Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENELITIAN

Penerapan Model Pembelajaran CPS Berbantuan LKPD Berbasis


HOTS Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Keterampilan Manipulasi Matematis Siswa

Dosen Pengampu: Mira Marlina, M.Pd

Oleh:

Irmayanti 13011900013
Registiani Awaliyah 13011900011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan permendikbud nomor 22 tahun 2016 tujuan pembelajaran
Matematika yaitui: (a) memahami konsep matematika, mendeskripsikan
bagaimana keterkaitan antar konsep matematika dan menerapkan konsep atau
logaritma secara efisien, luwes, akurat, dan tepat dalam memecahkan masalah, (b)
menalar pola sifat dari matemematika, mengembangkan atau memanipulasi
matematika dalam menyusun argumen, merumuskan bukti, atau mendeskripsikan
argumen dan pernyataan matematika, (c) memecahkan masalah matematika yang
meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun model penyelesaian
matematika, menyelesaikan model matematika, dan memberi solusi yang tepat,
dan (d) mengkomunikasikan argumen atau gagasan dengan diagram, tabel,
simbol, atau media lainnya agar dapat memperjelas permasalahan atau keadaan.
Berdasarkan Programme for International Student Assesment (PISA)
sebagai studi internasional tentang prestasi literasi sains, membaca, dan
matematika, Indonesia tercatat memperoleh skor nilai matematika yaitu 386 dari
490, Laporan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih lemah dalam studi
internasional khususnya bidang matematika. Rendahnya peringkat Indonesia
dalam bidang matematika diduga disebabkan oleh pembelajaran di sekolah yang
belum dapat mengasah kemampuan pemecahan masalah matematika dengan baik
(Safitri et al, ). Penelitian yang dilakukan oleh Syazali (2015) juga menunjukan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah,
dimana banyak peserta didik yang memiliki masalah dalam pemecahan soal
matematika. Siswa kesulitan untuk mengidentifikasi hal yang diketahui dari soal
yang berpengaruh terhadap menyusun atau membuat model matematikanya
sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan. Apabila diberikan
soal yang berbeda dari contoh soal yang diberikan guru, siswa tidak dapat
menyelesaikan soal tersebut (Wahyuni et al ).
Sebelum siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah, siswa harus
mampu mengembangkan kemampuan penalaran matematis terlebih dahulu agar
permaslahan tersebut dapat dianilisis dan dipecahkan untuk mencapai hasil yang
benar (Kusumaningtyas et al, 2022). Penalaran yaitu suatu kegiatan berpikir untuk
menarik suatu kesimpulan ataupun membuat suatu pernyataan yang kebenarannya
sudah dibuktikan ataupun diasumsikan sebelumnya (Rahmawati et al, 2022).
kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan menghubungkan
permasalahan-permasalahan ke dalam sutu ide atau gagasan sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan matematis (Ramdan et al, 2022). Sehingga
pembelajaran matematika dan penalaran matemtis adalah dua hal yang berkaitan,
2

yaitu dalam pemecahan masalah matematis diperlukan penalaran, dan kemampuan


penalaran dapat diasah dari belajar matematika.
Indiktor penalaran matematis menurut Rahmawati (2022) diantaranya
menyajikan pernyataan secara tertulis dalam bentuk gambar atau diagram,
mengajukan dugaan, menyusun manipulasi matematika, melakukan penarikan
kesimpulan, penyusunan bukti, penyusunan alasan terhadap berbagai solusi,
menarik konklusi, dari beberapa pernyataan, memeriksa keabsahan dari suatu
argumen, menemukan pola matematis untuk menyusun generalisasi. Sedangkan
menurut Depdiknas indikator kemampuan penalaran matematis sebagai berikut: a)
Menyajikan pernyataan matematika melalui tulisan, gambar, sketsa, atau diagram,
b) Mengajukan dugaan, c) Melakukan manipulasi matematika, d) Menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi, e) Menarik kesimpulan dari pernyataan, f) Memeriksa kesahihan suatu
argumen, g) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
Berdasàrkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (20) siswa masih
rendah dalam menguasai keterampilan penalaran matematis, hal ini dijelaskan
bahwa pada indikator melakukan manipulasi matematika. Siswa belum mampu
menyelesaikan dengan baik, dikarenakan pemahaman konsep yang dimiliki masih
sangat terbatas. Siswa cenderung belajar dengan cara hafalan dengan tidak
memahami konsep dengan berpikir secara nalar. Ilmu yang mereka pelajari tidak
tertanam dengan kuat di dalam otak mereka. Padahal jika ada sebuah
permasalahan baru harus menggunakan cara berpikir nalar, agar sebuah
permasalahan dapat dianalisis dan terpecahkan.
Kesulitan peserta didik mempelajari matematika karena tidak membangun
pengetahuan sendiri tentang konsep-konsep tersebut, melainkan kecenderungan
menghafal tanpa mengetahui maknanya (Murwanto et al, 2022). Siswa hanya
menerima materi yang di berikan oleh Guru dikelas, tanpa dituntut untuk
membangun pemikirannya sendiri untuk menyelesaikan masalah, sehingga
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Dengan kata lain
pembelajaran masih berpusat pada Guru.
Pembelajaran berpusat pada Guru di sebabkan karena Guru masih
menggunakan metode lama, yaitu metode ceramah dengan langkah-langkah
pembelajaran: menjelaskan teori; memberikan contoh-contoh; dan memberikan
latihan soal, sehingga siswa hanya bertugas mendengar dan mencatat yang guru
jelaskan di papan tulis (Fitriani et al, 202). Peserta didik terlihat pasif dalam
proses pembelajaran sehingga dapat membuat peserta didik menjadi bosan dalam
belajar dan mengakibatkan hasil belajar menjadi kurang maksimal. Dalam
pembelajaran jika peserta didik hanya mendengarkan saja dari guru maka akan
sedikit informasi yang dapat tersimpan oleh peserta didik.
3

Menanggapi kurangnya kemampuan pemecahan masalah, dan keterampilan


manipulasi matematis siswa dibutuhkan suatu solusi alternatif melalui
pembelajaran yang dapat mewujudkan pembelajaran yang berkualitas sehingga
siswa dapat memahami materi dengan baik (Safitri et al, 202). Salah satu alternatif
tersebut adalah model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis dan keterampilan peserta didik (Qoma, 2021).
Selain model pembelajaran matematika perlu didukung media belajar untuk
mendorong peserta didik belajar mandiri dan menuntun peserta didik dapat
menemukan konsep melalui penemuan sebagaimana disarankan pada
pembelajaran Kurikulum 2013 (Ningtum, 2019). Maka dari itu perlu adanya
sarana atau alat bantu perangkat pembelajaran untuk menjembatani atau
membantu kegiatan belajar. Alat bantu perangkat pembelajaran yang bisa
digunakan salah satunya adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) (Fitriani et
al, 2021). Untuk membuat LKPD yang mampu meningkatkan kemampuan dan
keterampilan siswa, diperlukan LKPD dengan tipe keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi biasa disebut dengan Higher Order
Thinking Skill (HOTS). Berdasarkan penelitian terdahulu bahwa LKPD berbasis
HOTS dapat membantu meningkatkan semangat dan hasil belajar siswa (Utami et
al, 2021). Keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam bahasa Inggris Higher Order
Thinking Skill (HOTS) ialah hal yang sekarang telah menjadi acuan dalam bidang
pendidikan. Bahkan, keterampilan berpikir tingkat tinggi sudah menjadi
pengarahan kurikulum bersifat internasional. Higher Order Thingking Skill
(HOTS) sangat di perlukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat melatih
siswa dalam kemampuan pemecahan masalah pada situasi baru (Rasmuin et al,
2021).
Berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) berbantuan LKPD berbasis HOTS
dengan harapan dapat memecahkan permasalahan yang ada di sekolah yang
membuat peserta didik tidak merasa sulit dalam belajar matematika. Oleh karena
itu peneliti akan melakukan penelitian pembelajaran matematika yang di tulis
dalam laporan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran CPS
(Creative Problem Solving) Berbantuan LKPD Berbasis HOTS Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Keterampilan Manipulasi Siswa".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, muncul beberapa permasalahan yang
dirangkum dalam poin-poin di bawah ini :
4

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan matematis siswa


masih tergolong rendah.
2. Kegiatan pembelajaran yang membosankan, hal ini kurangnya bervariasi
model pembelajaran yang diterapkan.
3. Kurangnya pemahaman dasar matematika peserta didik.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model
pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak?
2. Bagaimana keterampilan manipulasi matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak?
3. Apakah ada perbedaan dari kemampuan pemecahan masalah siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan
yang tidak?
4. Apakah ada perbedaan keterampilan manipulasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan
yang tidak?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan
model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak
menggunakan LKPD berbasis HOTS.
2. Untuk mengetahui keterampilan manipulasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan
yang tidak menggunakan LKPD berbasis HOTS.
3. Membandingkan perbedaan antara siswa yang menggunakan model
pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak
menggunakan LKPD berbasis HOTS dalam kemampuan pemecahan masalah
siswa.
4. Menganalisa perbedaan keterampilan manipulasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS
dan yang tidak menggunakan LKPD berbasis HOTS.

E. Manfaat Peneltian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Penulis
5

Kegiatan penelitian ini dijadikan sebagai pengalaman yang berharga


dalam upaya meningkatkan kemampuan penulis dalam mengembangkan
ilmu dan dapat memberikan gambaran mengenai model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) berbantuan LKPD berbasis HOTS
terhadap kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan manipulasi
matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Dengn adanya penelitian ini, manfaat bagi sekolah adalah dapat
menerapkan metode dan model yang digunakan dalam proses belajar
mengajar khususnya dalam model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) berbantuan LKPD berbasis HOTS terhadap kemampuan pemecahan
masalah dan keterampilan manipulasi matematis siswa.
b. Bagi Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lanjutan
dan sebagai dalam pemikiran bagi pengembangan pembelajaran untuk
melanjutkan penelitian dalam meningkatkan pembelajaran model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan LKPD berbasis
HOTS terhadap kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan
manipulasi matematis siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Teoritis
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Krulik and Rudnick (1980) (Sutiawan : 2014) mendefinisikan
pemecahan masalah merupakan : Cara yang mengindividu menggunakan
pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, keterampilan, dan pemahaman untuk
memenuhi tuntutan situasi yang asing. Siswa harus mensintesis apa yang telah
ia pelajari dan menerapkannya ke situasi baru dan berbeda. Jelas terlihat bahwa
sebuah persoalan bukan suatu permasalahan, apabila aturan atau algoritma
dalam menyelesaikan suatu masalah telah ada di dalam ingatan, maka
permasalahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai suatu masalah.
Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai suatu bentuk belajar yang
mempersyaratkan adanya hal yang baru, yang kelak dapat menjadi dasar bagi
siswa agar dapat diaplikasikan dalam masalah baru berikutnya. Sumarmo
(Sutiawan : 2014) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematis dapat dirinci dengan indikator sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.
b. Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan
menyelesaikannya.
c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
dan atau di luar matematika.
d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta
memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
e. Menerapkan matematika secara bermakna.
Sejalan dengan pendapat Sumarmo, berpendapat bahwa“kemampuan
pemecahan masalah adalah kemampuan dalam memahami masalah, membuat
perencanaan, melaksanakan perencanaan, dan memeriksa kembali hasil yang
telah diperoleh”. Mengenai aturan atau urutan berupa langkah-langkah dalam
pemecahan masalah, sudah banyak ahli yang mengemukakannya. Gagne
( dalam Purwati : 2015) mengatakan bahwa dalam pemecahan masalah
biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan:
a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas;
b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (baik untuk
dipergunakan dalam memecahkan masalah itu );
c. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain, hasilnya mungkin lebih
dari sebuah;
d. Memeriksa kembali mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik.

6
7

Polya (Purwati : 2015) menempatkan pengertian sebagai langkah awal


dalam empat pemecahan masalah (problem solving ). Keempat langkah
tersebut adalah: (a) memahami masalah, (b) merencanakan penyelesaian, (c)
melaksanakan perhitungan, dan (d) memeriksa kembali proses dan hasil.
Dalam pembelajaran matematika, masalah-masalah yang sering
dihadapi siswa berupa soal-soal atau tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa.
Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau urutan yang dilakukan
siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Semua pemecahan masalah melibatkan beberapa informasi dan untuk
mendapatkan penyelesaiannya digunakan informasi tersebut. Informasi-
informasi ini pada umumnya merupakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
dalam matematika.

2. Keterampilan Manipulasi Matematis


Manipulasi matematika adalah objek yang dirancang agar seseorang
dapat mempersepsikan suatu konsep matematika dengan memanipulasinya.
Jadi anak-anak bisa merasakan matematika langsung di tangannya.
Manipulasi matematika adalah alat penting untuk mengajar matematika
kepada anak-anak prasekolah. Mereka menyediakan cara langsung untuk
mengeksplorasi konsep matematika. Manipulasi matematika bisa berupa
sesuatu yang sederhana seperti biji-bijian yang dipakai untuk menghitung. Alat
manipulasi matematika sekarang ini juga sudah mulai populer di Indonesia,
dan digunakan di sekolah-sekolah.
Kemampuan manipulasi matematika merupakan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika menggunakan cara atau metode
sehingga dapat tercapai tuuan yang dikehendaki. Satu, dua dan tiga sesuai
dengan konsep perbandingan dan skala dengan benar.
Menurut Gardner (dalam Eka Lestari, 2015: 82) mengungkapkan,
bahwa penalaran matematis adalah kemampuan menganalisis,
menggeneralisasi, mensintesis/ mengintegrasikan, memberikan alasan yang
tepat dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Killpatrick et al. (dalam
Dyah: 2018), mendefinisikan penalaran sebagai konsep kemampuan
matematika yang membutuhkan lima alur saling terkait dan saling,
mempengaruhi – pemahaman konseptual, yang mencakup pemahaman konsep,
operasi, dan hubungan matematis, kelancaran procedural, melibatkan
keterampilan dalam menjalankan procedural secara feksibel, akrat, efisien, dan
tepat; kompetensi strategis, yaitu kemampuan untuk merumuskan, mewakili,
dan memecahkan masalah matematika; penalaran adaptif, yang merupakan
kapasitas pemikiran logis, refleksi, penjelasan, dan justifikasi; dan disposisi
produktif, orientasi untuk melihat matematika masuk akal, berguna,
8

bermanfaat, dan masuk akal, dan siapa pun dapat memberi alasan untuk
memahami gagasan matematis.
Menurut Lithner (dalam Jonas : 2016), definisi penalaran yang luas
diterapkan: “reasoning is the line of thought adopted to produce assertions and
reach conclusions in task solving. It is not necessarily based on formal logic,
thus not restricted to proof, and may even be incorrect as long as there are
some kind of sensible (to the reasoner) reasons backing it” . Dari definisi
penalaran menurut Lithner adalah garis pemikiran yang diadopsi untuk
menghasilkan pernyataan dan mencapai kesimpulan dalam penyelesaian tugas.
Ini tidak selalu didasarkan pada logika formal, sehingga tidak terbatas pada
bukti, dan bahkan mungkin salah selama ada beberapa alasan masuk akal
(untuk alasan) mendukungnya ". Hal ini sejalan dengan pernyataan Suherman
(dalam Tina: 2015) penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan
suatu cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
bernalar, didasarkan pada pengamatan data-data yang ada sebelumnya dan
telah diuji kebenarannya.
Berdasarkan karya Napitupulu, Suryadi, & Kusumah (2016), empat
indikator untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, yaitu: (a)
Buat kesimpulan logis; (b) Berikan penjelasan tentang model, fakta, properti,
hubungan, atau pola yang ada; (c) Buatlah dugaan dan bukti; dan (d)
Penggunaan pola hubungan untuk menganalisa situasi, membuat analogi, atau
menggeneralisasikan.
Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo
(dalam Tina: 2015) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :
a. Menarik kesimpulan logis.
b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis.
e. Menyusun dan mengkaji konjektur.
f. Merumuskan lawan, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas
argument .
g. Menyusun argument yang valid.
h. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematika.

3. Indikator Keterampilan Mnipulasi Matematis


Merujuk pada Pedoman Teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas
Nomor 506/C/Kep/PP/2004, rincian indikator kemampuan penalaran
matematis sebagai berikut:
9

a. Menyajikan pernyataan matematika melalui tulisan, gambar, sketsa, atau


diagram,
b. Mengajukan dugaan,
c. Melakukan manipulasi matematika,
d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi,
e. Menarik kesimpulan dari pernyataan,
f. Memeriksa kesahihan suatu argumen,
g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
Sedangkan indikator penalaran matematis menurut Sumarmo, yaitu:
a. Menarik kesimpulan logis,
b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan,
c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi,
d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat
analogi dan generalisasi,
e. Menyusun dan menguji konjektur,
f. Membuat counter example (kontra contoh),
g. Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa validitas argumen,
h. Menyusun argumen yang valid, Menyusun pembuktian langsung, tidak
langsung, dan menggunakan induksi matematik.

4. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)


a. Pengertian Creative Problem Solving
Model creative problem solving merupakan variasi dari
pembelajaran pemecahan masalah. Menurut Osborn, Creative Problem
Solving (CPS) sebagai metode untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.
Jadi, pembelajaran ini merupakan pembelajaran berbasis masalah yang
berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa.
Guru dalam CPS bertugas untuk mengarahkan upaya pemecahan masalah
secara kreatif. Ia juga bertugas untuk menyediakan materi pelajaran atau
topik diskusi yang dapat merangsang siswa berpikir kreatif dalam
memecahkan masalah.
Jadi, Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran
yang memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah,
yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini diharapakan dapat menimbulkan minat sekaligus kreatif
dan metode siswa dalam belajar, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat
yang maksimal, baik dari proses maupun dari hasil belajarnya.
10

Sintak proses model Creative Problem Solving berdasarkan kriteria


OFPISA model Osborn-Parnes dapat dilihat dengan hal berikut.
1). Objective Finding
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Siswa mendiskusikan
situasi permasalahan yang diajukan guru dan mem-brainstorming
sejumlah tujuan atau sasarn yang bisa digunakan untuk kerja kreatif
mereka. Sepanjang proses ini, siswa diharapkan bisa membuat suatu
konsensus tentang sasaran yang hendak dicapai oleh kelompoknya.
2). Fact Finding
Siswa mem-brainstorming semua fakta yang mungkin berkaitan
dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar setiap perspektif yang
dihasilkan oleh siswa. Guru memberi waktu kepada siswa untuk
berefleksi tentang fakta-fakta apa saja yang menurut mereka paling
relevan dengan sasaran dan solusi permasalahan.
3). Problem Finding
Salah satu aspek terpenting dari kreativitas adalah
mendefenisikan kembali perihal permasalahan agar siswa bisa lebih
dekat dengan masalah sehingga memungkinkannya untuk menemukan
solusi yang lebih jelas. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah
mem-brainstorming beragam cara yang mungkin dilakukan untuk
semakin memperjelas sebuah masalah.
4). Idea Finding
Pada langkah ini, Gagasan-gagasan siswa didaftar agar bisa
melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan. Ini
merupakan langkah brainstorming yang sangat penting. Setiap usaha
siswa harus diapresiasi sedemikian rupa dengan penulisan setiap
gagasan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut akan menjadi
solusi. Setelah gagasan-gagasan terkumpul, cobalah luangkan beberapa
saat untuk menyortir mana gagasan yang potensial dan yang tidak
potensial sebagai solusi. Tekniknya adalah evaluasi cepat atas gagasan-
gagasan tersebut untuk menghasilkan hasil sortir gagasan yang
sekiranya bisa menjadi pertimbangan solusi lebih lanjut.
5). Solution Finding
Gagasan-gagasan yang memiliki potensi terbesar di evaluasi
bersama sehingga menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan.
Salah satunya dengan cara mem-brainstorming kriteria-kriteria yang
dapat menentukan seperti apa solusi yang terbaik itu seharusnya.
Kriteria ini di evaluasi sehingga ia menghasilkan penilian yang berhasil
atas gagasan yang pantas menjadi solusi atas situasi permasalahan.
6). Acceptance Finding
11

Siswa mulai mempertimbangkan isu-isu nyata dengan cara


berpikir yang sudah mulai berubah. Siswa diharapkan sudah memiliki
cara baru untuk menyelesaikan berbagai masalah secara kreatif.
Gagasan-gagasan mereka diharapkan sudah bisa digunakan tidak hanya
untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mencapai kesuksesan.

5. Langkah-langkah Model Creative Problem Solving


a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
c. Guru memberikan kesempatan siswa untuk tanya jawab.
d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak sesuai dengan
kebutuhan dan tiap kotak diisi angka yang sesuai dengan selera masing-
masing siswa.
e. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban didalam kotak
yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan. Kalau benar di
isi tanda benar ( √ ) dan jika salah diberi tanda silang ( X ).
f. Siswa yang mendapat tanda ( √ ) vertikal atau horizontal atau diagonal
harus berteriak horey atau yel-yel lainnya.
g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horey yang diperoleh.
h. Penutup.

6. Kelebihan Model Creative Problem Solving


a. Dengan model creative problem solving siswa menjadi terampil untuk
menyeleksi informasi yang relevan. kemudian menganalisisnya dan meneliti
kembali hasilnya.
b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah instrinsik bagi
siswa.
c. Potensi intelektual siswa menjadi meningkat dan daya berpikirnya semakin
kreatif.
d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan

7. Kelemahan dari Model Creative Problem Solving


a. Model creative problem solving hanya menempatkan pada satu kunci dari
proses pembelajaran dalam menyelesaikan masalah.
b. Adanya peserta didik yang tidak mempunyai intelektual yang memadai
maka akan tertinggal.

8. Kemampuan Pemecahan Masalah terhadap Model Pembelajaran Creative


Problem Solving
12

Dalam pembelajaran matematika, masalah-masalah yang sering


dihadapi siswa berupa soal-soal atau tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa.
Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau urutan yang dilakukan
siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugastugas yang diberikan kepadanya.
Semua pemecahan masalah melibatkan beberapa informasi dan untuk
mendapatkan penyelesaiannya digunakan informasi tersebut. Informasi-
informasi ini pada umumnya merupakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
dalam matematika. Untuk itu, pendidik dalam prosesnya perlu
mempertimbangkan model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk
mencapai kemampuan tersebut, yaitu model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS).
Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CPS
ini, kreatifitas dan kemandirian berfikir siswa menjadi terasah. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil tes dalam pekerjaan siswa. Antara siswa yang satu
dengan yang lainnya, cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang
disediakan berbeda-beda dan tidak sama dengan kunci jawaban yang telah
dipersiapkan. Akan tetapi hasil akhir atau kesimpulan dari pemecahan masalah
sama. Kegiatan pembelajaran dengan CPS ini diawali dengan menemukan
fakta. Pada tahap ini siswa dengan panduan dari guru menuliskan semua
pertanyaan faktual yang timbul dalam fikiran siswa, kemudian memilih
pertanyaan-pertanyaan faktual yang dianggap relevan dan penting.
Kemudian dilanjutkan tahap selanjutnya yaitu tahap menemukan
masalah. Pada tahap ini disusun sebanyak mungkin pertanyaan kreatif
sehubungan dengan masalah yang sedang dihadapi sehingga siswa benar-benar
bisa memahami masalah. Setelah siswa benarbenar memahami masalah dengan
baik, siswa merencanakan penyelesaian masalah dengan baik pula.
Perencanaan yang baik dan tepat inilah yang mempermudah tahap perhitungan.
Melalui serangkaian kegiatan siswa di atas, kemampuan pemecahan masalah
siswa meningkat. Selain itu, pendekatan CPS ini melibatkan banyak kegiatan
sendiri dengan bimbingan dari guru. Misalnya pada tahap menemukan
gagasan. Dalam tahap ini siswa mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang diberikan. Beberapa siswa
tampak membaca kembali buku dari sumber lain, bertanya kepada guru, dan
ada juga siswa yang melakukan diskusi. Hal ini membuat siswa semakin
terampil dalam memecahkan masalah sehingga kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa menjadi lebih baik.

9. Keterampilan Manipulasi Matematis terhadap Model Pmebelajaran


Creative Problem Solving
13

Penalaran matematika juga merupakan sebuah kemampuan untuk


menganalisis situasi dan mengkonstruk sebuah pendapat(Kaur & Toh,
2012).Kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan siswa untuk
dapat memeriksa pola dan keteraturan,mencatat, menganalisis situasi, menarik
kesimpulan secara logis,dan mengevaluasi dugaan.Kemampuan penalaran
matematik sangatlah bepengaruh dengan proses pembelajaran matematika
yangdiikutisiswa. Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran yang baik
akan mudah memahami materi matematika,dan sebaliknya siswa yang
kemampuan penalaran matematikanya rendah akan sulit memahami materi
matematika(Tukaryanto, Hendikawati,& Nugroho, 2018). Kemampuan
penalaran matematis harus selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap
pembelajaran. Pembiasaan tersebut harus dimulai dari memahami masalah
dengan membangun keterkaitan antar konsep yang terdapat dalam masalah
yang diberikan(Konita, Asikin, &Asih, 2019, p.614).
Kemampuan penalaran matematika penting dan dibutuhkan dalam
pembelajaran matematika karena materi matematika dan penalaran
matematika tidak dapat dipisahkan(Faradilah, 2014, p.113).
Dengan demikian, selayaknya guru memfasilitasi siswa agar
mampu dan terbiasa melakukan penalarandengan baik dalam menyelesaikan
masalah matematika. Namun rata-rata persentase yang paling rendah yang
dicapai oleh siswaIndonesia pada TIMSS adalah pada domain kognitif pada
level penalaran(Rosnawati, 2013, p.2).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jelita dan Zulkarnaen
(2019:803) juga menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa
masih tergolong rendah, kemampuan penalaran matematis siswa dalam
menyelesaikan soal TIMSS pada kategori tinggi, sedang dan rendah berturut
turut sebesar 3 siswa, 14 siswa, dan 22 siswa. Padahal kemampuan penalaran
ini sangat penting untuk mengonstruk strategi yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemampuan penalaran yang rendah
akan mengakibatkan siswa kurang terbiasa mengonstruksoal-soal pemecahan
masalah yang menuntut mereka untuk bernalar.
Ditinjau darimakna kata,creative problem solvingberasal dari kata
creative, problem, dan solving. Sulistyowati dan Sugiman (2014, p.221)
mendefinisikan problemdan solving. Problem adalah setiap situasi yang
memberikan tantangan, kesempatan, atau kekhawatiran,sedangkan solving
adalah merancang cara untuk menjawab, menghadapi atau menyelesaikan
masalah.
Mitchell & Kowalik (1999, p.4) mendefinisikan creative, problem,dan
solving. Creative adalah sebuah ide yang memuat elemen baru atau unik,
biasanya seseorang yang kreatif mampu membuat, menciptakan,atau
14

mengkreasikan sebuah solusi sehingga memiliki nilai dan relevan.


Problem adalah sebuah situasi yang merepresentasikan sebuah tantangan,
kesempatan,atau yang saling berhubungan. Solving adalah memikirkan cara
untuk menjawab, menghubungkan,atau memecahkan masalah. Kreatif dalam
matematika menghubungkan ide umum,seperti menggabungkan masalah lama
kedalam masalah baru, menggabungkan dengan pertanyaan baru,atau mencari
solusi yang baru dan bermanfaat dari masalah yang ada (Levenson, 2015).
Design model pembelajaran CPS mempertimbangkan semua
komponen yang termuat dalam makna kata tersebut. CPS merupakan sebuah
proses, metode, atau sistem untuk memecahkan sebuah masalah dengan
imaginasi atau cara dan menghasilkan perlakuan yang efektif (Mitchell
&Kowalik,1999, p.4).
Model pembelajaran CPS adalah suatu model pembelajaran yang
memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang
diikuti dengan penguatan keterampilan(Supardi &Putri, 2010, p.574).
CPS merupakan sebuah metode pengajaran dan sebuah strategi
metakognisi. Treffinger, Isaksen and Dorval (2011) mengatakan bahwa CPS
bukan sekedar pemecahan masalah. Aspek kreatif dalam CPS fokus dalam
menghadapi tantangan sebagai peluang dalam menghadapi situasi yang tidak
diketahui dan secara produktif mengelola ketegangan yang disebabkan
oleh kesenjangan antara realitas masa depan dan realitas aktual. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses CPS dapat mengembangakan ide siswa
serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif mereka (Maharani et al.,
2015, p.208). Siswa mengerjakan dengan solusi yang inovatif dibandingkan
dengan cara yang biasa dikerjakan oleh siswapada umumnya(Moreno, 2013,
p.8).
Model CPS juga mampu mengonstruk pengetahuan dengan cara
berdiskusi dengan teman sekelompok. Secara umum ada tiga langkah utama
dalam pembelajaran CPS, yaitu fact finding, idea finding,dan solution finding
(Amali, Komariah, & Umar, 2015, p.2).

B. Hasil Penelitian Relevan


Ada bebarapa hasil penelitian terdahulu yang relevan atau berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Anis, Qoiriah. “Pengaruh Pembelajaran Creative Problem
Solving (Cps) Terintegrasi Islam Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa Sma Ditinjau Dari Penalaran Matematis”. Diss. Uin Raden Intan
Lampung, 2022.
2. Penelitian oleh Sulaeman, M. G., Jusniani, N., & Monariska, E. (2021).
“Penggunaan model pembelajaran creative problem solving (CPS) untuk
15

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa”. Mathema:


Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 66-81.
3. Penelitian oleh Manalu, C. E. (2013). “Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Teknik Two Stay-Two Stray
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok
Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Di Kelas Viii Smp Negeri 27
Medan TA” (Doctoral dissertation, UNIMED).
Beberapa penelitian terdahulu di atas memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, antara lain:
No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Pengaruh Pembelajaran Penelitian ini Selain terhadap
Creative Problem Solving bertujuan terhadap kemampuan
(Cps) Terintegrasi Islam kemampuan pemecahan
Terhadap Kemampuan pemecahan masalah,
Pemecahan Masalah Siswa masalah penalaran
Sma Ditinjau Dari Penalaran matematis atau
Matematis manipulasi
matematis ada
pada aspek
psikomotorik
2. Penggunaan model Penelitian ini Ada pada
pembelajaran creative problem tentang model penggunaan dan
solving (CPS) untuk pembelajaran penerapannya
meningkatkan kemampuan creative problem
pemecahan masalah matematis solving
siswa
3. Pengaruh Penerapan Model Penelitian ini Ada pada
Pembelajaran Creative Problem tentang penerapan pengaruhnya
Solving Dengan Teknik Two model
Stay-Two Stray Terhadap pembelajaran
Kemampuan Pemecahan creative problem
Masalah Matematika Siswa solving
Pada Pokok Bahasan Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel
Di Kelas Viii Smp Negeri 27
Medan TA

C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubugan dengan faktor yang telah didefiniskan sebagai masalah yang paling
16

penting. Berdasar pada latar belakang dan landasan teori yang telah dipaparkan,
setelah itu dapatlah melakukan penyusunan pada kerangka berpikir untuk
mendapatkan hipotesis-hipotesis pada setiap variabel.
Variabel independen atau variabel bebasnya adalah model pembelajaran (X)
yang terdiri dari dua sub variabel bebas yaitu model pembelajaran creative
problem solving (CPS) berbantuan LKPD HOTS dan model pembelajaran
creative problem solving (CPS) tidak berbantuan LKPD HOTS. Sebagai variabel
terikatnya adalah Kemampuan pemecahan masalah (Y1), dan keterampilan
manipulasi matematis (Y2).
Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ditunjukkan pada
gambar di bawah ini :

Y1
X
Y2
Gambar 2.1
Sketsa kerangka berpikir

Keterangan :
X : Model pembelajaran creative problem solving (CPS)
Y1 : Kmampuan pemecahan masalah
Y2 : Keterampilan manipulasi matematis

Adapun kerangka berpikir yang penulis paparkan adalah sebagai berikut :

Proses Pembelajaran

Model Pembelajaran

Creative Problem Solving Creative Problem Solving (Tidak


(Berbantuan LKPD HOTS) Berbantuan LKPD HOTS)

Pretest Postest

Kemampuan Pemecahan Keterampilan Manipulasi


Masalah Matematis

Gambar 2.2
Alur Penelitian
17

Salah satu indikator peserta didik mampu meyelesaikan masalah


matematika dapat dilihat sejauh mana peserta didik mampu menyelesaikan tingkat
kesulitan soal yang diselesaikan, selain itu hasil penelitian pada setiap proses
belajar mengajar dapat dijadikan bantuan indikator guna mengukur kemampuan
berpikir peserta didik untuk meningkatkan itu maka diperlukan sebuah model atau
metode yang tepat pada proses belajar mengajar. Dalam mengatasi masalah
tersebut, peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
yaitu model pembelajaraan Creative Problem Solving (CPS) karena Creative
Problem Solving (CPS) berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis dan keterampilan peserta didik (Qoma, 2021). Sehingga dapat
digambarkan melalui kerangka berpikir.

D. Hipotesis Peneleitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan maslah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis adalah jawaban
sementara yang perlu diuji kebenarannya melalui analisis, penulis merumuskan
hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada perbedaan dari kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan
model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak
2. Ada perbedaan keterampilan manipulasi matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS dan yang tidak
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan
kuantitatif. Penelitian kuantitaif adalah penelitian yang banyak menuntut
penggunaan angka, mulaii dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan
akan lebih baik bila disertai dengan dengan gambar, tabel, grafik atau tampilan
lainnya (Musfirah, et al, 2022).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dan
eksperimen. Dimana penelitian deskriptif untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Adapun penelitian
eksperimen yaitu melakukan percobaan terhadap kelompok-kelompok
eksperimen.
B. Desain Penelitian
Penelitian eksperimen dibagi menjadi empat bagian yaitu: pre
eksperimental design, true eksperimental desaign, faktorial desaign, dan quasi
esxperimental desaign (Nurwahida, 2018). Peneliti menggunakan desain quasi
experimental nonequivalent control group desaign, yaitu dengan menggunakan
pretest dan postest. Pre test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal peserta
didik yang diberikan sebelum dimulai proses pembelajaran. Sedangkan post test
dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah diberi perlakuan
yang dilakukan setelah proses pembelajaran.
Pada penelitian ini peneliti akan membandingkan anatara model
pembelajaran CPS berbantuan LKPD HOTS dengan model pembelajaran CPS
tidak berbantuan LKPD HOTS. Sehingga diketahui apakah ada perbedaan
terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan manipulasi matematis.
Penelitian ini menempatkan subjek penelitian ke dalam dua kelompok kelas, yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol,kelas eksperimen adalah kelas yang diberi
perlakuan (X) dan kelas kontrol adalah kelas yang diberi perlakuan (Y) (Kusuma,
2022).
Adapun pada penelitian ini penggunaan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol diberikan tes yang sama. Tes tersebut dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu debelum diberikannya treatment (pretest) dan setelah diberikannya
treatmen (posttest). Adapun pola desain penelitian digambarkan dengan pola
seperti berikut (Kusuma, 2022).
R1 O1 X O2

18
19

R2 O3 O4
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Keterangan:
R1 = kelas eksperimen
R2 = kelas kontrol
O1 = hasil pengukuran pretest kelas eksperimen
O2 = hasil pengukuran pretest kelas kontrol
X = treatment (perlakuan)
O3 = hasil pengukuran postest kelas eksperimen
O4 = hasil pengukuran postest kelas kontrol
C. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Berdasarkan kurikulum 2013 materi peluang diajarkan pada awal
semester genap pada peserta didik kelas IX MTSS Alkhairiyah Kalodran.
Penelitian akan dilakukan pada bulan januari 2023.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan mengambil lokasi di MTSS Alkhairiyah Jl. Raya Jkt
No.Km.06, Kalodran, kecamatan Walantaka, kota Serang, Banten 4218.
Penelitian dilakukan pada kelas IX semester genap tahun ajaran 2022/2023.
Peneliti memilih tempat tersebut karena ingin mengetahui kemampuan
pemecahan masalah dan keterampilan manipulasi matematis siswa kelas IX di
MTSS Alkhairiyah Kalodran dengan menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving berbantuan LKPD HOTS. Hasil dari penelitian ini
dapat menjadi masukan dalam proses pembelajaran yang akan digunakan di
masa yang akan mendatang.
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini yang akan diambil sebagi populasi yaitu seluruh
peserta didik kelas IX MTSS Alkhairiyah Kalodran tahun ajaran 2022/2023
yang terdiri dari 2 kelas. Populasi pada penelitian ini berjumlah 30 peserta
didik. Banyak peserta didik pada setiap kelasnya adalah sebagai berikut.

Kelas Jumlah Peserta Didik


IX A 15
IX B 15
20

Total 30 Peserta Didik


Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa dari dua kelas yaitu kelas IX
A dan kelas IX B. Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh model
pembelajaran CPS berbantuan LKPD HOTS yaitu kelas IX A, sedangkan
Kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh model pembelajaran CPS tidak
berbantuan LKPD HOTS yaitu kelas IX B.
Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh atau
total sampling. Karena populasi terdiri dari 2 kelas, yaitu teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, teknik ini
digunakan apabila jumlah populasi dari suatu penelitian relatif kecil (Kusuma,
2022). Populasi akan diberi uji normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan
rata-rata yang bertujuan untuk memastikan kedua kelas memiliki kedaan awal
yang relatif sama untuk kemudian dipilih menjadi sampel penelitian, yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kebingungan dalam memahami istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian, berikut dijelaskan definisi operasional dari istilah-
istilah tersebut.
1. Kemampuan Pemecahan Masalah.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika. Pada saat memecahkan masalah matematika, siswa dihadapkan
dengan beberapa tantangan seperti kesulitan dalam memahami soal. Hal ini
disebabkan karena masalah yang dihadapi bukanlah masalah yang pernah
dihadapi siswa sebelumnya.
Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan
masalah berdasarkan tahapan-tahapan indikator pemecahan masalah.
Pada penelitian ini pemecahan masalah yang dimaksud adalah suatu
proses terencana yang dilakukan supaya mendapatkan penyelesaian tertentu
dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera. Indikator
pemecahan masalah pada penelitian ini adalah siswa dapat memahami masalah
yang diberikan, dan mampu merencanakan penyelesaian dan menyelesaikan
masalah sesuai rencana.
2. Keterampilan Manipulasi Matematis
21

Manipulasi matematika merupakan kemampuan siswa dalam menyelesaikan


masalah matematika menggunakan cara atau metode sehingga dapat tercapai
tujuan yang dikehendaki. Manipulasi matematika adalah objek yang dirancang
agar seseorang dapat mempersepsikan suatu konsep matematika dengan
memanipulasinya.
Indikator keterampilan manipulasi matematis yang di maksud dalam penelitian ini
adalah siswa dapat mendemonstrasikan atau memperagakan suatu langkah-
langkah penyelesaian dari permasalahan yang diberikan sehingga ditemukan
penyelesaiannya.
3. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu
model yang melibatkan siswa secara aktif dan bekerja sama untuk memberikan
ide-ide pemikiran tentang suatu konsep atau gagasan, sehingga terbentuk
pemahaman dan pengalaman belajar untuk jangka waktu yang lama. Model
pembelajaran CPS juga merupakan pembelajaran yang berpusat pada
pengajaran dan ketrampilan kreatif pemecahan masalah yang diikuti dengan
penguatan ketrampilan.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran model Creative Problem
Solving (CPS) mengikuti empat tahapan, yaitu: klarifikasi masalah,
pengungkapan pendapat, evaluasi dan pemilihan, dan implementasi.

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian


1. Instrumen Penelitian
a. Instrumen Tes
b. Instrumen Non-Test
c. Dokumentasi
2. Metode Observasi
3. Metode Tes
G. Teknik Analisis Data
1. Hipotesis statistik
Hipotesis statistik pada penelitian ini yaitu :
a. H0A : ꭤ1 = ꭤ2
(Tidak ada perbedaan dari kemampuan pemecahan masalah siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS
dan yang tidak)
b. H0A : ꭤ1 ≠ ꭤ2
22

(Ada perbedaan dari kemampuan pemecahan masalah siswa yang


menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS
dan yang tidak)
c. H0B : ß1 = ß2
(Tidak ada perbedaan keterampilan manipulasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS
dan yang tidak)
d. H0B : ß1 ≠ ß2
(Ada ada perbedaan keterampilan manipulasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan LKPD berbasis HOTS
dan yang tidak
BAB IV ANALISIS, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Gambaran Objek Penelitian


B. Analisis Dan Pembahasan
C. Pemecahan Masalah

23
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Saran

24
DAFTAR PUSTAKA

Safitri, N.T., Salsabila, E. & Hajizah, M.N. 202. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Probing Prompting Berbantuan LKS Terstruktur Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Negeri 31
Jakarta.
Murwanto, A., Qohar, A., & Sa’dijah, C. 2022. Pengembangan LKPD Daring
Pendekatan Guided Discovery Berbasis HOTS Materi Persamaan dan
Fungsi Kuadrat. Jurnal Pendidikan Matematika. 11(3): 2527-8827.
Syazali, M. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving
Berbantuan Maple II Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis. Jurnal Pendidikan Matematika. 6(1): 91 - 9.
Wahyuni, P., Astuti, D., & Ijuddin, R. 202. Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Berbantuan Lkpd Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa Di Sma.
Kusumaningtyas, N., Parta, N., & Susanto, H. 2022. Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Siswa Pada
Saat Pembelajaran Daring. Jurnal Pendidikan Matematika. 6(1): 107-119.
Rahmawati, H.D., & Astuti, D. 2022. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
SMA Pada Materi Pertidaksamaan dua Variabel. Jurnal Pendidikan
Matematika. 2(2): 187-200.
Ramdan, M.G.A., & Roesdiana, N. 2022. Analisis Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa SMP Pada Materi Teorema Phytagoras. Jurnal Educatio.
8(1): 386-395.
Kurniati, A.H., & Murniati. 200. Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematika
Siswa Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Siswa.
Juhaeriah, D., Hidayat, S., & Sudrajat. A. 2021. Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Berbantuan Lkpd Dan Kemampuan Berpikir Kritis
Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Kelas Vi
Sd. Jurnal Muara Pendidikan. 6(2): 2621-0703.
Qoma, I. 2021. Penerapan Model Pembelajaran Cps (Creative Problem Solving)
Terhadap Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Ditinjau Dari
Curiosity Peserta Didik. Skripsi.
Ningrum, P. 2019. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (Lkpd) Berbasis
Strategi React Pada Materi Trigonometri Di Smk Pab 3 Medan Estate.
Skripsi.
Fitriani, A., Bahatullah., & Husniati, A. 2022. Pengaruh Pendekatan Problem
Solving Berbantuan Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis Higher Order
Thinking Skill Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif. Jurnal pedagogika.
13(02): 135-149.

25
26

Utami, D.P., & Dafit, F. 2021. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis
High Order Thingking Skills (HOTS) pada Pembelajaran Tematik. Jurnal
Mimbar Ilmu. 26(3): 381-389.
Rasmuin., & Syah, S. 2021. Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Solving
Terhadap Higher Order Thingking Skill (HOTS) pada Siswa SMP.
Akademik Pendidikan Matematika, 7(1); 72-80
Sari, A. D., & Noer, S. H. (2017). Kemampuan pemecahan masalah matematis
dengan model creative problem solving (cps) dalam pembelajaran
matematika. In Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika (Vol. 1, No. 1, pp. 245-252).
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/download/29072/12806/

Nopitasari, D. (2016). Pengaruh model pembelajaran creative problem solving


(CPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematis siswa. Mathline:
Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 1(2), 103-112.
Musfirah., Burhan, I., & Sari, S.N. 2022. Metode Penelitian Kuantitatif.
Nurwahida. 2018. Pengaruh Pendekatan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Terhadap Hasilbelajar Ilmu Pengetahuan Sosial Murid Kelas IV SD
Inpress Bontomanai Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Skripsi.
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Program Studi Pendidikan Guru
Sekola Dasar. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kusuma, M.D.Y. 2022. Efektifitas Model Pembelajaran Guided Discovery
Learning Dalam Peningkatan Penalaran Matematis Dan Self Efficacy
Siswa Materi PLSV Kelas VII SMP Negeri 1 Gabus. Skripsi.

http://eprints.ums.ac.id/17034/7/BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai