Anda di halaman 1dari 5

F.

PRINSIP PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK


Menurut Gravemeijer (1994:90) ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu: guided
reinvention and progressive mathematizing, didactical phenomenology, dan self-developed
models. Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
1. Guided reinvention and progressive mathematizing (Penemuan kembali terbimbing dan
pematematikaan progresif).
Melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa diberikan kesempatan untuk
membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep-konsep matematika.
Pembelajaran tidak diawali dari "sifat" atau "definisi" atau "teorema" atau "aturan" dan
diikuti dengan "contoh- contoh penerapannya", tetapi justru dimulai dengan masalah
kontekstual atau riil dan selanjutnya melalui aktivitas, siswa diharapkan dapat menemukan
kembali sifat, definisi, rumus, dan sebagainya. Dengan demikian, siswa membangun
sendiri pengetahuan dengan bimbingan guru. Hal ini sesuai dengan pandangan
konstruktivisme berkaitan dengan pembentukan pengetahuan. Selanjutnya, matematisasi
atau "pematematikaan" atau proses mematematikakan merupakan upaya untuk
mengarahkan kepada pemikiran matematika. Dikatakan "progressive' karena terdapat dua
tahap matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, yang berawal
dari masalah riil atau nyata dan berakhir pada matematika yang formal.
2. Didactical phenomenology (fenomena didaktik)
Topik-topik matematika yang diajarkan berasal dari fenomena sehari-hari atau
masalah yang dapat dibayangkan, yang dipilih dengan dua pertimbangan, yaitu
aplikasinya dan kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut. Prinsip ke-2 PMR
ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik- topik
matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan
masalah kontekstual atau masalah nyata yang disajikan dengan (I) topik-topik matematika
yang diajarkan, dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan
ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
3. Self-developed models (model dibangun sendiri oleh siswa)
Baik dalam matematisasi horizontal maupun matematisasi vertikal, diharapkan
model dibangun sendiri oleh siswa. Siswa menggunakan model pemecahan informal
berkembang menjadi model yang formal. Model-model yang dibangun berfungsi sebagai
jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Untuk menyelesaikan
masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika
terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan
itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Selanjutnya
melalui negosiasi dan bimbingan guru model-model tersebut diharapkan berkembang dan
mengarah kepada bentuk matematika formal.
G. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
Treffers (1987) menjelaskan lima karakteristik Pendekatan PMR sebagai berikut.
a. Mengawali Pelajaran dengan Masalah Nyata (The Use of Context)
Konteks nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks
tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan
alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam
pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan
kegiatan eksplorasi terhadap permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan
untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan
untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan.
Manfaat Iain penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan
motivasi dan ketenarikan siswa dalam belajar matematika (Kaiser (1986) dalam De Lange
(1987)).
b. Menggunakan Model (The use of Model)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self-developed models). Peran self-developed models
merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika
informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata
siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model of
masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model of akan bergeser menjadi model for
masalah yang sejenis yang selanjutnya akan menjadi model matematika formal.
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Konstribusi yang besar pada proses mengajar belajar diharapkan datang dari siswa
artinya semua pikiran (kontribusi dan produksi) dari siswa menyumbang dalam
pembelajaran.
d. Interaktivitas (Interactivity)
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada
siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun
oleh siswa, maka dalam PMR siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki
kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga strategi yang
diperoleh oleh siswa tersebut selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan
konsep matematika.
e. Keterkaitan (intertwinment)
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep
matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak
dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama Iain. PMR menempatkan
keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus
dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran
matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep
matematika secara bersama, walaupun ada konsep yang lebih dominan. Misalnya materi
perkalian dikaitkan dengan materi bangun datar.

Menurut de Lange (1995), pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR


meliputi aspek-aspek berikut:
a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang 'riil' bagi siswa sesuai dengan
pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran
secara bermakna;
b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam pelajaran tersebut;
c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap
persoalan/masalah yang diajukan;
d. Pengajaran berlangsung secara interaktif; siswa menjelaskan dan memberikan alasan
terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju
terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian
yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pelajaran.

H. KAITAN PRINSIP DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN


KELAS YANG DEMOKRATIS
Sembiring (2007) menjelaskan bahwa melalui PMRI, matematika disajikan sebagai
suatu proses, yaitu menemukan kembali, sehingga menuntut kreativitas dan inisiatif. Siswa
diusahakan bekerja berkelompok, guru merangsang siswa untuk berdiskusi, sehingga saling
menghargai pendapat menjadi tumbuh. Siswa dibimbing oleh guru untuk menemukan sendiri
apakah jawaban mereka tepat atau kurang tepat. Guru didorong untuk "tidak" memutuskan
sendiri jawaban yang tepat atau kurang tepat. Oleh karena itu melalui PMRI, kita tidak saja
mereformasi pendidikan matematika di tanah air tetapi juga mengajarkan budaya demokrasi.
ltulah salah satu kelebihan PMR dibandingkan dengan pendekatan yang lain. Johar et al.
(2017) menegaskan bahwa salah satu pendekatan pendekatan pembelajaran yang dapat
menerapkan kelas yang demokratis adalah Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.
Karakteristik PMR dapat menunjang terciptanya kelas yang demokratis seperti
disajikan pada Tabel 1. Karakteristik ke-l dari PMR, yaitu menggunakan konteks nyata yang
relevan dengan pengalaman siswa di awal pembelajaran, dapat meningkatkan motivasi dan
ketertarikan siswa dalam belajar matematika sehingga siswa aktif berpartisipasi, seperti yang
diharapkan pada kelas demokratis.
Karakteristik ke-2 dari PMR, yaitu siSwa membangun sendiri model atau strategi
penyelesaian. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah terbuka dan mengembangkan tanggung jawab individu seperti yang
diharapkan pada kelas demokratis.
Karakteristik ke-3 PMR, yaitu siswa memberikan kontribusi dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini mendorong siswa untuk berpikir reflektif serta berani mengambil keputusan
supaya dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang riil dan menghargai pendapat
orang lain, seperti yang diharapkan pada kelas demokratis.
Karakteristik ke-4 PMR, yaitu interaktivitas, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, dan bertanggung jawab, seperti
yang diharapkan pada kelas demokratis.
Karakteristik ke-5 PMR, yaitu keterkaitan, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir reflektif dalam menyelesaikan masalah yang relevan serta mengambil
keputusan dengan mempertimbangkan banyak aspek, seperti yang diharapkan pada kelas
demokratis.
Tabel 1. Kaitan Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Dengan Karakteristik
Kelas yang Demokratis
Karakteristik Pendidikan Matematika
No Karakteristik Kelas Demokratis
Realistik
Menggunakan konteks yang nyata di Aktif berpartisipasi dan relevan
1
awal pembelajaran pengalaman siswa
Aktif berpartisipasi, menggunakan
Siswa membangun sendiri model atau
2 masalah terbuka, dan mengembangkan
strategi penyelesaian
tanggung jawab individu
3 Siswa memberikan kontribusi dalam Berpikir reflektif, mengambil keputusan,
masalah yang relevan, menghargai
menyelesaikan masalah
pendapat orang lain
Aktif berpartisipasi, menghargai pendapat
4 Terjadi interaksi selama pembelajaran
Orang lain, dan bertanggung jawab
Terdapat keterkaitan antar topik
Berpikir reflektif, relevan, dan mengambil
5 matematika atau antar matematika
keputusan
dengan bidang studi lain

Anda mungkin juga menyukai