ml ditetapkan sebagai kehilangan berlebih, dapat
menyebabkan anemia defsiensi besi jika tidak diatasi.
HIPOFISIS
LH dan FSH merupakan regulator folikulogenesis. Pelepasan LH dan FSH oleh hipofisis
distimulasi secara pelepasan pulsatif GnRH. Respon dari hipofisis tidak selalu konstan tapi di
modulasi oleh hormon ovarium, terutama estrogen dan progesteron.
Kadar estrogen yang rendah, memiliki efek inhibisi pada LH (umpan balik negatif) sementara
kadar estrogen yang tinggi akan merangsang umpan balik positif. Mekanisme umpan balik
positif meliputi peningkatan konsentrasi reseptor GnRH dan peningakatan produksi GnRH.
Sementara mekanisme umpan balik negatif masih tidak jelas.
Kadar progesteron yang rendah merupakan umpan balik positif pada pitutary yaitu sekresi LH
dan FSH. Kadar progesteron yang tinggi seperti pada fase luteal, menghambat produksi GnRH.
Umpan balik negatif diperoleh dengan penurunan produksi GnRH dan penurunan sensitivitas
hipofisis terhadap GnRH. Umpan balik positif ialah melalui mekanisme peningkatan sensitifitas
terhadap GnRH.
Diluar kedua hormon tersebut, inhibin menekan sekresi FSH hipofisis sementara aktivin
menstimulasinya.
HIPOTALAMUS
Melalui pelepasan pulsatif GnRH, akan menstimulasi sekresi LH dan FSH. Pada keadaan seperti
anoreksia nervosa dan amenorea akibat aktivitas berlebih, terjadi penurunan produksi GnRH
menyebabkan anovulasi.
2. Vagina
Estrogen
menyebabkan
epitelnya
mengalami
kornifikasi
sementara
progesteron
menyebabkan sekresi mukus yang tebal, epitel berproliferasi dan menjadi terinfiltrasi
dengan leukosit.
3. Payudara
Estrogen
menyebabkan
proliferasi
ductus
mamma.
Progesteron
menyebabkan
pertumbuhan dari lobulus dan elveoli. Payudara menjadi bengkan, tenderness, nyeri pada
10 hari sebelum menstruasi karena distensi duktus, hiperemis dan edema jaringan
interstitial.
HORMON OVARIUM
ESTROGEN
17-estradiol, estron dan estriol. Theca interna memiliki banyak reseptrot LH dan LH via cAMP
meningkatkan konversi kolesterol menjadi androstenedione yang kemudian sebagian menjadi
estradiol saat masuk ke sirkulasi. Selain itu juga menyuplai androstenedione ke sel granulosa.
Sel granulosa memiliki banyak reseptor FSH,dimana FSH memfasilitasi sekresi estradiol. Sel
granulosa matur membuutuhkan reseptor LH, LH juga menstimulasi produksi estradiol.
Memiliki efek penting pada otot polos uterus, meningkatkan jumlah dan memiliki
protein kontraktil pada otot tersebut
Meningkatkan libido
PROGESTERON
Disekresikan oleh corpus luteum, plasenta, folikel (sejumlah kecil). Target organ adalah uterus,
payudara, dan otak.
Efek dari progesteron ialah:
Bertanggunga jawab pada perubahan progestasional di endometrium dan perubahan
siklikal pada servik dan vagina
Efek anti estrogenik pada sel miometrial. Menurunkan eksitabilitas, menurunkan sensitivitas
terhadap oksitosin.
Menurunkan jumlah reseptor estrogen di endometrium
Meningkatkan angka konversi 17-estradiol menjadi bentuk estrogen kurang aktif
Pada payudara menyebabkan stimulasi perkembangan lobulus dan alveoli
Efek termogenik
Natriuresis, mungkin karena memblok kerja aldosteron)
Amenorrhea
Amenore primer didefinisikan sebagai tidak timbulnya menarche pada usia 14 tahun, tanpa
perkembangan karakteristik seksual sekunder, atau timbul saat usia 15 atau 16 tahun
dengan adanya karakteristik seksual sekunder yang normal.
Amenore sekunder didefinisikan sebagai tidak timbulnya menstruasi selama 3 siklus atau 6
bulan dengan sebelumnya sudah mendapat menarche; atau tidak adanya menstruasi
selama 12 bulan dengan wanita yang memiliki riwayat oligomeorea (perdarahan yang
melebihi 35 hari dan bersifat ireguler)
Causal Factor
Hyperprolactinemia
Pituitary adenomas
Sheehan syndrome
CNS
Hypothalamic amenorrhea
Kallmann syndrome
Congenital GnRH deficiency
Brain injury
Tumors
Inflammatory or infiltrative process
Other Endocrinopathies
Hypothyroidism
Cushing syndrome
Adult-onset CAH
Diabetes
Gangguan hipotalamus
Nucleus arkuata hipotalamus berfungsi dalam mensekresikan GnRH. Hal ini akan
ditransportasikan melalui pleksus kapiler turun ke batang pituitary ke pituitary anterior, yang
akan menstimulasi pengeluaran LH dan FSH.
Frequency (%)
33
Hypothalamic disorders
35
12
Thyroid disease
Adrenal causes
<1
Anatomical causes
<1
Disfungsi pituitari
Gangguan primer sindrom Sheehan, yang terjadi karena hipotensi postpartum dengan
nekrosis kelenjar pituitary sesudah itu, sekarang jarang. Tumor menyebabkan kompresi
batang pituitary atau lesi menyebabkan kerusakan kelenjar hipofisis (empty sella
syndrome) yang berakibat pada amenorea baik oleh destruksi gonadotrop dan defisiensi
gonadotropin maupun oleh karena hiperprolaktinemia yang bertentangan dengan efek
umpan balik negatif sekresi dopamine dan transport melalui batang pituitari.
Gonadal failures
Gangguan ovarium primer termasuk :
Penyakit autoimun
Destruksi
Anamnesis
Dalam menentukan diagnosis, dari anamnesis hal-hal yang ditanyakan berdasarkan
etiologi penyebab dari amenorea.
Harus ditentukan apakah amenorea primer atau sekunder
Apakah ada kemungkinan kehamilan
Ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit kronik atau berat seperti diabetes,
renal failure, dan IBD.
Apakah pasien ada trauma kepala, penyakit terkait psikologis ataupun stress emosional.
Apakah pasien kehilangan berat badan terkait anorexia nervosa.
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 20
Apakah ada sakit kepala, apakah pasien muntah, atau terdapat gejala gangguan
penglihatan yang terkait dengan adanya penyakit CNS.
Apakah terdapat vaginal dryness atau hot flushes terkait adanya defisiensi estrogen dan
memberi kesan adanya ovarian failure atau adanya pituitary hypothalamic dysfunction.
Adanya hirsutisme atau virilization terkait adanya hyperandrogenism yang disebabkan
oleh PCOS, nonclassic (late-onset) congenital adrenal hyperplasia (CAH), atau androgen
producing tumor dari ovarium atau adrenal gland.
Adanya cyclic pelvic pain atau adanya urinary complaint menandakan adanya obstruksi
genital.
apakah pasien menggunakan obat-obatan seperti progestational agents (oral
kontrasepsi), GnRH agonists, atau obat lainnya seperti phenothiazines, resepine
derivatives, amphetamines, opiates, benzodiazepines, antidepressant, dan dopamine
antagonists.
Pemeriksaan fisik
Yang pertama kali dipriksa adalah tanda vital, termasuk tiggi badan, berat badan, dan
perkembangan seksual. Pemeriksaan fisik yang lain adalah :
Keadaan umum :
a. Anoreksia, bradikardi, hipotensi dan hipotermi
b. Tumor hipofisis : gangguan lapang pandang, dan tanda-tanda saraf kranial
c. Sindrom polikistik ovarium : jerawat, akantosis dan obesitas
d. Gonadal disgenesis : webbed neck, lambatnya perkembangan payudara
Keadaan payudara
a. Galactorrhea : palpasi payudara
b. Terlambatnya pubertas : diikuti dengan rambut pubis yang jarang
c. Gonadal disgenesis : tidak berkembangnya payudara dengan normalnya
pertumbuhan rambut kemaluan
Keadaan rambut kemaluan dan genital eksterna
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 21
Pemeriksaan Penunjang
teka menghasilkan androgen dan merespon luteinizing hormone (LH) dengan meningkatkan
jumlah reseptor LDL (low-density lipoprotein) yang berperan dalam pemasukan kolesterol ke
dalam sel. LH juga menstimulasi aktivitas protein khusus (P450scc), yang menyebabkan
peningkatan produksi androgen. Ketika androgen berdifusi ke sel granulosa, androgen
mengalami metabolisme oleh aromatase menjadi estrogen.
Seseorang dengan obesitas akan identik dengan hiperkolesterolemia yang ditandai
dengan tingginya kadar trigliserid dan LDL dalam darah. Padahal, LDL merupakan molekul
pembawa kolesterol ke dalam sel teka untuk dijadikan bahan pembuat androgen. Melalui dasar
mekanisme tesebut, tingginya kadar LDL dapat berdampak pada tingginya kadar androgen,
yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan kadar estrogen. Selain itu, hiperkolesterolemia
juga berakibat pada resistensi reseptor insulin akibat peningkatan glukosa yang diawali dengan
hiperaktivitas
glukoneogenesis,
yang
pada
akhirnya
menimbulkan
hiperinsulinemia.
riset, diketahui bahwa leptin juga berpengaruh pada maturasi oosit melalui jalur mitogenactivated protein kinase (MAPK) yang dapat mengaktivasi maturation-promoting factor (MPF)
yang merangsang pematangan ovum yang dihasilkan oleh ovarium.
Kesimpulannya, Patogenesis yang mendasari amenorea berawal dari kondisi obesitas,
yang berlanjut sebagai kondisi hipersekresi estrogen dan hipersekresi LH, serta penghambatan
sekresi FSH. Adanya hambatan sekresi pada FSH menyebabkan terganggunya proliferasi folikel
sehingga tidak terbentuk folikel yang matang. Sehingga keadaan ini menyebabkan tidak terjadi
ovulasi karena imaturitas folikel . Hal inilah yang menjadi dasar mekanisme ketidakhadiran
menstruasi (amenorea) pada pasien dengan obesitas.
stressor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah, bergabung dengan militer, atau memulai
kerja baru mungkin berhubungan dengan tidak datangnya menstruasi. Stressor yang membuat
satu tuntutan baru bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi
menunda periode setiap bulannya. Sebagai tambahan mengenai meninggalkan keluarga atau
memulai satu pekerjaan baru, beberapa penelitian menunjukkan satu hubungan baru
meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus yang lebih panjang
Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergratif yang
mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis.
Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium yang
meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stress terjadi aktivasi
pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormone dari
hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan
menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini
kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan
menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah.
Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti dapat
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 26
mengurangi rasa nyeri. Sedangkan ACTH dirangsang oleh CRH secara bergelombang dengan
ritme diurnal. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol
darah.
Pada
wanita
dengan
gejala
amenore
hipotalamik
menunjukkan
keadaan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada wanita dengan amenorea kali ini dengan mempertimbangkan keinginan
pasien, apakah pasien tersebut nantinya ingin hamil, atau tidak ingin hamil, dengan perincian
sebagai berikut :
Pasien yang ingin hamil dilakukan tindakan induksi ovulasi
Pasien yang tidak ingin hamil diberi terapi farmakologis
Obat ini dapat berefek menurunkan kadar prolaktin dan mengurangi ukuran
tumor
Jika
pemberian
tersebut
resisten
lakukan
operasi
pengangkatan
estrogen selanjutnya dapat ditingkatkan tentuny melalui aksis hipotalamushipofisis-ovarium. Dosis diberikan 150/250 mg/hari sampai 5 hari
Injeksi gonadotropin eksogen, yaitu : hrFSH (human recombinant FSH) dan hMG
(human menopausal gonadotropin). Injeksi ini juga merupakan terapi lini
pertama
Jika telah ditemukan penyebab spesifik dari amenore maka segera koreksi
penyebab tersebut
Pasien Yang Mengalami Vaginal Bleeding Setelah Progestine Challenge
Sebenarnya semua pasien berespon terhadap clomiphene citrate
Biasanya ovulasi akan terjadi pada hari 5-10 setelah dosis terakhir
KOMPLIKASI
Infertilitas
Perkembangan psikososial terlambat dan perkembangan fisik seksual kurang
Pada hipoestrogenik osteoporosis berat & fraktur, dapat terjadi femoral neck
fracture
Pada pasien yang berespon terhadap progestine challenge dapat terjadi hiperplasia
endometrium & kanker
PROGNOSIS
Prognosis dari amenorea baik
Semua pasien selain POF dapat diinduksi untuk ovulasi, antara lain dengan :
dopamine agent, clomiphene citrate, insulin sensitizing agent dan gonadotropin
Epidemiologi
Paling sering pada puncak usia subur (20% kasus terjadi pada remaja, 40% pada pasien >
40 tahun)
Lebih sering terjadi pada masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium
10-20% sisanya ovulasi terjadi secara siklik dan menoragia berasal dari defek mekanisme
kontrol menstruasi
Etiologi
Masih belum bisa dipastikan secara jelas. Kemungkinan akibat kista korpus luteum yang
menetap/fase luteum yang pendek
(4) Polymenorrhea mendeskripsikan mengenai periode perdarahan yang terjadi terlalu sering.
Hal ini biasanya terkait dengan anovulasi dan jarang, dengan pemendekan fase luteal pada
siklus menstruasi.
(5) Menometrorrhagia perdarahan yang terjadi pada interval yang ireguler. Jumlah dan durasu
perdarahan
juga
bervariasi.
Beberapa
kondisi
yang
menyebabkan
perdarahan
Patofisiologi
Terjadi karena gagalnya pematangan folikel ovarium hingga mencapai ovulasi dan
pembentukan korpus luteum (anovulasi). Mengakibatkan produksi estrogen yang terus
menerus oleh folikel, tetapi progesteron tidak terbentuk karena gagalnya pembentukan korpus
luteum. Tingginya kadar estrogen dan tanpa progesteron mempengaruhi endometrium
sehingga terjadi proliferasi. Setelah itu terjadi penurunan estrogen yang disebabkan oleh
degenerasi beberapa folikel atau semakin meningkatnya kebutuhan akan estrogen karena
makin membesarnya jaringan endometrium. Akhirnya terjadi terjadi perdarahan akibat
penurunan estrogen.
Saat menarke, sering terjadi anovulasi diikuti menstruasi yang tidak teratur
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 34
Metropatia hemoragika akibat persistensi folikel yang tidak pecah tidak terjadi ovulasi &
pembentukan korpus luteum stimulasi estrogen terus menerus hiperplasia
endometrium perdarahan
Anovulatory DUB
Tidak ada ovulasi tidak ada progesteron endometrium terus berproliferasi yang
bersamaan dengan terjadinya penghancuran stroma, penurunan densitas arteriol spiral
dan peningkatan kapiler vena yang berdilatasi dan tidak stabil
Ovulatory DUB
Contoh : wanita dengan perdarahan ovulatoar kehilangan darah 3x kali lebih cepat
dibanding wanita dengan menstruasi normal tetapi jumlah arteriol spiralnya tidak
meningkat.
Jadi, timbul penurunan tonus vaskuler pembuluh darah yang mensuplai endometrium
dan meningkatkan kecepatan kehilangan darah akibat vasodilatasi. Penyebab utama
dari perubahan tonus tersebut adalah prostaglandin
Manifestasi klinik
Perdarahan ovulatoar (+ 10% PUD)
diagnosis : kerokan mendekati haid
jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa
adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya :
-
apopleksia uteri
Diagnosis
Anamnesis :
-
bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea
sifat perdarahan
lama perdarahan
Pemeriksaan ginekologi : apakah ada kelainan organik (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu)
Pada wanita usia 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip,
mioma submukosa. Kerokan hanya dilakukan atas indikasi bahwa tindakan tidak
membahayakan kehamilan
Diagnosis Banding
Perlu disingkirkan kemungkinan penyebab di bawah ini sebelum diagnosis DUB dapat
ditegakkan.
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak sengga
penderita harus di istirahat baring dan di berikan transfuse darah.
Setelah pemeriksaan ginekologi menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan
tidak ada abortus inkomplit, perdarahan untuk sementara waktu dapat di pengaruhi dengan
hormone steroid. Dapt di berikan :
Esterogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat di berikan secara IM dipropionas esteradiol 2,5 mg, atau benzoas
eestradiol 1,5 mg, atau valeras esteradiol 20 mg. setelah suntikan di berhentikan
perdaahn timbul lagi
endometrium. Terapi ini tidak dapat di laksanakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi.
Dapat di berikan proprionas testosteron 50 mg IM yang dapat di ulangi 6 jam kemudian.
Pemberian metil testosteron per os kurang cepat efeknya.
Pada wanita pubertas terapi yang paling baik adalah di latasi dan kerokan. Tindakan ini
penting baik untuk terapi atau diagnosis. Dengan terapi ini banyak perdarahan tidak terulang
lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah dll yang menjadi sebab
perdarrahan maka penyakit ini harus di tangani.
Apabila setealah di lakukan kerokan perdarahn timbul lagi, dapat di usahan terapi
hormonal. Terapi esterogen saja kurang bermanfaat karena ebagian besar perdarahan
disfungsional di sebabkan hiperesterinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila
produksi esterogen secqara endogen cukup. Pemeberian esterogen dan progesteron dalam
kombinasi dapat di anjurkan, untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat di gunakan . terapi ini
Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram | 41
dapat di mulai hari ke -5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula di berikan progesteron
untuk
hari,
mulai
hari
ke
21
siklus
haid.
terapi dengan klomifen yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan
anovulatoar, umumnya tidak banyak berguna terapoi ini lebih tepat pada infertilitas dengan
dengan siklus anovulatoar.
Terapi bedah
1. kuretase
kuretase dapat mengontrol perdarahan berat
Kerugian:
Dinding uterus bisa terjadi perforasi pada 1% kasus
Glisin dan natrium klorida di absobsi ke dalam sistem pembuluh darah dan dapat
menyebabkan kelebihan beban cairan sehingga timbul edema paru dan hiponatremia
30-60 % wanita menjadi amenore
35-60% wanita hipomenore
5-15 % memerlukan prosedur ulang atau histerektomi
2/3 pasien merasa puas dan sisanya mengeluh menstruasi terus-menerus, dismenore
dan nyeri pelviks
3. histerektomi
jika terapi yang lain tidak berhasil baru di lakukan histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton, John E. 2006.Hall. Textbook of medical physiology 11th edition. Elsevier
Saunders
Cunningham F. Gary, et al. 2007. Williams Obstetrics 22nd ed. The McGraw-Hill Companies
DeCherney, Alan H. et all. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,
Tenth Edition. The McGraw-Hill Companies
Gabbe, Steven.G et al. 2002.Obstetrics: Normal & Problem Pregnancies. 4th ed. Churchill
Livingstone
Ganong William F. 2005. Review of Medical Physiology Twenty-Second Edition . The McGrawHill Companies
Labus Diane.
Kowalak Jennifer (eds). 2010. Handbook of Sings and Symptoms. 4th ed.
Monga, Ash.2006. Gynaecology by Ten Teachers 18th Edition. Oxford University Press
Incorporation.
Wiknjosastro, Hanifa dkk. 2006. Ilmu Kebidanan. 3th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo