Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta,konsep,

prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkatadanya

pengalaman atau melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.Filsafat membahas segala

sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifatabstrak ataupun riil meliputi kehidupan,

manusia dan alam semesta. Sehingga untuk fahambetul semua masalah filsafat sangatlah sulit

tanpa adanya pemetaan-pemetaan danmungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya

ruang lingkup filsafat.

Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian

yaitu;epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita

memperolehpengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala

sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna

pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalammemahami

filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.

Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya sajaberangkat dari hal

yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teoripengetahuan membahas

tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisatahu dan dapat membedakan

dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yangkita kaji, bagaimana wujudnya yang

hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang

pengetahuan kita akanpengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ontologi ?

2. Bagaimana perkembangan Konsep ilmu pengetahuan ?

3. Apa objek ilmu pengetahuan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ontologi

1. Pengertian ontologi

Ontologi merupakan satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari

Yunani.Maka dalam bahasa Yunani ontologis merupakan gabungan dari kata “ontos” yang berarti

“yang ada”, dan “logos” yang berarti “penyelidikan tentang”

Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Ontologi

mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling abstrak. Ontologi merupakan

cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur kenyataan dalam arti luas.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba

mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri

menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat

beragam dan berubah sesuaidengan berjalannya waktu. Sebuah ontologi memberikan pengertian

untuk penjelasan secaraeksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah

knowladgebase.

Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilahuntuk

menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasanuntuk sebuah knowledge

base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatuteori tentang makna dari suatu objek, properti

dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain

pengetahuan. Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah

ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari dari objek tersebut, bagaimana hubungan antara objek

3
tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,merasa, dan mengindra) yang membuahkan

pengetahuan.

a. Dasar Ontologi Ilmu Pengetahuan

Berbeda dengan agama atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri

hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Secara sederhana, objek kajian ilmu ada dalam

jangkauan pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang

dapat diuji oleh panca indera manusia.

Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek empiris, seperti batu-

batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Berdasarkan hal itu, maka

ilmu-ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang berbeda

diluar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut. Untuk

mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris.

Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang

dikemukakannya. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar, yaitu:

1) Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,

umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.

2) Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu

tertentu . Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek

dalam suatu keadaan tertentu.

3) Menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat

kebetulan.

4
4) Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap

dengan urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini, ilmu mempunyai sifat

deterministik.

b. Ilmu Pengetahuan

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.

Membahas tentang yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal.

Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang

meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Ada beberapa aliran dalam ontologi, beberapa

aliran tersebut yaitu;

1) Idealisme

Tokoh utama dalam aliran ini ialah Plato dengan ajarannya yang terkenal yaitu;

bahwa ia telah mengatakan seuatu yang nyata atau riil itu adalah sesuatu yang berada di ruang

idea. Menurutnya idea merupakan gambaran yang jelas tentang dunia realita yang ditangkap oleh

panca indra manusia.

Kaum idealisme berkayakinan, bahwa apa yang tampak dalam alam realitas

bukanlah merupakan sesuatu yang riil, tetapi lebih merupakan bayangan atas apa yang

bersemayam dalam alam pikiran manusia. Menurutnya realitas kebenaran dan kebaikan sebagai

idea telah dibawa manusia sejak ia dilahirkan, dan karenanya bersifat tetap dan abadi.

Kaum idealis meyakini bahwa pengetahuan sesungguhnya adalah hasil atau

produk akal, karena akal merupakan seuatu kemampuan melihat secara tajam bentuk-bentuk

spritual murni dari sesuatu yang melampau bentuk materialnya.

5
Pengetahuan yang dihasilka indra tidak akan pernah menjadi pengetahuan yang

hakiki atau sebenarnya tanpa pernah membiarkan akalnya untuk menyusun pengetahuan yang

memadai tentang apa yang dirasakan indara tersebut.

Menurut aliran ini, pengetahuan adalah suatu bagian dari pemikiran manusia yang

dikategorisasikan melalui alam yang objektif yang mana itu ditangkap oleh indra manusia. Oleh

karena itu, objek pengetahuan haruslah melalui idea-idea yang seluruh koneksitasnya bersifat

sistematis.

Plato menempatkan konsep “the idea of the good” ini sebagai sesuatu yang sangat

penting dan strategis dalam mengembangkan proses pendidikan. Ajaran filsafat Plato tentang

idea memberikan keyakinan bahwa idea dapat meningkatkan kemampuan rasio manusia. Idea

memiliki hubungan langsung dengan putusan-putusan rasio yang mengarah pada pembentukan

sikap. Plato sependapat dengan gurunya Socrates yang mengatakan bahwa pengetahuan yang

diterima melalui panca indra mesti selalu berada pada ketidakpastian.

Hal ini dikarenakan dunia materi hanyalah pantulan dari being yang lebih

sempurna dan dalam realitasnya selalu tidak mencerminkan seluruh dari substansi yang

sesungguhnya. Gambaran asli dari dunia idea manusia hanya dapat dipotret oleh jiwa murniya

yang dalam banyak hal berkenaan dengan intelek manusia.

Idealisme berkeyakinan bahwa realitas sejati adalah dunia ruhaniah, bukan yang

materi. Dengan kata lain bahwa yang hakiki adalah idea bukanlah panca indra. Apapun yang

ditangkap oleh panca indra baik itu yang dilihat, diraba, dirasa, dan dicium , itu hanyalah sebatas

itu saja. Sesuatu yang jelas dan pasti ialah apa yang berada dalam dunia idea.

6
Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, karena

posisinya tidak tetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli yang

memiliki watak asli dan konstan.

Berdasarkan ini semua, maka akhirnya Plato menyimpulkan bahwa pengetahuan

berada dalam dua tingkatan, yaitu hipotesis dan kepastia absolut. Plato berpendapat, bahwa

pengetahuan adalah kesadaran dunia idea manusia bahwa pengetahuan yang diajukan dan

kesadarannya memiliki hubungan sistematis dengan keseluruhan ideanya tentang kebaikan yang

mutlak sebagai prinsip tertinggi dalam kehidupan manusia.

2) Realisme

Realisme merupakan aliran filsafat yang memandang bahwa suatu yang riil adalah

sesuatu yang bersifat fisik dan psikis.

Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah

terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan

demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme

dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan

metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan

adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan

pemikiran baru dari observasi yang dilakukan.

Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi

nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini

sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi

sampai pendekatan structural.

7
Realisme melihat adanya hubungan dealektik antara realitas subjek yang

menyadari dan mengetahui di satu pihak namun di pihak lain ada realitas lain yang berada di luar

dirinya sebagai sesuatu yangt dijadikan objek pengetahuan. Sebuah pengetahuan baru dapat

dikatakan benar apabila ada kesesuaian dengan dunia faktual, dapat diamati, dan bersifat

substantif. Aliran ini menekankan, bahwa sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan secara

nyata memang ada.

Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, pertama yaitu; subjek sebagai

realitas yang menyadari dan mengetaui di satu sisi, dan yang kedua yaitu; realitas yang berada di

luar diri manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan di sisi lain.

Bertolak belakang dari pandangan idealisme yang menyatakan bahwa pikiran

manusia dimuati oleh kategori-kategorinya, seperti substansialitas dan kausalitas tentang data

indrawi, maka realisme berkeyakinan, bahwa dunia yang kita terima bukanlah sebuah dunia yang

kita ciptakan kembali secara mental, tetapi merupakan sebuah dunia yang apa adanya.

Substansialitas, kausalitas, dan bentuk-bentuk alam adalah merupakan segi-segi dari benda-

benda itu sendiri, bukanlah semacam proyeksi dan pikiran.

Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya

berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat dikatakan benar

semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan baru itu berhubungan

dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran “yang lama” itu memang banar, yaitu

disebabkan pengetahuan lama koresponden dengan apa yang terjadi pada kasus itu. Jadi koherasi

tidak melahirkan kebenaran.

Realisme berkeyakinan bahwa pengetahuan selalu dihasilkan dari proses

pengamatan, pemikiran, dan kesimpulan dari kemampuan manusia sebagai subjek dalam

8
menyerap dunia objek. Dengan demikian pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang

koresponden dengan dunia sebagaimana adanya. Dalam perjalanan waktu, ras manusia telah

menempatkan sejumlah pengetahuan yang kebenarannya telah dikonfirmasi secara berulang-

ulang.

3) Pragmatisme

Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S

Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty.

Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap

kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme

berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan

menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut

mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan

merupakan tujuan.

Kaum pragmatisme menyakini bahwa pikiran manusia bersifat aktif dan

berhubungan langsung dengan upaya penyelidikan dan penemuan. Pikiran manusia tidak

mengonfrontasikan dunia yang ianya terpisah dari aktivitas pendidikan dan penemuan itu.

Pengetahuan dunia dibentuk melalui pikiran subjek yang mengetahuinya. Kebenaran itu

tergantung sepenuhnya melulu pada korespondensi ide manusia dengan realitas eksternal, karena

realitas bagi manusia tergantung pada bagian dalam ide yang menjelaskannya.

Menurut pragmatisme pengetahuan itu adalah produk dari proses interaksi atau

transaksi antara manusi dengan lingkungannya. Dan kebenaran adalah suatu proferti bagi

pengetahuan itu.

9
Bagi kelompok pragmatisme suatu ide itu dapat dikatakan benar jika ia benar-

benar berfungsi dan bisa diterapkan. Dengan kata lain sebuah pengetahuan dikatakan benar

apabila ia bernilai, bermanfaat, dan dapat diterapkan.

William James mengatakan “ide itu dikatakan benar jika memberikan

konsekuensi bernilai dan atau fungsional bagi personnya.” Sementara itu Peirce dan jhon Dewey 

mengklaim bahwa suatu ide dikatakan benar hanya jika memiliki konsekuensi yang memuaskan

ketika secara objektif dan saintifik ide itu dapat dipraktikkan secara memuaskan. Jadi, kaum

pragmatisme memandang kebenaran suatu ide tergantung pada konsekuensi yang muncul ketika

ide itu dioperasikan di alam empiris.

Jhon Dewey menyebutkan, bahwa pikiran bukanlah suatu yang ultimate, absolut,

tetapi merupakan suatu bentuk proses alamiah dimana ia muncul sebagai hasil dari hubungan

aktif antara organisme yang hidup dengan lingkungannya. Pikiran manusia selalu berawal dari

pengalaman dan untuk kembali ke pengalaman. Ada hubungan interdependensi antara pikiran

dan pengalaman empiris yang meniscayakan perubahan-perubahan. Tidaklah dikatakan

pengetahuan jika tidak membawa perubahan bagi kehidupan manusia. Jadi, nilai pengetahuan

dilihat dari kadar instrumentalisnya yang akan membawa pada akibat-akibat yang telah atau

dihasilkan oleh ide/pikiran dalam pengalaman nyata.

Pragmatisme juga mengatakan bahwa method of intelegence merupakan cara

ideal untuk mendapatkan pengetahuan. Kita menangkap sesuatu yang terbaik menurut kaum

pragmatisme mestilah melalui melokalisasi problem sedemikian rupa dan memecahkannya.

10
2. Aliran ontologi

Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok atau

aliran-aliran pemikiran, seperti yang dipaparkan oleh Junaedi, M (2017) sebagai berikut:

a. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah

satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,

bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales

(624-546 SM), Anaximander (585-525 SM),

2) Idealisme, aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam

itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang

tidak berbentuk dan menempati ruang. Aliran ini dipelopori oleh Plato (428 -348

SM), Aristoteles (384-322 SM), George Barkeley (1685-1753 M), Immanuel Kant

11 (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling

(1775-1854 M).

b. Dualisme

Memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan

idealisme. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak

filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan

dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain: Benedictus De spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried

Wilhelm Von Leibniz (1646- 1716 M).

11
c. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.

Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan

bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.

Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang

psikolog dan filosof Amerika.

d. Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin

tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360

SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang

eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita

ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini

diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia

dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.

e. Agnotisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik

hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos yang

berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat

eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855M), yang terkenal

dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M)

seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan

Prancis yang atheis, Bagus (1996).

12
3. Ruang lingkup ontologi

Abdul khobir (2009) menjelaskan ruang kajian ontologi, sebagai berikut:

a. Yang ada (being)

Pada prinsipnya ada itu ada dua, ada yang menciptakan da nada yang diciptakan,

ada yang menyebabkan da nada yang diakibatkan. Ada yang menciptakan tidak

sepenuhnya tepat untuk disebut sebagai sebab yang ada, karena hukum sebab

akibat berlainan dengan hokum yang menciptakan dan yang diciptakan. Hukum

sebab akibat bisa bersifat fisik,mekanis, berdimensi material, sementara pencipta

dan ciptaan didalamnya selalu terkandung dimensi ideal, yang bersifat spiritual.

b. Yang nyata (realitas)

Masalah realitas dapat dipahami dengan pernyataan bahwa nyata da nada

mempunyai pengertian serupa. Kata ada dipandang sebagai keragaman yang

spesifik dan prosedur ontology yang pertama digunakan untuk membedakan apa

yang sebenarnya nyata.

c. Esensi dan eksistensi

Dalam setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak nyata selalu ada dua sisi

didalamnya, yaitu sisi esensi dan sisi eksistensi. Bagi yang ghaib, sisi yang nampak

adalah eksistensi, sedangkan bagi yang ada yang konkret, sisi yang nanolak bias

kedua-duanya, yaitu esensi dan eksistensi. Eksistensi berada pada hubungan-

hubungan yang bersifat konkret, baik vertikal maupun horizontal dan bersifat

aktual dan eksistensi juga berorientasi pada masa kini dan masa depan, sedangkan

esensi adalah kemasalaluan.

13
B. Perkembangan konsep ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan pada awalnya bukan satu phrasa, melainkan dua kata yang saling

memiliki arti yang kemudian berkembang seiring zaman menjadi suatu ilmu pengetahuan.

Berikut perkembangan ilmu dari zaman ke zaman, menurut pemaparan Syafrizal Helmi (2008):

1. Zaman Yunani

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah

peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris (pola pikir

masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa

bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang

sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, 13 fenomena alam

tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara

kausalitas.

Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani; karena

pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat

tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid

Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam

idea.

Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia

murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar filsafat yang

dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika

14
Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme

terdiri dari tiga premis:

- Semua manusia akan mati (premis mayor).

- Socrates seorang manusia (premis minor).

- Socrates akan mati (konklusi).

Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metode

ilmiah secara sistematis.

2. Kemajuan Ilmu Zaman Renaisans dan Modern

Pada zaman modern paham-paham yang muncul dalam garis besarnya adalah

rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Paham rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat

terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Paham idealisme mengajarkan bahwa

hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk

mempelajari paham idealisme zaman modern. Paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada

sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.

Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan

yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya

tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan

dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian,

keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan

percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus

memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di

Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa

15
itu, seni musik juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti

Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik

balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.

Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan

melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is Power 18

(Pengetahuan adalah kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini,

yaitu: mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern, kompas memungkinkan manusia

mengarungi lautan, percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu.

Lahirnya Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika merupakan karya

besar Newton. Teori Gravitasi Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet

tidak mengikuti pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi

dan matahari ada gaya saling tarik menarik.

Teori Gravitasi memberikan keterangan, mengapa planet tidak bergerak lurus,

sekalipun kelihatannya tidak ada pengaruh yang memaksa planet harus mengikuti lintasan elips.

Sebenarnya, pengaruhnya ada, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata dan pengaruh itu adalah

Gravitasi, yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda yang saling berdekatan.

Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi,

ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir semisal farmakologi, geofisika,

geormopologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi,

logika matematika, mekanika kwantum, fisika nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi,

antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya.

16
C. Objek ilmu-pengetahuan

Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca

indera manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu

pengetahuan empiris. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia

empiris.

Soetriono & Hanafie (2007) dalam Adib, M (2010) menyatakan bahwa Ontologi

merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek

penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang

hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek formal tersebut dan dapat merupakan

landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan

dengan alam kenyataan dan keberadaan.

Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek. Obyek dapat dibedakan menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Obyek Material

Yang disebut obyek material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran

atau penelitian ilmu. Sedangkan menurut Surajiyo (2006), obyek material dimaknai dengan suatu

bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga

berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material

mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-

materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsepkonsep dan sebagainya.

Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika

17
adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir

merupakan obyek material logika.

Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok

persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu:

a) Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan

faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika;

penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-

kimia dan sebagainya.

b) Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling

berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan

struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi

mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok

persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat

diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan

aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh

dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.

2. Obyek Formal

Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut

segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal

diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau

pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek

formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama

18
membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut

pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar

lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan

pengetahuan sudah ditentukan.

Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari

sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,

diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peneliti mendapatkan hasil dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang

merupakan realiti yang berbentuk jasmani atau kongkret, maupun rohani atau

abstrak. Sedangkan kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka Ontologi

merupakan kajian filosofis tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa,

dan bagaimana ilmu pengetahuan yang “ada” itu.

2. Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah

secara: Metodis, Sistematis, Koheren, Rasional, Komprehensif, Radikal,

Universal.

3. Aliran atau pemikiran ontologi diantaranya: monoisme, dualisme, pluralisme,

nihilisme, dan agnotisisme.

4. Ruang lingkup ilmu pengetahuan meliputi pada yang ada, yang nyata, dan

esensi dan eksistensi.

5. Objek Ilmu Pengetahuan mencakup objek formal dan material.

20
Daftar Pustaka

A. Susanto. (2011). Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.

Abdul khobir. (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: Gama Media Offset.

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Efistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu

Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Hanai, Ali ibn Hasan. (1986). Al-Munjid fī al-Lūghah wa al-A’lām. Beirut: Dār al-

Masyriq.

Aziz, Abdul. (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta.

Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bakhtiar, A. (2008). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Bakhtiar, Amsal. (2012). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.

Depdiknas. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Harsoyo. (1977). Manajemen Kinerja. Jakarta: Persada.

Hendrowibowo, L. (1994). Kajian Ilmiah tentang Ilmu Pendidikan. Cakrawala Pendidikan,

no.2, tahun XIII (Jurnal).

Ihsan, A. F. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.

Junaedi, Mahfud. (2017). Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Ilmu. Depok: PT Kharisma

Putra Utama.

Kosim, Muhammad. (2008). Ilmu Pengetahuan dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis).

Majalah Tadris, vol. 3.

21

Anda mungkin juga menyukai