Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan
disekolah, hal ini bisa dilihat dari jam pelajaran matematika yang begitu padat dan
banyak bobotnya jika dibandingkan dengan jam pembelajaran mata pelajaran
yang lain. Matematika juga dijadikan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti
oleh peserta didik dalam menempuh Ujian Nasional. Salah satu kompetensi
matematika yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika adalah
kemampuan penalaran, hal ini tertulis pada Permendiknas No. 22 Tahun 2006
(Diah, 2016: 1) yang menyebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah; b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; c) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d) Mengkomunikasikan gagasan
dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah; e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam; f) Mempelajari
matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dengan demikian, tujuan pembelajaran matematika adalah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan disekolah khususnya pada mata pelajaran
matematika. Salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa dalam
pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran matematis. Menurut
Patrik dan Finden (Apriyanti, 2016: 1) bahwa kemampuan penalaran matematis
merupakan salah satu dari lima komponen daya yang harus dimiliki oleh siswa
dalam mempelajari matematika.

1
2

Berdasarkan hal tersebut, kemampuan penalaran matematis menjadi salah


satu tujuan pembelajaran matematika yang paling penting dan harus dimiliki oleh
siswa. Namun kenyataan dilapangan bahwa masih ada saja yang kemampuan
penalaran matematisnya masih rendah dan belum optimal. Pada salah satu SMP
Negeri di Kabupaten Karawang, masih saja ada yang belum bisa dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada pada pembelajaran
matematika maupun diluar pembelajaran matematika. Karena yang di katakan
Yaniawati (Lukman H :2010) “Kemampuan bernalar memungkinkan peserta
didik untuk dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupannya, didalam dan
diluar sekolah”,Jadi kemampuan penalaran matematis itu sangatlah penting.
Adapun permasalahan yang ditemukan yaitu pada hasil pengamatan atau
pengalaman peneliti terdahulu. Dalam tulisan (Apriyanti, 2016: 2) Selama ini guru
hanya melaksanakan pembelajaran secara procedural, hanya memberikan rumus-
rumus kemudian mengerjakan soal-soal latihan, tanpa memberi kesempatan siswa
untuk menemukan makna dari apa yang dipelajari tersebut. Selain itu, rendahnya
kemampuan penalaran matematis disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep yang diberikan. Adapun survey PISA yang dicantumkan
yaitu :PISA 2012, Indonesia berada pada peringkat ke 64 dari 65 Negara peserta,
artinya kita peringkat kedua dari bawah dalam hal akademisnya khususnya
dibidang matematika.
Adapun yang ditemukan peneliti lain dalam (Haerudin, 2015) sebagian besar
guru masih mengajar dengan cara yang biasa sehingga proses pembelajaran
pembelajaran masih terfokus pada guru dan kurangnya inovatif dalam
pembelajaran. Menciptakan pembelajaran yang inovatif, bermutu, menyenangkan,
dan pembelajaran yang terfokus pada siswa sesuai dengan tingkat kemampuan
siswa sangat diperlukan.
Dari permasalahan diatas, maka sangat dan harus dilakukan proses
pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
tersebut. Ada beberapa cara dengan pendekatan dan model pembelajaran yang
bisa dilakukan. Salah satu cara yang ingin digunakan ialah dengan pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) dalam penelitian ini.
3

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari


suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda
pada tahun 1970 oleh institut Frudenthal dengan namaRealistic Mathematics
Education (RME) yang artinya Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Teori ini
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia (Sahaya,
2017: 3).
Dalam proses pembelajaran dengan Realistic Mathematics Education (RME),
di pembelajaran ini guru tidak memberikan langsung rumus atau konsep kepada
siswa, tetapi mula-mula memberikan pengantar berupa suatu bentuk cerita atau
suatu permasalahan yang dekat dengan kehidupan siswa. Kemudian membimbing
siswa untuk menentukan kembali dan mengkontruksi sendiri konsep atau rumus
matematika dari permasalahan yang diberikan. Siswa dituntut lebih aktif
mengkontruksi atau membangun sendiri konsep-konsep yang akan diperolehnya
karena terlibat langsung kedunia nyata. Dengan demikian pembelajaran ini siswa
diajak untuk mengaplikasikan materi pelajaran yang akan diterima dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendekatan Matematika Realistik atau disebut sebagai RME sangat baik
untuk diterapkan dalam proses pembelajaran disekolah, karena didalam
pembelajarannya siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali
konsep-konsep matematika. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan
mengimplementasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah
dan mengkomunikasikannya (Sahaya ,2017 : 4). Sehingga dengan pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME) ini siswa dapat memperolah pengalaman
yang nyata dalam proses pembelajarannya mengenai konsep matematikanya dan
dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dan dari hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, maka dalam penelitian ini peneliti
memberi judul “Upaya Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education Pada Siswa SMP”.
Diharapkan dengan judul ini dapat melihat respon siswa dan seberapa
4

meningkatnya terhadap penalaran matematisnya, dengan pendekatan Realistic


Mathematic Education.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi permasalahan yang ada, agar diperoleh suatu
kedalaman pada penarikan kesimpulan, maka diperlukan adanya batasan masalah
dan rumusan masalah.
1. Pembatasan masalah
Pembatasan dalam penelitian ini, yaitu:
a) Pembelajaran Matematika yang digunakan peneliti adalah pembelajaran
dengan pendekatan Realistic Mathematic Education pada siswa SMP.
b) Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP semester 2 Tahun Pelajaran
2017/2018.
c) Permasalahan penilitian ini adalah kemampuan penalaran matematis siswa
pada pembelajaran matematika.
2. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya, yaitu :
a) Bagaimanakah upaya peningkatan pembelajaran matematika dengan
menggunakan Pendekatan Realistic Mathematic Education untuk mencapai
nilai rata-rata 75?
b) Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan Pendekatan Realistic Mathematic Education
lebih baik dari pada yang menggunakan Pembelajaran Langsung?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika yang menggunakan
pendekatan Realistic Mathematic Educationuntuk mencapai nilai rata-rata 75
5

2. Untuk mengetahui adanya peningkatan siswa pada pembelajaran yang


menggunakan Pendekatan Realistic Mathematic Education lebih baik dari
pada yang menggunakan pembelajaran Langsung

D. Manfaat Penelitian
Sebagaimana telah diuraikan diatas, kemampuan penalaran matematis siswa
sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka hasil penelitian ini dapat
member manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dipandang dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan memperkaya wawasan
ilmu pengetahuan mengenai tingkat kemampuan matematis siswa, khususnya
kemampuan penalaran matematis.
2. Manfaat Praktis
Dipandangan secara praktis, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat,
sebagai berikut:
a) Bagi lembaga, menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada, dimana di dalamnya terdapat para pendidik sehingga
menjadi penentu kebijakan dalam lembaga pendidik.
b) Bagi sekolah, menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kualitas mutu
pendidikan di sekolah.
c) Bagi siswa, menjadi acuan untuk menyadari kesalahan juga kendala dalam
menyelesaikan persoalan matematika dan menambah pengetahuan siswa
mengenai kemampuan penalaran matematis.
d) Bagi peneliti, mengetahui kesalahan dan juga kendala siswa dalam
menyelesaikan persoalan matematika dan menambah pengetahuan mengenai
kemampuan penalaran matematis pada siswa.
e) Bagi peneliti lain, menjadi referensi dalam penelitian-penelitian serupa yang
akandilakukan selanjutnya.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Penalaran Matematis


Penalaran memiliki pengertian yang berbeda-beda seperti yang dikemukakan
oleh Jacob dalam (Suhartini :2015) bahwa penalaran adalah “bentuk khusus dari
berpikir dalam upaya pengambilan penyimpulan konklusi yang digambarkan
premis (Copi, 1979), simpulan berbagai pengetahuan dan keyakinan mutakhir
(Glass dan Holyoak, 1986), menstransformasikan informasi yang diberikan untuk
menelaah konklusi (Galloti, 1989)”.
Menurut Suherman dan Winataputra (Suhartini :2015) penalaran adalah
proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar, didasarkan pada pengamatan datadata
yang ada sebelumnya dan telah diuji kebenarannya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Shadiq (2004) yang mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu
aktifitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan
baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah
dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam menyimpulkan dan
membuktikan suatu pernyataan, membangun gagasan baru, sampai pada
menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika. Oleh karena itu, kemampuan
penalaran matematis harus selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap
pembelajaran matematika. Pembiasaan tersebut harus dimulai darikekonsistenan
guru dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-soal yang non rutin. Gardner
(Lestari dan Yudhanegara :2015 ,82) mengungkapkan, bahwa penalaran
matematis adalah kemampuan menganalisis, menggeneralisasi,
mensintesisi/mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan
masalah tidak rutin. Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut
Sumarmo (Lestari dan Yudhanegara :2015 ,82) dalam pembelajaran matematika
adalah sebagai berikut:
a. Menarik kesimpulan logis.
b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat – sifat, dan hubungan.

6
7

c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.


d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis.
e. Menyusun dan mengkaji konjektur
f. Merumuskan lawan mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas
argument
g. Menyusun argument yang valid
h. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematis.

B. Pendekatan Realistic Mathematics Education


1. Penjelasan Realistic Mathematics Education
Realistic Mathematics Education atau pendidikan matematika realistik
dilahirkan di Belanda oleh Freudenthal. Pendidikan matematika realistik yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan
menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.
Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep
matematika atau pengetahuan matematika formal yang dapat mendorong aktivitas
penyelesaian masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan
(Lestari dan yudhanegara, 2015:40).
Adapun yang dikatakan Besti (Sahaya, 2017 :19) menyatakan bahwa
pendekatan matematika realistik merupakan suatu strategi pembelajaran yang
menggunakan masalah realistik sebagai awal dari pembelajaran matematika agar
terampil dalam memecahkan masalah, sehingga mereka memperoleh pengetahuan
dan konsep-konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik
merupakan pendekatan pembelajaran yang saling berkaitan dengan realitas
kehidupan sehari-hari dan pengalaman siswa sebagai titik awal untuk menemukan
konsep-konsep matematika.
8

2. Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education


Ada tiga prinsip utama dalam RME, yaitu: a) guided reinvention and
progressive mathematizing, b) didactical phenomenology, dan c) self-developed
models. Menurut (dalam Sahaya, 2017:19) ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan
secara singkat :
a) Guided reinvention/progressive mathematizing
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam RME, dari masalah kontekstual
yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam
menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas,
sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-
sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-
sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi
untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan RME yang menekankan
prinsip penemuan kembali (re-invention), dapat digunakan sejarah penemuan
konsep/prinsip/rumus matematika.
b) Didactical Phenomenology
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang
menghendaki bahwa didalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan RMI, didasarkan atas dua
alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik
yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan
pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk
suatu proses pematematikaan progresif.
c) Self-Developed Models
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai
jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam
menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk
membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual
yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat
dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
9

3. Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education


Berdasarkan langkah-langkahnya, menurut Turmuzi (Sahaya, 2017: 23)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terbagi menjadi empat
tahapan, yaitu :
a. Langkah pertama: Memahami masalah kontekstual, yaitu guru
memberikan masalah yang konteks dengan kehidupan sehari-hari dan
meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
b. Langkah kedua: Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara
individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri.
Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan
menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru mengarahkan
dan memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah yang didapat dengan
cara yang mereka dapat sendiri.
c. Langkah ketiga: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu
guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara
berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka
miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk
mengoptimalkan pembelajaran.
d. Langkah keempat :Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau
prosedur.

4. Kelebihan Pendekatan Realistic Mathematics Education


Beberapa kelebihan dari pendekatan Realistic Mathematics Education antara
lain sebagai berikut :
a) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
10

b) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa


bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
c) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang
bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu
bersungguh-sungguh dalam menyelesaikanpermasalahan tersebut.
d) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus
menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-
konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

C. Teori Belajar yang Mendukung


Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan Realistic Mathematics
Education (RME) ini yang dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme dan teori
belajar piaget.
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruksi berarti bersifat membangun dalam konteks filsafat pendidikan,
konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah buatan kita
sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari
dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi
kognitif melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori,
konsep, dan skema yang di perlukan untuk membentuk pengetahuan
tersebut (Cahyo :2013 ,33). Hal ini terjadi karena teori konstruktivisme
11

menyadari bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan


harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu.
2. Teori Piaget
Piaget berpandangan bahwa, anak-anak memiliki potensi untuk
mengembangkan intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka
bertolak dari rasa ingin tau dan memahami dunia di sekitarnya.
Pemahaman dan penghayatannya tentang dunia sekitarnya akan mendorog
pikiran mereka untuk membangun tampilan tentang dunia tersebut dalam
otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu disebut skema atau
skemata / jarak. Dengan menggunakan skemanya. Seseorang dapat
memproses dan mengidentifikasi suatu rangsangan yang diterimanya
sehingga ia dapat menempatkannya pada kategori / konsep yang sesuai
lebih lanjut Piaget menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan
pengetahuan seseorang adalah berlangsung nya adaptasi pikiran seseorang
ke dalam realitas di sekitarnya.

D. Penelitian Yang Relevan


Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian
yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut yaitu
penelitian yang dilakukan oleh antara lain :
Penelitian yang relevan ini penelitian yang dilakukan oleh Dyah (2007)
dengan judul penelitian ”keefektifan pembelajaran (PMR) pada Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP”. Skripsi FMIPA negeri
Semarang. Dyah memusatkan penelitiannya terhadap kemampuan pemecahan
masalah siswa. Hasil penelitian Dyah membuktikan bahwa PMR atau RME dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan rata-rata
kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran matematika realistik
sebesar 72,62 sedangkan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa
pada kelas konvensional sebesar 66,67 dan Rata-rata keaktifan siswa dalam
penerapan kelima prinsip PMR sebesar 64,06% sedangkan rata-rata aktivitas guru
74,31%.
12

Penelitian yang relevan ini penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Darma.
I Wayan Sadra. Sariyasa dalam e-journal volume 2 (2013). Dengan Judul
“Pengaruh Pendidikan Matematika Realistik Terhadap Pemahaman Konsep Dan
Daya Matematika Ditinjau Dari Pengetahuan Awal Siswa SMP Nasional Plus
Jembatan Budaya”. Dari hasil penelitian ini menunjukan hasil analisis ditemukan
hasil sebagai berikut 1) terdapat perbedaan pemahaman konsep dan daya
matematika antara siswa yang belajar dengan PMR dari siswa yang belajar dengan
pendekatan kooperatif tipe STAD ditinjau dari kompetensi awal (F = 6,954; p <
0,05 ); 2) tidak terdapat interaksi pendekatan (F = 0179; p > 0,05). Berdasarkan
temuan penelitian ini di atas disarankan agar pelaksanaan proses pembelajaran di
sekolah menggunakan pendidikan matematika realistik karena dapat
meningkatkan pemahaman konsep, dan daya matematika siswa.
Tiah Fitrianti, dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara
Kemampuan Penalaran Matematis Dengan Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Cilamaya” pada tahun 2016. Memberikan kesimpulan bahwa
adanya hubungan yang saling terkait antara kebiasaan belajar siswa dengan
kemampuan penalaran matematis siswa.
Harry Diah S, dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Dengan Model Problem Based Learning
pada siswa SMP se-Kab Karawang” pada tahun 2017. Menemukan permasalahan
bahwa masih kurangnya penalaran matematis siswa ditinjau dari wawancara oleh
guru disana dan diberikan soal yang berhubungan dengan kemampuan penalaran
matematis siswanya.
Fitri yanti, dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Pembelajaran
Probing Prompting terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis
Siswa Kelas VII di MTs An-Nashir Tirtamulya”. Penelitian ini dilatarbekangi
oleh kurangnya kemampuan penalaran matematis siswa. Pada penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Probing
Prompting.
13

Reva Sahaya, dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi Pembelajaran


Matematika Realistik pada Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa di MAN
Rengasdengklok”pada tahun 2017, dengan mengemukakan bahwa Pembelajaran
Matematika realistik di sekolah sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Dan dari penelitian ini menyarankan dengan
pendekatan PMR bisa di implementasikan ke kemampuan matematis lainnya.

E. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan mengajarkan kepada
siswa tentang berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
mempunyai kemampuan kerjasama. Dari hal tersebut pembelajaran matematika
harus bisa meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Dari sini bahwa
dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang dapat memudahkan pemahaman
konsep matematika sekaligus mampu meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa. Pendekatan yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan
penalaran matematis siswa adalah pendekatan Realistic Mathematics
Education(RME).
Sehubungan dengan penerapan pendekatan RME dalam pembelajaran
matematika dan melihat prinsip yang ada, RME tentu dapat berdampak pada
kemampuan penalaran matematis siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini,
peneliti akan mengungkap bagaimana peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan RME. Pada
pendekatan matematika realistik ini adalah suatu strategi pembelajaran yang
menggunakan masalah realistik sebagai awal dari pembelajaran matematika agar
terampil dalam memecahkan masalah, sehingga mereka memperoleh pengetahuan
dan konsep-konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Jadi, suatu
pembelajaran matematika yang menggunakan objek permasalahan sehari-hari
yang dialami oleh siswa pada kehidupannya.
Adapun keterkaitannya dengan permasalahan yang sedang ingin di teliti pada
permasalahan kemampuan penalaran matematis siswa, yaitu terletak pada proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan Realistic
14

Mathematics Education. Dimana proses pembelajaran ini saling berkaitan dengan


indikator pada kemampuan penalaran matematis siswa. Dengan langkah yang
pertama yaitu :Memahami masalah kontekstual, pada tahap ini siswa harus
memahami suatu masalah yang diberikan dengan berpikir nalar dari khusus ke
umum atau dari umum ke khusus, lalu langkah kedua : Menyelesaikan masalah,
pada langkah ini siswa harus menyelesaikan masalah yang sudah dipahami tadi
dengan memperkirakan jawaban dan proses solusi, ini ada di indikator
kemampuan penalaran matematis siswa. Kemudian langkah ketiga dan keempat :
Membandingkan jawaban dan Menyimpulkan, dari sini Membandingkan jawaban
dengan cara memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, hubungan,
dan menyusun argument yang valid, lalu menyimpulkan dengan cara membuat
kesimpulan yang logis.

F. Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan suatu praduga dari sebuah penelitian. Maka
dengan ini peneliti membuat hipotesis penelitiannya yaitu :
 Rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan
pendekatan matematika realistik mencapai nilai rata-rata 75.
 Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan Realistic Mathematic
Education lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran
langsung.
15

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


Penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan metode quasi eksperimen.
Metode eksperimen adalah suatu metode penelitian yang berusaha mencari
hubungan variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol
secara ketat Sugiyono (Lestari dan Yudhanegara, 2015 :112). Bentuk desain quasi
eksperimen merupakan pengembangan dari true experimental design yang sulit
dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Pendekatan yang digunakan peneliti
adalah dengan pendekatan kuantitatif.

B. Desain Penelitian
Berdasarkan metode penelitian yang telah dikemukakan, maka desain dalam
penelitian ini menggunakanNon Equivalen Control Group Design. Menurut
(Sugiyono, 2015 : 118) yaitu :

O1 X O2

O1 O2

Keterangan :
O1 = Pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
O2 = Postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
X = Pembelajaran dengan Pendekatan RME/PMRI
------------------- = Sampel tidak diambil secara acak
Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih tidak secara acak, yaitu kelas
sebagai kelompok eksperimen dan kelas yang lain sebagai kelompok kontrol.
16

Untuk kelas eksperimen menggunakan pendekatan Realistic Mathematics


Education (RME) sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran konvensional. Masing-masing kelompok diberikan pretest untuk
mengetahui kondisi awal dari kedua kelas tersebut. Dilanjutkan dengan
memberikan perlakuan, kelas eksperimen menggunakan pembelajaran dengan
pendekatan (RME) dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
konvensional. Kemudian kedua kelompok tersebut diberi postes untuk
mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.

C. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri di Kabupaten
Karawang Provinsi Jawa Barat tahun ajaran 2017/2018. Sampel penelitian
ditentukan berdasarkan purposive sampling. Pertimbangan penggunaan teknik ini
adalah bahwa kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak
dilakukan lagi pengelompokan secara acak.

D. Definisi Operasional
1. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar, didasarkan pada
pengamatan data-data yang ada sebelumnya dan telah diuji kebenarannya. Adapun
Indikator dari kemampuan penalaran matematis yaitu :a) Menarik kesimpulan logis,
b) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat – sifat, dan hubungan, c)
Memperkirakan jawaban dan proses solusi, d) Menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematis, e) Menyusun dan mengkaji konjektur, f)
Merumuskan lawan mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument, g)
Menyusun argument yang valid, h) Menyusun pembuktian langsung, tak
langsung, dan menggunakan induksi matematis.
17

2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)


Realistic Mathematics Education adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menghubungkan realita kehidupan nyata dengan konsep matematika yang ada,
dengan pendekatan pembelajaran ini siswa akan memperoleh daya berpikir dan
kesimpulan matematis yang didapat dari permasalahan kehidupan sehari-hari.
Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
(1)Memahami masalah kontekstual, (2) Menjelaskan masalah kontekstual, (3)
Menyelesaikan masalah, (4) Membandingkan jawaban, (5) Menyimpulkan.

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


1. Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bagi peneliti yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian. Instrumen yang dipakai dalam penelitian
ini adalah instrumen tes (Pretest – Posttest). Dengan tes tertulis yang berupa
uraian. Instrumen tes ini merupakan tes kemampuan penalaran matematis siswa
yang diberikan kepada kedua kelas yaitu pada kelas eksperimen yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dan
kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional atau pembelajaran
langsung. Instrumen tes ini diberikan kepada siswa diawal penelitian (pretest) dan
diakhir penelitian (posttest).
Alasan peneliti memilih soal yang bertipe uraian dikarenakan : 1) proses
berpikir dan ketelitian dapat dilihat melalui langkah penyelesaian soal, 2) untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, cara menyelesaikan
soal dan sejumlah penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan, 3)
untuk mengetahui kesulitan yang dialami serta kesalahan yang dilakukan dalam
menyelesaikan soal, dan 4) sebagai alat pengumpul data yang dibuat peneliti.
Agar tidak menimbulkan kecurangan atau subjektifitas dalam penilaian soal,
peneliti membuat pedoman penskoran yang mengacu pada rubrik penskoran untuk
mengukur kemampuan penalaran matematis siswa. Instrumen tes yang baik harus
memperhatikan beberapa kriteria yaitu : validitas, reliabilitas, daya pembeda dan
18

indeks kesukaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai kriteria instrumen tes
kemampuan penalaran matematis, yaitu sebagai berikut :

a. Validitas
Dalam tahap ini soal di lihat dahulu suatu ke validitasan nya. Menurut
Anderson (Arikunto, 2005), sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukurapa yang hendak diukur. Dengan kata lain, validitas suatu instrument
merupakan tingkat ketepatan suatu instrumen untuk mengukur sesuatu yang harus
diukur. Untuk menghitung validitas tes kemampuan penalaran matematis
digunakan rumus korelasi product moment(Riduwan, 1997:123) dengan rumus
sebagai berikut :
r xy =n ( ∑ XY )−( ∑ X ) ¿ ¿

Keterangan :
r xy : Koefisien Korelasi
n : Banyaknya peserta tes
x : Skor siswa pada tiap butir soal
y : Skor total
Berikut ini merupakan kriteria r xy, untuk menginterpretasikan derajat validitas
instrument oleh J.P Guilford (Sopiany, 2016:48) yang disajikan pada tabel sebagai
berikut.
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen
Nilai r xy Korelasi Interpretasi
0,8 <r xy ≤ 1,0 Sangat tinggi Validitasnya sangat tinggi
0,6 <r xy ≤ 0,8 Tinggi Validitasnya tinggi
0,4 <r xy ≤ 0,6 Sedang Validitasnya sedang
0,2 <r xy ≤ 0,4 Rendah Validitasnya rendah
0,0 <r xy ≤ 0,2 Sangat rendah Validitasnya sangat rendah
19

b. Reliabilitas
Rumus yang digunakan untuk menentukan reliabilitas instrument tes tipe
subjektif atau instrumen non tes adalah rumus Alpha Cronbach, dalam Lestari dan
Yudhanegara 2015:206yaitu :

( )( ∑ Si
)
2
n
r= 1−
n−1 St
2

Dengan :
n = banyak butir soal
r = koefisien reliabilitas
2
Si =¿ variansi skor butir soal ke-i
S2t =¿ variansi skor total
Kriteria r , untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen ditentukan
berdasarkan kriteria menurut Guilford (Lestari dan Yudhanegara, 2015:206) yaitu
sebagai berikut :
Tabel 3.2
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen
Nilai r Korelasi Interpretasi Reliabilitas
0,90≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi Reliabilitasnya sangat tinggi
0,70≤ r <¿ 0,90 Tinggi Reliabilitasnya tinggi
0,40≤ r <¿ 0,70 Sedang Reliabilitasnya sedang
0,20 ≤ r <¿ 0,40 Rendah Reliabilitasnya rendah
r <¿ 0,20 Sangat rendah Reliabilitasnya sangat rendah

c. Daya Pembeda
Daya pembeda tiap soal menyatakan seberapa jauh kemampuan soal untuk
membedakan siswa yang menjawab soal dengan yang tidak dapat menjawab soal.
Berikut ini rumus untuk menghitung daya pembeda untuk soal uraian menurut
Galton (Suherman dalam sahaya, 2017) yaitu sebagai berikut :
X A −X B
DP=
SMI
20

Keterangan :
DP : Daya Pembeda
X A : Rata-rata skor siswa kelompok atas yang menjawab soal itu
X B : Rata-rata skor siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu
SMI : Skor maksimal Ideal
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks daya pembeda
disajikan dalam tabel berikut :(Arikunto dalam Lestari dan Yudhanegara, 2015)

Tabel 3.3
Kriteria Daya Pembeda Instrumen
Nilai DP Korelasi
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk
DP ≤ 0,00 Sangat Buruk

d. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kesukaran
suatu butir soal. Indeks kesukaran sangat erat kaitannya dengan daya pembeda,
jika soal terlalu sulit atau terlalu mudah, maka daya pembeda soal tersebut
menjadi buruk karena baik siswa kelompok atas maupun siswa kelompok bawah
akan dapat menjawab soal tersebut dengan tepat atau tidak dapat menjawab soal
tersebut dengan tepat.
Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran instrument tes
tipe subjektif (Suherman dalam Lestari dan Yudhanegara, 2015) yaitu sebagai
berikut :
X
IK =
SMI

Keterangan :
21

IK : Indeks kesukaran
X : Rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir soal
SMI : Skor Maksimum Ideal
Berikut ini adalah Indeks kesukaran suatu butir soal yang diinterpretasikan
dalam kriteria sebagai berikut yang disajikan pada tabel (Arikunto dalam
Apriyanti: 2016).
Tabel 3.4
Kriteria Indeks Kesukaran
Nilai IK Interpretasi Indeks Kesukaran
0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar
0,31 < IK ≤ 0,70 Sedang
0,71 < IK ≤ 1,00 Mudah

2. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian
instrumen penelitian yang berupa instrument tes. Instrumen tes berupa tes tertulis
bentuk soal uraian untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa. Tes
uraian diberikan kepada kedua kelas (eksperimen dan control) sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan (Pretest dan Postest).

F. Tahap – tahap Penelitian


Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi masalah dan merumuskan permasalahan
b. Penyusunan rencana penelitian (proposal penelitian)
c. Menyampaikan seminar proposal penelitian
d. Menyempurnakan proposal penelitian
e. Menyusun instrumen penelitian
f. Merencanakan dan menyusun perangkat pembelajaran
g. Melakukan uji coba instrument penelitian
22

h. Menganalisis dan merevisi butir soal pada instrument

2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilihan sampel sebanyak dua kelas.
b. Pelaksanaan tes awal (pretes) untuk kelas eksperimen yang memperoleh
pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education dan
kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.
c. Pelaksanaan Pembelajaran yang dimana kelas eksperimen diberikan
pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) dan kelas control dengan pembelajaran konvensional.
d. Pelaksanaan tes akhir (postes) untuk kelas eksperimen yang memperoleh
pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education dan
kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Tahap Analisis
Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini yaitu sebagai
berikut :
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dari dua kelas yaitu pretes dan
postes kemampuan penalaran matematis.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data kuantitatif yang diperoleh
untuk mengetahui normalitas data dengan bantuan software SPSS 22.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan


Tahap ini merupakan tahap akhir yaitu tahap pembuatan kesimpulan dari
data yang diperoleh berdasarkan hasil pretes dan postes pada kelas eksperimen
dan kelas control mengenai peningkatan kemampuan penalaran matematis
melalui pendekatan RME.

G. Teknik Analisis Data


23

Data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dianalisis untuk menguji
hipotesis yang diajukan dan diolah dengan menggunakan SPSS Statistik 23 for
Windows sebelum itu peneliti melakukan hal-hal berikut :
1. Menskor jawaban siswa dengan kunci jawaban
2. Merangkum skor jawaban dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam
bentuk tabel.
3. Menghitung peninkatan kemampuan penalaran matematis yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran dengan rumus gain ternormalisasi (N-
Gain) yaitu :
Skor Postes−Skor Pretes
N−Gain=
SMI −Skor Pretes

Data N-gain atau gain ternormalisasi merupakan data yang diperoleh dengan
membandingkan selisih skor postes dan pretes dengan selisih SMI dan pretes.
Data N-gain digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa.
Berdasarkan rumus diatas, tinggi rendahnya nilai N-gain ditentukan berdasarkan
kriteria sebagai berikut (Lestari dan Yudhanegara 2015: 235) :

Tabel 3.5
Kriteria N-Gain
Nilai gain (g) Kriteria
N-gain ≥ 0,70 Tinggi
0,30 < N-gain< 0,70 Sedang
N-gain ≤ 0,30 Rendah
(Lestari dan Yudhanegara 2015: 135)
Setelah melakukan penskoran, merangkum jawaban dalam bentuk tabel dan
menghitung peningkatan kemampuan penalaran matematis, maka peneliti
melakukan analisis uji prasyarat peningkatan kemampuan penalaran matematis
dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Uji Normalitas
24

Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat untuk memenuhi asumsi
kenormalan dalam analisis data statistik parametrik (Lestari dan Yudhanegara
2015: 243), pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data
berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji normalitas ini, peneliti menggunakan
Kolmogorov-Smirnov yang dapat digunakan pada sampel besar ataupun kecil
dengan bantuanSPSS 23 for windows pada taraf signifikan α =0,05 . Jika data
berasal dari distribusi yang normal, maka analisis data dilanjutkan dengan uji
homogenitas varians untuk menentukan uji parametrik yang sesuai. Varians
tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata yaitu dengan menggunakan
uji statistika non-parametrik Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas merupakan salah satu uji prasyarat analisis data statistik
parametric pada teknik komparasional (membandingkan) (Lestari dan
Yudhanegara 2015: 243), uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah
variansi data dari sampel yang dianalisis homogen atau tidak. Pengujian
homogenitas ini menggunakan levene’s testdengan menggunakan SPSS 23 for
windows. Levene’s tesdengan menggunakan SPSS 23 for windows biasa
digunakan untuk menguji homogenitas varians dari dua sampel independen.
Dalam penelitian ini menggunakan dua sampel independen yaitu pendekatan
pembelajaran Realistic Mathematics Education dan model pembelajaran
konvensional.

3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata


Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel
independent sebelum dan sesudah perlakuan maka perlu diuji dengan
menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Pada uji perbedaan dua rata-rata ini
peneliti menggunakan uji-t dua sampel independen karena menguji perbedaan
peningkatan model pembelajaran dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS
23 for windows, dengan asumsi jenis data berskala interval, simpangan baku
25

populasi tidak diketahui, data berdistribusi normal dan variansi kedua data
homogen.
26

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti (2016). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Melalui


Model Pembelajaran Discovery Learning Pada Siswa SMP di Kabupaten
Karawang. Skripsi Sarjana pada FKIP UNSIKA : tidak terbitkan.

Astiati, Putri Eka., Irawati, Riana. dan Kurniadi, Yedi. (2016). “Pengaruh
Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Kemampuan
Koneksi dan Pemahaman Matematis Siswa pada Materi Perbandingan”.
Jurnal Pena Ilmiah. 1, (1), 1011-1020.

Diah S, Harry (2017). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa


Dengan Model Problem Based Learning pada siswa SMP se-Kab
Karawang. Skripsi Sarjana pada FKIP UNSIKA : tidak diterbitkan.

Fitriani, Tiah (2016). Hubungan Antara Kemampuan Penalaran Matematis


Dengan Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1 Cilamaya. Skripsi
Sarjana pada FKIP UNSIKA : tidak diterbitkan.

Haerudin. (2015). “PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAVI UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARANMATEMATIK DAN
KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP”vol 3 no.1 . Karawang: Jurnal

Isrok’atun., Andriani, Ria. dan Kurniadi, Yedi. (2016). “Pendekatan Realistic


Mathematics Education Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi
Matematis dan Disposisi Matematis Siswa”. Jurnal Pena Ilmiah. 1, (1), 991-
1000.

Lestari dan Yudhanegara. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika.Bandung :


PT Refika Aditama.

Lukman H, Dori. (2016). Metodologi Penelitian Pendidikan Matematika.


Karawang : Untuk kalangan sendiri.

Rama, Agung. (2009). “Implementasi Ppembelajaran Learning Cycle “5E”


Berbantuan LKS Terstruktur untuk Meningkatkan kemampuan Penalaran
Siswa”. Skripsi dikutip pada selasa, 29 November 2017

Sahaya, Redi (2017). Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik pada


Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa di MAN Rengasdengklok. Skripsi
Sarjana pada FKIP UNSIKA : tidak diterbitkan.

Sembiring, R. K. (2010). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) :


Perkembangan dan Tantangannya. 1, (1), 11-16.
27

Sugiyono (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mix


Methods). Bandung : Penerbit ALFABETA.

Usniati, Mia (2011). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui


Pendekatan Pemecahan Masalah. Skripsi Sarjana pada FITK UIN Jakarta :
tidak diterbitkan.

Yanti, Fitri (2016). Penerapan Pembelajaran Probing Prompting terhadap


Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VII di MTs An-
Nashir Tirtamulya. Skripsi Sarjana pada FKIP UNSIKA : tidak diterbitkan.

Wijayanti, Septiana (2016). “Penggunaan Pendekatan Realistic Mathematics


Education (RME) Sebagai Upaya Peningkatan Kreativitas Dalam
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X.7 SMAN 1 Pulokulon”
(ISSN 0215-9511), 82-88.

Anda mungkin juga menyukai