Anda di halaman 1dari 3

SALSABILA

A06218019

EMOTIONAL QUESTION
Awal Teori Kecerdasan Emosional pada awalnya dikembangkan pada 1970-an dan 80-an
dengan karya dan tulisan-tulisan dari psikolog Howard Gardner (Harvard), Peter Salovey (Yale)
dan John ‘Jack’ Mayer (New Hampshire). Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari
konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3
bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan
memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan berhubungan
dengan orang lain.

Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer
tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer) mendefinisikan EQ (emotional quotient) sebagai
“kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan
orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf
hidup seseorang”. Semula ide ini hanya diperkenalkan di sekitar lingkungan pendidikan saja.
Dan mungkin saja tetap hanya akan beredar di sekeliling tembok sekolah jika saja Daniel
Goleman tidak memperkenalkan teori EQ ini dalam bukunya “Emotional Intelligence, Why It
Can More Than IQ?” yang terbit di tahun 1995 (Mangkunegara, 2005)

Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Daniel Goleman (2002) adalah
kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak bijaksana dalam
menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.
Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk kemampuan untuk memahami orang lain,
sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan mengelola diri sendiri
(Mangkunegara, 2005).

Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal


perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan
baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan
kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intelectual
Quetient (IQ). Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998), kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman
emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh. Salovely dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri
dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.

Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, atau kecerdasan konvensional, terlalu sempit, dan
ada faktor lain yaitu Emotional Intelligence yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang.
Dengan kata lain, kesuksesan membutuhkan lebih dari IQ (Intelligence Quotient), yang
cenderung menjadi ukuran tradisional kecerdasan, mengabaikan perilaku penting dan elemen
karakter.

Komponen EQ

Goleman (2002) membagi kecerdasan emosional kedalam 5 (lima) komponen yaitu


kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Kesadaran diri adalah
mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu
pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak
ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Pengaturan diri adalah
menguasai emosi diri sedemikian sehingga berdampak positif, kepada pelaksanaan tugas, peka
terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran
dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Motivasi menggunakan hasrat yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun seseorang menuju sasaran. Motivasi membantu seseorang
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan
dan frustasi. Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami
persepektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
berbagai macam orang. Keterampilan social adalah dapat menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi
dan memimpin, dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam
tim.

Landasan Kecerdasan Emosional

Menurut Paton (2000), dasar kecerdasan emosional adalah memiliki kesadaran untuk
mempertahankan harga diri dan citra diri. Dua hal ini mempengaruhi bagaimana kita merasa
dan bertindak, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam karir. Mereka yang tidak sadar
akan kemampuankemampuannya atau yang mempunyai pikiran sesat terhadap dirinya sendiri,
biasanya hidup dalam kehampaan atau kekosongan. Harga diri yang positif adalah suatu
kualitas yang menggarisbawahi pengembangan batiniah yang dapat menghantarkan kita
menuju penghargaan diri dan kesuksesan pribadi.

Harga diri adalah penghargaan terhadap keunikan penampilan fisik, kemampuan-kemampuan


intelektual, kecakapan-kecakapan pribadi, dan kepribadian. Harga diri merupakan parameter
yang membedakan kita dari orang lain sebagai individu. Sedangkan citra diri adalah refleksi apa
yang kita lihat dalam diri sendiri. Potret diri kita terpapar dengan kedalaman, pewarnaan,
pencahayaan, dan bayangan yang bisa saja menerangi, menipu, atau pun mengkaburkan
harapan sendiri (Patton, 2003).

Anda mungkin juga menyukai