Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap
siswa pada jenjang pendidikan manapun. Di Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas dituntut untuk dapat menguasai matematika dengan
baik. Hal ini didukung dengan berlakunya undang-undang RI No. 20 pasal 37 tahun 2003 yang
menegaskan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada
jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Oleh karena itu, matematika
menjadi salah satu ilmu yang paling berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi guna menciptakan
https://bsnp-indonesia.org/wp-
content/uploads/2009/04/Permendikbud_Tahun2016_Nomor020_Lampiran.pdf
Untuk mencapai pemahaman konsep peserta didik dalam matematika dapat dilakukan dengan
cara pendekatan pembelajaran PMRI. Menurut Widyastuti dan Pujiastuti (2014:185) bahwa
salah satu pendekatan yang memerlukan inovasi dan kreatifitas guru untuk melibatkan peran
aktif siswa adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI ini sangat cocok
diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup
hanya mengetahui dan menghafal saja, tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta
kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika dengan baik dan benar melalui benda-
benda nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengalaman siswa.
Salah satu sebab mengapa PMR diterima di banyak negara karena konsep PMR itu sendiri.
Berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal, dalam PMR matematika dianggap sebagai aktivitas
insani (mathematics as human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas (Hadi, 2017:9).
Dengan kata lain PMRI dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika karena
memahami konsep matematika menurut Murizal, dkk (2012:20) bahwa pada kenyataannya
banyak siswa yang kesulitan dalam memahami konsep matematika karena mereka kebanyakan
tidak mampu mendefinisikan kembali bahan pelajaran matematika dengan bahasa mereka
sendiri serta membedakan antara contoh dan bukan contoh dari sebuah konsep dan apalagi
memaknai matematika dalam bentuk nyata.
Rumusan Masalah
PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia atau bisa disebut dengan Tim PMRI
(dimotori oeh Prof. RK Sembiring dkk). Motivasi awal ialah mencari pengganti matematika modern yang
ditinggalkan awal 1990-an. Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat
menaikkan prestasi matematika siswa di dunia internasional. Pada tahu 1998 usaha tersebut
dilaksanakan secara resmi dan saat itu tim memutuskan untuk mengirim sejumlah dosen pendidikan
matematika dari beberapa LPTK di Indonesia untuk mengambil program S3 dalam bidang pendidikan
matematika di Belanda. akhirnya para tim menemukan jawabannya lewat RME (Realistic Mathematics
Education), teori pembelajaran yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans
Freudenthal.
Selanjutnya ujicoba awal PMRI sudah dimulai sejak akhir 2001 di delapan sekolah dasar dan empat
madrasah ibtidaiyah. Kemudian, PMRI mulai diterapkan secara serentak mulai kelas satu di Surabaya,
Bandung dan Yogyakarta. Setelah berjalan delapan tahun, pada tahun 2009 terdapat 18 LPTK yang
terlibat, yaitu 4 LPTK pertama ditambah UNJ (Jakarta), FKIP Unlam Banjarmasin, FKIP Unsri Palembang,
FKIP Unsyiah (Banda Aceh), UNP (Padang), Unimed (Medan), UM (Malang), dan UNNES (Semarang), UM
(Universitas Negeri Malang), dan Undiksa Singaraja, Bali, UNM Makassar, UIN Jakarta,Patimura Ambon,
Unri Pekan Baru, dan Unima Manado. Selain itu juga ada Unismuh, Uiversitas Muhamadiyah
Purwokerto dan STKIP PGRI Jombang. Jumlah sekolah yang terlibat, dalam hal ini disebut sekolah mitra
LPTK tidak kurang dari 1000 sekolah.
https://shahibulahyan.files.wordpress.com/2012/02/sekilas-tentang-pmri.pdf
Sembiring, R., Hoogland, K., & Dolk, M. (2010). A Decade Of PMRI In Indonesia. Bandung: Utrech.
Pembahasan
Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator sementara peran siswa lebih banyak dan aktif untuk berfikir,
mengkomunikasikan argumentasinya, menjustifikasi jawaban mereka, serta melatih
nuansa demokrasi dengan menghargai strategi atau pendapat temanlain.
http://repository.ump.ac.id/7232/3/BAB%20II_SUKMAWATI%20RAHAYU_PGSD%2712.pdf
KarakteristikPMRI
PMRI mempunyai lima karakteristik yang sesuai dengan karakteristik RME ( de
Lange, 1987, 1996; Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994, Zulkardi, 2002). Secara
ringkas kelimanya adalah:
(1) Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai aplikasi dan
sebagai titik tolak dari mana matematika yang diinginkan dapatmuncul).
(2) Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal (perhatian di
arahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya
mentransfer rumus atau matematika formal secaralangsung).
(3) Menggunakan kontribusi siswa (kontribusi yang besar pada proses belajar
mengajar diharapkan dari kontsruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka
dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal ataustandar).
(4) Interaktivitas (negosisasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi
sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara
konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk
mencapai yang formal).
(5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (pendekatan holistik,
menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah
tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan
masalah).
1.2 Model PembelajaranPMRI
Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut
harus merepresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi, metode dan
evaluasi (Zulkardi, 2002; 2004).
(1) Tujuan. Dalam mendesain tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam
RME: lower level, middle level, and high level’. Jika pada level awal lebih
difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada
ranah afektif and psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi,
berkomunikasi, justifikasi dan pembentukan sikap kritissiswa.
(2) Materi. Desain suatu open material atau materi terbuka yang disituasikan dalam
realitas, berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan
garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti
pecahan dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram
dan situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap
konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa
kepenemuan konsep matematika suatutopik.
(3) Aktivitas. Atur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya,
diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai
kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika.
Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator
danevaluator.
(4) Materi evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang
Evaluasi memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan
menggunakanberagam strategi atau beragam jawaban atau free productions.
Evalusi harus mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung dan
sumatif, akhir unit atautopik. JURNAL PROF ZUL DAN PROF RATU
http://repositori.kemdikbud.go.id/203/1/Prof.Dr.Zulkardi__Dr.Ratuilma_HASIL
_PERBAIKAN.pdf
Langkah-langkah Pembelajaran PMRI Muzakkir Syamaun (2010: 3) secara sederhana merumuskan
langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut:
5. Menyimpulkan
Menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003) kelebihan pembelajaran pembelajran pendekatan PMRI
antara lain:
a. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b. Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh
siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika.
c. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama
antara orang yang satu dengan yang lainnya.
d. Mempelajari matematika peroses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk
mempelajarai metematika orang harus menjalani sendiri peroses itu dan menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.
a. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa.
c. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa.
3. Cara mengatasi kelemahan pembelajaran matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya
antara lain :
c. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep.
d. Mengguanakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa maka
pembelajran matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman siswa terhadap konsep matematika.
http://niaerlitaparastuti.blogspot.com/2016/04/pendekatanpmri-makalahini-disusun-untuk.html?
m=1
Hadi, Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.