TESIS
Disusun oleh:
SIERA FERRI PUTRI
NIM. 201920530211020
0
1
2
3
KATA PENGANTAR
4
ABSTRAK
Kata kunci: Berpikir kreatif, literasi numerasi, pemecahan masalah, gaya kognitif
5
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ………………………………………………………... 6
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………... 10
1. Pemecahan Masalah ………………………………………………. 10
2. Literasi Numerasi …………………………………………………. 12
3. Proses Berpikir Kreatif ……………………………………………. 13
4. Gaya Kognitif ……………………………………………………... 15
METODE PENELITIAN ………………………………………………… 16
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian……………………….. 16
2. Subjek Penelitian ………………………………………………….. 16
3. Data dan Sumber Data …………………………………………… 16
4. Instrumen Penelitian ……………………………………………… 17
5. Kredibilitas Data…………………………………………………... 17
6. Teknik Analisis Data ……………………………………………… 18
7. Prosedur Penelitian………………………………………………... 18
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………………... 19
Hasil Penelitian …………………………………………………………… 19
a. Proses Berpikir Kreatif ……………………………………………. 19
b. Proses Literasi Numerasi …………………………………………. 27
Pembahasan ……………………………………………………………….. 33
Kesimpulan………………………………………………………………… 35
Saran………………………………………………………………………... 35
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 36
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR GAMBAR
8
A. Pendahuluan
Keterampilan literasi numerasi dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan,
baik di rumah maupun dimasyarakat. Literasi numerasi adalah kemampuan,
kepercayaan diri dan kesediaan untuk terlibat dengan informasi kuantitatif atau
spasial untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dalam semua aspek
kehidupan sehari-hari (Mahmud & Pratiwi, 2019). Kemampuan literasi numerasi
dapat diartikan sebagai kemampuan penting untuk menunjang kemampuan
matematika dalam menafsirkan serta menerapkan dan merumuskan berbagai konteks
matematika , menggunakan konsep dan pemahaman penalaran dengan amatis, serta
melaksanakan strategi, pemahaman dan fakta dalam merumuskan
situasi(Cahyanovianty & Wahidin, 2021).
Pemahamanmenggunakan angka, data maupun simbol matematika
berhubungan dengan literasi numerasi, kecakapan ini dapat dimanfaatkan untuk
membantu menyelesaikan persamaan hidup manusia(Pangesti, 2018). Literasi
numerasi membutuhkan pemahaman konsep matematis yang lebih karena konsep
tersebut akan diaplikasikan pada permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengelola
konsep tersebut dengan benar (Badi’ah et al., 2020). Pengajaran matematika
disekolah bertujuan untuk membekali siswa dengan literasi matematika dan
kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan pengetahuan matematika dalam
situasi kehidupan nyata yang terjadi diluar sekolah(Sumirattana et al., 2017).
Pentingnya literasi numerasi sebagai alat utama bagi seseorang untuk menjalani
kehidupan sehari-hari menjadi prioritas utama untuk terus dikembangkan. Tidak
dapat disangkal bahwa dalam masyarakat saat ini kemampuan untuk menangani
angka dan menafsirkan informasi kuantitatif menjadi komponen penting dari literasi
selain berbicara, menulis dan membaca (Umbara & Suryadi, 2019).
Capaian siswa-siswi Indonesia dalam bidang literasi numerasi metematika
masih verada pada peringkat yang rendah(Edimuslim et al., 2019). Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Akbar et al., (2015), menunjukkan bahwa kemampuan
literasi numerasi matematika siswa masih rendah(Akbar et al., 2015). Literasi
9
numerasi matematika mengarah pada penguasaan pemecahan masalah yang
membutuhkan penalaran dan harus mampu menggunakan logika dalam setiap
pengambilan keputusan(Kurniawati et al., 2020). Rendahnya kemampuan literasi
numersi siswa tidak terlepas dari faktor penyebabnya yaitu rendahnya pemahaman
peserta didik dalam konsep matematika yang dipelajari dan kurang tepat dalam
representasi numerik. Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menggunakan
istilah matematika juga mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah berkaitan
dengan konsep tersebut(Utaminingsih & Subanji, 2021). Literasi numerasi berkaitan
erat dengan pemecahan masalah matematika, tanpa adanya pemecahan masalah
manfaat pembelajaran matematika menjadi terbatas (Pangesti, 2018).
Pemecahan masalah merupakan suatu proses berpikir yang dimana siswa
dapat mengkombinasikan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya untuk bisa
menyelesaikan masalah baru. Dalam belajar, melibatkan proses mental yang terjadi
pada otak siswa, dimana siswa mencerna informasi yang difahami lalu
menyimpannya pada memori (Alifah & Aripin, 2018). Saat siswa dihadapkan dengan
soal yang membutuhkan analisis, seperti soal cerita, siswa tidak terbiasa untuk
menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal sebelum
menyelesaikannya, sehingga siswa sering salah dalam dalam menafsirkan maksud
dari soal tersebut. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah suatu
masalah kontekstual ke dalam kalimat matematika, sehingga dapat dikatakan bahwa
kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan matematika secara tertulis
dari permasalahan kontekstual (soal cerita) masih rendah(Rohmani et al., 2020). Pada
kurikulum matematika, pemecahan masalah merupakan hal yang dianggap
penting(Armaidi et al., 2020). Dalam memecahkan masalah matematika, setiap orang
memiliki cara dan gaya berpikir kreatif yang berbeda-beda karena tidak semua orang
memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sama(Sili & Argarini, 2018).
Proses berpikir kreatif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
kepekaan terhadap suatu masalah, mempertimbangkan informasi-informasi baru
kemudian dikembangkan secara luas(Siswanto & Ratiningsih, 2020). Guru biasanya
10
hanya memberikan soal yang bersifat rutin yang penyelesaiannya hanya menuntut
siswa untuk berpikir secara konvergen, sehingga siswa masih kesulitan dalam
berpikir kreatif, dan guru sering mengabaikan pemberian soal yan bersifat nonrutin
yang penyelesaian lebih kompleks dari soal rutin sehingga strategi untuk
memecahkan masalah mungkin tidak bisa muncul secara langsung dan membutuhkan
kemampuan berpikir kreatif(Sari, 2016). Hasil penelitian Meika dan Sujana
menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih tergolong
rendah(Meika & Sujana, 2017). Kemampuan berpikir kreatif ini sangat diperlukan
siswa dalam memecahkan suatu permasalahan matematika(Mahmudi & Saputro,
2018). Berpikir kreatif berhubungan dengan pemecahan masalah karena dalam
menyelesaikan suatu masalah diperlukan kemampuan-kemampuan seperti
kemampuan berpikir divergen, kemampuan memunculkan dan menerapkan gagasan-
gagasan baru, dan kemampuan untuk mengkombinasikan gagasan(Meika & Sujana,
2017). Ketika siswa berpikir kreatif untuk memecahkan masalah, maka siswa
memerlukan strategi yang digunakan terutama dalam keterampilan berpikir,
cenderung dipengaruhi oleh gaya kognitif siswa(Wulandari, 2017).
Gaya kognitif merupakan potensi apabila dimanfaatkan dalam upaya
peningkatan keefektifan proses belajar mengajar. Siswa akan mencapai hasil yang
optimal apabila belajar sesuai dengan gaya belajar siswa. Salah satu jenis gaya
kognitif membagi manusia atas dua bagian, yakni Field Dependent (FD) dan Field
Independent (FI)(Siahaan et al., 2019). Gaya kognitif siswa juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kemampuan literasi matematika karena struktur kognitif siswa dalam
menafsirkan matematika dalam berbagai permasalahan dan konteks dalam kehidupan
akan berbeda-beda tergantung lingkungan yang dialami masing-masing (Pratiwi et
al., 2019). Gaya kognitif menempati posisi penting dalam proses pembelajaran.
Sebagai salah satu variabel pembelajaran, gaya kognitif mencerminkan karakteristik
siswa, disamping karakteristik lainnya seperti motivasi, sikap, minat, kemampuan
berpikir, dan sebagainya. Sebagai salah satu karakteristik siswa kedudukan gaya
11
kognitif dalam proses pembelajaran perlu mendapat perhatian dari guru dalam
merancang pembelajaran(Fitria Herliani & Wardono, 2019).
Berdasarkan perbedaan karakter terdapat dua klasifikasi gaya kognitif yaitu
Field Dependent (FD) dan Field Independent (FI). Setiap individu pasti memiliki latar
belakang gaya kognitif yang berbeda-beda, sehingga proses pengolahan informasi
pada saat melakukan analisis pemecahan masalah juga akan berbeda menurut
perspektif gaya kognitifnya. Individu FD adalah tipe individu yang berpikir secara
luas dan cenderung pasif, sedangkan individu FI adalah tipe individu yang memahami
dan memproses informasi secara analitik (Prabawa, 2017). Dengan mengetahui gaya
kognitif FI atau FD masing-masing siswa, terutama dalam kegiatan pemecahan
masalah, diharapkan guru dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa(S.,
N. W., Ila Rosilawati, 2017). Masing-masing siswa field dependent atau field
independent mempunyai kelebihan dalam bidangnya(Siahaan et al., 2019).
Kemampuan literasi matematika peserta didik berkaitan erat dengan numerasi
peserta didik berbasis masalah kontekstual. Kemampuan literasi matematika sejalan
dengan tujuan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari dimana peserta didik mampu mendeskripsikan
matematika terhadap fenomena, menerapkankemampuan matematika,
menafsirkannya, serta menggunakandan mempelajarinya kembali. Terdapat
hubungan yang signifikan antara literasi numerasi dengan kemampuan pemecahan
masalah dari penelitian yang dilakukan oleh(Oktaviani.J, 2018). Adapun penelitian
lain yang memfokuskan pada kemampuan literasi matematika ditinjau dari aspek
proses matematis pada materi program linear dalam pembelajaran
daring(Utaminingsih & Subanji, 2021). Kemudian dikaitkan dengan penelitian Profil
Literasi Matematika ditinjau dari Gaya Kognitif dan Gaya Belajar Siswa(Akbar et al.,
2015). Studi lain juga dengan fokus penelitian untuk mengetahui kemampuan
pemecahan masalah matematis ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field
independent pada siswa(Siahaan et al., 2019). Studi lain juga dengan fokus penelitian
menghubungkan pemahaman yang tinggi padaliterasi matematika(Aningsih, 2018).
12
Proses berpikir kreatif matematis menjadi salah satu kebutuhan dalam
pendidikan matematika untuk menyelesaikan masalah dalam rangka menemukan
banyak ide dan solusi baru sehingga dapat diperoleh penyelesaian yang tepat atas
masalah tersebut(Miatun & Nurafni, 2019). Karena studi tersebut sesuai dengan
penelitian Siswanto dan Ratiningsih tentang korelasi kemampuan berpikir kritis dan
kreatif dengan kemampuan pemecahan masalah(Siswanto & Ratiningsih, 2020).
Studi lain tentang análisis proses metakognisi dalam pemecahan masalah matematika
ditinjau dari gaya kognitif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa field
independent cenderung memiliki kreativitas lebih tinggi dibanding siswa field
dependent dalam pemecahan masalah matematika(Sili & Argarini, 2018). Sehingga
dari beberapa penelitian tersebut belum ada yang menghubungkan proses berpikir
kreatif dan literasi numerasi siswa terhadap pemecahan masalah matematika ditinjau
dari gaya kognitif field dependent dan field independent. Keterbaruan penelitian ini
dari peneliti sebelumnya yaitu belum ada yang melakukan penelitian kaitan dengan
proses berpikir kreatif sekaligus proses literasi numerasi siswa.Perbedaan itulah
sehingga peneliti ingin melakukan penelitian tersebut dengan rumusan masalah yang
diangkat yaitu “Bagaimana Proses Berpikir Kreatif dan Literasi Numerasi Siswa pada
Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif”.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan pemahaman yang wajib ada di setiap murid
pada jenjang pendidikan menengah (Hutajulu et al., 2019). Kemampuan pemecahan
masalah sangat penting dimiliki oleh setiap siswa karena (a) pemecahan masalah
merupakan tujuan umum pengajaran matematika, (b) pemecahan masalah meliputi
método, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika, dan (c) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika (Non et al., 2020). Strategi belajar mengajar pemecahan masalah
memberi tekanan pada terselesainya suatu masalah secara bernalar (Ninla Elmawati
13
Falabiba, 2019). Dalam memecahkan masalah matemaika, menurut Polya ada empat
tahapansebagai berikut: a) pemahaman terhadap permasalahan, b) merancang strategi,
c) melaksanakan strategi, c) mengevaluasi kembali (Polya, 1973).
Tahapan pemecahan masalah merupakan suatu proses yang kompleks karena
didalam menyelesaikan masalah menuntut siswa mengkoordinasikan antara
pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman mereka dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang dimulai dari mengenal masalah tersebut sampai pada
membuktikan kebenaran dari solusi yang dihasilkan (Rohmani et al., 2020).
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat
penting karena dalam proses pembelajaran sebaik mungkin pemecahannya, peserta
didik memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan pengetahuan yang sudah
dimiliki untuk menerapkan pemecahan masalah yang tidak rutin (Armaidi et al.,
2020). Kemampuan pemecahan masalah merupakan titik fokus dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan pemecahan masalah siswa sehingga perlu
memahami masalah, merancang model, memecahkan model dan menginterpretasikan
solusi yang diperoleh, keterampilan pemecahan masalah sangat penting dan perlu
dimiliki dikembangkan untuk siswa dalam belajar matematika karena dengan
kemampuan memecahkan masalah yang dimiliki siswa diharapkan mampu
mengarahkan dan membatu siswa dalam memecahkan masalah ditemui (Habibi et al.,
2020). Kemampuan pemecahan masalah melibatkan kemampuan menganalisis,
menafsirkan, menalar, memprediksi, mengevaluasi, dan merenungkan (Annisah et al.,
2020).
Berikut ini diuraikan indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan
tahapan pemecahan masalah oleh polya (Polya, 1973).
Tabel 1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Tahap
Pemecahan Masalah Polya.
Tahapan Pemecahan Indikator
Masalah oleh Polya
Memahami Masalah Siswa mampu menuliskan atau menyebutkan informasi-informasi
yang diberikan dari pertanyaan yang diajukan.
Merencanakan Strategi Siswa memiliki rencana pemecahan masalah dengan membuat
14
Tahapan Pemecahan Indikator
Masalah oleh Polya
model matematika dan memilih suatu strategi untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan.
Melaksanakan Strategi Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan strategi yang ia
gunakan dengan hasil yang benar.
Mengecek Kembali Siswa mampu mengecek kebenaran hasil atau jawaban.
2. Literasi Numerasi
Literasi numerasi merupakan kapasitas individu untuk menformulasikan,
menggunakan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Hal ini meliputi
penalaran matematika dan penggunaan konsep, prosedur, fakta dan latihan
matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena (Fitria
Herliani &Wardono, 2019). Literasi numerasi matematika merupakan kemampuan
untuk merumuskan dan menggunakan konsep-konsep matematika secara efektif
dalam berbagai konteks kehidupan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari (Akbar
et al., 2015). Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang individu dalam
memecahkan masalah kontekstual melalui penerapan matematika, tentu erat
kaitannya dengan alur berpikir (Pratiwi et al., 2019). Pada dasarnya literasi numerasi
merupakan suatu kemampuan yang memfokuskan kepada penggunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terbatas pada operasional matematika
(Edimuslim et al., 2019). Literasi numerasi dapat dimanfaatkan untuk membantu
manusia dalam menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari (Badi’ah et al., 2020).
Literasi numerasi tidak sekedar mampu melaksanakan prosedur dalam menyelesaikan
soal matematis tetapi juga mendayagunakan matematika kedalam kehidupan sehari-
hari, seperti pada literate yang memiliki arti (melek) terhadap matematika
(Cahyanovianty & Wahidin, 2021).
Literasi numerasi adalah kemampuan, kepercayaan diri dan kesediaan untuk
terlibat dengan informasi kuantitatif atau spasial untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi dalam semua aspek kehidupan sehari-hari (Mahmud &
Pratiwi, 2019). Literasi numerasi merupakan suatu kompetensi yang mencakup
15
pengetahuan, keterampilan, perilaku, yang dibutuhkan peserta didik (Utaminingsih &
Subanji, 2021). Pentingnya literasi numerasi sebagai alat utama bagi seseorang untuk
menjalani kehidupan sehari-hari menjadi prioritas utama untuk terus dikembangkan,
tidak dapat disangkal bahwa dalam masyarakat saat ini kemampuan untuk menangani
angka dan menafsirkan inforamsi kuantitatifmenjadi komponen penting dari literasi
selain berbicara, menulis dan membaca (Umbara & Suryadi, 2019). Perkembangan
literasi dan numerasi tidak dimaksudkan sebagai alat diagnostif formal. Literaasi
numerasi dapat digunakan oleh guru untuk menginformasikan pemilihan strategi
penilaian, kegiatan, dan alat yang sesuai untuk siswa mereka (Mahmud & Pratiwi,
2019). Keterampilan literasi numerasi secara eksplisit diajarkan dalam matematika
tetapi siswa diberikan kesempatan menggunakannya diluar kurikulum matematika
dan di berbagai situasi (Pangesti, 2018).
Adapun indikator literasi numeras: (1) Siswa dapat menyelesaikan soal dan
masalah yang kontekstual dengan menggunakan pengetahuan, (2) Siswa bisa
menyelesaikan permasalahanmenggunakan rumus, (3) Siswa bisa menyelesaikan
masalah dengan menggunakan strategi dan prosedur, dan (4) Siswa bisa
melaksanakan operasi hitung pada tahap melaksanakan strategi dan mengecek
kembali jawaban (Sri Hartatik, 2020). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa indikator literasi numerasi dan tahapan pemecahan masalah
yang bisa dilihat siswa dari siswa adalah sebagai berikut:
Tabel.2 Indikator Literasi Numerasi dan Tahapan Pemecahan Masalah
No Indikator Literasi Numerasi Pemecahan Masalah
1 Siswa dapat menyelesaikan soal dan masalah yang Memahami Masalah
kontekstual dengan menggunakan pengetahuan
2 Siswa bisa menyelesaikan permasalahan menggunakan Merencanakan strategi
rumus
3 Siswa bisa menyelesaikan masalah dengan Melaksanakan strategi
menggunakan strategidan prosedur
4 Siswa bisa melaksanakan operasi hitung pada tahap Mengecek kembali
melaksanakan strategi dan mengecek kembali jawaban
16
3. Proses Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah kemampuan yang merangsang siswa untuk
menemukan solusi atau ide yang beragam dalam memecahkan masalah matematika
(Sari, 2016). Proses berpikir kreatif adalah merupakan salah satu hal yang paling
penting bagi peserta didk terutama dalam proses belajar mengajar matematika, hal ini
dikarenakan berpikir kreatif siswa akan memiliki bermacam-macam penyelesaian
terhadap suatu masalah dan siswa tersebut dapat mengeluarkan ide-ide atau gagasan
yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan (Desti et al., 2019).
Kemampuan berpikir kreatif matematis menjadi salah satu kebutuhan dalam
pendidikan matematika untuk menyelesaikan masalah dalam rangka menemukan
banyak ide dan solusi baru sehingga dapat diperoleh penyelesian yang tepat atas
masalah tersebut (Miatun & Nurafni, 2019). Berpikir kreatif sebagai kemampuan
seseorang dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah,
yang penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban (Sili &
Argarini, 2018). Kemampuan bernalar secara keratif memiliki manfaat bernalar yang
berbeda (Arianingsih, 2020).
Melalui berpikir kreatif, siswa tidak hanya mampu memahami pelajaran yang
dipelajari tetapi, juga bisa memikirkan bagaimana menyelesaikan persoalan yang
sedang dihadapinya. Dengan demikian berpikir kreatfi akan menghindari siswa dari
terpaku dalam belajar, sehingga menjadi siswa yang lebih aktif (Desti et al., 2019).
Berpikir kreatif adalah cara dalam melihat dan mengerjakan sesuatu yang memuat 4
aspek antara lain: 1) kemampuan untuk memperoleh banyak gagasan yang terdapat
pada pemahaman seseorang, yang disebut dengan kelancaran (fluency), 2)
kemampuan untuk mengemukakanpengetahuandengan cara-cara yang asli dan tidak
klise, disebut keaslian (orginality), 3) kemampuan dalam merumuskanberbagai
caradalam memecahkan masalah disebut keluwesan (flexibility), 4) kemampuan
dalammenyelesaikanmasalah secara detail disebut keterincian (elaboration)
(Siswanto & Ratiningsih, 2020).
17
Berdasarkan uraiantersebut, sehinggakemampuan berpikir kreatif indikatornya
adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Indikator Berpikir Kreatif
No Aspek Indikator
1 Kelancaran Menjawab soal lebih dari satu jawaban.
2 Keaslian Memberikan jawaban yang lain dari yang sudah biasa.
3 Keluwesan Menjawab soal secara beragam/bervariasi.
4 Elaborasi Mengembangkan atau memperkaya gagasan jawaban suatu
soal.
(Mursidik et al., 2015)
4. Gaya Kognitif
Gaya kognitif adalahkemampuan yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan
kefektifan pada saat pembelajaran (Siahaan et al., 2019). Gaya kognitif dapat dibagi
menjadi dua yaitu gaya kognitif Field Independent (FI) dan Field Dependent (FD)
(Rohmani et al., 2020). Dengan adanya pengelompokan gaya kognitif bukan berarti
dapat dikatakan bahwa gaya kognitif satu lebih baik dibandingkan dengan gaya
kognitif yang lainnya, hal tersebut dapat dianalogikan seperti saat melihat gaya
belajar siswa (Wulandari, 2017).
Gaya kognitif field independent yaitu cara belajar individu yang cenderung
mandiri, mengutamakan kemampuan berpikir analitis dan sistematis, serta tidak
terpengaruh oleh situasi lingkungandan sosial. Sedangkan gaya kognitif field
dependent yaitu cara belajar individu yang cenderung menggantungkan pada
lingkungan dan social, berpikir secara global sehingga mudah mengikuti saran dan
kritikan orang lain, dan tidak memerlukan pemikiran analitis dan sistematis
(Edimuslim et al., 2019). Field Independent (FI) yaitu jika individu mempersepsikan
diri dikuasai oleh lingkungan, sehingga gaya kognitif juga menjadi faktor penyebab
yang mempengaruhi literasi matematika siswa, karena struktur kognitif siswa dalam
mengingat masalah dan menerima atau memproses informasi akan berbeda-beda
tergantung lingkungan yang dialami oleh masing-masing siswa (Pratiwi et al., 2019).
Gaya kognitif FI atau FD masing-masing siswa dapat diketahui melalui sebuah tes
18
yang disebut Group Embedded Test (GEFT). Untuk menentukan subjek FI serta
FDdapat digunakan dengan tes Group Embedded Test. Tes GEFT tersebut terdiri dari
3 kelompok soal.Tes GEFTadalah tes yangsudah melalui tahap uji cobaserta sudah
validdan peneliti bisa langsung melakukan tes tersebut kepada siswa. Untuk
kelompok pertama ada 7 soal,kelompok kedua 9 soal, serta kelompok ketiga terdiri
dari 9 soal. Kelompok pertama tidak diberi skorsebab hanya sebagai soal latihan.
Kemudian skor diberikan pada kelompok dua dan ketiga. Untuk subjek FDdiberikan
skor 0 = ≤ 9, dan subjek FI skor ˃ 9 = 18 (S., N. W., Ila Rosilawati, 2017).
C. Metode Penelitian
1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif karena mendeskripsikan proses berpikir
kreatif dan literasi numerasi siswa berdasarkan gaya kognitif Field Dependent dan
Field Independent siswa (Argarini, 2018). Penelitian kualitatif bertujuan untuk
memahami tentang fenomena apa yang dialami oleh subjek dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa berdasarkan hasil pengamatan (Mahmud &
Pratiwi, 2019).
2. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IX A SMP Islam Terpadu
Bima. Pemilihan subjek pada penelitian ini berdasarkan hasil tes gaya kognitif yaitu
Group Embedded Figure Test (GEFT). Dipilih 2 orang siswa untuk setiap kategori.
Subjek terpilih diberikan tes proses berpikir kreatif dan literasi numerasi serta
diwawancarai berdasarkan hasil tes tertulisnya.
19
data tersebut diketahui sumber datanya berupa soal tes GEFT, soal literasi numerasi
dan proses berpikir kreatif yang dilakukan pada siswa kelas IX untuk mengetahui
dan mengelompokkan gaya kognitif siswa. Soal tes yang dilakukan siswa kelas IX
kemudian dikelompokkan berdasarkan Field Dependent (FD) dan Field Independent
(FI). Selanjutnya yaitu soal tes literasi numerasi dan proses berpikir kreatif diberikan
kepada subjek kelas IX sehingga bisa dilihat proses berpikir kreatif serta literasi
numerasi siswa lalu diwawancara. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Lembar tes GEFT yang diselesaikan siswa secara individu yang
digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan gaya kognitifnya. 2) Lembar
tes literasi numerasi dan proses berpikir kreatif yang digunakan untuk mengetahui
proses berpikir kreatifdan literasi numerasisiswa. Soal proses berpikir kreatif dan
literasi numerasi divalidasi terlebih dahulu dengan dosen ahli matematika yang sudah
tersertifikasi sebelum digunakan untuk meneliti. 3) Lembar wawancara yang
dilakukan untuk memperoleh informasi dari siswa sebagai klarifikasi hasil pekerjaan
siswa. Peneliti mencatat pada saat berlangsungnya wawancara untuk menghindari
kehilangan informasi yang akan didapatkan.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan alat
pengumpulan data. Berikut rincian instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini:
a. Instrumen Tes Proses Berpikir Kreatif dan Literasi Numerasi Berdasarkan
Tahapan Pemecahan Masalah Polya
Bentuk tes berupa empat soal uraian, soal tersebuttelah divalidasi dengan
dosen matematika yang sudah tersertifikasi dan ahli. Dari empat soal tersebut masing-
masing dua soal terdiri dari soal proses berpikir kreatif dan literasi numerasi.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk menggali informasi
lebih mendalam terhadap penyelesaian masalah, dan ditulis olehsubjek terhadap
20
kebenarannya. Wawancara tersebutdilaksanakan ketika siswa sudah
menyelesaikanlembar soal yang diberikan.
5. Kredibilitas Data
Pengujian kredibilitas terhadap data hasil penelitian ini dilakukan dengan
triangulansi sumber. Pengujian keabsahan data merupakan kredibilitas data. Metode
ini yaitu tes dan wawancara.
21
7. Prosedur Penelitian
Ada tiga tahapan dalam prosedur penelitian yaitu sebagai beriku:
Tahap persiapan, pada tahap ini peneliti menyerahkan surat izin penelitian
dari kampus kepada pihak sekolah. Selanjutnya yaitu peneliti menyusun instrumen
berupa soal c proses berpikir kreatif dan literasi numerasi.
Tahap pelaksanaan, peneliti melakukan kegiatannya dengan membagi lembar
tes kepada subjek, kemudian diberikan soal tes GEFT dan soal proses berpikir kreatif
dan literasi numerasi. Dari hasil tersebut, kemudiansubjek FI dan FD dipilih dua
orang serta dilakukan wawancara.
Tahap penyelesaian, pada tahap ini peneliti melakukan anaslis data dan
menyusun laporan penelitian dari data yang telah diperoleh.
22
tersebut bisa menyelesaikan pemecahan masalah dengan beberapa kemungkinan
sesuasi dengan pengetahuannya.
Selanjutnyaadalah hasil jawaban siswa FI dalam proses kelancaran:
23
Siswa tidak mampu pada
proses kelancaran dan
jawabannya masih salah
2. Keaslian (originality)
Pada proses keaslian diuraikan dengan hasil tes subjek field independent dan
field dependent, dan wawancara untuk mendeskripsikan ide untuk soal no. 2:
a) Siswa Field Independent
Pada aspek keaslian keaslian, pada penelitian ini ada dua subjek FI yang terpilih.
Subjek tersebut memiliki alur berpikir yang sama pada tahap keaslian dalam
menyelesaikan soal. Siswa Field Independentdapat memberikan jawabannya sendiri
dan dapat menentukan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Selanjutnyaadalah hasil FI pada tahap keaslian:
24
Siswabisa dalam
penyelesaian soal,
proses perhitungan serta
jawaban benar.
25
menyelesaikan masalah serta hasilnya masih keliru. Begitupun pada saat wawancara
siswa mampu mengungkapkanya walaupun jawaban masih salah. Berdasarkan hasil
wawancara subjek FD dapat memberikan jawaban dengan caranya sendiri meski
jawaban masih keliru.
3. Keluwesan (flexibility)
Pada proses inidiuraikan hasil pekerjaan subjekfield dependent dan field
independent, serta wawancara sebagai berikut:
26
P: Untuk keseluruhan sudah benar, pada kesimpulan lengkap, sehingga harus lebih
baik lagi kedepannya.
S: baik ibu.
Berdasarkan gambar 5 di atas siswa FI mampu memberikan beragam jawaban
dan hasilnya benar. Sehingga ketikawawancara dengan ssiswa FI dapatmenguraikan
beragam jawaban dan hasilnya benar.
27
subjek menjawab “tidak bisa”. Jadi subjek FD tidak dapat melakukan perhitungan
dengan benar.
4. Elaborasi (elaboration)
Pada tahap elaborasi dideskripsikan berdasarkan hasil tes subjek field
dependent dan field independent, serta wawancara sebagai berikut:
a) Siswa field independent:
Aspek elaborasi, pada penelitian ini ada dua subjek FI yang terpilih. Subjek
tersebut memiliki alur berpikir yang sama yaitu siswa Field Independentdapat
memberikan jawaban yang benar dan rinci. Berikut ini hasil FI dalam proses
elaborasi:
Siswa menguraikan
jawaban dengan
benar.
28
Siswa salah dalam
memberikan jawaban dan
tidak rinci
29
b.Proses Literasi Numerasi
Bagian berikutnya akan menjelaskan bagaimana proses literasi numerasi
siswa pada pemecahan masalah matematika ditinjau dari gaya kognitif field
independence dan field dependence dalam empat tahapan yaitu memahami masalah,
merencanakan strategi, melaksanakan strategi, dan mengecek kembali. Serta merujuk
pada indikator literasi numerasi yaitu, (1) Siswa dapat menyelesaikan soal dan
masalah yang kontekstual dengan menggunakan pengetahuan, , (2) Siswa bisa
menyelesaikan permasalahan menggunakan rumus, (3) Siswa bisa menyelesaikan
masalah dengan menggunakan strategi dan prosedur, dan (4) Siswa bisa
melaksanakan operasi hitung pada tahap melaksanakan strategi dan mengecek
kembali jawaban.
30
P :Jelaskan bagaimana cara kamu dalam menyelesaikan soal tersebut ! Membaca
pertanyaan ataumemahami soal?
S: Secara keseluruhan saya memahami soal, kemudian memahami apa yang
ditanyakan, selanjutnya saya menulis yang diketahui dan yang ditanyakan.
Dari uraian tersebut subjek juga menjelaskan pada saat menjawab pertanyaan
yaitu dengan mengamati soal serta memahami soal. Dari pemahaman subjek pada
permasalahan yang diberikan bisa dilihat saat subjek menguraikanyang ditanyakan
dan diketahui dari soal tersebut.
Siswa dapat
menggunakan
pengetahuan untuk
menyelesaikan soal
2. Merencanakan Strategi
Subjek dapat menyelesaikan masalah dengan rumus,seperti terlihat pada
gambar berikut:
Subjek menggunakan
rumus
31
Subjek dapat menyelesaikan masalah yaitu dengan menggunakan rumus,
sehingga indikator 2 telah dilewati. Berikut sesuai dengan penjelasan subjek:
P : Kenapa rumus ini yang kamu gunakan?
S : Rumus tersebut sesuai dengan pertanyaan dari soal itu ibu.
32
subjek juga diuraikan dengan lisan dan tertulis. Subjek juga disuruh untuk
menguraikan strategi dan informasi dalam menyelesaikan masalah. Subjek
menguraikan secara detail jawaban, solusi, serta kesimpulan dari permasalahan
tersebut.
Proses Literasi numerasi Siswa dengan Gaya Kognitif FD
Pada aspek proses literasi numerasi, pada penelitian ini ada dua subjek FD
yang terpilih. Siswa tersebut mempunyaialur berpikir yang relevanterhadaptahap
literasi numerasi dan subjek tersebut tidakdapat menggunakan pengetahuan untuk
menyelesaikan soal.
1. Memahami Masalah
Subjek FD pada proses menyelesaikan masalah yaitu dengan membaca soal.
Berikut hasil wawancara subjek Field Dependent:
P : Informasi apa yang kamu dapatkan pada soal?
S : Panjang tali jangkar adalah 90m, sedangkan sudut tali dengan permukaan laut 90
derajat ibu.
P: Apakah sudah yakin dengan jawaban kamu?
S: Saya ragu dan kurang teliti ibu.
P :Jelaskan bagaimana cara kamu dalam menyelesaikan soal tersebut ! Membaca
pertanyaan atau memahami soal?
S: Secara keseluruhan saya memahami soal, kemudian memahami apa yang
ditanyakan, selanjutnya saya menulis yang diketahui dan saya lupa menulis yang
ditanyakan ibu.
Dari uraian tersebut subjek juga menjelaskan pada saat menjawab pertanyaan
yaitu dengan mengamati soal serta memahami soal. Dari pemahaman subjek pada
permasalahan yang diberikan bisa dilihat saat subjek menguraikan yang ditanyakan
dan diketahui dari soal tersebut.
33
Adapun hasil wawancara siswa FD berikut ini:
34
Subjek tidak dapat melaksanakan
prosedur,melaksanakan strategi,dan
mengecek Kembali.
35
Pemecahan Indikator Literasi Siswa FI Siswa FD
Masalah Numerasi
strategi,
Mengecek Siswa dapat Setelah melakukan Siswa tidak mengecek
Kembali melaksanakan operasi proses perhitungan kembali jawaban.
hitung pada tahap dan siswa telah
melaksanakan strategi mengecek kembali
dan mengecek kembali jawaban.
jawaban.
Pembahasan
Berdasarkanuraian diatas, adapun hasil penelitianyaitu diperoleh bahwa
proses berpikir kreatif menunjukkan secara keseluruhan berbeda.Subjek FI lebih
menunjukkan kemampuan berpikir kreatif , sehingga dapat memenuhi indikator
dibandingkan dengan siswa FD. Siswa FD tidak bisa padatahapkelancaran, keaslian,
keluwesan dan elaborasi, karena subjek tidak bisa memberikan beberapa strategi serta
gagasankarena sabjek dapat memahami satu gagasan saja dan tidak bisa melakukan
dengan cara penyelesaian yang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Alifah & Aripin, (2018) dengan hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
signifikan dari kedua subjek dalam mengolah informasi, yaitu subjek FI memahami
masalah lebih baik bila dibandingan dengan subjek FD. Karena apabila mengolah
informasi tidak tersimpan dengan baik, maka akan sangat berpengaruh pada langkah
berikutnya (Alifah & Aripin, 2018).
Siswa FI di indikator kelancaran menunjukan bahwa subjek FI dapat
memberikan lebih dari satu ide yang relevan dan jawabannya benar. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Desti et al., (2019) yang mengatakan bahwa siswa bisa
memahami dengan baik (Desti et al., 2019). Sedangkan pada subjek FD pada
indikator kelancarantidak bisa menguraikan beberapa ide yang sama, pada saat
wawancara subjek FD hanya bisa memberikan satu cara dan jawabannya salah.
Uraian tersebut sesuai dengan pendapat Sili & Argarini (2018) yangmenyatakan
subjek FD dalam merangsang hal tersebutsesuai dari petunjuk terhadap
lingkungannya (Sili & Argarini, 2018).
36
Proses literasi numerasiyaitu usaha subjek dalam menyelesaikan
permasalahan yang sifatnya kuantitatif. Proses tersebut bisa dilihat ketika subjek
memahami masalah, merencanakan strategi, melaksanakan strategi, dan mengecek
kembali.Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniawati et al., (2020) terdapat
peningkatan literasi matematika berdasarkan kemampuan pemecahan masalah dengan
judul penelitian Mathematic Literation Abilities Based on Problem Solving Abilities
in First Class 4 of Elementary School (Kurniawati et al., 2020). Ada perbedaan dari
proses literasi numerasi subjek FI dan FD.
Subjek dengan gaya kognitif FI pada tahap memahami masalah menjelaskan
informasi dengan kata-kata, simbol dan angka baik tertulis maupun lisan. Subjek
menulis rumus sesudah membaca soal tersebut. Pertanyaan bisa dipahami secara
singkat dan jelas. Sehinggasubjek telahbernalarmemakai data pada situasi dengan
menggunakan rumus matematika .Hal ini tersebut sejalan dengan hasil penelitian
Habibi et al., (2020) terdapat peningkatan siswa dalam memahami masalah, dengan
judul penelitiannya Habits of Mind Strategies for Enhancing Students’ Math Problem
Solving Skills (Habibi et al., 2020).
Berbeda dengan subjek FI, subjek FI pada tahap memahami masalah tidak
mengintepretasikan informasi berupa angka maupun simbol. Siswa belum mencatat
hal apa saja secara matematika tetapi jiwab saat wawancara. Subjek kurang paham
pada soal jadi sulit bagi siswa untuk menyelesaikan soal tersebut.
Siswa dengan gaya kognif FD merasa sulit dalam memecahkan masalah.
Adapun kesulitan tersebut yaitupada proses merumuskan sesuatuyang relevan
terhadap soal sertamenentukan rumus. Fadliilah (2017) mengemukakan pada
psikologi subjek Field Dependentharus dengan bantuanserta pembimbing pada saat
memecahkan suatu masalah. Hal tersebut karena pengetahuan subjek rendah
(Fadliilah, 2017). Persentase penelitian yang sebelumnya bahwa pemahaman subjek
FIitu sangat unggul dari pada dengan subjek FD (Prabawa, 2017).
Perbedaan psikologiterhadap subjek FI dan subjek FD yaitumemiliki ciri yang
khas dalam memecahkan masalah.Hal tersebut bisaberguna bagipengajar dalam
37
memahami psikologi subjek. Kalau pengajar dapat mengerti psikologi subjek,
sehingga pengajar bisa mengaplikasikan hal itu pada proses pembelajaran yang
disesuaikan dengan cara, teknik dan psikologi subjek (Akbar et al., 2015).
E. Kesimpulan
Dari pembahasan dan hasil penelitian tersebut,sehingga yang menjadi
kesimpulan bahwa proses berpikir kreatifdengan indikator melalui beberapa tahap
yaitu kelancaran, keaslian, keluwesan dan elaborasi.Untuk siswa FI telah memenuhi
indikator, sedangkan siswa FD belum memenuhi indikator.Siswa dengan gaya
kognitif FI bisa melakukan proses berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah dan
menyebutkan beberapa kemungkinan berdasarkan pengetahuannya.
Proses literasi numerasi untuk siswa FI dalam proses memahami masalah,
merancang strategi, melaksanakan strategi, dan mengecek kembali. telah memenuhi
indikator, sedangkan siswa FD belum memenuhi indikator.Subjek Field
Independentmampu mengerjakan pada tahapliterasi numerasiserta dapat
menyelesaikan masalah denganmenggunakan pengetahuannya.
F. Saran
Berdasarkan hasil penelitian proses berpikir kreatif dan literasi numerasi siswa
pada pemecahan masalah matematika ditinjau dari gaya kognitif, peneliti
menyarankan pada peneliti selanjutnyauntuk memfokuskan pada aspek kemampuan
berpikir kreatif dan literasi numerasi siswa. Hal tersebut untuk mengetahui
kemampuan siswa, juga menentukan indikator mana yang perlu ditingkatkan.
Pemilihan soalpun harus lebih bervariasi, serta soal-soal dalam bentuk tabel, grafik
maupun diagram.
38
Daftar Pustaka
Akbar, A., Sappaile, B. I., & Djadir. (2015). Profil Literasi Matematika ditinjau dari
Gaya Kognitif dan Gaya Belajar pada Siswa SMPN 2 Pinrang. Universitas
Negeri Makassar.
Alifah, N., & Aripin, U. (2018). Proses Berpikir Siswa Smp Dalam Memecahkan
Masalah Matematik Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent Dan Field
Independent. JPMI (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(4), 505.
https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i4.p505-512
Aningsih, A. (2018). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi. Journal Reseapedia, 1(1),
5–24.
Annisah, S., Zulela, Boeriswati, E., Wildaniati, Y., & Supriatin, A. (2020). Test
instrument development of mathematical problem solving skills. International
Journal of Advanced Science and Technology, 29(6), 1483–1492.
Argarini, D. F. (2018). Analisis Pemecahan Masalah Berbasis Polya pada Materi
Perkalian Vektor Ditinjau dari Gaya Belajar. Matematika Dan Pembelajaran,
6(1), 91. https://doi.org/10.33477/mp.v6i1.448
Arianingsih, L. C. (2020). Hubungan Antara Literasi Matematika Dan Resiliensi
Matematis Dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Viii
Smp …. 1–7. https://repository.stkippacitan.ac.id/id/eprint/210/
Armaidi, I. E., Suyitno, H., & Dewi, N. R. (2020). Implementation of Problem-Based
Learning Assisted with Recreation of Second Mathematics to Improve Numeracy
and Problem Solving Skills. 443(Iset 2019), 694–698.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.200620.142
Badi’ah, I., Pamungkas, A. S., & Rafianti, I. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran
Knisley Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Ditinjau dari
Literasi Numerasi. WILANGAN: Jurnal Inovasi Dan Riset Pendidikan
Matematika, 1(3), 289–303.
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/wilangan/article/download/8966/pdf_16
Cahyanovianty, A. D., & Wahidin, W. (2021). Analisis Kemampan Numerasi Peserta
Didik Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum.
Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 05(02), 1439–1448.
http://ejournal.edupena.id/index.php/jurnaledupena/article/view/25/12
Desti, E., Anggoro, B. S., & Suherman. (2019). Pengaruh Berpikir Kreatif Terhadap
Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika. Seminar Nasional Matematika
Dan Pendidikan Matematika UIN Raden Intan Lampung, 05, 525–532.
Edimuslim, E., Edriati, S., & Mardiyah, A. (2019). Analisis Kemampuan Literasi
Matematika ditinjau dari Gaya Belajar Siswa SMA. Suska Journal of
Mathematics Education, 5(2), 95. https://doi.org/10.24014/sjme.v5i2.8055
Fadliilah, N. (2017). Gaya Kognitif Filed Independent dan Field Depeendent Siswa
SMP Kelas VII dalam Memecahkan Masalah Matematika pada materi Segitiga
dan Segiempat Berdasarkan Gender. Simki-Techsain, 1(7), 1–12.
Fitria Herliani, E., & Wardono. (2019). Perlunya Kemampuan Literasi Matematika
39
Ditinjau Dari Gaya Kognitif dalam Pembelajaran Realistic Mathematics
Education (RME). PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 2, 234–
238.
Habibi, M., Lasia, D., Oktafia, M., & Ilham, M. (2020). Habits of Mind Strategies for
Enhancing Students’ Math Problem Solving Skills. JTAM (Jurnal Teori Dan
Aplikasi Matematika), 4(2), 182. https://doi.org/10.31764/jtam.v4i2.2590
Hutajulu, M., Hidayat, W., Belajar, M., Matematika, D., & Matematika, D. P. (2019).
Pengaruh Disposisi Matematika Dan Motivasi Belajar Tentang Pemecahan
Masalah :8(2), 229–238.
Kurniawati, R. P., Gunawan, I., & Marlina, D. (2020). Mathematic Literation
Abilities Based on Problem Solving Abilities in First Class 4 of Elementary
School. 487(Ecpe), 186–192. https://doi.org/10.2991/assehr.k.201112.033
Mahmud, M. R., & Pratiwi, I. M. (2019). Literasi Numerasi Siswa Dalam Pemecahan
Masalah Tidak Terstruktur. KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1),
69–88. https://doi.org/10.22236/kalamatika.vol4no1.2019pp69-88
Mahmudi, A., & Saputro, B. A. (2018). Analisis Pengaruh Disposisi Matematis,
Kemampuan Berpikir Kreatif, Dan Persepsi Pada Kreativitas Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika, 5(3), 205–212. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i3.276
Meika, I., & Sujana, A. (2017). Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sma. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran
Matematika, 10(2), 8–13. https://doi.org/10.30870/jppm.v10i2.2025
Miatun, A., & Nurafni, N. (2019). Profil kemampuan berpikir kreatif matematis
ditinjau dari gaya kognitif reflective dan impulsive. Jurnal Riset Pendidikan
Matematika, 6(2), 150–164. https://doi.org/10.21831/jrpm.v6i2.26094
Mursidik, E. M., Samsiyah, N., & Rudyanto, H. E. (2015). Creative Thinking Ability
in Solving Open-Ended Mathematical Problems Viewed From the Level of
Mathematics Ability of Elementary School Students. PEDAGOGIA: Journal of
Education, 4(1), 23–33.
Ninla Elmawati Falabiba. (2019). 済無No Title No Title No Title. 2015.
Non, T., Control, E. P., Design, G., & Indonesia, J. P. (2020). PENGARUH
PENDEKATAN PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING MODEL POLYA
TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS Vol 1 No
1 Juni 2020. 1(1), 17–24.
Oktaviani.J. (2018). Hubungan Antara Literasi Numerasi Dengan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Pacitan. Sereal
Untuk, 51(1), 51.
Pangesti, F. T. P. (2018). Menumbuhkembangkan Literasi Numerasi Pada
Pembelajaran Matematika Dengan Soal Hots. Indonesian Digital Journal of
Mathematics and Education, 5(9), 566–575.
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org
Polya. (1973). HowToSolveIt.pdf (p. 284).
40
Prabawa, E. A. (2017). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari Gaya
Kognitif Siswa pada Model Project Based Learning Bernuansa Etnomatematika.
Unnes Journal of Mathematics Education Research, 6(1), 120–129.
Pratiwi, D. A., Trapsilasiwi, D., Oktavianingtyas, E., Sunardi, & Murtikusuma, R. P.
(2019). Level Literasi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Soal PISA
Konten Change and Relationship Berdasarkan Gaya Kognitif. Kadikma, 10(3),
1–14. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/kadikma/article/view/17401
Rohmani, D., Rosmaiyadi, R., & Husna, N. (2020). Analisis Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa pada Materi Pythagoras.
Variabel, 3(2), 90. https://doi.org/10.26737/var.v3i2.2401
S., N. W., Ila Rosilawati, & N. F. (2017). Pengembangan Lembar Kerja Siswa
Berbasis Representasi.1(2), 196–206.
Sari, L. N. (2016). Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah
Matematika Nonrutin Ditinjau dari Kemampuan Matematika. Kreano, Jurnal
Matematika Kreatif-Inovatif, 7(2), 163–170.
https://doi.org/10.15294/kreano.v7i2.5919
Siahaan, E. M., Dewi, S., & Said, H. B. (2019). Analisis Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Berdasarkan Teori Polya Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field
Dependent Dan Field Independent Pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas X
Sma N 1 Kota Jambi. PHI: Jurnal Pendidikan Matematika, 2(2), 100.
https://doi.org/10.33087/phi.v2i2.37
Sili, I. F. K., & Argarini, D. F. (2018). Analisis Proses Metakognisi dalam
Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif. PRISMATIKA:
Jurnal Pendidikan Dan Riset Matematika, 1(1), 57–63.
https://doi.org/10.33503/prismatika.v1i1.304
Siswanto, R. D., & Ratiningsih, R. P. (2020). Korelasi kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis materi
bangun ruang. ANARGYA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(2), 96–103.
Sri Hartatik. (2020). Indonesia Kemampuan Numerasi Mahasiswa Pendidikan Profesi
Guru Sekolah Dasar dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Education and
Human Development Journal, 5(1), 32–42.
https://doi.org/10.33086/ehdj.v5i1.1456
Sumirattana, S., Makanong, A., & Thipkong, S. (2017). Using realistic mathematics
education and the DAPIC problem-solving process to enhance secondary school
students’ mathematical literacy. Kasetsart Journal of Social Sciences, 38(3),
307–315. https://doi.org/10.1016/j.kjss.2016.06.001
Umbara, U., & Suryadi, D. (2019). Re-interpretation of mathematical literacy based
on the teacher’s perspective. International Journal of Instruction, 12(4), 789–
806. https://doi.org/10.29333/iji.2019.12450a
Utaminingsih, R., & Subanji, S. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Matematika
Peserta Didik Pada Materi Program Linear Dalam Pembelajaran Daring.
ANARGYA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 4(1), 28–37.
https://doi.org/10.24176/anargya.v4i1.5656
41
Wulandari, R. (2017). Analisis Gaya Kognitif Siswa Dalam Pemecahan Masalah.
Jurnal Widyagogik, 4(2), 95–106.
42