Anda di halaman 1dari 17

https://afidburhanuddin.wordpress.

com/2014/05/17/pengertian-dan-objek-kajian-filsafat-ilmu/

Pengertian, dan Objek Kajian Filsafat Ilmu


17/05/2014 Afid Burhanuddin Tinggalkan komentar

Dalam kehidupan sehari – hari kita mungkin sering mendengar kata filsafat. Lalu apakah kita
sudah mengetahui pengertian dari filsafat tersebut? Banyak juga orang yang belum mengetahui
makna sesungguhnya dari filsafat padahal filsafat adalah ilmu yang penting karena filsafat adalah
induk dari segala ilmu pengetahuan. Selain itu banyak pula yang belum mengetahui ruang
lingkup dari filsafat. Sesungguhnya ruang lingkup filsafat saling berhubungan dengan pengertian
filsafat itu sendiri.

Maka dari itulah kami menyusun makalah ini untuk memberi penjelasan sedikit tentang
Pengertian Filsafat serta Ruang Lingkup Filsafat. Selain itu, makalah ini juga ditujukan sebagai
tugas mata kuliah Filsafat Umum.

Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata filosofein yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Kata tesebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal
dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang bererti cinta dan Sophia yang
berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan
sebagai “cinta kearifan“.

Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat sebab
pengertian “mencintai” belum memperhatikan keaktifan seorang filosof untuk memeperoleh
kearifan dan kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timu (Tiongkok dan
India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan.
Sedangkan menurut pengertian lazim di Barat, kata “mencintai” tidak perlu mendapat
kebijkasanaan karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian
yang berbeda dengan pengertisn di Timur. Dengan menyebut filsafat sebagai “cinta akan
kebijaksanaan”, maka timbullah pertanyaan : apakah kebijaksanaan yang dikejar itu? Yang jelas
kebijaksanaan itu ada sangkut pautnya dengan mengerti (know) dengan pengetahuan
(knowledge). Akan tetapi tidak setiap “mengerti” itu kebijaksanaan atau bahkan filsafat. Yang
pasti bahwa kebijaksanaan dan filsafat itu suatu bentuk tertentu, boleh dikatakan merupakan
pengetahuan dalam bentuknya yang tertinggi.

Refleksi manusia terhadap realitas mungkin berawal dari ketakjuban atau keheranan,
ketidakpuasan, keraguan atau kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan (ketidakberdayaan).
Hal – hal itu kemudian diteruskan menjadi sebuah pertanyaan, dan pertanyaan dicoba jawab
secara sistematis, logis dan mendasar. Dari sinilah asal mula filsafat itu lahir.

Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: pertama, dilihat dari segi hasil pengetahuan.
Kedua, filasafat dilihat dari segi aktifitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filasfat
adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada.

Jadi, kalau kita berbicara tentang filsafat mungkin berbicara tentang jenis pengetahuan yang
disebut filsafat atau mungkin aktifitas budi manusia dalam mencari keterangan yang terdalam
tentang segala sesuatu yang ada.

Ada beberapa definisi yang telah diberika oleh pemikir atau filossof:

 Plato (427 SM – 348 SM) “filasafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran asli”.
 Aristoteles (382 SM – 322 SM) “ filasfat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandugn didalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika”.
 Al Farabi (870 M – 950 M) “ filasfat adalah ilmu pengetahuan tentang alam bagaimana
hakekatnya sebearnya”.
 Descartes (1590 M – 1650 M) “filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di aman Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan”.
 Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang menckup di dalamnya beberapa persoalan:

1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika)


2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama)
4. Apakah yang dimanakan manusia? (Jawabnya : Atropologi)

 Harun Nasution : “Filasafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat
tradisi,agama atau dogma) dan dengan sedalam–dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar
(akar) persoalan”.
 Al – Kindi : “Dikalangan kaum kalangan orang muslim orang yang pertama memberikan
pengertian filasafat dan lapangnya adalah Al – Kindi, ia membagi filsafat menjadi 3 bagian:

1. Thabiiyyat (ilmu fisika) sebagai sesuatu yang berbenda.


2. Al–ilm al – rriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik )
berhubungan dengan tapi punya wujud sendiri.
3. Al – ar – rububiyyah (ilmu ketuhanan)

 Ibnu Sina : pembagian ilmu filfasat bagi Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian yang sebelumnya, filasafat teori dari filasafat praktis. Filsafat ketuhanan menurut
Ibnu Sina adalah:

Ilmu tentang turunnya wahyu dan makhluk – makhluk rohani yang membawa wahyu itu, dengan
demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan dari sesuatu yang bersifat rohani kepada
sesuatu yang dapat dilihat dan didengar. Ilmu akhirat antar ilmu antara lain memperkenalkan
kepada kita bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya akan tetapi rohnya, maka roh
yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.

 I.R Poedjaeijatna : “filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam – dalamnya bagi
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada”.
 W.M Bakker SY: “ filsafat adalah refleksi rasional atas keseluruhan keadaan untuk mencapai
hakekat dan memperoleh hikmah.
 Hasbullah Bakry : “ ilmu filsafar adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai manusia dan bagaimana sikap
manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu”.

Dari definisi – definisi itu, maka dapat ditarik kesinpulan bahwa:

Deifinisi itu pada umumnya mengandung pengertian yang subjektif, yaitu papa yang kita artikan
sendiri lepas dari pengertian orang lain, jadi masing – masing orang bisa mempunyai pengertian
sendiri tentang filsafat.

Pengertian yang operasional, yaitu pengertian – pengertian tentang perbuatan – perbuatan yang
dijalankan dengan berfilsafat. Sebab kalau kita berfilsafat mungkin ada masalah – masalah yang
menarik seseorang tetapi tidak menarik (intres) pada orang lain. Masalah ini menyebabkan
keragu – raguan, dan keraguan ini harus dijawab dengan studi yang khusus, studi ini disebut
filsafat.

Pengertian objektif yaitu pengertian yang berlaku dan diterima oleh umum dimana saja san oleh
siapa saja.

Meskipun para ahli pikir iut berbeda pendapat tentang definisi filsafat, anmun bila piperhatikan
terdapat titik – titik persamaannya, yaitu :

 Bahwa filsafat adalah suatu bentuk “mengerti”


 Semua mengakui bahwa filasafat termasuk “ilmu pengetahuan”

Ilmu pengetahuan yang manakah? Ilmu pengetahuan yang mengatasi lain – lain ilmu. Mengatasi
dalam arti lebih mendalam, universal, lebih sesuai dengan kodrat manusia.

Filsafat Sebagai Ilmu

Dikataka filsafat sebagai ilmu karena didalam pengertisn filasaft mengandung empat pertanyaan
ilmiah, bagaimana, mengapa, kemana, dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat – sifat yang dpaat ditangkap atau tmapak oleh indra.
Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).

Pertanyaan mengapa menayakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).

Pertanyaan kemana menanyakan apa yang terjadi di asa lampau, masa sekarang dan masa yang
akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan ,yaitu : pertama, pengetahuan
yang timbul dari hal – hal ayng selalu berulang – ulang (kebaisaan) yang nantinya pengetahuan
terdebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang
akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak dipermasahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai
atua tidak. Pedoma yang swlalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari
pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya,
pengetahuan yang diperoleh dari ajawaban kemana adalah pengetahuan yang bersifat normatif.

Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini
sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengartu
oleh a kal. Ajawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita dapat mengatahui hal – hal
yang bersifat sangat umum, universal, abstrak.

Dengan demikian, kalau ilmu – ilmu yang lain (salain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu,
sedang ilmu filsafat bergerak dari yang tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat.

Untuk mencari/memperoleh pengetahuan hakikat harusnya dilakukan dengan abstraksi, yaitu


suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat – sifat yang secara kebetulan (sifat –
sifat yang tidak harus ada), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak)
yaitu substansia, maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.

Filsafat Sebagai Cara Berpikir

Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yand sangat mendalam sampai hakikat
atau berpikir secara global/menyeluruh atau berpikir yang dilihat sari berbagai sudut pandang
pemikiran atau sudut pandang pengetahuan. Berpikir yang dwmikian ini sebagai upaya untuk
dapat berpikir secara cepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Harus Sistematis

Pemikiran yang sistematis ini dapat diartikan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang
rasional. Sistematis adalah masing – masing unsure saling berkaitan satu sama lain secara teratur
dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipegaruhi oleh keadaan
dirinya, lingkungan,zamannya, pendidikan dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.

1. Harus Konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat
pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk
tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari “konsepsinal” tersebut sebagai upaya
untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya
berpikir tentang hal dan prosesnya.

1. Harus Koheren

Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang
bertentangan satusama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat sesuatu kebenaran logis.
Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya memuat kebenaran logis, uraian terebut
dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren.

1. Harus Rsional

Maksud rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat
harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai
kaidah/tata cara.tata cara berpikir.

1. Harus Sinoptik

Sipnotik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam
kebersamaan secara integral.

1. Harus Mengarah pada Pandangan Dunia

Maksudnya adalah [emikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan
dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan
tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).

Filsafat Sebagai Pandangan Hidup

Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat
kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini
berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai
dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa
dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai
sumber penjelmaan bermacam – macam filsafat sebagai berikut :

1) Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.

2) Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika).


3) Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan
filsafat antropologi.

4) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat


ketuhanan.

5) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.

6) Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika).

7) Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan
filsafat tingkah laku (etika).

8) Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.

9) Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi)

10) Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara.

11) Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat
agama.

Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup yang
dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga
dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.
Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara
tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total.

1. Objek dan Ruang Lingkup Filsafat

Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek
materi dan objek formal. Dalam kaitan ini, Louis O. Kattsoff menulis bahwa : “Lapangan kerja
filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu
apa saja yang ingin diketahui manusia”.

Sedangkan, A.C.Ewing mengatakan : “pertanyaan – pertanyaan pokok filsafat adalah Truth


(kenenaran), Matter (materi), Mind (budi), the Rlation of Matter and Mind (hubungan materi dan
budi), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab), Freedom (kemerdekaan), Monism
versus Pluralism (monisme melawan pluralisme) dan God (Tuhan).

Sementara M.J. Langeveld menyatakan : “Bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada pemikiran
keseluruhan segala sesuatu (sarwa) yang ada secara radikal dan menuru sistem.”

Objek Materi dan Objek Formal ilsafat :


Objek Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang didelidiki (hal yang dijadikan sasaran
penyelidikan). Atau segala sesuatu yang ada. “ada” di sini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada
dalam kenyataan, pikiran dan kemungkinan.

Pengertian lain adalah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala ssuatu yang
dimasalahkan oleh atau dalam filsafat, terdapat tiga persoalan pokok :

1. Hkikat Tuhan
2. Hakikat Alam
3. Hakikat Manusia

Objek Formal Filsafat yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut
dipandang. Objek Formal filsafat adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh di sini berarti
bahwa filsafat dalam memandangnya dapat mencapai hakikat (mendalam), atau tidak ada
satupun yang ebrada di luar jangkauan pembahasan filsafat.

Objek formalnya adalah metode untuk memahami objek materil tersebut, seperti pendekatan
induktif dan deduktif. Pengertian lain menyebutkan bahwa Objek Formal Filsafat adalah usaha
mencari keterangan secara radikal (sedalam – dalam sampai ke akar – akarnya) tentang objek
materi filsafat.

Menurut Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah ada dan mungkin ada. Objek materi
tersebut sama dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Objek material filsafat adalah segala
yang ada, baik mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Yang tampak adalh
empriris sedangkan yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek
material filsafat menjadi tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam
pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan
yang lainnya adalah objek formalnya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan berdasarkan
pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang
sedalam – dalamnya, inilah objek formal filsafat.

Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa ilmu filsafat pada prinsipnya memiliki 2 objek
substansif dan 2 objek instrumentatif, yaitu :

1. Objek Substantif yang terdiri dari 2 hal

a) Kenyataan

Fakta (kenyataan) yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta ini ada
beberapa aliran filsafat yang memberikan pengertian yang berbeda – beda, diantaranya yaitu
positivme (hanya mengakui pengayatan yang empirik dan sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila
ada korespondensi antara sensual satu dengan yang lainnya. Data empiriksensual tersebut harus
objektif tidak boleh masuk subjektifitas peneliti. Fakta itu yang faktual ada phenomenologi.
Fakta buka sekedar data empirik sensual tetapi data yang sudah dimaknai sehingga ada
subjektifitas peneliti tetapi, subjektifitas peneliti disini tidak berarti sesuai selera
peneliti.subjektif dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis data sampai
kesimpulan.data selektifnya disa berupa ide moral dan lain-lain.orang yang mengamati terkait
langsung pada konsep-konsep yang dimiliki.

b) Kebenaran

Positivisme, benar substantif yang menjadi identik dengan benar sesuai dengan empiri sensual.
Kebenaran positivistik didasarkan pada ditemukan frekwensi tinggi atau fariansi yang besar.
Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondwnsi antara fakta yang satu dengan
fakta yang phenominology. Kebenaran dibuktikan berdasarkan pada oenemuan yang esensial
yang dipilih dari non esensial atau esksemplar dan sesuai dengan skema tertentu. Secara dikenal
2 teori kebenaran, yaitu kebenaran korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Bagi
phenominology fenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji kebenarannya dengan yang
dipercaya. Realisme methafisik ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu koheren dengan
kebenaran objektif universal. Realisme sesuatu yang benar apabila didukung teori dan ada
faktanya. Realisme baru menutut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan
adanya empiri terkonstruk pula. Islam sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual yang
koheren dengan kebenaran transeden berupa wahyu. Pregamatisme mengakui kebenaran apabila
faktual berfungsi. Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael
Williams ada 5 teori kebenaran yaitu:

– Kebenaran Preposisi yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran preposisinya baik
preposisi formal maupun preposisi materialnya.

– Kebenaran Koherensi atau Konsistensi yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suau pernyataan denag pernyataan-pernyataan yang lainnya
yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.

– Kebenaran Performatif yaitu teori kenbenran yang mengakui bahwa sesuati itu dianggap benar
apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.-Kebenaran Praqmatik yaitu toeri kebenaran yang
mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktif. Dengan kata lain
sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan
manfaat.

2. Obyek Instrumentatif yang terdiri dari dua hal:

a. Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut
denga menggunakan landasan : asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar.
Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmasi probabilistik dengsn mengggunakan
metode induktif, deduktif, reflektif.
Pemaknaan juga dapat ditmpilkan sebagai konfirmasi probabilistik dengan menggunakan metode
induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian apriori dan aposteriori. Untuk
memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran perdiksi para ahli mendasarkan pada dua
aspek : (1) Aspek Kuantitatif (2) Aspek Kualitatif. Dalam hal konfirmasi.sampai saat ini dikenal
ada tiga teori konfirmasi, yaitu:

 Decision Theory: menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis
dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
 Estimation Thory: menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar atau salah dengan
menggunakan konsep probabilitas.
 Reliability Analysis: menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang
mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hepotesis.

1. Logika inferensi

Study logika adalah study tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya liogika dibangun oleh
Aristoteles (384-322 SM) dengan menegetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu:
Prinsipium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah) dan
Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logoka ini sering juga disebut dengan logika
inferensi karena konstribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan
menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut
dengan logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan
mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam
pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filusuf. Para filosof terlatih dalam metode
ilmiah dan sering pula menyntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu.

3. Ruang Lingkup Filsafat

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek foramal.
Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia yang
menjurus pada ilmu kedokteran.
BAB

PENUTUP

Kesimpulan

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal
dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang
berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan
sebagai “cinta kearifan”.

Ada beberapa definisi yang telah diberikan oleh pemikir atau filosof :

 Plato (427 SM – 348 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli.”
 Aristoteles (382 SM – 322 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika.”
 Al Farabi (870 M – 950 M) “Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana
hakekatnya yang sebenarnya.”
 Descartes (1590 M – 1650 M) “Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.”
 Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup di dalamnya beberapa persoalan:

1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika)


2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabnya : Antropologi)

 Harun Nasution : “Filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat
tradisi, agama atau dogma) dan dengan sedalam – dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar
(akar) persoalan.”

Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek
materi dan objek formal.

1. Objek Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran
penyelidikan).
2. Objek Formal Filsafat, yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut
dipandang.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. “Filsafat Umum”. Jakarta: Rajawali Press. 2010

Tim Penyusun MKD. “Pengantar Filsafat”. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press. 2012

Suhar. “Filsafat Umum”. Jakarta : GP Press. 2010

_____________

Disusun Oleh:

NAMA: ATIK FAJARWATI

NIM: 12.88203.011/PBI A
http://arifwiyat-pascasarjana.blogspot.co.id/2013/09/blog-post.html

OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU

A. FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu menurut Waryani Fajar Riyanto (2011 :141) merupakan telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistimologis
maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :

 Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?
(Landasan ontologis)
 Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah
kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang
membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)

 Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis).

Senada dengan pendapat di atas, Jujun S. Suriasumantri (2009 : 33) mengemukakan bahwa
filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu.

Menurut Surajiyo (2007:66), filsafat ilmu dimulai dengan aliran rasionalisme, emprisme
kemudian kritisisme. Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan
melalui pembuktian, logika, analisis yang berdasarkan fakta. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung
tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran.

Sedangkan menurut The Liang Gie (2012 : 61) filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dari segala segi dari kehidupan manusia. Landasan dari ilmu mencakup :

o konsep-konsep pangkal
o anggapan-anggapan dasar
o asas-asas permulaan
o struktur-struktur teoritis
o ukuran-ukuran kebenaran ilmiah
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu
dimulai dengan aliran rasionalisme, emprisme kemudian kritisisme. Rasionalisme adalah paham yang
menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang
berdasarkan fakta. Kritisisme merupakan filsafat yang terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan
batas-batas rasio sebelum melakukan pencarian kebenaran.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat Ilmu merupakan suatu bidang
studi filsafat yang obyek materinya berupa ilmu pengetahuan dalam berbagai jenis dan
perwujudannya. Jadi meliputi semua lingkup ilmu pengetahuan.

Secara spesifik substansi filsafat ilmu menurut Waryani Fajar Riyanto (2011 :147-151) terdiri dari
empat bagian, yaitu

1. fakta atau kenyataan


2. kebenaran
3. konfirmasi
4. logika inferensi
Pendapat tersebut juga didukung oleh pernyataan dari Noeng Muhadjir (2011: 9-20) bahwa
telaah substansi dari filsafat ilmu terdiri dari empat hal diantaranya :
1. Fakta
2. Kebenaran
3. konfirmasi
4. Logika inferensi yaitu alat berpikir untuk membuat prediksi ilmiah atau ramalan ilmiah kejadian yang
akan dating dengan menggunakan system rasional tertentu.
Sedangkan fungsi filsafat ilmu menurut Waryani Fajar Riyanto (2011 : 146) antara lain :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat yang
lain.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri,
seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan, makna adanya filsafat ilmu
adalah sebagai alat untuk menemukan kebenaran, memberikan pandangan hidup, dan
mengembangkan ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga berdaya guna dalam kehidupan
manusia

B. OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU

Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangana penyelidikan atau
lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan sistem
tertentu. Adanya objek menjadikan setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Objek filsafat ilmu menurut Surajiyo (2007: 5), objek adalah sesuatu yang merupakan bahan
dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Menurut Noeng Muhadjir (2011: 9) objek studi
filsafat ilmu dibagi menjadi dua :

1. Objek material
Objek material filsafat ilmu overlap dengan semua ilmu, yaitu membahas fakta dan kebenaran semua
disiplin ilmu, serta konfirmasi dan logika yang digunakan semua disiplin ilmu. Sedangkan menurut
Arif Rohman, Rukiyati dan L. Andriani (2011 : 22) objek material suatu bahan yang berupa benda,
barang, keadaan atau hal yang dikaji. Menurut Surajiyo (2007: 5), objek material adalah suatu bahan
yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal
yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja,
baik hal-hal kongkret ataupun hal yang abstrak. Menurut Waryani Fajar Riyanto (2011 :20), objek
materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran, atau penelitian keilmuan. Ia bisa
berupa apa saja baik apakah benda-benda material atau benda-benda non material. Ia tidak terbatas
pada apakah hanya di dalam kenyataan kongret seperti manusia ataupun alam semetesta ataukah
hanya di dalam realitas abstrak seperti Tuhan atau sesuatu yang bersifat ilahiah lainnya.
2. Objek formal
Objek formal filsafat ilmu adalah telaah filsafat tentang fakta dan kebenaran, serta telaah filsafati
tentang konfirmasi dan logika. Fakta dan kebenaran menjadi objek formil substantif, sedangkan
konfirmasi dan logika menjadi objek formil instrumentatif dalam studi filsafat ilmu. Sedangkan
menurut Arif Rohman, Rukiyati dan L. Andriani (2011 : 22) objek formal adalah sosok objek material
yang dilihat dan didekati dengan sudut pandang dan perspektif tertentu atau dalam istilah lain
kemampuan berpikir manusia dalam memperoleh pengetahuan yang benar. Sementara objek formal
menurut Waryani Fajar Riyanto (2011 :20) adalah cara pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu
yang dimiliki serta yang menentukan satu macam ilmu. Menurut Surajiyo (2007: 7), objek formal
filsafat ilmu adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot. Dalam pandangan The Liang Gie
(2010: 139), obyek formal adalah pusat perhatian dalam penelaah ilmuwan terhadap fenomena itu.
Penggabungan antara obyek material dan obyek formal sehingga merupakan pokok soal tertentu
yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang
bersangkutan.

C. PERBEDAAN OBJEK MATERIAL DAN OBJEK FORMAL FILSAFAT ILMU


Dari penjelasan di atas, dapat dijelaskan bahwa ada perbedaan antara objek material dan objek
formal filsafat ilmu, antara lain:
 Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang
mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat
ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik
yang nyata maupun yang abstrak.
 Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita)
sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Objek
material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal
ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat
ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material
itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of
everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan
pengetahuan, karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.

D. KESIMPULAN
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia. Filsafat ilmu dimulai dengan aliran rasionalisme, emprisme kemudian kritisisme.
Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian,
logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Kritisisme merupakan filsafat yang terlebih dahulu
menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio sebelum melakukan pencarian kebenaran.

Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Objek filsafat ilmu dibagi menjadi dua, yaitu: objek material dan objek formal. objek
material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara
sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya
secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat.
Sedangkan, objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan yang mencakup tentang
apakah yang ingin manusia ketahui, bagaimanakah cara manusia memperoleh pengetahuan, dan
apakah nilai pengetahuan tersebut bagi manusia itu sendiri.

Berdasar pada uraian-uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa Filsafat Ilmu hadir
dengan memikul tanggung jawab yang berat, karena di samping menetralisir temuan-temuan ilmu
pengetahuan, juga memikirkan bagaimana ilmu pengetahuan berdaya guna dalam kehidupan
manusia.
Daftar Pustaka

Arif Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani. 2011. Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

Jujun S. Suriasumantri. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Noeng Muhadjir. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarasin

The Liang Gie. 2012. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta : Libert

Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Waryani Fajar Riyanto. 2011. Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi. Yogyakarta: Integrasi Interrkoneksi Press

Anda mungkin juga menyukai