Anda di halaman 1dari 25

1

BAB. 2
PERENUNGAN TENTANG FILSAFAT

A. MENGAPA BERFILSAFAT

Sebagian orang beranggapan bahwa filsafat adalah sesuatu hal yang tidak penting, bahkan
sesuatu hal yang tabu untuk diperbincangkan. Pada dasarnya filsafat bukanlah hal yang buruk, karena
filsafat itu sebenarnya adalah berpikir secara mendasar (radikal), menyeluruh (holistik), dan spekulatif.
Perkembangan globalisasi dewasa ini menuntut seseorang, pemikir, cendekiawan, atau ilmuwan untuk
dapat mengkaji permasalahan-permasalahan secara luas atau dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Kenyataan yang sering ditemui adalah pikiran manusia hanya terfokus atau terspesialisasi pada
bidang-bidang kehidupan atau keilmuan tertentu.

Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat, serta pertanyaan-pertanyaan yang
mungkin orang lain tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena filsafat merupakan induk dari semua
ilmu. Beberapa manfaat berpikir filsafat, di antaranya mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar
dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir
menuju ke arah penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa pentingnya untuk
selalu berpikir filsafat kapanpun, di manapun, dan dalam situasi apapun is berada.

Berfilsafat adalah berpikir. Ini tidak berarti bahwa berpikir adalah berfilsafat. Kalau dikatakan
berfilsafat adalah berpikir, hal ini dimaksudkan bahwa berfilsafat termasuk kegiatan berpikir. Berpikir
adalah berbicara dengan dirinya sendiri di dalam batin. Sedangkan berpikir dengan benar mengandung
pengertian mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan
alasan alasan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari bagaimana berbagai hal berhubungan satu sama
lain, menarik kesimpulan, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi dan membahasakan suara realitas.

Jelaslah bahwa berfilsafat itu berarti berpikir, walaupun berpikir itu tidak sertamerta berarti
berfilsafat. Hal ini disebabkan oleh berfilsafat berarti berpikir artinya dengan bermakna. Artinya, berpikir
itu ada manfaat, makna, dan tujuannya, sehingga mudah untuk direalisasikan dari berpikir itu karena
sudah ada acuan dan tujuan yang pasti atau sudah ada planning dan contohnya, dan yang paling
utama hasil dari berpikir itu bermanfaat bagi orang banyak. Tapi berpikir tidak berarti berfilsafat, karena
isi dari berpikir itu belum tentu bermakna atau mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya
khayalan saja. Menyitir pendapat DC Mulder bahwa filsafat itu berpikir ilmiah, tapi tidak setiap berpikir
itu filsafat.3

Filsafat membawa kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran
substansial atau kebenaran yang sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun
2

kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap. Lagi-lagi bagi banyak orang, pertanyaan "Untuk
apa berfilsafat?" menyiratkan suatu kepentingan praktis. Ada sebuah jawaban yang juga praktis untuk
pertanyaan itu. Keterlibatan kita secara kritis dalam filsafat dapat mengubah keyakinan-keyakinan
dasar kita, termasuk sistem nilai yang kita miliki dan bagaimana kita memandang dunia secara "Mum.
Perubahan sistem nilai atau pandangan-pandangan dunia kita itu dapat mengubah perspektif
kebahagiaan kita, tujuan yang hendak kita kejar dalam profesi kita, atau sekadar gaya hidup kita.
Namun, manfaat-manfaat itu lebih merupakan hasil sampingan saja, bukan tujuan yang spesifik, dari
kajian filsafat.

Kita akan memetik manfaat bukan hanya dari keterlibatan diri kita dalam filsafat pada
umumnya, melainkan juga secara khusus dari kegiatan melakukan telaah atau kajian filsafat.
Penelaahan filsafat yang efektif, sekali lagi, bersifat leas, mendalam, dan kritis. Relevansi kritis dari
penelaahan semacam itu tidak dapat dipungkiri. Dengan melakukan telaah filsafat, kita akan semakin
mandiri secara intelektual, lebih toleran terhadap perbedaan sudut pandang, dan semakin
membebaskan diri dari dogmatisme.

Di kalangan para filsuf bisa kita tarik suatu garis simpul bahwa hal yang mendorong manusia
untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan dan kesadaran akan keterbatasan. Plato
misalnya mengatakan,"Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit.
Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal
filsafat."

n secara keseluruhan, bahkan manusiapun tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar
pemikiran yang mendasar. Itu hanya sebuah spekulasi. Menyusun sebuah lingkaran memang harus
dimulai dari sebuah titik, bagaimanapun spekulatifnya. Yang penting dalam prosesnya nanti, dalam
analisis maupun pembuktiannya, manusia harus dapat memisahkan spekulasi mana yang paling dapat
diandalkan. Tugas filsafat adalah menetapkan dasar dasar yang dapat diandalkan. Apakah yang
disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau
kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya?

Semua pengetahuan dimulai dari spekulatif. Dari serangkaian spekulatif tersebut dapat dipilih
buah pikiran yang paling dapat diandalkan, yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan.
Tanpa menerapkan apa yang disebut benar, maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang atas
dasar pengetahuan. Tanpa menetapkan apa yang dimaksud balk atau buruk tidak mungkin bicara
tentang moral.

Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai
alat untuk mengatasinya. Alat itu adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasannya
secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran yang manakah yang dapat masuk dalam
bidang filsafat ini? Jawabannya adalah pikiran yang senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu adalah
yang mempunyai kerangka ilmiah-filsafat.
3

Filsafat juga mempunyai fungsi khusus dalam lingkungan sosial budaya Indonesia. Bangsa
Indonesia berada di tengahtengah dinamika proses modernisasi yang meliputi semakin banyaknya
bidang dan hanya untuk sebagiannya dapat dikemudikan melalui kebijakan pembangunan.
Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan pandangan hidup, nilai-nilai dan norma-norma
itu, filsafat membantu untuk mengambil sikap yang sekaligus terbuka dan kritis.

Filsafat merupakan sarana baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi-tradisi,
dan filsafat Indonesia untuk mengaktualisasikannya bagi Indonesia modern yang sedang kita bangun.
Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani tidak hanya secara verbalistik,
melainkan secara evaluatif, kritis dan refleksif, sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal
dalam pembentukan terusmenerus identitas modern bangsa Indonesia.

Sebagai kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan membuka
kedok-kedok ideologic berbagai bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggaran-pelanggaran terhadap
martabat dan hak-hak asasi manusia yang masih terjadi. Jadi filsafat membuat sanggup untuk melihat
secara terbuka masalah-masalah sosial serta percaturan kekuasaan yang sedang berlangsung.

Filsafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan
intelektual bangsa pada umumnya dan khususnya dalam kehidupan intelektual di universitasuniversitas
dan lingkungan akademis. Filsafat dapat berfungsi sebagai interdisipliner sistem, tempat bertemunya
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Di universitas-universitas, fakultas filsafat sering disebut "fakultas
sentral" atau "inter-fakultas", karena semua fakultas lain, yang selalu menyelidiki salah satu segi dari
kenyataan, menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan refleksi yang tidak lagi termasuk
bidang khusus mereka. Misalnya, pertanyaan tentang batas-batas pengetahuan kita, tentang asal
bahasa, tentang hakikat hidup, tentang hubungan badan dan jiwa, tentang hakikat materi, atau pula
tentang dasar moral.

Cara terpenting untuk memahami apa itu filsafat tidak lain adalah dengan berfilsafat.
Berfilsafat, artinya menyelidiki suatu permasalahan dengan menerapkan argumen-argumen yang
filosofis. Maksud argumen-argumen yang filosofis adalah argumen-argumen yang memiliki sifat-sifat
deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau normatif, spekulatif, rasional, sistematis, mendalam,
mendasar, dan menyeluruh. Dengan perkataan lain, berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan
asal-usul dari segala-galanya, mencari orientasi dasar bagi kehidupan manusia.

Tidak ada seorang pun yang akan berhenti berpikir. Oleh karena alasan inilah, maka filsafat
memainkan peranan yang sangat krusial dalam proses pemikiran manusia, yakni menjadikan pemikiran
tersebut menjadi lebih jelas dan tetap di hadapan realitas yang jamak dan sering membingungkan.
Dengan ini, lalu filsafat membantu setiap orang untuk memiliki perspektif tertentu.
4

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa berfilsafat adalah berpikir, namun tidak semua
berpikir adalah berfilsafat. Di sini perlunya penegasan bahwa berpikir filsafat mempunyai karakteristik
atau ciri-ciri khusus. Bermacam-macam buku menjelaskan ciri-ciri berpikir filsafat dengan bermacam -
macam pula.

Diantaranya dijelaskan sebagai berikut.

 Pertama, Konsepsional.
Perenungan filsafat berusaha untuk menyusun suatu bagian konsepsional. Konsepsi
merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-
proses satu demi satu.
 Kedua, Koheren.
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren yang
konsepsional. Secara singkat, istilah koheren ialah runtut. Bagan konsepsional yang
merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut. Dalam arti lain, koheren bisa
juga dikatakan berpikir sistematis, artinya berpikir logis, yang bergerak selangkah demi
selangkah dengan penuh kesadaran. Dengan urutan yang bertanggungjawab dan saling
hubungan yang teratur.
 Ketiga, Memburu kebenaran.
Filsuf adalah pemburu kebenaran, kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki tentang
seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan
bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu. Kebenaran filsafat tidak
pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju
kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk
dipersoalkan kembali demi menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan.
 Keempat, Radikal.
Berfilsafat berarti berpikir radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir secara
radikal, ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan
berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan realitas seluruh
kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga
ia pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.

Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang atau menjungkirbalikkan segala
sesuatu, melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam. Untuk mencapai
akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru hendak memperjelas realitas.

 Kelima, Rasional.
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bahan konsepsional yang bersifat rasional.
Yang dimaksudkan dengan bagan konsepsionl yang bersifat rasional ialah bagan yang bagian-
bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain. Berpikir secara rasional berarti
berpikir logis, sistematis, dan kritis berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai
pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik
kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang
digunakan. Berpikir logis yang menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis
ialah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis.
 Keenam, Menyeluruh.
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk
dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri. Suatu sistem filsafat harus bersifat
5

komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu pun yang berada di luar jangkauannya. Jika tidak
demikian, filsafat akan ditolak serta dikatakan berat sebelah dan tidak memadai. Berpikir
universal tidak berpikir khusus, terbatas pada bagian-bagian tertentu, namun mencakup secara
keseluruhan. Berpikir filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada
clam semesta, tidak terpotong-potong.

Dari penjabaran tentang filsafat tersebut di atas, konsep penting yang perlu dipahami tentang
hakikat makna filsafat antara lain:

(a) filsafat adalah mendorong manusia untuk berpikir secara kritis;

(b) berpikir filsafat adalah berpikir dalam bentuk yang sistematis;

(c) filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut;

(d) berpikir filsafat adalah berpikir secara rasional dan logis; dan

(e) proses berpikir filsafat harus bersifat mendalam dan komprehensif. 6

B. DAYA TARIK FILSAFAT

Benarkah anggapan bahwa filsafat tidak membawa apa-apa bagi kepentingan manusia atau
masyarakat pada umumnya? Bahwa filsafat hanya milik para filsuf? Kemudian, benarkah juga proposisi
bahwa filsafat tidak mungkin dapat mempertanggungjawabkan pemikiran-pemikiran yang dihasilkan
darinya, karena para filsuf adalah kumpulan pengelamun saja? Lagipula, mengapa harus filsafat yang
berperanan dalam hal-hal yang kini "ditangani" oleh filsafat?

Salah satu jawaban yang terkesan spekulatif namun paling mungkin adalah, karena pada suatu
scat kita secara tidak sadar sudah bergelut dengan suatu permasalahan filsafat, yang dengan
sendirinya jadi bahan pemikiran kita. Meskipun kita tidak memiliki minat untuk belajar filsafat, ada
masalah-masalah filsafat yang mau tak mau menarik perhatian kita. Masalah persisnya tentu berbeda
dari orang ke orang. Kita mungkin akan terserap dalam suatu pembahasan filsafat walaupun persoalan
yang dibahas kelihatannya sama sekali tidak "filosofis". Entah kita seorang mahasiswa filsafat atau
bukan, kita dapat saja terbawa ke arah pemikiran filsafat. Ringkasnya, setiap orang pasti menyimpan
asumsi-asumsi atau keyakinan-keyakinan filsafat. Dengan demikian, pertanyaannya bukan lagi
haruskah kita menangani permasalahan filsafat, melainkan bagaimanakah caranya?.

Para filsuf seringkali menulis dalam bahasa khusus menurut spesialisasi bidangnya dalam
mempertahankan atau mengkritik suatu teori. Tidak jarang, teori-teori yang disoroti merupakan reaksi
atas masalah-masalah yang lain lagi. Namun, tidak peduli sekompleks dan seberat apapun, teori-teori
tersebut pada dasarnya adalah tanggapan terhadap masalah-masalah biasa seperti seni, moralitas,
ilmu pengetahuan, agama, dan akal sehat. Di pinggiran-pinggiran wilayah keseharian inilah para filsuf
menemukan soal-soal yang tersembunyi; mereka tidak mengadakan masalah. Di dalam wilayah
keseharian itu tersimpan masalah-masalah yang sangat mungkin akan membawa seseorang masuk ke
dalam suatu kajian filsafat secara umum.

Untuk memberi gambaran, mari kita lihat bagaimana orang-orang yang bukan filsuf dapat
terbawa kepada pemikiran filsafat, biasanya melalui persoalan-persoalan yang secara langsung
6

relevan dengan kepentingan mereka. Perhatikan seorang neuropsikolog, yang sedang meneliti korelasi
antara fungsi-fungsi tertentu otak manusia dan rasa sakit, mulai sangsi, apakah "akal budi" sungguh
berbeda dengan otak.

Seorang ahli fisika nuklir, setelah berketetapan bahwa materi sebagian besar adalah ruang
hampa yang di dalamnya terjadi transformasi-transformasi energi tanpa warna, mulai bertanya-tanya,
sejauh manakah dunia yang padat, berkeluasan, dan berwarna seperti yang kita persepsikan ini
berkaitan dengan keberadaannya yang sesungguhnya dan manakah di antara keduanya itu yang lebih
"nyata"?.

Seorang psikolog aliran behaviorisme, yang semakin berhasil memprediksikan perilaku


manusia, bertanya-tanya, adakah tindakan manusia yang dapat dikatakan "bebas". Lembaga Legislatif,
ketika merumuskan suatu peraturan tentang karya seni yang sopan dan yang tidak sopan, terpaksa
harus bergelut dengan pertanyaan tentang hakikat dan fungsi seni.

Seorang filsuf, setelah kalah perang melawan sains mengenai anti harfiah alam semesta,
terpaksa harus merumuskan kembali seluruh tujuan dan cakupan filsufi tradisional. Seorang
antropolog, yang mengamati bahwa setiap masyarakat ternyata memiliki konsepsinya sendiri tentang
kode moral, mulai mempertanyakan apa sebenarnya yang membedakan antara sudut pandang moral
dan sudut pandang bukan moral.

Seorang ahli bahasa, dalam penyelidikannya tentang bagaimana bahasa membentuk


pandangan kita terhadap dunia, menyatakan bahwa tidak ada satu "kenyataan sejati", karena semua
pandangan mengenai kenyataan dikondisikan dan dibatasi oleh bahasa yang digunakan untuk
mengungkapkan pandangan-pandangan itu. Seorang skeptis sejati yang telah terbiasa menuntut dan
menolak bukti-bukti absolut bagi setiap sudut pandang yang ditemuinya, menyatakan bahwa tidak
mungkin bagi manusia untuk mengetahui apapun.

Secara umum dikatakan bahwa filsafat memiliki dua kegunaan yang saling mendukung, yakni
kegunaan bagi individual dan kegunaan bagi kehidupan sosial. Bagaimana kedua kegunaan filsafat ini
dapat dipahami?. Dari segi manfaat atau kegunaan bagi individu, beberapa hal dapat dikatakan
mengenai manfaat filsafat ini. Filsafat berguna untuk memuaskan keinginan tahu individu yang sifatnya
sederhana. Aspek inilah yang membuat manusia berbeda dari binatang.

Selain itu, di sini juga dapat dikatakan bahwa selama hidup—dari masa kanak-kanak sampai
meninggal duniamanusia harus melewati dua tahap pengenalan (kesadaran) yang penting, yakni tahap
keadaan ketidaktahuan (the state of innocence) dan tahap kehilangan ketidaktahuan (the innocence
lost). Keadaan ketidaktahuan pada masa kanakkanak sebetulnya penuh dengan keinginantahu
(curiosity) yang menempatkan masa kanak-kanak sebagai tahap yang penuh dengan pertanyaan. Di
sini dapat disimpulkan, bahwa jika filsafat memiliki asal-muasal, maka asalnya tentulah pada masa
kanak-kanak yang giat mengajukan pertanyaan tersebut. Pertanyaan dan keingintahuan anak-anak ini
apabila dimatikan atau dijawab secara sangat otoritatif dan ideologis akan mematikan dan
menghentikan kemampuan anak-anak untuk bertanya. Inilah yang dimaksud dengan keadaan the
innocence lost tersebut.
Filsafat dapat membantu individu untuk menemukan prinsip-prinsip yang benar yang sangat
bermanfaat dalam mengarahkan hidup dan perilakunya. Di sini kita berhadapan dengan peran dari
cabang filsafat yang namanya filsafat moral atau etika. Dengan bantuan pemikiran filsafat moral (etika),
individu semakin mendalami hidupnya, mempertanyakan secara moral seluruh tindakannya dan
menetapkan prinsipprinsip yang baik bagi hidupnya. Dengan ini individu membebaskan diri dari
7

kedangkalan hidup atau hidup yang hanya menuruti keinginan dari luar raja, kehidupan tanpa
subjektivitas.

Filsafat sangat membantu individu untuk memperdalam hidupnya. Filsafat hukum misalnya,
membantu manusia mengintensifkan makna dari hukum bagi masyarakat pada umumnya dan Para
praktisi hukum itu sendiri. Misalnya dalam memahami keterbatasan dari hukum positif dan pentingnya
rasa keadilan masyarakat yang harus dihormati dan dijunjung tinggi.

Dari segi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, beberapa hal dapat dikatakan mengenai
manfaat filsafat ini. Prinsip-prinsip atau pemikiran filsafat membentuk organisasi sosial berdasarkan
basis atau fondasi tertentu yang sifatnya permanen. Misalnya institusi-institusi sosial yang berdasarkan
hukum-hukum positif tertentu yang telah disepakati bersama.

Filsafat sosial terdiri dari serangkaian prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang menuntut
keyakinan dan penerimaan atas kebenaran mereka. Selain itu, tentu saja juga persoalan dimensi
ketaatan. Ambil saja beberapa contoh. negara Amerika Serikat mendasarkan hidup bersama sebagai
bangsa dan negara pada prinsip-prinsip American Declaration of Independence yang sangat
dipengaruhi oleh gagasan dan pemikiran dua filsuf besar, yakni John Lock dan Montesquieu. Uni
Soviet mendasarkannya pada filsafat dan ideologi MarxismeLeninisme, dan Indonesia
mendasarkannya pada filsafat dan ideologi Pancasila.

Di sini dapat dijabarkan secara tegas beberapa peran filsafat, balk dalam kehidupan maupun
dalam bidang keilmuan. Pertama, filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan
berwawasan lugs terdapat berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban
dapat diperoleh dengan mudah. Kedua, berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan
seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena
keinginannya. Kett ga, filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi
permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan
masyarakat, komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam
fanatisme yang berlebihan. Keempat, terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa dibutuhkan
kemampuan untuk menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan sistematis atas berbagai
permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya. Dalam
era globalisasi, ketika berbagai kajian lintas ilmu pengetahuan atau multidisiplin melanda dalam
kegiatan ilmiah, diperlukan adanya suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam menghadapi kemajemukan
berpikir dari berbagai ilmu pengetahuan berikut para ilmuannya. 7

Bagaimana dengan filsafat ilmu? Filsafat ilmu pengetahuan membantu individu (ilmuwan)
semakin mendalami ilmunya. Tidak jarang terjadi bahwa semakin seseorang mendalami ilmunya,
semakin is tak mampu mengatasi disiplin keilmuannya yang empiris dan metodis dan memasuki dunia
yang non-empiris, tetapi yang menarik akal budi dan menghantui batinnya.

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan, lalu bagaimana bentuk dan sifatnya bisa dipahami menurut
penjelasan berikut: kebenaran filsafat itu dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu
pengetahuan pada umumnya, yang meliputi objek (sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi),
sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (objektif dan dapat
diukur, baik secara rasional maupun empiris).
8

C. FILSAFAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Ketika orang berbicara tentang filsafat, nampak kesan awal atau anggapan yang muncul
adalah membicarakan sesuatu yang abstrak, yang sulit dicermati, transendental, fantasi, renungan
yang mendalam, imajinasi dan sesuatu yang serba sulit dan lugs (universal). Apabila dicermati dengan
sungguh-sungguh tentang makna filsafat, maka sejatinya pandangan tersebut di atas tidak semuanya
benar, karena objek kajian filsafat sejatinya menyangkut hal-hal yang abstrak dan juga hal-hal yang
konkrit atau hal-hal yang bersifat idea dan praktis. Begitupun ruang lingkup kajian ilmu filsafat juga
berkaitan dengan kehidupan individual dan kolektifmanusia sehari-hari, misalnya keluarga, lembaga
pendidikan, partai politik, pemerintahan dan beragam bentuk aktivitas kelompok lainnya.

"Hidup yang tak dipikirkan adalah hidup yang tak pantas dijalani" begitu kata Sokrates. Ia
memandang bahwa hidup yang bermakna dan berkualitas tinggi itu harus dijalani dengan
menggunakan pikiran yang dimiliki manusia. Proses berpikir merupakan menggunakan pikiran yang
dimiliki manusia. Proses berpikir merupakan suatu kemampuan yang melekat pada makhluk manusia
yang berbeda dengan spesies lainnya, yaitu binatang dan tumbuhan. Menurut Aristoteles, nalarlah
yang membedakan manusia dari binatang, sedangkan seluruh fungsi tubuh yang lain sama dengan
binatang.

Pengetahuan sehari-hari (everyday knowledge) senantiasa menyapa dan memenuhi benak


manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Pengetahuan sehari-hari dibangun bukan berdasarkan
refleksi kritis dan pengambilan jarak terhadap realitas. Pengetahuan sehari-hari lebih mendasarkan diri
pada kerja akal sehat (common sense). Sifat pengetahuan ini sangat praktis dan mengarahkan hidup
manusia. Pengetahuan sehari-hari yang praktis tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk
memecahkan persoalan-persoalan keseharian yang dihadapi masyarakat, dan sama sekali tidak
dimaksud untuk dikembangkan lebih lanjut atau direfleksikan secara mendalam demi tujuan pada
dirinya sendiri. Meskipun demikian, pengetahuan sehari-hari justru menjadi dasar dan titik tolak
pengetahuan reflektif manusia. Tanpa pengetahuan sehari-hari kita tidak mungkin berefleksi secara
filosofis. Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) pun dibangun di atas basis pengetahuan sehari-hari
ini.

Pengetahuan dihasilkan dari refleksi rasional, kritis, dan sistematis pikiran manusia atas
realitas. Refleksi itu pada gilirannya menghasilkan penjelasan-penjelasan tertentu terhadap realitas
tersebut. Pada level yang paling rendah, pengetahuan mengenai realitas bersifat umum (general
knowledge). Pengetahuan ini menghasilkan prinsip-prinsip penjelas tertentu yang umumnya bersifat
pragmatic, karena mampu menjawab atau memecahkan masalah konkret tertentu yang dihadapi
manusia. Pengetahuan umum memiliki karakteristik tertentu yang dibutuhkan bagi perkembangannya
ke arah pengetahuan ilmiah. Misalnya, pengetahuan umum dihasilkan dari kerja akal budi berdasarkan
metodologi tertentu. Pengetahuan umum juga memiliki karakteristik abstrak ketika prinsip penjelas
realitas (gagasan, asumsi, hipotesis) bersifat abstrak (kemampuan untuk dapat dibuktikan tanpa harus
mengacu kepada data faktual tertentu). Pengetahuan umum juga mulai memperhatikan aspek
objektivitas pengetahuan ketika pengetahuan dihasilkan bukan semata-mata sebagai konstruksi pikiran
manusia, tetapi sebagai semacam perjumpaan fenomenologis antara objek yang diketahui dan subjek
yang mengetahui.
9

Apakah manusia harus mengetahui hal-ihwal kehidupan agar dapat terns meneruskan hidup
kita sehari-hari? Tentu jawabannya adalah tidak. Namun, jika kita ingin mendapat satu pemahaman
rasional mengenai dunia yang kita diami ini, proses-proses dasar yang bekerja di clam, masyarakat,
dan cara kita untuk memandangnya, persoalannya akan jadi lain. Hal itu berkaitan dengan posisi
filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, juga berkaitan dengan bagaimanakah filsafat memengaruhi
cara orang bertindak. Kemudian juga, apa raja yang memengaruhi orang untuk berfilsafat. Sepertinya
memang, ada hubungan antara cara manusia berpikir dan kualitas atau model kehidupan yang
diterimanya. Model kehidupan yang dimaksud di sini, misalnya hubungan antara satu manusia dan
lainnya, serta kebudayaan yang diterimanya, hingga tindakan-tindakan yang dilakukannya.

Perkembangan cara berpikir dan kemampuan juga kebutuhan untuk memahami dunia, juga
terkait erat dengan kebutuhan untuk bertahan hidup pada ranah material. Dalam sejarahnya, manusia
adalah makhluk hidup yang harus bertahan hidup dari alam, mendapatkan sesuatu dari alam untuk
bertahan hidup, mengembangkan kehidupannya. Karena alam merupakan suatu yang bergerak, ada
tingkat-tingkat kesulitan yang harus dihadapi. Kesulitan ini dikenal sebagai kontradiksi alam. Untuk
hidup, manusia harus mengatasi kontradiksi alam itu. Ini adalah hukum sejarah.

Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan itulah, manusia mengalami pengalaman-pengalaman


dan penemuan-penemuan yang kemudian menjadi kumpulan pengetahuan. Pengetahuan bisa berupa
wawasan, menjadi kumpulan pengetahuan. Pengetahuan bisa berupa wawasan, juga bisa yang
mendukung keterampilan teknik. Hal itu mustahil jika tak juga bisa yang mendukung keterampilan
teknik. Hal itu mustahil jika tak dialami dari kerja konkret berhadapan dengan alam. Jadi, basis
pengetahuan dan cara pandang adalah kenyataan material akibat kerja itu. Akan tetapi, pada suatu
waktu, seiring dengan perjalanan sejarah, pengetahuan-pengetahuan yang kian bertambah melahirkan
kesimpulan, melahirkan dasar bagi pengetahuan setelahnya yang akan meningkatnya kecanggihan
pengetahuan manusia. Akibat nyata dari berkembangnya pengetahuan, juga diikuti dengan
perkembangan teknik dalam memudahkan mencari makanan, menjalani kehidupan, dan
mengembangkannya.

Pengetahuan ilmiah lahir ketika pengetahuan umum mulai disistematisasi dan dibakukan
secara sistematis. Itulah sebabnya mengapa pengetahuan ilmiah tidal( hanya memiliki metodologi
keilmuan yang ketat, tetapi juga teknik pembuktian yang sangat bisa dipertanggungjawabkan.
Pengetahuan ilmiah bekerja berdasarkan metode-metode tertentu untuk menjelaskan hubungan sebab-
akibat. Penjelasan-penjelasan pengetahuan ilmiah bersifat ilmiah karena teruji berdasarkan kadar
empirisnya dan prinsip universalitas penjelasannya. Meskipun bersifat sementara, pengetahuan ilmiah
dapat diandalkan sebagai penjelasan terhadap berbagai fenomena yang kurang lebih sama dalam
kehidupan sehari-hari.

Filsafat bertujuan merefleksikan realitas secara mendalam untuk menemukan jawaban-


jawaban final mengenainya. Filsafat mempertanyakan dan merefleksikan realitas, termasuk kesadaran
manusia sendiri yang merefleksikan realitas tersebut. Pengetahuan yang dihasilkan dari refleksi yang
10

radikal, kritis, dan mendalam terhadap realitas, termasuk kesadaran subjek berpikir itu sendiri disebut
pengetahuan filosofis.

Dari sini, filsafat berfungsi pula sebagai pandangan hidup (Weltsanschauung) merupakan
suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-
hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.
Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara tersebut
akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total. Demikianlah, pada
dasarnya, filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan sehari-hari,
karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat dipikirkan bisa menjadi objek filsafat
apabila selalu dipertanyakan, dipikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran.

D. MENGEMBANGKAN PEMIKIRAN FILSAFAT

Dalam beberapa literatur filsafat telah dijumpai beragam pengertian tentang filsafat.
Keberagaman tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang yang dijadikan sebagai dasar
orientasinya.

Dari beragam karya tulis tentang filsafat, kita dapat merangkum sebagai berikut:

 Pertama, pengertian filsafat dari segi arti kata, yaitu Tilsafat' berasal dari bahasa Yunani terdiri
dari kata 'philein' yang berarti cinta dan sophia' yang berarti kebijaksanaan. Atau berasal dari
kata 'philosophia' yang berarti `cinta akan kebijaksanaan atau love of wisdom. Jadi, pengertian
filsafat dari arti kata adalah `cinta pada kebijaksanaan'.
 Kedua, pengertian filsafat `secara umum', yaitu `suatu ilmu pengetahuan yang melakukan
penyelidikan atau kajian tentang hakikat dari segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
penuh kecintaan untuk memperoleh kebenaran atau kebijaksanaan'. Jadi, jawaban-jawaban
yang diberikan oleh filsafat tentang hakikat fenomena hidup harus bersifat mendalam atau
mencapai tingkat kebenaran yang lebih universal.
 Ketiga, pengertian filsafat `secara khusus', yaitu `suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki
tentang hakikat sesuatu untuk memperoleh kebenaran menurut aliran filsafat tertentu'. Dalam
filsafat terdapat beragam aliran, misalnya: aliran idealisme, aliran positivisme, aliran
materialisme, aliran hedonisme, aliran stoicisme dan sebagainya. Jadi, pengertian hakikat
sesuatu menurut aliran idealisme tentunya tidak sama dengan hakikat sesuatu menurut aliran
positivisme, hedonisme, materialisme dan stoicisme."

Dalam bahasa Arab, filsafat dikenal dengan istilah "falsafah'", dan di dalam bahasa inggris
"Philosophy". Dua istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu "Philosophia". Istilah Philosophia' ini
secara harfiah dimaknai mencintai kebijaksanaan. Orang yang sedang berfilsafat biasanya disebut
"filsuf". Sebagai penjelas, arti kata `mencintai' dari akar kata filsafat, belum memperhatikan makna
yang sebenarnya dari kata filsafat. Pengertian "mencintai" belum memperlihatkan keaktifan seorang
filsuf untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di
Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut filsuf bila dia telah mendapatkan atau telah meraih
kebijaksanaan.
11

Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata "mencintai" tidak perlu
meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filsuf atau "orang bijaksana" mempunyai pengertian
yang berbeda dengan pengertian di Timur. Istilah philosophia' digunakan oleh Phytagoras (sekitar abad
ke 6 SM). Makin populer ketika zaman Socrates dan Plato. Untuk memahami definisi filsafat tidak
cukup dengan mengatahui dua kata dan sophia. Karena definisi filsafat cukup banyak, bahkan
sebanyak jumlah filosof itu sendiri.

Sepintas jika dilihat dari akar katanya, bisa ditebak kalau "filsafat" berasal dari peradaban
Yunani. Namun dalam beberapa penelitian diungkap juga bahwa sejatinya bukan orang Yunani yang
merintis pemikiran filsafat di dunia. Ternyata di negeri-negeri lain, seperti Mesir, Cina dan India sudah
lama mempunyai tradisi filsafat semasa atau sebelum orang Yunani Kuno, walau mereka tidak
mempergunakan kata Philosophia' untuk maksud yang sama.

Awal mula lahirnya filsafat, menurut Bartens, ada setidaknya tiga faktor yang mendahului dan
seakan-akan mempersiapkan lahirnya "filsafat" di Yunani.

 Pertama, di Yunani terdapat mitologi yang kaya dan tersebar luas. Mitologi ini bisa dianggap
sebagai perintis yang mendahului filsafat. Bangsa Yunani telah mengadakan usaha untuk
menyusun mitos-mitos yang beredar di masyarakatnya menjadi suatu bangunan yang
sistematis. Dalam usaha-usaha itu sudah tampak sifat rasional bangsa Yunani.
 Kedua, peran sastra Yunani dalam bentuk syair-syair Ramlani Lina Sinaulan yang digunakan
untuk buku pendidikan bagi masyarakat Yunani. Misalnya, peranan syair Homeros yang
digemari masyarakat Yunani untuk dibaca dalam rangka mengisi waktu luang. Syair ini
mengandung nilai edukasi.
 Ketiga, faktor ilmu pengetahuan yang berkembang pesat di Yunani. Bangsa Yunani berutang
budi kepada bangsa lain, misalnya Mesir untuk ilmu ukur dan ilmu hitung, serta ilmu astronomi
yang dipengaruhi oleh bangsa Babylonia."

Para filsuf Yunani di masa awal kemunculan filsafat rata-rata mempunyai latar belakang
sebagai ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Karena itu,
para filsuf Yunani yang merintis "filsafat" disebut sebagai filsuf-filsuf alam. Mereka berpikir tentang
alam: apa hakekatnya, bagaimana kemunculannya dan apakah sifat-sifatnya yang paling hakiki.
Dengan demikian, filsafat yang pertama lahir adalah filsafat alam."

Secara umum, tema-tema pokok filsafat di Yunani mencakup tiga hal. Pertama, permasalahan
tentang asas (arkhe) dan hukum (logos) alam semesta. Kedua, tema-tema yang berkaitan dengan
paham Aletheia (ketidaksembunyian), seperti "ada", "kebenaran", an "pengetahuan sejati". Ketiga,
pertanyaan tentang kodrat manusia dan penentuan tindakan etisnya: "yang baik" dan "keutamaan"
(arete).

Dalam perjalanannya, ketika para filsuf meninggal seperti Socrates, Plato hingga Aristoteles,
kajian filsafat menjadi meredup. Sekitar tahun 529 M, Kaisar Justinian memutuskan untuk menutup
seluruh universitas dan sekolah yang mempelajari filsafat di Athena dan Aleksandria. Sikap raja lebih
dikarenakan pengaruh doktrin gereja yang tidak suka akan suasana pemikiran dan ilmu yang bebas.
Mulai dari sini, cahaya obor ilmu dan filsafat padam oleh kekaisaran Romawi.
12

E. LINGKUP FILSAFAT

Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya pengaruhnya masih terasa. Setelah filsafat ditinggalkan
oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati, melainkan hidup dengan corak tersendiri, yakni
sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Jelaslah
bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu
ilmu pengetahuan, tetapi objeknya tidak terbatas. Jadi, mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan tersendiri. Filsafat erat
hubungannya dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya, karena dilakukan dengan cara ilmiah
dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang diberikannya.

Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menemukan fakta-fakta, teknik-teknik dan
alat-alat. Filsafat tidak hanya melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil
keputusan tentang tujuan, nilai dan tentang apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral,
karena faktor-faktor objektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat. Ilmu bersifat analitis,
ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan pengetahuan sebagai objek formalnya.
Sedangkan filsafat belajar dari ilmu pengetahuan dengan menekankan keseluruhan dari sesuatu,
karena keseluruhan mempunyai sifat sendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.

Hamparan atau ruang lingkup kajian filsafat sangatlah luas, karena filsafat mengkaji tentang
hakikat segala sesuatu'. Hal ini lantaran filsafat merupakan Induk segala ilmu pengetahuan'. 22 Filsafat
aclnlah suatu ilmu tanpa batas. Filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja,
melainkan apa-apa saja yang menarik perhatian manusia. Filsafat merupakan `ilmu istimewa' yang
mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena
masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Filsafat adalah sebuah sistem
pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka: terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan
kembali. Filsafat adalah pertanyaan dan bukan pernyataan. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia
dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis
hakikat sarwa yang ada, yaitu: hakikat Tuhan, hakikat clam semesta, dan hakikat manusia, serta sikap
manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.

Sedangkan pembagian cabang-cabang filsafat yang dikemukakan para ahli atau para filsuf sangat
beragam, tergantung sudut pandang yang diyakininya. Plato, memilahmilah filsafat menjadi tiga, yaitu:

1. Dialektika (filsafat tentang ide-ide atau pengertian-pengertian umum);


2. Fisika (filsafat tentang dunia material); dan
3. Etika (filsafat tentang kebaikan atau kesusilaan).

Sementara, Aristoteles, membedakan filsafat menjadi empat, yaitu:

(1) Logika (tentang bentuk susunan pikiran);

(2) Filosofis teoritika, yang terbagi menjadi: (a) fisika (tentang dunia material); (b) matematika;
(c) metafisika (tentang hakikat `add);
13

(3) Filosofia praktika (tentang hakikat hidup kesusilaan), yang terbagi menjadi: (a) etika
(tentang kesusilaan dalam hidup perseorangan); (b) ekonomia (tentang kesusilaan dalam hidup
berkeluarga); (c) politika (tentang kesusilaan dalam hidup bernegara); dan

(4) Filosofia poeletika (filsafat kesenian).

Louis Kattsoff lebih rinci dalam membagi cabang-cabang filsafat, yaitu:

(1) Logika, yaitu membicarakan tentang hukumhukum penyimpulan secara benar;

(2) Metodologi, yaitu membicarakan tentang teknik atau cara melakukan penelitian ilmiah;

(3) Metafisika, yaitu membicarakan tentang segala sesuatu yang ada, atau membahas hakekat
`add;

(4) Ontologi, yaitu membicarakan tentang hakikat segala sesuatu yang ada, atau hakikat
`objek' dari segala sesuatu;

(5) Kosmologi, yaitu membicarakan tentang segala sesuatu yang ada yang serba teratur;

(6) Epistemologi, yaitu membahas tentang hakikat kebenaran;

(7) Filsafat biologi, yaitu membicarakan tentang hakikat hidup;

(8) Filsafat psikologi, yaitu membicarakan tentang hakikat jiwa manusia;

(9) Filsafat antropologi, yaitu membicarakan tentang hakikat budaya manusia;

(10) Filsafat sosiologi, yaitu membicarakan tentang hakikat masyarakat dan negara;

(11) Etika, yaitu membicarakan tentang hakikat baik dan buruk;

(12) Estetika, yaitu membicarakan tentang hakikat indah atau keindahan;

(13) Filsafat agama, yaitumembicarakan tentang hakikat agama atau kepercayaan.

Dalam perkembangannya, studi filsafat berikutnya muncul cabang-cabang filsafat, sebagai


konsekwensi dari beragam spesifikasi kehidupan, sehingga selain beragam cabang filsafat yang telah
diuraikan di atas adalah muncul :

(1) Filsafat politik, yang secara khusus membicarakan tentang hakikat kekuasaan, wewenang,
pemerintahan, demokrasi dan sebagainya;
(2) Filsafat hukum, yang secara khusus membicarakan tentang: dasar-dasar hukum, idea
hukum, kaidah hukum, tujuan hukum, rahasia-rahasia hukum, peraturan perundang-
undangan;
(3) Filsafat pendidikan, yang membicarakan tentang hakikat pendidikan dan pengajaran,
fungsi pendidikan, peran orang tua, masyarakat dan negara dalam pendidikan, hakikat
proses pembelajaran budaya, dan sebagainya;
(4) Filsafat sejarah, yang secara khusus membicarakan tentang: makna sejarah, proses
historis, kaidah ilmu sejarah, subjektivitas dan objektivitas sejarah, fungsi sejarah, dan
sebagainya.
14

Dengan demikian, jelaslah bahwa ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran
manusia yang amat luas. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar, benar ada (nyata), baik
material konkrit maupuan nonmaterial abstrak (tidak terlihat). Dengan ungkapan lain, objek filsafat itu
tidak terbatas. Objek pemikiran filsafat berada dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan
kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya.

F. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT

Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan konsepsional Konsepsi


(rencana kerja) merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta
proses-proses satu demi satu. Karena itu, filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-
proses dalam hubungan yang umum. Di antara proses-proses yang dibicarakan ini ialah pemikiran itu
sendiri. Filsafat merupakan hasil menjadi - sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai
pemikir, dan menjadi - kritisnya manusia terhadap diri sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang
dipikirkannya.

Sebagai konsekuensinya, seorang filsuf tidak hanya membicarakan dunia yang ada di
sekitamya dan dunia yang ada di dalam dirinya, melainkan juga membicarakan perbuatan berpikir itu
sendiri. Ia tidak hanya ingin mengetahui hakekat kenyataan dan ukuran-ukuran untuk melakukan
verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan mengenai segala sesuatu, melainkan ia berusaha
menemukan kaidah-kaidah berpikir itu sendiri. Kapankah suatu pemikiran itu membawa kita kepada
kesimpulan yang sah, dan bagaimana caranya, serta mengapa membawa kita kepada kesimpulan
yang sah?

Saling hubungan antar jawaban-jawaban kefilsafatan. Kesukaran yang menyangkut


pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan pernikiran tentang proses pikiran, akan segera muncul
setelah seseorang berusaha menjawab salah satu di antaranya; sebab usaha untuk menjawab
pertanyaan yang satu bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Dalam usaha untuk
mengatakan apakah yang dinamakan kebenaran, orang harus berusaha menemukan apakah yang
dinamakan kenyataan. Untuk mengatakan apakah yang dinamakan kebajikan, orang terpaksa
berusaha mencari penyelesaian mengenai pertanyaan tentang kemerdekaan kehendak, yang mau
tidak mau, membawa kita pada pertanyaan tentang susunan dunia tempat kita hidup. Bagaimana
mungkin seseorang dikatakan mereka dan karenanya bersifat bajik jika dunia ini merupakan suatu
sistem yang serba tentu (deterministik), dan jika manusia tidak lebih daripada sesuatu yang tiada
berarti yang ditentukan oleh hukum-hukurn alam yang tetap dan berlaku tiada putus-putusnya?

a. Filsafat Bersifat Koheran


15

Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren, yang
konsepsional. Secara singkat, yang saya maksudkan dengan istilah 'koheren' ialah runtut. Bagan
konsepsional yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut. Jika orang
bertanya apakah arti 'runtut' ('consistent'), maka saya akan mencoba untuk menjawabnya dengan
pertama-tama memberikan batasan terhadap kebalikan runtut. Kebalikannya disebut 'tidak runtut'
('inconsistent') atau 'bertentangan' ('contradictory').

Kiranya baik bila saya berikan contoh dengan menyebutkan dua buah pernyataan.

1. Hujan turun.

2. Tidak benar bahwa hujan turun.

Setiap orang dapat dengan jelas memahami bahwa jika benar hujan turun, ` maka
ucapan "tidak benar bahwa hujan turun," tidak mungkin sama benarnya. Tetapi jika ungkapan 1
sesat, maka jelaslah bahwa ungkapan 2 tentu benar. Sebaliknya jika ungkapan 2 benar, maka
ungkapan I, tentu sesat; dan jika ungkapan 2 sesat, maka ungkapan 1 tentu benar.

Maka dapatlah kita mengatakan bahwa bila ada dua pernyataan berupa kalimat-kalimat berita
yang susunannya demikian rupa sehingga jika yang satu benar yang lain sesat, dan jika yang
satu sesat yang lain benar, maka dua pertanyaan tersebut dikatakan saling bertentangan (atau
tidak runtut).

Suatu perenungan kefilsafatan tidak boleh mengandung pernyataanpernyataan yang saling


bertentangan. Jika orang mulai menyukai perenungan kefilsafatan, maka ia mungkin akan bertanya,
"mengapa tidak boleh?" Jawabannya kiranya sudah dimengerti. Sebagaiman telah dikatakan, bahwa
filsafat berusaha memperoleh penyelesaian atau jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan agar dapat
dipaharni. Yang dinamakan penyelesaian ialah pernyataan yang terbukti benar, atau yang terbukti
kebenarannya daripada pernyataan-pemyataan yang lain, termasuk juga pernyataan yang
bertentangan dengan pernyataan di atas. Karena itu, tidaklah mungkin kita dapat mengatakan telah
memperoleh penyelesaian, jika kita mengatakan bahwa suatu pemyataan itu benar dan kemudian
mengatakan bahwa pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan di atas juga benar.

Dalam hal yang demikian ini, sebenamya tidak mungkin ada perenungan atau pembicaraan.
Karena tidaklah mungkin kita berbicara dengan seseorang yang tidak berpegang pada suatu
pernyataan tunggal, melainkan berubah-ubah ucapannya dengan atau tanpa bahan-bahan bukti, dan
dengan semau-maunya. Dalam keadaan semacam ini, tidak mungkin ada pembicaraan yang masuk
akal. Meskipun begitu, Sesungguhnya tidak selamanya jelas kapan suatu sistem bersifat tidak runtut.
Sebab ketidakruntutan mungkin tersembunyi di dalam pernyataan-pernyataan yang tidak tampak
demikian, namun implikasinya membawa kita kepada kontradiksi -kontradiksi.

Ambillah sebagai contoh dari filsafat agama. Dikatakan bahwa:


16

l. Tuhan maha baik dan tidak menginginkan keburukan.

2. Tuhan maha kuasa dan pencipta segala sesuatu yang ada.

Bila atas ungkapan-ungkapan ini diajukan bahwa kenyataan adanya keburukan agaknya
merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh ada, maka orang tentu akan bertanya, "bagaimanakah hal
ini dapat terjadi?" Atas ungkapan ke 2, yakni Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada, diajukan
anggapan bahwa ada keburukan. Sebagai konsekuensinya, berarti Tuhan menciptakan keburukan.
Tetapi karena Tuhan maha kuasa, maka apa yang diciptakan Tuhan tentu diciptakanNya karena la
ingin menciptakannya. Sudah tentu demikian halnya, sebab jika Tuhan menciptakan keburukan
meskipun ia tidak ingin melakukannya - berarti ia terpaksa berbuat berlawanan dengan kehendaknya.
Hal ini tidak mungkin karena Tuhan maha kuasa Dalarn hal ini terdapat kontradiksi

l. Tuhan tidak menginginkan keburukan.

2. Tuhan maha kuasa dan pencipta segala sesuatu yang ada.

Munculnya kontradiksi merupakan tanda yang pasti tentang kelemahan yang terkandunya di
dalam suatu sistem kefilsafatan. Karena itu, perenungan kefilsafatan berusaha untuk menghindari
kontradiksi-kontradiksi dan menyusun suatu sistem pengetahuan yang koheren.

b. Pemikiran Filsafat Yang Rasional


Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang bersifat
rasional. Yang saya maksudkan dengan 'bagan konsepsional yang bersifat rasional' ialah
bagan yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain. Jika saya
boleh memakai bahasa yang bebas, bagan tersebut ialah bagan yang berisi kesimpulan
yang 'diperoleh dari premis-premis', Uari bagan yang premis-premisnya ditetapkan dengan
baik. Ilmu ukur merupakan suatu contoh mengenai sistem yang rasional Ilmu ukur dimulai
dengan suatu perangkat definisi, aksioma dan dalil yang dianggap telah terbukti dengan
sendirinya, dan yang kebenarannya tidak dapat diragukan, setidak-tidaknya demikian
menurut hemat Euclides - dan berusaha untuk menyimpulkan semua pernyataan yang lain
sebagai teorema yang berasal dari kebenaran-kebenaran yang terbukti dengan sendirinya
tersebut, hanya dengan memakai logika. Juga filsafat merupakan suatu sistem yang
bagian-bagiannya saling berhubungan serupa itu.

Tetapi filsafat tidak mulai dari pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat
sebagaiman i(mu ukur Euclides. Di samping itu, filsafat biasanya tidak mengambil bentuk
seperti sistem yang dibuktikan secara ketat semacam itu. Filsafat berusaha untuk memulai
dari bahan-bahan yang ditetapkan 'secara baik, dan berusaha menarik kesimpulan dari
bahanbahan tersebut secara logis. Spinoza, seorang filsuf abad XVII yang sangat terkenal,
mencoba tidak hanya menetapkan sistemnya secara rasional, melainkan menyusunnya di
dalam bentuk sistem yang deduktif. Ia menulis buku yang berjudul Etika, Dibuktikan Secara
Ilmu Ukur (1677). Bila kita meneliti karya ini, akan terlihat bahwa Spinoza memulai dengan
suatu perangkat definisi, lalu ia mengajukan sejumlah aksioma-aksioma tersebut. Tetapi,
sistem kefilsafatan pada umumnya disusun dalam bentuk uraianuraian secara prosa yang
biasa, yang lebih mengikuti cara bekerja Aristoteles.
17

Konsekuensi dari apa yang saya katakan tadi ialah, tidak ada rangkaian ucapan
bijaksana atau perangkat aforisma yang merupakan suatu sistem kefilsafatan, kecuali bila
bagian-bagian dari rangkaian itu berhubungan satu dengan yang lain, tidak hanya karena
mengenai rnasalah yang sama, melainkan juga karena adanya hubungan yang logis. Dalam
bagian-bagian rangkaian tersebut, yang satu harus terkandung pada yang lain, atau
merupakan hasil penyimpulan yang berasal dari suatu perangkat pernyataan sejenis yang
mendahuluinya. Sudan barang tentu adanya hubungan yang logis belumlah cukup, karena
bagaimanapun juga keadaan berhubungan itu tetap harus ada Sebenarnya, suatu drama
yang baik dapat menuntut untuk dinamakan bagan yang berhubungan secara logis.

Di dalam filsafat, salah satu kesukaran yang muncul terdapat dalam usaha untuk
mengadakan uraian secara 'lebih geometrik', bahwa definisi yang diajukan justru perlu
memperoleh kritik. Spinoza memulai dengan suatu perangkat definisi, satu di antaranya
ialah definisi tentang substansi. Ia mendefinisikan substansi sebagai sesuatu yang terdapat
di dalam dirinya sendiri dan dimengerti melalui dirinya sendiri'. Kita boleh jadi menaruh
keberatan terhadap definisi ini, meminta penjelasan lebih lanjut tentang pengertian-
pengertian yang terkandung di dalamnya, dan mempertanyakan kesalahannya serta makna
yang diberikan. Tetapi salah satu di antara kelebihan-kelebihan yang utama dari segenap
sistem semacam ilmu ukur ialah bahwa sistem semacam ini mengutamakan kejelasan serta
kecermatan dalam penyusunan definisi.

Yang demikian ini pun merupaken tujuan perenungan kefilsafatan. Di dalam karya
Plato yang berjuduf Republik, Socrates mencari definisi yang jelas dan cermat tentang
keadilan yang sekiranya cocok dengan fakta-fakta yang dIketahuinya: Dalam arti tertentu,
filsafat memang tidak lain dari pada usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih
yang dilakukan secara terus menerus. Ditinjau dari sudut pandangan ini, filsafat mempunyai
sifat kritik yang luas biasa. Tetapi kemudian filsafat juga berusatta bersifaf konstruktif dan
beralih kepada usaha melakukan rekonstruksr terhadap alarn semesta secara spekulatif.

c. Filsafat Bersifat Komprehensif

Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk
dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri. Dikatakan bahwa itmu memberi penjelasan
tentang kenyataan empiris yang dialama; filsafat berusaha untuk rnemperoleh penjelasan
mengenai ilmu itu sendiri. Tetapi sesungguhnya filsafat meliputi lebih banyak hal lagi. Filsafat
berusaha rnemberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Menurut
sudut pandangan ini, filsafat mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan kebenaran ini
harus dinyatakan dalarn bentuk yang paling umum.

Suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu pun yang
berada di luar jangkauannya Jika tidak demikian, filsafat akan ditolak serta dikatakan berat
18

sebelah dan tidak memadai. Suatu sistem baru dapat dikatakan memadai jika memuat
penjelasan tentang sernua gejala Memang salah satu cara untuk mengecam suatu sistern
filsafat ialah dengan menunjukkan bahwa sistem tersebut melupakan sesuatu yang tidak
memperoleh tempat di dalamriya. Jika demikian, maka sistem semacam itu perlu diperluas atau
ditolak.

Contoh yang baik mengenai sistem kefilsafatan yang berusaha menjadi mernadai dan
menyeluruh ialah sistem yang dibuat oleh Descartes, filsuf Rerancis pada abad XVII, Descartes
merasa bahwa jika ia dapat menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan dan
kemudian dapat membuat deduksi kebenaran yang logis, maka ia dapat menerangkan dunia.
Tetapi Descrates sendiri menganggap perlu untuk menanyakan "apakah kebenaran itu?" agar
supaya dapat mengenal suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan bila ia mendapatinya.

d. Filsafat Memiliki Pemikiran Secara Sistematis

Kegiatan kefilsafatan ialah perenungan. Tetapi merenung bukanlah melamun, Skefilsafatan


ialah percobaan Untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional yang memadai.
Untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri.
Perenungan kefilsafatan dapat merupakan karya satu orang yang dikerjakannya sendiri, ketika
ia dengan pikirannya berusaha keras menemukan alasan dan penjelasan dengan cara
semacam bertanya kepada diri sendiri. Atau, perenungan itu dapat pula dilakukan oleh dua atau
lebih dari dalam suatu percakapan ketika mereka melakukan analisa, melakukan kritik dan
menghubungkan pikiran mereka secara timbal balik.

Biarpun sebagian besar sistem-sistem filsafat yang besar, misalnya sistem filsafat Aristoteles
yang hidup pada abad IV SM atau sistem Hegel (1770-1831), merupakan karya-karya perseorangan,
namun system-sistem tersebut menunjukkan adanya saling pertukaran yang ajeg dengan pikiran serta
kritik orang-orang lain. Sesungguhnya tidak ada filsafat yang disusun dari ketiadaan dan tanpa hal-hal
yang mendahuluinya yang telah dipelajarinya, dan oleh rekan-rekan semasa hidupnya yang
mengajukan kritik terhadapnya. Sejumlah karya kefilsafatan yang besar tertulis sebagai dialog, yakni
dalam bentuk percakapan di antara dua orang atau lebih, yang memiliki Penyelesaian-penyelesaian
yang berupa alternatif, dan yang dengan pembicaraan secara rasional berusaha memperoleh
kesimpulan yang memuaskan. Contoh-contoh karya semacam itu ialah dialog-dialog yang ditulis oleh
Plato, sang tokoh abadi (427-347 SM), dan lama kemudian, sejumlah karya filsuf Britania yang
termasyhur, Uskup Berkeley (1685-1753).

Perenungan filsafat ialah sejenis percakapan yang dilakukan dengan diri sendiri atau dengan
orang lain. Itulah sebabnya, mengapa seorang filsuf tampak selalu berhubungan dengan polemik, dan
tampak lebih menaruh perhatian kepada usaha merusak dan menentang dibandingkan dengan usaha
membangun. Dalam arti tertentu, perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai pertentangan di
antara alternatif-alternatif yang masing-masing berpegangan pada unsur atau segi yang penting, dan
kemudian mencoba untuk mengujinya pada pengalaman, kenyataan empirik, dan akal. Hal ini mudah
ditunjukkan dalam masalah filsafat pengetahuan.
19

Ada yang berpendirian bahwa pengetahuan diperoleh hanya melalui pengalaman, dan ada
yang berpendirian bahwa pengetahuan didapat hanya melalui akal. Yang terdahulu disebut 'pengikut
empiris', yang terakhir dinamakan 'pengikut rasionalisme'. Kedua pendirian ini dapat diuraikan secara
panjang lebar sarnpai salah satu di antaranya terbukti salah atau sampai tercapai suatu sinresa.
Soalnya ialah, uraian-uraian itu berusaha menyingkirkan kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang tidak
runtut, dengan maksud agar tercapai penyelesaian-penyelesaian yang lebih memadai.

Banyak filsuf sudah puas dengan sekedar mengerjakan karya-karya rintisan bagi orang lain.
Mereka sudah puas dengan menunjukkan kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang tidak runtut, dan
menyerahkan pekerjaan untuk menciptakan sistem-sistem, seperti Hegel, kepada orang lain.
Sebenarnya, memang lebih mudah untuk bersikap destruktif secara kritis, ketimbang bersikap
konstruktif secara koheren.

e. Filsafat Bersifat Koheren

Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren, yang
konsepsional. Secara singkat, yang saya maksudkan dengan istilah 'koheren' ialah runtut. Bagan
konsepsional yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut. Jika orang
bertanya apakah arti 'runtut' ('consistent'), maka saya akan mencoba untuk menjawabnya dengan
pertama-tama memberikan batasan terhadap kebalikan runtut. Kebalikannya disebut 'tidak runtut'
('inconsistent') atau 'bertentangan' ('contradictory').

Kiranya baik bila saya berikan contoh dengan menyebutkan dua buah pernyataan.

1. Hujan turun.

2. Tidak benar bahwa hujan turun.

Setiap orang dapat dengan jelas memahami bahwa jika benar hujan turun, maka ucapan "tidak
benar bahwa hujan turun," tidak mungkin sama benarnya. Tetapi jika ungkapan 1 sesat, maka jelaslah
bahwa ungkapan 2 tentu benar. Sebaliknya jika ungkapan 2 benar, maka ungkapan I , tentu sesat; dan
jika ungkapan 2 sesat, maka ungkapan 1 tentu benar.

Maka dapatlah kita mengatakan bahwa bila ada dua pernyataan berupa kalimat-kalimat berita
yang susunannya demikian rupa sehingga jika yang satu benar yang lain sesat, dan jika yang satu
sesat yang lain benar, maka dua pertanyaan tersebut dikatakan saling bertentangan (atau tidak runtut).

Suatu perenungan kefilsafatan tidak boleh mengandung pernyataanpernyataan yang saling


bertentangan. Jika orang mulai menyukai perenungan kefilsafatan, maka ia mungkin akan bertanya,
"mengapa tidak boleh?" Jawabannya kiranya sudah dimengerti. Sebagaiman telah dikatakan, bahwa
filsafat berusaha memperoleh penyelesaian atau jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan agar dapat
20

dipaharni. Yang dinamakan penyelesaian ialah pernyataan yang terbukti benar, atau yang terbukti
kebenarannya daripada pernyataan-pemyataan yang lain, termasuk juga pernyataan yang
bertentangan dengan pernyataan di atas. Karena itu, tidaklah mungkin kita dapat mengatakan telah
memperoleh penyelesaian, jika kita mengatakan bahwa suatu pemyataan itu benar dan kemudian
mengatakan bahwa pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan di atas juga benar.

Dalam hal yang demikian ini, sebenamya tidak mungkin ada perenungan atau pembicaraan.
Karena tidaklah mungkin kita berbicara dengan seseorang yang tidak berpegang pada suatu
pernyataan tunggal, melainkan berubah-ubah ucapannya dengan atau tanpa bahan-bahan bukti, dan
dengan semau-maunya. Dalam keadaan semacam ini, tidak mungkin ada pembicaraan yang masuk
akal.

Sesungguhnya tidak selamanya jelas kapan suatu sistem bersifat tidak runtut. Sebab ketidakruntutan
mungkin tersembunyi di dalam pernyataan-pernyataan yang tidak tampak demikian, namun
implikasinya membawa kita kepada kontradiksi -kontradiksi.

Ambillah sebagai contoh dari filsafat agama. Dikatakan bahwa:

l. Tuhan maha baik dan tidak menginginkan keburukan.

2. Tuhan maha kuasa dan pencipta segala sesuatu yang ada.

Bila atas ungkapan-ungkapan ini diajukan bahwa kenyataan adanya keburukan agaknya
merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh ada, maka orang tentu akan bertanya, "bagaimanakah hal
ini dapat terjadi?" Atas ungkapan ke 2, yakni Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada, diajukan
anggapan bahwa ada keburukan. Sebagai konsekuensinya, berarti Tuhan menciptakan keburukan.
Tetapi karena Tuhan maha kuasa, maka apa yang diciptakan Tuhan tentu diciptakanNya karena la
ingin menciptakannya. Sudah tentu demikian halnya, sebab jika Tuhan menciptakan keburukan
meskipun ia tidak ingin melakukannya - berarti ia terpaksa berbuat berlawanan dengan kehendaknya.

Hal ini tidak mungkin karena Tuhan maha kuasa dalarn hal ini terdapat kontradiksi

l. Tuhan tidak menginginkan keburukan.

2. Tuhan maha kuasa dan pencipta segala sesuatu yang ada.

Munculnya kontradiksi merupakan tanda yang pasti tentang kelemahan yang terkandunya di
dalam suatu sistem kefilsafatan. Karena itu, perenungan kefilsafatan berusaha untuk menghindari
kontradiksi-kontradiksi dan menyusun suatu sistem pengetahuan yang koheren.

f. Filsafat Memiliki Pandangan Yang Luas

Secara singkat, perenungan kefilsafatan berusaha memahami segenap kenyataan dengan jalan
menyusun suatu pandangan dunia (biasanya dipakai perkataan Jerman Weltanschal,ung) yang
memberikan keterangan tentang dunia dan sernua hal yang ada di di dalamnya. Seorang filsuf
lonia, Democritus (460-370 SM) memberikan kepada kita suatu pandangan dunia yang dikenal
sebagai 'atomisme'yang dewasa ini masih agak banyak yang menganutnya. Penyair Romawi,
Lucretius (9454 SM), menyatakan pandangan dunia ini di dalam syairnya yang bersifat
21

kefilsafatan yang berjudul Tentang Hakekat Segala Sesuatu. Lucretius mengatakan bahwa pada
mulanya hanya ada atom-atom yang bergerak melalui ruang. Semula atom-atom ini bergerak
dalam garis yang lurus, tetapi secara kebetulan salah satu di antaranya melayang keluar dari
garis dan berbenturan dengan atom yang lain yang pada gilirannya terlempar dari jalannya dan
berbenturan dengan atom-atom yang bergerak. Tetapi Lucretius meninggalkan suatu teka-teki
rahasia bagi pembacanya: bagaimana caranya dan rnengapa atom yang pertama itu melayang
ke luar dari jalannya?

Sistem Lucretius tersebut tidak memadai, karena tidak sepenuhnya menjelaskan tentang
prinsip penjelasan yang dipakainya Sebab, di dalam filsafat tidak boleh ada misteri! Dewasa ini
terdapat banyak pertentangan paham mengenai cara penggambaran modern tentang atomisme.
Apakah pandangan dunia yang bersifat ilmiah memadai untuk menerangkan semua gejala? Atau
apakah sesuatu pandangan dunia yang lain lebih baik?

Dalam perenungan kefilsafatan, kita berusaha untuk mencari dasar-dasar bagi kepercayaan-
kepercayaan kita. Dengan mengingat ciri-ciri perenungan kefilsafatan, mudahlah bagi kita untuk
memberikan definisi pertama tentang filsafat, berupa suatu definisi operasional. Filsafat merupakan
hasil perenungan kefilsafatan. Kita mungkin sudah siap untuk mengataan, "Tetapi, hal yang dikatakan
tentang perenungan kefilsafatan di atas dapat pula dikatakan sebagai pemikiran ilmiah. Bila dua hal
tersebut tidak sama, maka apakah perbedaannya?" Sudah tentu ada banyak perbedaan. Salah satu di
antaranya sering dinyatakan dengan nada mengejek saat kita menyebut-nyebut filsafat dan berkata,
"Di dalam ilmu (positif) tertentu, kita membicarakan fakta-fakta, tetapi filsafat mempermasalahkan hal-
hal yang bersifat umurn." Dalam arti tertentu, hal ini benar dan yang demikian ini tidak merugikan
filsafat

Perenungan kefilsafatan tidak berusaha menemukan fakta-fakta; filsafat menerimanya dari


mereka yang menemukannya. Tetapi filsafat selalu menunjuk fakta-fakta ini untuk menguji apakah
penjelasannya sudah memadai. Filsafat membicarakan fakta-fakta dengan dua cara:

1) Filsafat mengajukan kritik atas makna yang dikandung fakta-fakta;

2) Filsafat menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum dari fakta-fakta.

Seorang filsuf tidak pemah menerima suatu fakta'secara dangkal'. Bahkan seorang ilmuwan
yang baik tidak hanya berbicara mengenai fakta-fakta. Ia juga mempunyai pandangan dunia; dan
dalam hubungannya dengan pandangan dunianya itu ia memandang fakta-fakta yang dimilikinya.

Newton memahami dunia ini sebagai sebuah raksasa yang dapat diterangkan dengan
menggunakan hukum-hukum gerakan. Apakah yang demikin ini merupakan sesuatu yang diperolehnya
dari pengamatan? Sama sekali tidak. Ini merupakan pra-anggapannya yang bersifat metafisik, dan
seperti terjadi kemudian, bila mendasarkan pada perkembanganperkembangan modern, pra-anggapan
ini perlu ditinjau kembali secara mendasar.
22

Tetapi seorang filsuf baru masuk ke dalarn laboratoriumnya atau bahkan keluar memasuki
dunia setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Ia dapat rnenguji teorinya dengan fakta-fakta yang
diketahuinya; tetapi ia tidak beranggapan bahwa ia dapat mengatakan akan menjadi apakah faktafakta
itu, la mungkin membicarakan ciri-ciri pengenal yang mendasari fakta-fakta yang diketahuinya tersebut,
melakukan analisa terhadap metode-metode untuk rnemperoleh fakta-fakta tadi, dan bahkan
melakukan analisa terhadap pengertian-pengertian yang terpokok dari ilmu (positif).

Seorang ahli fisika mengatakan, "Kecepatan ialah jarak dibagi waktu", ia menggunakan
penggaris untuk mengukur jarak, dan lonceng untuk mengukur waktu. Seorang filsuf menanyakan,
"Apakah jarak itu? Apakah waktu itu? Apakah lonceng serta perabot-perabot ilmiah pengukur itu,
sernuanya dalam arti kata yang sebenarnya?", dan seterusnya. Dalam arti tertentu filsafat lebih bersifat
mendasar ketimbang sesuatu ilmu yang rnanapun juga. Tetapi dengan mengatakan demikian tidak
berarti merendahkan derajat ilmu atau mengurangi keagungannya. Filsafat berusaha menghubungkan
ilmu dengan segi-segi yang lain dari pengetahuan manusia. Bila kita telah meningkat lebih jauh dalam
mempelajari filsafat, maka akan tampak lebih banyak perbedaan yang terdapat antara filsafat dengan
ilmu (positif).

Jika anda masih juga mencari suatu definisi tentang filsafat sebelum mempelajarinya, maka
saya akan memberikan suatu catatan dan menuturkan sebuah cerita. Catatan tersebut, sebagaimana
telah saya katakan, ada dalam buku Republik ketika Socrates mencari sebuah definisi tentang
keadilan. Definisi yang dicarinya berhasil ditemukan setelah dilakukan banyak penyelidikan rnenyenai
keadaan-keadaan yang merupakan contoh keadilan. Sebuah definisi, yang bersifat memadai untuk
menerangkan sesuatu menjadi bermakna, seringkali ditemukan tidak pada permulaan, melainkan
hanya pada akhir suatu penyelidikan.

Sedangkan cerita yang saya tuturkan terjadi ketika saya belajar logika untuk pertama' kalinya.
Pada pertemuan kelas yang pertama, seorang guru besar mengatakan, "Tuan-tuan menginginkan agar
saya mengawali kuliah ini dengan memberikan definisi tentang logika. Sebenarnya suatu definisi
tentang logika hanya mungkin kita peroteh setelah kita menamatkan buku yang bersangkutan." Guru
besar tadi berhenti sejenak, memandang sekelilingnya dengan tersenyum, dan kemudian
menambahkan, "Tuan tuan, sesungguhnya kita tidak akan pernah menamatkan buku tersebut"

Setelah anda membaca buku ini dan melakukan sendiri perenungan kefilsafatan, maka anda
akan mendapat pengertian yang lebih baik tentang apakah yang dinamakan filsafat itu. Para filsuf
dewasa ini sesungguhnya masih berdebat tentang pertanyaan, "apakah filsafat itu?"

H. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI


1. Sebagian orang beranggapan bahwa filsafat adalah sesuatu hal yang tidak penting, bahkan
sesuatu hal yang tabu untuk diperbincangkan. Jelaskan

2. filsafat mengajak berpikir secara holistik dalam rangka mananggapi dan memecahkan
suatu masalah demi mewujudkan suatu sistem kehidupan manusia yang seimbang secara
23

ragawi dan rohani. Jelaskan

3. Berfilsafat adalah berpikir. Ini tidak berarti bahwa berpikir adalah berfilsafat. Jelaskan

4. Tidak ada seorang pun yang akan berhenti berpikir. Oleh karena alasan inilah, maka filsafat
memainkan peranan yang sangat krusial dalam proses pemikiran manusia, Jelaskan

5. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum
diketahui. Jelaskan

6. Semua pengetahuan dimulai dari spekulatif. Dari serangkaian spekulatif tersebut dapat
dipilih buah pikiran yang paling dapat diandalkan, yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan. Jelaskan

dalam filsafat pemikiran diawali dari keraguan, namun spekulasi tidak dilakukan secara
sembarang melainkan didasarkan pada pemikiran yang matang. Artinya, berpikir spekulatif
di sini bukan coba-coba tanpa dasar pemikiran. Dalam berpikir spekulatif, kita juga
memikirkan konsekuensinya.

7. ciri-ciri berpikir filsafat. Sebutkan serta Jelaskan

- Sistematis: berpikir dalam suatu keterikatan antara unsur-unsur yang ada sehingga
tersusun suatu pola pikir.

- Koheren: tidak terjadi suatu yang bertentangan antara unsur-unsur yang ada.

- Rasional: berdasar kaidah berpikir yang benar dan logis.

- Komprehensif: berpikir tentang sesuatu dari berbagai sudut pandang.

8. Filsafat memiliki daya tarik untuk di pelajari. Mengapa?. Jelaskan

Karena jika kita belajar filsafat maka kita akan diajarkan untuk berpikir secara lebih kritis
dan rasional.

9. "Hidup yang tak dipikirkan adalah hidup yang tak pantas dijalani" begitu kata Sokrates.
Jelaskan

Karena kita hidup di dunia ini kelas harus memiliki tujuan, dan kita perlu memikirkan segala
jenis cara agar tujuan hidup itu tercapai. Dan jika hidup kita tidak dipikirkan, maka sejatinya
kita bagaikan hidup tanpa tujuan.

10. Sebutkan serta jelaskan faktor-faktor yang mendorong berkembangnya Filsafat.

- Manusia merupakan Makhluk yang Berakal Budi:

Dengan akal budinya, manusia mampu bersuara, berpikir secara absrak dan konseptual,
dan manusia mempunyai sifat selalu ingin tahu.

- Manusia Memiliki Rasa Kagum pada Alam Semesta dan Isinya:

Rasa kagum manusia mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta
serta asal-usulnya.
24

- Manusia Senantiasa Menghadapi Masalah:

Masalah mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang
menghasilkan temuan yang sangat berharga.

11. Ruang lingkup kajian filsafat sangatlah luas, karena filsafat mengkaji tentang hakikat segala
sesuatu'. Hal ini lantaran filsafat merupakan Induk segala ilmu pengetahuan'. Jelaskan

12. Jelaskan mengapa Filsafat bersifat Pemikiran Filsafat Koheran

13 Jelaskan mengapa Filsafat bersifat Pemikiran Filsafat Rasional

14 Jelaskan mengapa Filsafat bersifat Pemikiran Filsafat Komprehensif

15 Jelaskan mengapa Filsafat bersifat Pemikiran Filsafat Sistematis


25

Anda mungkin juga menyukai