Anda di halaman 1dari 33

FISIOLOGI MENSTRUASI

Dr.dr., SpOG(K)1

Dr., SpOG(K)1

1
Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

(ALAMAT KORESPONDENSI)

(NOMOR TELEPON/FAX)

(ALAMAT EMAIL)

I. PENDAHULUAN

Menstruasi secara fisiologis diartikan sebagai proses alamiah yang terjadi

secara spontan dan siklik berupa perdarahan yang berasal dari uterus sebagai

akibat dari interaksi dan koordinasi dari poros hipothalamus-hipofise-ovarium,

oleh karena itu fisiologi menstruasi sangat terkait dengan kontrol neuroendokrin

dan poros hipothalamus-hipofise-ovarium (HHO). Siklus menstruasi terbagi

menjadi empat fase berdasarkan pada siklus ovarium:

1. Fase Folikuler (terdiri dari fase folikuler dini dan lanjut)

2. Fase ovulasi.

3. Fase Luteal

4. Fase transisi Luteal-folikuler.


Berdasarkan siklus di uterus, siklus menstruasi dibagi menjadi :

1. Fase Proliferasi

2. Fase Sekresi dan

3. Menstruasi.

Gambar 1. Gambaran variasi hormonal dan peptide pada siklus menstruasi

Dikutip dari (sumber)

II. SIKLUS OVARIUM

Siklus menstruasi dibagi menjadi empat fase berdasarkan siklus ovarium.

1. FASE FOLIKULER

Fase Folikuler berlangsung dari hari pertama menstruasi sampai terjadinya

ovulasi. Tujuan utama dari fase ini adalah mengembangkan folikel yang viable

yang mampu mencapai tahap ovulasi. Perubahan pada awal fase folikuler
diinisiasi oleh meningkatnya kadar FSH pada transisi luteal-folikuler yang

diakibatkan oleh menurunnya kadar progesteron, estrogen dan inhibin pada akhir

siklus sebelumnya dan diikuti oleh hilangnya inhibisi FSH.

Peningkatan kadar FSH akan menyelamatkan satu kohort folikel preantral

dari proses apoptosis, fenomena ini disebut rekruitmen, yang memerlukan

sejumlah tertentu konsentrasi minimum FSH yang disebut FSH threshold. Lama

waktu dari threshold ini, yang harus dipertahankan melebihi kadar FSH yang

diperlukan untuk dapat terjadinya proses rekruitmen dan pertumbuhan folikel

disebut FSH window.

Gambar 2. Konsep dari FSH window dan threshold

Dikutip dari (sumber)

Proses dalam rekruitmen dan pertumbuhan folikel terjadi dan memerlukan

serangkaian kerja hormon-hormon dan peptida-peptida secara autokrin dan


parakrin yang berurutan pada folikel, dimulai dari folikel primordial, dan

selanjutnya melalui folikel preantral, antral dan preovulatori.24,25

Gambar 3. Tahap- tahap pertumbuhan folikel

Dikutip dari (sumber)

Folikel Primordial

Sel germinal primordial berasal dari endoderm yolk sac, allantois dan

hindgut dari embryo dan pada umur gestasi 5-6 minggu, bermigrasi ke genital

ridge. Selanjutnya germ cells membelah secara mitosis dengan cepat, dimulai

pada kehamilan 6-8 minggu, dan pada usia kehamilan 16-20 minggu, tercapai

jumlah maksimum oosit, total 6-7 juta pada kedua ovarium.26

Folikel primordial tidak tumbuh (nongrowing) dan terdiri dari satu oosit,

berhenti pada stadium diplotene dari tahap prophase pembelahan meiosis,

dikelilingi oleh selapis sel sel granulosa yang spindleshaped.


Sejumlah folikel akan tumbuh, sementara sebagian mengalami proses

atresia, yang tidak terputus oleh keadaan kehamilan, ovulasi, atau periode

anovulasi, berlanjut sejak bayi sampai menopause, saat folikel habis. Kecepatan

berkurangnya jumlah folikel bersifat proporsional dengan jumlah total yang ada,

sehingga berkurangnya jumlah folikel paling cepat terjadi sebelum bayi lahir yang

menghasilkan 2 juta oosit saat lahir dan 300.000 saat pubertas. Disamping itu,

sekitar 400 folikel akan berovulasi selama usia reproduksi wanita (gambar 4).

Gambar 4. Perubahan jumlah germ cell dikaitkan dengan umur

Dikutip dari (sumber)

Selamatnya folikel dari atresia

Pertumbuhan awal folikel memerlukan waktu melewati beberapa siklus

menstruasi, yaitu sekitar 85 hari. Folikel yang akan berovulasi adalah satu dari

kohort folikel yang direkruit pada saat transisi luteal-folikuler. 27 Sampai stadium
akhir, pertumbuhan bersifat independent terhadap regulasi hormonal.28 Akhirnya,

kohort folikel ini mencapai stadium dimana (kecuali di selamatkan oleh FSH)

akan mengalami apoptosis, yaitu mengalami suatu programmed physiologic cell

death.29

Rekruitmen adalah suatu proses dimana kohort folikel berrespon terhadap

FSH di awal siklus, terselamatkan dari apoptosis dan selanjutnya berkompetisi

dalam seleksi folikel dominan. Tanda awal dari berkembangnya folikel adalah

bertambahnya ukuran oosit, sel granulosa berubah dari bentuk pipih menjadi

berbentuk kubus, dan diantara sel granulosa dan oosit terbentuk gap junctions

yang penting bagi jalur pertukaran nutrisi, metabolit dan sinyal (gambar 10).

Folikel Primer

Melalui pembelahan sel-sel granulosa yang berbentuk kubus, folikel

primordial menjadi folikel primer. Lapisan sel granulosa menjadi terpisah dengan

sel-sel stroma oleh basal membran yang disebut lamina basalis. Sel-sel stroma

membelah lebih lanjut menjadi theca interna dan theca externa.

Folikel Preantral

Dengan percepatan pertumbuhan karena pengaruh gonadotropin, sel-sel

granulosa mengalami proliferasi multiseluler yang akan menyebabkan

meningkatnya produksi estrogen dan juga steroid-steroid lain seperti kelompok

androgen dan progestin. Oosit sangat membesar dan dikelilingi oleh zona

pellucida, suatu membran glikoprotein yang aseluler.


Munculnya reseptor FSH melalui proses dimana FSH mengaromatisasi

androgen menjadi estrogen yang akan membuat lingkungan mikro yang

estrogenik.30 FSH dan estrogen secara bersama sama dan sinergis dengan cepat

mendorong akumulasi reseptor FSH, yang akan memungkinkan reseptor

berrespon terhadap konsentrasi FSH yang relatif rendah (gambar 5).

Gambar 5. Peristiwa pertumbuhan folikel secara serial

Dikutip dari (sumber)

Androgen pada fase folikuler dini memiliki peran yang kompleks. Pada

konsentrasi rendah, androgen berperan sebagai substrat bagi proses aromatisasi

yang diinduksi oleh FSH serta mempertinggi kerja enzim. Tetapi, pada

lingkungan kaya androgen, kapasitas aromatisasi menjadi terbatas dan yang

terjadi pada sel granulosa folikel preantral adalah konversi androgen menjadi

bentuk yang lebih poten yaitu 5αreduced androgens.31 Androgen ini menghambat

aktifitas aromatase dan pembentukan reseptor LH yang diinduksi oleh FSH karena

androgen ini tidak dapat dirubah menjadi estrogen yang menyebabkan terjadinya

atresia folikel.32,33 Oleh karenanya, nasib folikel preantral ada dalam


keseimbangan antara kemampuan mengkonversi suatu lingkungan mikro yang

dominan androgen menjadi keadaan dominan estrogen agar tetap survive (kotak

1).

Kotak 1. Peranan androgen

Dikutip dari (sumber)

Pembentukan Gap Junctions

Oosit tidak mampu menggunakan glukosa, sebagai sumber energi

menunjang maturasi meiosis, tidak mampu melakukan transport asam amino

tertentu, serta tidak memiliki enzim-enzim bagi sintesis kolesterol dan

reseptornya. Keadaan ini diatasi dengan adanya gap junctions yang

menghubungkan antara oosit dengan sel granulosa. Gap junctions berperan

mengalirkan molekul molekul kecil seperti ion (misalnya calcium), metabolit

metabolit (misalnya piruvat, asam nukleat, inositol), asam-asam amino (misalnya

L-alanine), kolesterol, dan molekul molekul sinyal intraseluler (seperti cyclic

adenosine monophosphate, cAMP) antara sel sel granulosa dan oosit.

Pada mencit, delesi protein-protein gap junction (connexins), memutus

perkembangan folikel dan oosit. Sebagai akibatnya, oosit bergantung kepada sel-

sel granulosa disekitarnya untuk tumbuh, untuk nutrisi, metabolisme, transprot


dan regulasi perkembangan oosit.34,35 Sebaliknya, oosit menstimulasi glikolisis,

transport asam amino, dan sintesis kolesterol di sel sel granulosa melalui sinyal

parakrin dan autokrin guna memenuhi kebutuhannya. Ekspresi Connexin di folikel

di ditingkatkan oleh FSH dan ditekan oleh LH. 36 Disamping itu, FSH

mempertahankan terbukanya channel pada gap junctions, sedangkan LH

menutupnya.37 Setelah ovulasi, gap junctions tetap penting bagi Corpus Luteum,

fungsinya diatur oleh oksitosin ovarium.38

Folikel Antral

Cairan folikel terakumulasi di celah interseluler di granulosa, akhirnya

bersatu membentuk rongga/ cavity yang disebut antrum. Cairan ini kaya hormon,

growth faktors dan sitokin, yang diperlukan oosit. Sel-sel granulosa yang

mengelilingi oosit membentuk cumulus oophorus. LH normalnya tidak ditemukan

pada cairan sampai pertengahan siklus. Folikel antral dengan rasio

androgen/estrogen terendah paling mungkin mengandung oosit yang sehat. 39

Sintesis steroid secara fungsional dikompartementalisasi pada folikel sebagai two

cell system.

Konsep Two-Cell, Two-Gonadotropin pada seleksi folikel.

Reseptor-reseptor FSH hanya terdapat pada sel granulosa. Reseptor LH

hanya terdapat pada sel theka.40 Tahapan final proses maturasi dioptimalkan oleh

LH. Produksi estrogen yang distimulasi oleh FSH di sel granulosa diproduksi oleh

androgen yang distimulasi oleh LH di sel theka. Keadaan ini tidak sepenuhnya

berjalan sampai tahap akhir perkembangan antral. Sel theka ditandai dengan
ekspresi reseptor LH receptors, 3β hydroxy steroid dehydrogenase dan cyp-P450c

17 yang esensial dalam proses internalisasi kolesterol low density lipoprotein

(LDL) di dalam mitokondria dan selanjutnya merubah androgen 21 karbon

menjadi estrogen.41

Sel granulosa tidak memiliki reseptor ini ? dan mengekspresikan reseptor

FSH dan cyp-450 aromatase untuk mengkonversi substrat androgen (dari sel

theka) menjadi estrogen. Meningkatnya ekspresi aromatase menunjukkan

maturitas folikel yang meningkat. Fungsi eksklusif P450c 17 di sel theka dan

aromatase di sel granulosa merupakan prinsip dasar dari teori two-cell, two-

gonadotropin.42

Pemberian FSH murni menyebabkan perkembangan awal folikel, tetapi produksi

estradiol menjadi terbatas.43,44 Sejumlah kecil aromatisasi terjadi dari androgen

kelenjar adrenal, tetapi tidak dimungkikkan terjadinya steroidogenesis yang utuh.

Hanya folikel dengan reseptor FSH yang lebih banyak, aktifitas aromatase yang

tinggi, dan steroidogenesisi yang kuat yang terseleksi sebagai folikel dominan.

(gambar 6)

Gambar 6. Konsep two cell, two gonadotropin


Dikutip dari (sumber)

Seleksi Folikel Dominan

Keberhasilan konversi kearah folikel yang dominan estrogen menandai

seleksi terhadap folikel yang akan berovulasi. Estrogen berperan dalam proses ini.

estrogen berpengaruh positif terhadap FSH dalam maturasi folikel dan berperan

dalam umpan balik negatif terhadap FSH pada level hipothalamus-hipofise yang

berakibat menurunnya gonadotropin. Folikel dominan, dengan konsentrasi

reseptor FSH yang tinggi, tetap mendapatkan FSH yang lebih sekalipun kadar

FSH menurun. Folikel folikel lainnya, yang memiliki sedikit reseptor FSH segera

menunjukan berkurangnya aktifitas aromatase, proliferasi dan fungsi granulosa,

dan selanjutnya mengalami perunbahan atretik yang permanen.

Folikel dominan menjadi matur dan mensekresi estradiol dalam jumlah

yang meningkat, yang esensial bagi proses maturasi yang lengkap. Pada tahap

yang kritis ini, estrogen menimbulkan umpan balik positif pada LH,

mengakibatkan timbulnya lonjakan dramatis LH praovulasi. TNF-α, dihasilkan


oleh sel granulosa, menghambat FSH dalam menstimulasi sekresi estrogen,

kecuali pada folikel dominan.45

Seleksi folikel dominan sudah terjadi pada hari 5 sampai hari 7, sebagai

akibatnya, kadar estradiol perifer mulai meningkat bermakna menjelang hari 7

siklus.46 Folikel dominan memiliki dua keuntungan, yang terutama adalah

terdapatnya jumlah reseptor FSH yang lebih banyak karena tingkat proliferasi sel

granulosa yang melebihi kohortnya dan juga meningkatnya kerja FSH karena

tingginya kadar estrogen intrafolikel, akibat bekerjanya molekul autokrin-parakrin

lokal. Sehingga, folikel dominan bersifat lebih sensitif terhadap FSH, dan

sepanjang terpapar dengan FSH, folikel dominan akan lanjut berkembang. 47

Meningkatnya vaskularisasi sel theka yang secara khusus memungkinkan aliran

gonadotropin ke folikel dominan juga berperan.48 Agar berespon terhadap

lonjakan LH dan menjadi korpus luteum, sel granulosa harus memiliki reseptor

LH. Dengan meningkatnya konsentrasi estrogen, FSH merubah fokus kerjanya

dari meningkatkan reseptor FSH ke peningkatan reseptor LH.49 Disamping itu, LH

dapat menginduksi pemunculan reseptornya pada sel granulosa yang sebelumnya

telah distimulasi FSH (FSH primed granulosa cells). LH berperan penting pada

tahap akhir perkembangan folikel, yaitu memberi dorongan bagi pematangan

akhir dari folikel.50,51

Kotak 2. Karakteristik folikel dominan

Suasana dominan estrogenic

Reseptor FSH meningkat

Hipervaskularisasi folikel
Dikutip dari (sumber)

Sistem umpan balik

Sekresi FSH sangat sensitif terhadap efek inhibisi negatif estrogen pada

kadar rendah, dan pada kadar yang lebih tinggi efek estrogen ini ditambah oleh

inhibin. Sebaliknya, transisi dari supresi ke stimulasi pelepasan LH terjadi setelah

estradiol memenuhi dua hal penting, yaitu kadar estradiol meningkat di atas 200

pg/mL dan bertahan selama 50 jam, biasanya terjadi saat folikel dominan

mencapai diameter 15 mm (gambar 7).

Gambar 7. Mekanisme umpan balik

Dikutip dari (Sumber)

Folikel Preovulatori
Folikel preovulatori tampak hiperemis, sel granulosa membesar dan

terdapat inklusi lipid serta sel theka menjadi bervakuola dan hipervaskularisasi.

Pembelahan meiosis pada oosit berlanjut, mendekati pembelahan reduksi lengkap.

Menjelang matur, folikel preovulatori menghasilkan jumlah estrogen yang

meningkat, mencapai puncaknya 24-36 jam sebelum ovulasi.54 Onset lonjakan LH

terjadi saat kadar puncak estradiol tercapai. Dalam memberi stimulus ovulasi ke

folikel terpilih, lonjakan LH menahan folikel lainnya, dengan kandungan estrogen

dan FSH yang lebih rendah, dengan terus meningkatkan superioritas androgen.

LH menimbulkan luteinisasi granulosa folikel dominan dan menghasilkan

progeteron, yang bekerja lewat reseptornya dan hanya setelah priming (

rangsangan awal?) estrogen yang adekuat memfasilitasi umpan balik positif

estrogen terhadap LH. Apabila diberikan? sebelum stimulus estrogen, atau pada

dosis yang cukup untuk mencapai kadar darah melebihi 2 ng/mL, progesteron

akan memblok lonjakan LH dipertengahan siklus. Sehingga, kadar progesteron

yang tepat dan rendah yang dihasilkan oleh berkembangnya folikel kearah matur

berperan dalam sinkronisasi terjadinya lonjakan LH dan FSH pada pertengahan

siklus. (Tabel 1).

Tabel 1. Peranan lonjakan gonadotropin pertengahan siklus


Dikutip dari (Sumber)

Sejalan dengan folikel yang lebih kecil mengalami atresia, sel sel theka

membentuk jaringan stroma, meningkatkan produksi androgen yang akan

meninggikan libido dan mempercepat atresia.

Peran Inhibin, Activin, Follistatin dan Growth Factor

Secara bersama-sama faktor-faktor ini bekerja sebagai berikut:

Inhibin dan activin mengatur sinthesis androgen di sel theka. 55 Inhibin

meningkatkan dan activin menekan kerja stimulatori LH dan/atau insulin-like

growth factor (IGF)-1 pada sinthesis androgen theka dan inhibin dapat mengatasi

kerja penghambatan activin. Pada sel granulosa folikel immatur fase folikuler

dini, activin meningkatkan aktifitas FSH - ekspresi reseptor FSH, aromatisasi dan

ekspresi reseptor LH, disamping secara simultan menekan sintesis androgen tekha

untuk memungkinkan terjadinya lingkungan mikro estrogen.56 Inhibin B mencapai

puncak pada fase folikuler madya, memperkuat penarikan FSH dari folikel lain
yang memungkinkan munculnya folikel dominan. Pada fase folikuler lanjut,

peningkatan kadar inhibin B dan berkurangnya activin meningkatkan sinthesis

androgen theka sebagai respon terhadap LH dan IGF-II sebagai substrat

meningkatnya produksi estrogen granulosa, yang akan bekerja memicu lonjakan

LH. Di sel granulosa matur dari folikel dominan preovulatori, activin berperan

mencegah luteinisasi prematur dan produksi progesteron. Activin lebih lanjut

mencapai puncak saat menstruasi yang memungkinkan FSH dengan tepat

meningkat pada saat transisi luteal-folikuler. Insulin-like growth factors dan

binding proteins berperan membantu folikulogenesis. Binding proteins membantu

fungsi growth factors. IGFBP-4 menurunkan ketersediaan IGF-1 dan folikel

dominan memiliki protease IGFBP-4 dan jumlah growth factors yang meningkat.

Peran IGF-2 dalam folikulogenesis menjadi lebih jelas karena pada dwarfisme tipe

Laron ? terdapat defisiensi IGF-1 tetapi memiliki folikulogenesis yang normal. 57

IGF-2, IGF yang paling banyak terdapat di folikel manusia, berperan penting

dalam menstimulasi produksi estrogen dan mitosis sel granulosa.58 IGF-2

memfasilitasi kerja FSH di sel granulosa dan kerja LH di sel theka.

2. FASE OVULASI

Ovulasi adalah fase dalam sIklus menstruasi dimana telur yang matur

dikeluarkan dari folikel ovarium ke dalam tuba fallopii. Pada manusia, ovulasi

terjadi sekitar pertengahan siklus, setelah fase folikuler. Hari-hari disekitar saat

ovulasi (kurang lebih mulai hari10-hari18 dari siklus 28 hari), merupakan fase

yang paling fertil. Dimusim semi ovulasi terjadi di pagi hari, dan malam hari pada

musim gugur dan dingin. Ovulasi 55% terjadi dari ovarium kanan. Oosit dari
ovarium kanan berpotensi lebih besar bagi terjadinya kehamilan. 59 Kehamilan

lebih sering terjadi pada ovulasi kontralateral dibandingkan dengan ovulasi

ipsilateral, sementara ovulasi ipsilateral lebih sering terjadi dengan bertambahnya

usia. 60

Fisiologi yang mendasari ovulasi bersifat kompleks. Sekresi normal

hipofise mensyaratkan adanya sekresi GnRH yang pulsatil. Respon umpan balik

yang mengatur kadar gonadotropin terutama dikontrol oleh umpan balik steroid

ovarium ke sel-sel hipofise anterior.

Tonus penghambatan opiat endogen menurun saat terjadinya lonjakan ovulatori,

yang mengakibatkan terbebas dari penekanan.? Hal ini mungkin disebabkan oleh

menurunnya opioid receptor binding dan pelepasan opioid sebagai respon yang

diinduksi estrogen.

Oosit pimer ada pada keadaan tertahan di late-prophase dari meiosis I.26

Sampai terjadinya ovulasi, kadar tinggi cyclic adenosine monophosphate (cAMP)

menghambat berlanjutnya proses meiosis pada oosit. Pada saat terjadinya

lonjakan, LH memblok transportasi cAMP ke dalam oosit, sehingga

menghilangkan penghambatan terhadap proses meiosis dan memungkinkan

berlanjutnya meiosis. Penekanan meiosis oleh oocyte maturation inhibitor (OMI)

dan luteinization inhibitor (LI) juga dihilangkan.61 Lonjakan LH menyebabkan

disrupsi gap junctions dan transportasi cAMP dari sel sel granulosa ke oosit

menjadi terhenti. Integritas gap junction di oosit juga dipertahankan oleh nitric

oxide (NO). NO menahan berlanjutnya meiosis dan pemecahan gap junctions


sampai lonjakan LH yang masif mengatasi resistensi ini. Lonjakan LH juga

menginduksi pelepasan enzim-enzim proteolitik terangkai dengan meningkatnya

FSH, yang mendegradasi sel permukaan folikel, dan menstimulasi proses

angiogenesis pada dinding folikel serta sekresi prostaglandin. Efek LH ini

menyebabkan folikel membengkak dan pecah. Lonjakan LH juga menyebabkan

luteinisasi sel-sel granulosa, produksi progesteron, ekspansi kumulus dan produksi

prostaglandin. Pada saat ovulasi, oosit sekunder (arrested pada metaphase meiosis

II sampai terjadinya fertilisasi) dan korona radiata yang mengelilinginya

dikeluarkan ke kavum peritonii. Oosit melekat pada ovarium dan kontraksi otot

tuba falopii membawa oosit berkontak dengan epitel tuba dan memulai migrasi

melalui tuba. Onset lonjakan LH merupakan indikator paling tepat untuk

datangnya ovulasi, terjadi 34-36 sebelum folikel pecah.62 Lonjakan LH biasanya

berakhir dalam 48-50 jam.62 Kadar nilai ambang LH harus dipertahankan selama

14-27 jam bagi terjadinya maturasi lengkap oosit. 63


Ovulasi terjadi 10-12 jam

setelah puncak LH dan 24-36 jam setelah puncak estradiol. 64,65 Lonjakan LH

cenderung terjadi sekitar pukul 3.00; dimulai antara tengah malam dan pukul 8.00

pada lebih dari dua pertiga wanita.66 LH mungkin dapat terdeteksi di urin malam

hari. Naiknya kadar progesteron meningkatkan peregangan dinding folikel dan

meningkatkan aktifitas proteolitik untuk mencerna kolagen dinding folikel

sehingga menjadi tipis dan meregang, memudahkan terjadinya ruptur. Juga

bekerja menghentikan lonjakan LH melalui efek umpan balik negatif pada

konsentrasi yang lebih tinggi.


Lepasnya ovum berkaitan dengan penipisan dan degenerasi kolagen

dinding folikel. Aktifator plasminogen melepaskan plasmin dan membuat

kolagenase untuk memecah dinding folikel. Sistem inhibitori plasminogen aktif

sebelum dan sesudah ovulasi mencegah disrupsi dinding folikel yang tidak tepat.

Ovulasi adalah hasil dari aktifitas proteolitik yang mencerna puncak

folikuler yang disebut stigma. Prostaglandin utamanya PGE2 tetapi juga PGF2α

dan eicosanoid lain seperti hydroxy eicosatetraenoic acid (HETE) sangat

meningkat di cairan folikel preovulatori sebagai respon terhadap lonjakan LH.67-69

Inhibitor Cyclooxygenase (COX)-2 memblok ruptur folikel tanpa

mempengaruhi proses luteinisasi dan maturasi oosit. 70,71 Prostaglandin bekerja

membebaskan enzim-enzim proteolitik dinding folikel dan mungkin

meningkatkan angiogenesis serta hiperemia. Prostaglandin juga membantu

kontraksi otot polos pada proses ekstrusi massa oosit-kumulus. Lonjakan FSH,

sebagai hasil peningkatan progesteron preovulatori, mengakibatkan sel-sel

kumulus mengembang dan menyebar yang memungkinkan massa sel oosit-

kumulus mengambang bebas di cairan antral sesaat sebelum ruptur folikel.

Puncak FSH juga meningkatkan produksi aktifator plasminogen dan konsentrasi

reseptor LH yang adekuat untuk menjamin fungsi fase luteal yang adekuat. Hal ini

menjelaskan kenapa picu ovulasi dengan GnRH agonist lebih fisiologis karena

mengakibatkan terjadinya lonjakan LH dan juga lonjakan FSH (gambar 8).

Gambar 8. Diagram peristiwa terjadinya ovulasi


Dikutip dari (sumber)

Menurunnya lonjakan LH.

Dalam berapa jam setelah peningkatan LH, terjadi penurunan cepat kadar

estrogen plasma. Menurunnya LH mungkin disebabkan oleh kerja stimulasi

positif estradiol atau diakibatkan oleh meningkatnya umpan balik negatif

progesteron. Kadar tinggi progesteron menghambat sekresi gonadotropin hipofise

dengan menghambat pulsasi GnRH di level hypothalamus. Disamping itu,

progesteron kadar tinggi dapat menghambat respon hipofise terhadap GnRH

dengan mempengaruhi kerja estrogen. Penurunan LH yang mendadak juga

mencerminkan kelelahan pusat penyimpanan LH di hipofise karena down regulasi

reseptor GnRH.72,73 Aktifitas substansi ovarium non-steroidal, misalnya

gonadotropin surge-attenuating factor (GnSAF), dihipotesakan mengatur

amplitudo lonjakan LH endogen di pertengahan siklus, dengan menghambat efek


sensitisasi estradiol di hipofise.74 GnSAF dihasilkan oleh sel granulosa dan juga

berperan mencegah terjadinya luteinisasi prematur. Semua kejadian ini

mengakibatkan terhentinya lonjakan LH.

3. FASE LUTEAL

Fungsi luteal yang normal memerlukan perkembangan folikel preovulatori

yang optimal. Sel-sel lutein yang berasal dari granulosa dan theka berlanjut

membesar dan mengakumulasi pigmen kuning lutein. Untuk berhasilnya proses

steroidogenesis dan suplai substrat kolesterol LDL yang adekuat, diperlukan

vaskularisasi yang baik. Terjadi vaskularisasi cepat yang dimediasi oleh vascular

endothelial growth factor (VEGF).75 Pada hari ke 8 atau 9 setelah ovulasi, tercapai

puncak vaskularisasi yang berhubungan dengan kadar puncak progesteron dan

estradiol di darah. Corpus luteum (CL) memiliki aliran darah tertinggi (per unit

mass of body) dan dapat terjadi perdarahan spontan khususnya pada pasien dengan

pengobatan antikoagulan. Fase luteal didefinisikan sebagai luteinisasi folikel

membentuk korpus luteum yang dimulai dengan terjadinya lonjakan LH.

Pengaruh utama lonjakan LH adalah konversi sel-sel granulosa dari sel yang

utamanya mengkonversi androgen, menjadi sel yang utamanya menghasilkan

progesteron, adanya ekspresi reseptor LH yang baru yang memperkuat

peningkatan sintesis progesteron dan sejumlah sekresi estrogen. LH mengatur

ikatan reseptor LDL dan proses internal.76 Induksi reseptor LDL di sel granulosa

terjadi sebagai respon terhadap lonjakan LH.


Sekresi Progesteron oleh Corpus Luteum mencapai puncak antara 5-7 hari

setelah ovulasi. Kadar tinggi progesteron memunculkan umpan balik negatif ke

GnRH dan menurunkan frekwensi pulsasi GnRH yang akan mengakibatkan

menurunnya sekresi FSH dan LH. Corpus Luteum selanjutnya kehilangan reseptor

FSH dan LH nya. Pada keadaan tidak adanya stimulasi FSH dan LH, setelah 14

hari, korpus luteum mengalami atresia. Dengan menurunnya kadar estrogen dan

progesteron, umpan balik negatif yang penting bagi kontrol terhadap FSH

dihilangkan dan kadar FSH meningkat lagi untuk memulai siklus berikutnya. Bila

fertilisasi dan implantasi blastokis tidak terjadi, Corpus Luteum mengalami

apoptosis dan menjadi korpus albikan, yang berbentuk scar putih. Apoptosis luteal

melibatkan hilangnya LH-binding receptors dan dimediasi oleh prostaglandin.

Usia korpus luteum bergantung pada adanya sekresi tonik LH yang terbukti

dengan segera terjadinya luteolisis pemberian GnRH antagonist atau agonist

dilanjutkan pada siklus ?. Produksi estrogen dan progesteron oleh Corpus Luteum

berada dibawah kontrol LH. Kadar tinggi estrogen, progesteron, dan inhibin A

menekan pertumbuhan folikel yang baru. Korpus luteum tidak homogen karena

terdiri dari sel- sel luteal, sel-sel endotel, leukosit dan fibroblas. 77 Sel-sel non-

steroidogenik membentuk 70 persen dari keseluruhan sel. Sel endotelial (35%)

menyusun komponen vasoaktif.78 Sel-sel luteal terdiri dari dua tipe sel —large

cells dan small cells.77 Large cells, dibentuk dari sel granulosa dan merupakan

tempat steroidogenesis sedangkan small cells dibentuk dari sel theka, memiliki

reseptor dan memberikan stimulus pada large cells untuk berfungsi.79 Lonjakan

LH sampai menstruasi rata rata selama 14 hari dengan rerata antara 11-17 hari,
dengan fase luteal pendek terjadi pada 5-6 % wanita.80 Fase luteal tidak dapat

diperpanjang sekalipun stimulasi LH berlanjut yang menunjukkan adanya

mekanisme luteolitik yang aktif. Korpus luteum dengan cepat menghilang 9-11

hari setelah ovulasi. NO, PGF2α, endothelin-1, TNF-α dan enzim-enzim

proteolitik seperti matrix metalloproteinase (MMP) semua terlibat dalam proses

luteolisis.81

Munculnya human chorionic gonadotropin (hCG) dari kehamilan

menyelamatkan CL. Messenger RNA untuk hCG dapat dideteksi pada embrio

manusia 6-8 sel, yaitu sebelum implantasi dan dapat dideteksi di ibu sekitar 6-7

hari setelah ovulasi.82 Jadi, embrio memiliki kemampuan mengirim sinyal

praimplantasi dan kadar estradiol dan progesteron yang lebih tinggi dapat diukur

di sirkulasi maternal sekalipun sebelum hCG meternal terdeteksi.

TRANSISI LUTEAL-FOLIKULAR

Peningkatan FSH yang selektif dimulai sekitar 2 hari sebelum onset

menstruasi terjadi yang disebabkan oleh: 83

■ Kematian korpus luteum mengakibatkan kadar estradiol, progesteron dan

inhibin di sirkulasi mancapai nadir

■ Menurunnya efek umpan balik negatif steroid luteal dan inhibin (khususnya

inhibin A)

■ Berubahnya sekresi pulsatil GnRH kearah meningkatnya frekwensi pulsasi,

yang predominan sekresi FSH.84


Peningkatan FSH menolong menyelamatkan kohort folikel (sekitar 70 hari) dari

atresia, dan memungkinkan munculnya folikel dominan (gambar 9).

Gambar 9. Diagram ringkasan peristiwa di ovarium pada siklus menstruasi

Dikutip dari (sumber)

III. SIKLUS ENDOMETRIUM UTERUS

Uterus merupakan struktur yang dinamis , berrespon sensitif terhadap

sinyal-sinyal hormon klasik (the endocrine events of the menstrual cycle) (gambar

10).

Perubahan siklik di endometrium mempersiapkan implantasi pada keadaan

terjadinya fertilisasi dan menuju menstruasi jika tidak terjadi fertilisasi. Siklus

pertumbuhan dan regresi endometrium yang bersifat evolusi dan terintegrasi

digambarkan pada empat fase berikut:


1. Fase Proliferasi atau folikuler.

2. Fase sekresi atau luteal.

3. Fase preparasi implantasi.

4. Fase menstruasi atau endometrial breakdown.

Secara morfologi, endometrium terdiri atas dua pertiga atas lapisan

fungsional yang merupakan tempat proliferasi dan sekresi yang penting bagi

implantasi blastokis dan lapisan sepertiga bawah (basalis) berperan sebagai

sumber regenerasi endometrium setelah menstrual breakdown.85

Lapisan fungsionalis terbagi lagi menjadi dua bagian:

1. Stratum compactum: Lapisan superfisial dekat lumen, terdiri dari leher

kelenjar dan sel-sel stroma yang padat.

2. Stratum spongiosum: Lapisan fungsional yang lebih dalam dekat dengan

lamina basalis, berisi utamanya kelenjar endometrium, banyak jaringan interstitial,

dan stroma kurang padat.

Lapisan fungsionalis mengalami perubahan sepanjang siklus menstruasi dan luruh

pada saat menstruasi sementara lapisan basal tetap konstan selama siklus

menstruasi dan meregenerasi lapisan fungsional setiap bulannya. Hampir dua

pertiga lapisan endometrium fungsional luruh dan dikeluarkan saat menstruasi.

Sisanya sebagai residu bersifat stabil, komponen basalis dan sejumlah kecil, yang

jumlahnya bervariasi merupakan sisa sisa stratum spongiosum.(gambar 10)


Gambar 10. Fungsi biologi endometrium pada setiap tahap yang berbeda dari

siklus uterus

Dikutip dari (sumber)

1. FASE PROLIFERASI ATAU FOLIKULER

Rentang fase proliferasi atau folikuler berlangsung antara menstruasi

sampai ovulasi terjadi. Sejalan dengan terjadinya sekresi estrogen, fase ini

didominasi oleh mitosis dan pseudostratifikasi. Dalam 24-48 jam dengan cepat

dimulai re-epitelialisasi dan proliferasi sel sel dari sisa-sisa kelenjar lapisan

basalis, khususnya di regio isthmic dan ostium tuba. Pada hari ke 5-6, terjadi onset

pertumbuhan stroma. Terjadi proliferasi semua elemen yang dimulai dengan

lambat tetapi kemudian semakin cepat. Fase folikuler ovarium berkaitan dengan

fase proliferasi. Pada fase folikuler madya, meningkatnya kadar estrogen yang

dihasilkan oleh folikel yang bertumbuh menginduksi proliferasi lapisan fungsional

dari stem cell basalis, proliferasi kelenjar endometrium dan proliferasi jaringan

ikat stroma. Kelenjar endometrium memanjang dengan lumen yang sempit dan sel
sel epitelnya mengandung sedikit glikogen. Akan tetapi, glikogen tidak

disekresikan selama fase folikuler. Sejalan dengan kelenjar menjadi berbentuk

tubuler, epitel menjadi berbentuk silindris dengan inti berada di basal. Sel-sel

stroma, pada mulanya padat, kemudian perlahan berubah melalui kongesti

subepitel. Arteri spiralis memanjang dan terentang sepanjang tebal endometrium

tetapi tetap tidak bercabang. (gambar 13 ?). Proliferasi mencapai puncaknya pada

hari ke-8-10 siklus yang mencerminkan puncak konsentrasi dan reseptor

estrogen.86 Tebal endometrium pada fase folikuler madya sekitar 4-6 mm dan pada

akhir fase proliferasi, tebal rata-rata endometrium adalah 12 mm dengan pola

trilaminar pada USG. Pseudostratifikasi lapisan sel epitel kelenjar juga mencapai

puncak sesaat sebelum ovulasi.

2.FASE SEKRESI ATAU LUTEAL

Fase sekresi atau luteal phase dimulai saat ovulasi dan berakhir sampai fase

menstruasi siklus berikutnya. Pada fase luteal dini, progesteron menginduksi

kelenjar endometrium untuk mensekresi glikogen, mucus dan substansi lainnya.

Kelenjar ini menjadi berlipat lipat dan memiliki lumen yang lebar karena

meningkatnya aktifitas sekresi. Arteria spiralis memanjang ke lapisan superfisial

endometrium. Karena efek progesteron korpus luteum pada endometrium yang

sebelumnya telah dipersiapkan oleh estrogen, proliferasi terhenti dan proses

mitosis menurun. Epitel permukaan menjadi lebih silindris dan pada beberapa

tempat bersilia. Kelenjar membesar sampai berbentuk terpilin (cork-screw).

Adanya vakoula glikogen subnuclear merupakan bukti efek progesteron tetapi

tidak memastikan terjadinya ovulasi. Pembuluh darah menjadi lebih melingkar.


Pola trilaminar endometrium menghilang, dan terdapat peningkatan ekhogenisitas

endometrium yang homogen. (gambar 11)

Gambar 11. Perubahan histologi endometrium pada setiap tahap yang berbeda

dari siklus uterus

Dikutip dari (sumber)

2. FASE IMPLANTASI

Sekitar 7-13 hari setelah ovulasi (hari 21-22 siklus), endometrium

didominasi oleh kelenjar sekresi yang berkelok kelok dengan sedikit stroma.

Endometrium terbagi menjadi 3 zona yang berbeda —stratum basalis, stratum

spongiosum yang edematus dibagian tengah dan stratum kompaktum di

superfisial. Peningkatan pembuluh darah, infiltrasi leukosit, sintesis prostaglandin,

growth factors, desidualisasi sel-sel stroma, dan sejumpah peptida dan sitokin
menandai fase ini dengan tujuan menerima dan menutrisi blastokis. Kelenjar

endometrium pada fase sekresi madya-lanjut menjadi lebih berlipat lipat, stroma

menjadi edematus dan hipervaskularisasi. Jika tidak terjadi implantasi, dan tidak

ada hCG, kelenjar mulai terpecah dan kolaps pada fase luteal lanjut. Pada hari ke-

23 siklus, jika tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum mengalami degenerasi dan

sebagai akibatnya kadar hormon ovarium menurun. Karena turunnya kadar

estrogen dan progesteron, endometrium mengalami involusi. Pada hari ke 25-26

siklus, endothelin dan thromboksan mulai memediasi vasokontriksi arteria

spiralis. Iskemia yang ditimbulkannya dapat menyebabkan gejala kram pada awal

menstruasi. Pada hari ke-28, vasokontriksi yang semakin intens dan iskemia yang

ditimbulkannya menyebabkan apoptosis masif stratum fungsional. (Fig. 14).?

2. FASE MENSTRUSI ATAU ENDOMETRIAL BREAKDOWN

Jika tidak terjadi kehamilan, usia korpus luteum terbatas dan turunnya

kadar estrogen dan progesteron memulai perubahan penting di endometrium.

Terjadi stasis darah, spasme arteriolar, nekrosis jaringan, iskemia, dan enzymatic

autodigestion yang disebabkan oleh lepasnya enzim-enzim proteolitik lisosom. 87

Fase menstruasi dimulai karena pecahnya arteria spiralis sekunder akibat iskemia,

melepas darah ke uterus, dan endometrium yang mengalami apoptosis terkelupas

dan biasanya berlangsung empat hari. Menstruasi dimulai diarea yang berbeda-

beda di endometrium pada waktu yang berbeda-beda. Terkelupasnya

endometrium terjadi, utamanya di bagian fundus dan minimal di daerah isthmus

atau kornu dan titik pemisahan alamiah adalah antara lapisan basalis dan

spongiosum. Autolisis dan selanjutnya deskuamasi stratum fungsional dimulai.


Perdarahan terjadi dari arteri arteri, vena, dan kapiler yang putus dan stroma yang

hematome. Darah menstruasi terdiri dari darah arterial dan vena, sisa sisa stroma

dan kelenjar endometrium, leukosit, dan sel darah merah. Darah dan lapisan

funsional superfisial dilepas ke kavum uteri( gambar 12).

Gambar 12. Diagram terjadinya endometrial breakdown

Dikutip dari (sumber)

Berhentinya menstruasi dikarenakan perpaduan dari efek vasokonstriksi

yang memanjang, kontraksi miometrium dan agregasi platelet lokal dengan

deposit fibrin. Dimulainya sekresi estrogen mengakibatkan repair endometrium

dimulai dari lamina basalis. Regenerasi endometrium dimulai 36 jam setelah onset

menstruasi di daerah isthmus dan regio kornu sekalipun lepasnya endometrium

masih berlanjut didaerah lainnya. Perdarahan berhenti biasanya pada hari ke-5

setelah terjadi reepitelialisasi lengkap endometrium.


Regenerasi endometrium terjadi sebagai respon terhadap injury dan bukan

dimediasi oleh hormon (gambar 13 dan tabel 2).

Gambar 13. Ringkasan peristiwa di endometrium pada siklus menstruasi

Dikutip dari (sumber)


Tabel 2. Ringkasan peristiwa di ovarium dan uterus pada siklus menstruasi 28 hari

dengan dinamika hormonal

Dikutip dari (sumber)

IV. ASPEK PENELITIAN DI MASA MENDATANG ?

1.

2.

3.

V. KESIMPULAN (RANGKUMAN/POIN PENTING UNTUK

PEMAHAMAN ?)

1.
2.

3.

Kontrol neuroendokrin terhadap siklus menstruasi sangat penting bagi fertilitas

wanita. Telah terbukti bahwa hal ini melibatkan kerjasama yang kompleks

hormon hormon yang dihasilkan oleh hipothalamus, hipofise dan ovarium selama

siklus reproduksi setiap bulannya. Regulasi hormonal terhadap sistem reproduksi

bersifat kompleks dan sangat penting bagi fungsi gonad yang tepat (oogenesis dan

spermatogenesis), sehingga akan mempertahankan fungsi vital menstruasi pada

wanita sejalan dengan fertilitas baik pada laki laki maupun wanita. Tidak dapat

dihindari, para klinisi dan spesialis infertilitas harus memiliki pengertian yang

mendalam terhadap fisiologi dan endokrinologi supaya lebih baik menangani

pasien dalam praktek sehari hari. .................?

VI. REFERENSI ? (Max 20 sumber, Vancouver, Wajib Aplikasi End Note)

1.

2.

3.

4.

5.

Anda mungkin juga menyukai