Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

BERDASARKAN METAKOGNISI SISWA PADA PEMBELAJARAN MODEL


PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS HANDS ON ACTIVITY”

Outline Tesis

Disusun Oleh:

Riko Pardiansyah
NIM. P2A919024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dalam dunia pendidikan terus berkembang seiring berkembangnya


dunia teknologi. Menghadapi kemajuan-kemajuan yang terjadi pendidikan diharapkan
mampu memberikan pembelajran-pembelajaran yang diperlukan peserta didik guna
untuk menghadapi perkembangan dalam dunia era modern. Pada Peraturan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan No 36 Tahun 2018 menjelaskan bahwa pembelajaran yang
dilakukan dalam lingkungan pendidikan berbentuk pola pembelajaran interaktif.
Matematika merupakan pelajaran kelompokumum yang merupakan program kulikuler
yang bertujuan untuk mengembangkan sikap, kompetensi pengetahuan dan kompetensi
ketrampilan peserta didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembelajaran matematika dilakukan dengan
tujuan agar peserta didik mampu memahami konsep matematika yang merupakan
kompetensi dalam menjelaskan ketertarikan antar konsep dan menggunakan konsep
ataupun algoritma secara tepat dalam pemecahan masalah.

Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran matematika peserta didik


tidak hanya dituntut untuk paham serta hafal akan rumus dalam mengerjakan soal-soal
yang diberikan oleh guru, akan tetapi pembelajaran matematika juga bertujuan pada
peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Siswa dapat menuliskan ataupun
mengungkapkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal. Siswa juga
tidak mengalami kesulitan dalam menentukan syarat yang diperlukan untuk
menyelesaikan permasalahan (Dian, 2016).

Kemampuan pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa tak terlepas dari
kemampuan metakognisi siswa. Metakognisi muncul dalam pemecahan masalah siswa
yang komponennya berupa metakognisi, sikap, ketrampilan, konsep dan proses.
Metakognisi merupakan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang proses berfikir
serta kemampuannya dalam mengontrol proses tersebut. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efesiensi penggunaan kognitif dalam menyelesaikan masalah.
Metakognisi memainkan peran penting dalam mengkomunikasi informasi secara lisan,
persuasi lisan, pemahaman lisan, pemahaman bacaan, menulis, pemerolehan bahasa,
perhatian, memori, kognisi sosial, pemecahan masalah dan berbagai jenis pengontrolan
diri dan instruksi diri (Vera Rosalina, 2015).

Metakognisi sebagai suatu kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri


seseorang atau proses dimana seseorang berfikir dalam rangka membangun strategi
untuk memecahkan masalah. Strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk
meningkatkan kesadaran mengenai proses berfikir sehingga perlu ditingkatkan
kesadaran metakognitif siswa. Apabila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat
mengawal pikirannya dengan merancang, memonitor, mengontrol dan menilai apa yang
dipelajarinya (Ummu Sholihah, 2016). Metakognisi diperlukan dalam memecahkan
masalah matematika. Metakognisi diartikan sebagai pengetahuan, kesadaran, dan
kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya yang terdiri dari dua komponen
yaitu pengetahuan metakognitif dan pengalaman metakognitif. Dalam memecahkan
masalah matematika, tidak semua siswa mampu menggunakan pengetahuan dan
pengalaman metakognitif tersebut (Nur&Tatag, 2014).

Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang diangga


tepat untuk digunakan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada kemampuan
pemecahan masalah. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa dari
kemampuan pemecahan masalah dengan Problem Based Learning memberikan
pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa (Rini, 2019). Kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan dengan model pembelajaran
Problem Based Learning lebih besar dari pada nilai rerata kemampuan pemecahan
masalah siswa yang diberi model pembelajaran konvensional. Kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang pembelajarannya diajarkan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning memiliki rata-rata 75,2 sedangkan kemampuan
pemecahan masalah siswa yang menggunakan model konvensional sebesar 64,2 (Meisi,
2019).

Model pembelajaran Problem Based Learning dapat digunakan sebagai salah


satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa. Kemampuan pemecahan masalah menjadi penting untuk ditingkatkan oleh guru
megingat matematika adalah pembelajaran yang menekankan siswa untuk berfikir kritis.
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learing diharapkan dapat berlangsung
dengan lebih optimal dengan dilengkapi menggunakan hands on activity. Kemampuan
pemecahan masalah peserta didik menggunakan strategi Polya pada pembelajaran
Problem Based Learning berbasis hands on activity lebih baik dari pada pembelajaran
ekspositori (Santika, 2019). Hands on activity dirancang untuk melibatkan anak dalam
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas, dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisa serta membuat kesimpulan sendiri (Kartono, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa terdapat suatu hubungan antara


kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan metakognisi dengan model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis hands on activity. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “Analisis
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Metakognisi Siswa Pada
Pembelajaran Model Problem Based Learning Berbasis Hands On Activity”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan metakognisi


siswa ?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan metakognisi
siswa pada model pembelajaran problem based learning ?

3. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan metakognisi


siswa pada model pembelajaran problem based learning berbasis hands on
activity ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan


metakognisi siswa

2. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan


metakognisi siswa pada model pembelajaran problem based learning

3. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan


metakognisi siswa pada model pembelajaran problem based learning berbasis
hands on activity

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat penelitian secara teoritis dan
manfaat penelitian secara praktis:

1. Manfaat secara Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan
metakognisi siswa pada model pembelajaran problem based learning berbasis
hands on activity. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai langkah untuk mengembangkan penelitian-
penelitian yang sejenis.

2. Manfaat secara Praktis

a. Guru, yaitu memperoleh informasi mengenai sejauh mana kemampuan


pemecahan masalah siswa berdasarkan metakognisi siswa pada
pembelajaran model pembelajaran problem based learning berbasis hands on
activity.

b. Siswa, yaitu dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

c. Peneliti, yaitu dapat memperoleh pengalaman secara langsung dalam


menganalisa kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan
metakognisi pada pembelajaran model problem based learning berbasis
hands on activity.

d. Pembaca, yaitu sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan atau


mengembangkan penelitian yang sejenis.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

2.1.1 Tinjauan Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang


dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai. Memecahkan suatu masalah
matematika itu bisa merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal
yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau
keadaan lain. Pertanyaan tersebut dapat menjadi masalah bagi siswa apabila pertanyaan
itu harus dipahami dan merupakan tantangan yang harus dipecahkan namun mereka
sulit untuk memecahkannya (Hamimah ,2019). Kemampuan pemecahan masalah adalah
sebuah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Kesulitan-kesulitan yang
dimaksudkan dapat berarti kesulitan dalam menjawab soal, kesulitan dalam
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari ataupun keadaan lainnya.
Matematika terdiri dari ketrampilan dan proses. Ketrampilan merupakan kemampuan
untuk melakukan aritmatika dasar dan algoritma secara baik. Sedangkan proses
matematika adalah cara menggunakan ketrampilan secara kreatif dalam situasi baru
(Ita ,2015:17). Sehingga kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan
bermatematika. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses kognitif (David
H.Jonassen ,2011:3). Terdapat empat tahapan dalam melakukan pemecahan masalah
yaitu :

1. Memahami dan mengeksplorasi masalah (understand)

2. Menemukan strategi (Strategy)

3. Menggunakan strategi untuk memecahkan masalah (Solve)


4. Melihat kembali dan melakukan refleksi terhadap solusi yang diperoleh
(Look back)

2.1.2 Tinjauan Metakognisi

Metakognisi adalah konsep multifaset (Moses & Baird, 1999). Wells (2000)
telah mengidentifikasikan tiga jenis metakognisi yaitu: Pengetahuan metakognitif,
pengalaman metakognitif dan strategi kontrol metakognitif. Pengetahuan metakognitif
mengacu kepada keyakinan yang dimiliki oleh individu tentang kognisi mereka, seperti
keyakinan tentang makna pikiran dan efisiensi memori dan kontrol kognitif, hal ini bisa
eksplisit atau implisit. Pengetahuan metakognitif eksplisit adalah sadar dan dapat
diungkapkan secara verbal. Pengetahuan metakognitif implisit melibatkan rencana yang
memandu pemrosesan, seperti alokasi perhatian, memori dan penggunaan heuristik dan
bias dalam membentuk penilaian. Pengalaman metakognitif melibatkan interpretasi
sadar dan pelabelan pengalaman kognitif. Misalnya penilaian makna peristiwa mental,
perasaan metakognitif dan penilaian mengenai keadaan kognitif seseorang. Penilaian
metakognitif dipengaruhi olehperasaat sesaat, artinya dimediasi oleh pengetahuan diri
(Dalam Georgina H, 2013 :25). Metakognisi diperlukan dalam memecahkan masalah
matematika. Metakognisi diartikan sebagai pengetahuan, kesadaran, dan kontrol
seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya yang terdiri dari dua komponen yaitu
pengetahuan metakognitif dan pengalaman metakognitif (Nur Alfiyah dkk, 2014).

Metakognisi memainkan peran penting dalam mendukung kesuksesan siswa


dalam memecahkan masalah matematika. Metakognisi merupakan kesadaran tentang
kognisi, dan pengaturan kognisi seseorang. Pada pembelajaran matematika, metakognisi
berperan penting dalam meningkatkan kemampuan belajar dan memecahkan masalah.
Pelibatan metakognisi dalam belajar dan memecahkan masalah dapat didorong melalui
pemanfaatan masalah matematika yang menantang yang salah satunya bisa berupa
masalah matematika kontekstual (Mustamin A, 2011). Metakognisi sering didefenisikan
sebagai “memikirkan pikiran seseorang”. Metakognisi adalah proses mental yang
disengaja, terencana, dan berorientasi pada tujuan ketrampilan berfikir tinggi yang
diterapkan pada pikiran dan pengalaman seseorang (Hacker at al. 1998 dalam Cognition
Metacognition and Culture in STEM Education, 2018 :17).

2.1.3 Tinjauan Problem Based Learning

Dalam segi perspektif kognitif pada masalah menganggap masalah sebagai


“pertanyaan yang harus diselesaikan”. Pendidik harus membantu siswa belajar
memecahkan masalah yang mereka hadapi. Memecahkan masalah berarti menemukan
jalur dan berahir di status tujuan. Masalah terdiri dari givens (elemen, hubungan, dan
kondisi yang menentukan keadaan awal), tujuan (solusi yang diinginkan), dan hambatan
(karakteristik pemecah masalah atau situasi masalah itu membuatnya sulit untuk
mengubah keadaan awal menjadi tujuan). Model pemecahan masalah popular lainnya,
masalah IDEAL solver (Bransford & Stein, 1984) menggambarkan pemecahan masalah
sebagai seragam proses mengidentifikasi masalah potensial, mendefenisikan dan
mewakili masalah, mengeksplorasi strategi yang mungkin, menindak lanjuti strategi
tersebut, dan melihan kebelakang dan mengevaluasi efek dari kegiatan tersebut. Selain
itu model penyelesaian masalah yang sering dijadikan referensi adalah yang diusulkan
oleh Polya (1957) yang membahas tentang beberapa keterbatasan model pemrosesan
informasi pemecahan masalah dalam pendekatan pemecahan masalah umumnya.

Menurut Polya terdapat 4 langkah dalam menyelesaikan masalah dalam


matematika yaitu: (1) Memahami masalahnya (apa yang diminta; apakah ada cukup
banyak informasi), (2) Membuat rencana (mencari pola; mengatur informs), (3)
melaksanakan rencana dan (4) mengevaluasi efektivitasnya (David H.J dalam Learning
to Solve Promblems, 2011; 3-4). Model pembelajaran problem based learning adalah
salah satu modelyang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah siswa (Meisi dkk, 2019).
2.1.4 Tinjauan Hands On Activity

Kegiatan peserta didik dalam pembelajaran diharapkan dapat berlangsung


optimal manakala dilengkapi dengan hands on activity (Santika, 2019). Hands on
activity dirancang untuk melibatkan anak dalam menggali informasi dan bertanya,
beraktivitas dan menemukan serta mengumpulkan data dan menganalisa serta dapat
membuat kesimpulan sendiri. Dengan diterapkannya hands on activity akan membentuk
suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian karena mampu
membelajarkan secara bersamaan antara kemampuan psikomotorik dengan afektif
peserta didik yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan sejenisnya. Begitu
juga dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari,
sehingga apa yang diperoleh peserta didik tidak akan mudah untuk dilupakan, sehingga
pengetahuan yang diperoleh oleh peserta didik akan melalui pengalaman sendiri
(Kartono 2010).

2.1.5 Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Santika dkk pada tahun 2019 diperoleh bahwa:
strategi pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang
membangun kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik sehingga
menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah
matematika. Proses pembelajaran dapat diperbaiki dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning. Kegiatan peserta didik dalam model
pembelajaran tersebut diharapkan dapat optimal manakala dilengkapi dengan
hands on activity. Tujua penelitian ini adalah untuk mengetahui mana yang lebih
baik antara kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada kelas dengan
model pembelajaran problem based learning berbasis hands on activity atau
pada kelas dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu juga untuk
mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah peserta didik menggunakan
strategy Polya. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mixed methods. Model penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan
antara metode penelitian kuantitatif dengan metode penelitian kualitatif. Hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan pemecahan masalah
peserta didik dengan menggunakan langkah Polya pada pembelajaran Problem
Based Learning berbasis hands on activity lebih baik dari pada kemampuan
pemecahan masalah peserta didik pada pembelajaran ekspositori. (2) Penyebab
kesalahan pserta didik dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan
masalah (TKPM) ditinjau dari langkaj-langkah Polya yaitu antara lain: (a)
Peserta didik tidak terbiasa dengan bahasa soal yang rumit (memahami
masalah); (b) Peserta didik kurang cermat sehingga ketika mengerjakan soal
sering terjadi kesalahan dalam menggunakan rumus (menyusun rencana
penyelesaian); (c) Peserta didik kurang teliti sehingga ketika mengerjakan soal
sering terjadi salah perhitungan (melaksanakan rencana penyelesaian); (d)
Peserta didik kurang bisa memanfaatkan waktu pengerjaan dengan baik (melihat
kembali).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Camelina dkk pada tahun 2016 diperoleh bahwa;
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metakognisi dan kesulitan
metakognisi siswa dalam memecahkan masalah sistem persamaan linier dengan
dua variabel di kelas X SMKN I Jombang berdasarkan tipe kepribadian wali,
pengrajin, rasional dan idealis. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
pada PT studi kasus. Prosedur pemilihan subjek adalah dengan menggunakan
purposive sampling. Ada 9 subjek dalam penelitian ini termasuk 3 tipe wali, 2
tipe artisan, 2 tipe rasional dan 2 tipe idealis. Teknik pengumpulan data adalah
wawancara berbasis tugas. Validitasnya adalah ditentukan oleh triangulasi
waktu. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi, tampilan data
dan kesimpulan. Data dianalisis berdasarkan metakognisi indicator. Subjek
mengalami kesulitan metakognisi jika ia tidak dapat memenuhi indicator
metakognisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wali dan rasional siswa
tidak mengalami kesulitan metakognisi. Pelajar seni dan idealis mengalami
kesulitan metakognisi dalam aspek pengetahuan, yaitu sulit dalam
mengunggunakan konsep meskipun mengetahui tujuan pertanyaan, tidak
membaca ulang bagian yang tidak dimengerti, pasti tidak menemukan kesalahan
dalam penyelesaian masalah ketika langkah-langkah yang digunakan tidak
sesuai, dan tidak memperbaiki kesalahan sekalipun bingung pada solusi langkah.
Dalam aspek pengetahuan tugas kognitif pengrajin dan idealis ketika tidak tahu
algoritma yang digunakan dan tidak tahu langkah untuk menyelesaikan maslah.
Dalam aspek pengetahuan diri, tipe idealis tidak sadar jika menemukan kesulitan
dalam menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah dan tidak
menyadari bahwa penyelesaian langkah-langkah yang digunakan salah, tetapi
para siswa tetap percaya diri pada penyelesaian masalah mereka.

3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Vera Rosalina dkk pada tahun 2015
diperoleh bahwa; tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kesulitan,
penyebab, dan solusi untuk kesulitan yang dihadapi kelas 11 MIA 1 SMA Negeri
I dalam menggunakan metakognitif kemampuan mereka untuk memecahkan
masalah matematika dalam materi probabilitas menggunakan tipe kepribadian
melankolis, sanguinik, flegmatik dan kolerik. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif eksploratif. Prosedur yang digunakan untuk memilih subjek adalah
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik bola salju, sehingga diperoleh
12 subjek yang ditanya dapat dianalisis. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan think aloud. Validasi data dilakukan dengan menggunakan
triangulasi waktu. Teknik analisis data yang digunakan adalah: (1)
mengklasifikasi data kedalam 4 kategori: (a) memahami masalah, (b)
memikirkan rencana, (c) melaksanakan rencana, (d) memriksa kembali jawaban,
(2) menyajikan data dalam teks naratif dan (3) menarik kesimpulan tentang
kesulitan, penyebab, dan solusi untuk kesulitan metakognitif disetiap kategori.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan metakognitif dalam
memecahkan masalah bahan probabilitas untuk siswa melankolik dan mudah
tersinggung adalah sebagai berikut. (a) Kesulitan siswa menyadari musyawarah
strategis dan keuntungan dari strategi yang digunakan, (b) Siswa mengalami
kesulitan metakognitif dalam mewujudkan perubahan strategis ketika mereka
salah, (c) Kesulitan dalam mewujudkan evaluasi pada kebingungan, (d)
Kesulitan dalam mewujudkan ketika strategi digunakan, (e) Kesulitan dalam
merealisasikan strategi yang berbeda, (f) Kesulitan strategi lain dalam
pemecahan masalah, (g) Kesulitan dalam merealisasikan evaluasi produk kerja
mereka, dan (h) Kesulitan dalam mewujudkan pertimbangan semua opsi dalam
memecahkan masalah. Kesulitan siswa sanguinic dan aplegmatis adalah sebahai
berikut. (a) Kesulitan dalam merealisasikan strategi dan keuntungan dari strategi
yang digunakan, (b) Kesulitan dalam merealisasikan keuntungan dari strategi
yang digunakan (c) Kesulitan merealisasikan ketika suatu strategi digunakan, (d)
kesulitan dalam mewujudkan alasan menggunakan strategi yang berbeda dalam
berbagai situasi (e) Kesulitan dalam menyelesaikan masalah dan (f) Kesulitan
dalam merealisasikan pertimbangan semua opsi dalam menyelesaikan masalah.
2.2 Kerangka Berfikir

Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini dapat terlihat pada gambar 2.1.

Melakukan Tes Kemampuan Masaah


Berdasarkan Metakognisi

Didapatkan Siswa dengan


Kemampuan Masalah Berdasarkan
Metakognisi (Sampel dan Subyek
Penelitian)

Kelas Eksperimen diajarkan dengan Kelas Eksperimen diajarkan tanpa


menggunakan Model PBL Berbasis menggunakan Model PBL Berbasis
Hands On Activity Hands On Activity

Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


Pada Sampel

Melakukan Wawancara pada Subyek


Penelitian

Analisis Data Kuantitatif


(Mengetahui Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan
Metakognisi Setelah Diberikan Pembelajaran Menggunakan Model PBL Berbasis
Hands On Activity)

Analisis Data Kualitatif


(Menganalisa Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Metakognisi
Setelah Diberikan Pembelajaran Menggunakan Model PBL Berbasis Hands On
Activity)

Penarikan Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai