Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/365500540

MAKALAH PENDIDIKAN IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM DUNIA


PENDIDIKAN

Conference Paper · November 2022

CITATIONS READS

0 14,511

1 author:

Komang Pradnya Surya Dewi


Ganesha University of Education
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Komang Pradnya Surya Dewi on 18 November 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MAKALAH PENDIDIKAN
IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Tugas ke: 2
OLEH
Nama : Komang Pradnya Surya Dewi
NIM : 2211031228
Kelas : 1F

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2022
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah konseptual
dengan judul Implementasi Merdeka Belajar Pada Sekolah Dasar.
Adapun makalah ini yang telah penulis maksimalkan dengan bantuan dari
berbagai sumber, sehingga dapat mempermudah dalam pembuatan makalah. Untuk itu
penulis tidak lupa menyampaikan terimakasih kepada semua sumber karena telah
menerbitkan karya ilmiahnya, sehingga memudahkan penulis untuk menyelesaikan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari masih banyak kesalahan
baik dari segi pembahasan maupun segi penulisannya. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan bagi para pembaca yang ingin memberi kritik maupun saran kepada
penulis demi kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari laporan kajian ini agar dapat
diambil manfaatnya oleh para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 17 November 2022

Penulis

i
ABSTRAK
Pandemi covid-19 membawa dampak buruk pada setiap bidang kehidupan di masyarakat
tidak terkecuali dunia pendidikan. Nadiem Makariem selaku Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan gagasan Merdeka Belajar untuk mencegah terjadinya loss
learning yang semakin meluas. Adanya gagasan tersebut yaitu untuk mencetak Sumber
Daya Manusia (SDM) yang unggul dengan mengutamakan pendidikan karakter.
Pendidikan merdeka belajar bertujuan untuk menciptakan peserta didik yang kritis,
kreatif, kolaboratif dan terampil. Namun, pembelajaran pada saat ini tidak bisa diterapkan
dengan maksimal karena terkendala masa pandemi covid-19. Seiring berjalannya waktu,
sekolah-sekolah sudah menerapkan era new normal dengan melaksanakan pembelajaran
di sekolah yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan. Pengadaan merdeka belajar
yaitu dengan pendekatan oleh mahasiswa/pendidik kepada peserta didik untuk
menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak membosankan yang membebaskan
peserta didik untuk berpikir kreatif untuk meningkatkan bakat mereka dalam
berkomunikasi dan menyelesaikan suatu permasalahan.

Kata kunci: Pendidikan karakter, merdeka belajar, tujuan merdeka belajar

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
ABSTRAK...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Merdeka Belajar ..................................................................................... 3
2.2 Mengenal Konsep Merdeka Belajar ......................................................................... 3
2.3 Faktor Kendala Dalam Pelaksanaan Merdeka Belajar ............................................. 5
2.4 Implementasi Merdeka Belajar Dalam Dunia Pendidikan ....................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 10
3.2 Saran ......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran ialah sebuah tahapan atau proses agar peserta didik melakukan aktivitas
belajar. Pembelajaran merupakan kegiatan mempengaruhi peserta didik untuk senantiasa
mengembangkan segala potensinya melalui proses belajar mengajar. Dalam sebuah
pembelajaran, guru dituntut untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik tersebut,
dalam aspek kognitif, afektif, dan keterampilannya.
Pendidikan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia sebagai landasan
atau pedoman dalam menjalani kehidupan. Pendidikan tersebut dapat memberikan
perubahan dalam lingkungan sosial, salah satunya adalah perubahan strata sosial individu,
dimana dalam memperoleh akses pendidikan harus sama dan merata. Untuk melahirkan
tujuan nasional pendidikan seperti dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa dan
pendidikan yang melahirkan keadilan sosial, hal ini tentunya harus didukung oleh sistem
yang terintegrasi dan dibangun secara bersama-sama. Implementasi pendidikan tersebut
harus selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, karena pendidikan
merupakan bekal yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia dalam menjalani
kehidupan yang semakin maju dan berkembang. Karena hal inilah Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim
mencetuskan program “Merdeka Belajar” yang bertujuan untuk merespons kebutuhan
pendidikan terhadap era revolusi industri 4.0. Kurikulum Merdeka akan menghasilkan
lulusan yang memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan zaman di era 4.0 (Kadek
Suartama et al., 2020).
Konsep merdeka belajar sendiri memiliki esensi bahwa peserta didik nantinya akan
memiliki kebebasan dalam berpikir baik secara individu maupun kelompok, sehingga di
masa mendatang dapat melahirkan peserta didik yang unggul, kritis, kreatif, kolaboratif,
inovatif, serta partisipasi. Implementasi kebijakan merdeka belajar mendorong peran guru
baik dalam pengembangan kurikulum maupun dalam proses pembelajaran (Daga, 2021).
Salah satu masalah yang timbul yang sekaligus mendorong munculnya kebijakan
merdeka belajar adalah kesibukan guru yang terjebak dalam administrasi pembelajaran
sehingga guru menjadi tidak optimal dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Iklim pendidikan di Indonesia menerima bahwa salah satu tugas guru adalah menyiapkan
dan menyusun administrasi pembelajaran sesuai dengan aturan yang berlaku. Kesibukan
dalam mengurus adminstrasi pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Guru dan sekolah justru menjadikan administrasi pendidikan sebagai tujuan serta prioritas
dari kegiatan pendidikan. Selain itu, faktor lain yang menjadi alasan merdeka belajar
tersebut ada ialah supaya generasi muda seperti siswa dan mahasiswa dapat melatih
kemampuannya dan mengembangkan bakatnya dalam bidang apapun sehingga dapat
menjadikan Negara Indonesia memiliki generasi muda yang berkompetitif dan inovatif.
Dalam hal ini, selain siswa ataupun mahasiswa yang menjadi objek sasaran
pelaksanaan merdeka belajar, guru dan orang tua juga turut andil dalam proses
pengembangan pengajaran merdeka belajar tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
siswa sekolah dalam proses pengajarannya dipatok untuk mencapai nilai tertentu yang
mengakibatkan para siswa menjadi stress dan tertekan. Dalam hal ini, guru dan orang tua
juga mengalami hal yang sama, sehingga peristiwa tersebut akan mengakibatkan proses

1
pengajaran berarti tidak berjalan dengan optimal. Disamping itu juga, beberapa anak yang
lebih unggul potensinya dalam pendidikan akan dimanfaatkan oleh beberapa kelompok-
kelompok belajar tertentu yang lebih menguntungkan mreka daripada siswa berprestasi
tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa siswa sekolah dasar masih terlalu dini untuk
mendapat pengajaran yang sifatnya keras dan dipatok nilai, apalagi di usia mereka sedang
dalam usia perkembangan untuk mengenali apa yang mereka sukai dan bukan
berdasarkan tuntutan. Maka dari itu, dengan adanya konsep merdea belajar ini dapat
membuat siswa terutama siswa sekolah dasar mengembangkan bakat yang mereka miliki
dan belajar untuk mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi serta melatih dalam
proses pemecahan masalah.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan merdeka belajar?
b. Mengapa harus mengenal konsep merdeka belajar?
c. Apa saja yang menjadi faktor kendala dalam pelaksanaan merdeka belajar?
d. Bagaimana implementasi merdeka belajar?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah agar penulis dapat memahami bagaimana konsep
dari merdeka belajar, faktor penghambat, serta harapan dari adanya proses pelaksanaan
pengajaran dengan merdeka belajar.
1.4 Manfaat
Manfaat bagi penulis dari penulisan makalah ini ialah, penulis dapat melatih kemampuan
untuk suatu karya ilmiah, mengetahui apa itu merdeka belajar, dan melatih kemampuan
literasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Merdeka Belajar
Konsep pendidikan “merdeka belajar” di Indonesia yang dicanangkan oleh
Mendikbud RI yang baru dinilai sebagai kebijakan besar untuk menjadikan pendidikan di
Indonesia menjadi lebih baik dan semakin maju. Selain itu, konsep “merdeka belajar”
memiliki arah dan tujuan yang sama dengan konsep aliran filsafat pendidikan
progresivisme John Dewey. Dimana, keduanya sama-sama menawarkan kemerdekaan
dan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk mengekplorasi potensi peserta
didiknya secara maksimal dengan menyesuaikan minat, bakat serta kecenderungan
masing-masing peserta didik. Dengan kemerdekaan dan kebebasan ini, diharapkan
pendidikan di Indonesia menjadi semakin maju dan berkualitas, yang ke depannya
mampu memberikan dampak positif secara langsung terhadap kemajuan bangsa dan
negara. Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan modern yang
menginginkan adanya perubahan mendasar terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah
yang lebih baik, berkualitas dan memberikan manfaat yang nyata bagi peserta didik.
Aliran progresivisme menekankan akan pentingnya dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada peserta didik. Peserta didik diberikan keleluasaan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat
aturan-aturan formal yang terkadang justru membelenggu kreativitas dan daya pikirnya
untuk menjadi lebih baik.
Konsep Merdeka Belajar oleh Nadiem Makarim terdorong karena keinginannya
untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor
atau nilai tertentu. Siswa dapat mengembangkan kreativiasnya tanpa terhalang oleh
belenggu yang menjadi penghalang dirinya untuk bereksplorasi. Konsep merdeka belajar
ini dapat menjadi tali penghubung kekeluargaan antar pendidik dengan peserta didik yang
menjadikan suasan pembelajaran tersebut nyaman bagi kedua belah pihak. Guru atau
pendidik dalam hal ini sudah tidak lagi hanya sekedar memberikan ceramahnya sendiri
dan peran siswa yang pasif, namun guru sebagai pendamping dan siswa dibebaskan untuk
mengeluarkan ide-idenya sehingga interaksi dalam satu ruangan tersebut terjadi dan
terciptalah suasana belajar yang nyaman dan kompleks.
2.2 Mengenal Konsep Merdeka Belajar
Pendidikan merdeka belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, yaitu dengan tujuan menghasilkan
generasi muda yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, memiliki keterampilan, dapat
memecahkan suatu permasalahan, yang nantinya untuk ke depannya menjadi bekal untuk
mengharumkan citra Indonesia dalam kancah internasional. Bila nanti setelah
diterapkannya kebijakan Merdeka Belajar, nantinya akan terjadi banyak perubahan
terutama dari sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran yang sekarang hanya
dilaksanakan di dalam kelas akan berubah dan dibuat senyaman mungkin agar
mempermudah interaksi antara murid dan guru. Salah satunya yaitu belajar dengan outing
class, dimana outing class ini adalah salah satu program pembelajaran yang bertujuan
untuk menumbuhkan kreativitas agar siswa memiliki keterampilan dan keahlian tertentu.
Outing class juga merupakan metode belajar yang menyenangkan dimana konsep ini
mengajarkan para siswa untuk lebih dekat dengan alam dan lingkungan sekitar. Selama

3
pembelajaran dengan menggunakan metode ini, guru dan siswa akan lebih dapat
membangun keakraban, lebih santai, dan tentunya lebih menyenangkan. Dengan setiap
hari belajar di dalam kelas selama bertahun-tahun tentunya sudah menjadi hal yang
lumrah atau bahkan membosankan, jadi tidak ada salahnya jika kita sebagai pendidik
maupun calon pendidik memberikan sesuatu yang berbeda pada proses pembelajaran.
Sistem pembelajaran akan didesain sedemikian rupa agar karakter siswa terbentuk,
dan tidak terfokus pada sistem perangkingan yang menurut beberapa penelitian hanya
meresahkan, tidak hanya bagi guru tetapi juga bagi anak dan orang tuanya. Selain itu,
dengan perangkingan nantinya juga akan muncul diskriminasi dimana ada pelabelan
antara si pintar dan si bodoh. Hal ini tentu sangat keliru jika diterapkan dalam dunia
pendidikan, karena pada hakikatnya anak memiliki kecerdasan masing-masing di dalam
dirinya atau yang sering disebut dengan multiple intelegent. Multiple intelegent
merupakan teori yang dikembangkan oleh Dr. Howard Gardner seorang ahli psikologi
modern di Harvard University, dimana menurut Gardner kecerdasan diartikan sebagai
kapasitas untuk memecahkan masalah dan untuk menciptakan produk di lingkungan yang
kondusif dan alamiah. Potensi yang dimilik oleh anak sekecil apapun itu harus dihargai.
Banyak anak yang memiliki hambatan atau kesulitan dalam belajar akan tetapi jika
kecerdasannya dihargai dan terus dikembangkan maka anak tersebut akan menjadi anak
unggul pada bidangnya. Sehingga nantinya akan terbentuk pribadi yang kompeten, serta
memiliki karakter yang tertanam dalam dirinya.
Sebelum menjalankan suatu kegiatan kita membutuhkan sebuah konsep agar apa yang
akan kita lakukan dapat terurut dan terlaksana dengan baik. Konsep merdeka belajar yang
digaungkan oleh Nadiem Makarim terdorong dari keinginannya untuk menciptakan
suasana belajar yang bahagia dan menyenangkan tanpa terbebani akan adanya nilai dan
target pencapaian tertentu. Pokok- pokok kebijakan Kemendikbud RI terkait dengan
konsep merdeka belajar adalah:
a) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) resmi menghapus Prosedur Operasional
Standar (POS) pelaksanaa Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mulai tahun
ini. Penghapusan USBN merupakan amanat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Makarim yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ujian Yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian
Nasional. Hal tersebut berarti dalam pembuatan soal maupun penyelenggaraan
USBN akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Sekolah diberikan
kebebasan dan keleluasaan untuk menyelenggarakan ujian, karena diselenggarakan
oleh sekolah maka menjadi tugas pemerintah daerah melalui Dikbud untuk
memonitor dan mengevaluasi serta memastikan bahwa ujian yang dilakukan oleh
pihak sekolah adalah ujian yang berkualitas. Hal ini penting untuk dilakukan karena
erat hubungannya dengan mutu pendidikan. Dikbud harus memfasilitasi terutama
dari segi anggaran agar pelaksanaan ujian berjalan lancar, selain itu juga harus
mengadakan pelatihan pembuatan soal yang sesuai dengan standar atau kriteria yang
harus dipenuhi.
b) Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar dalam pendidikan dasar dan
menengah. UN merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka penjaminan mutu pada satuan pendidikan. Hal ini sebagaimana yang telah

4
tercantum dalam PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah telah diselenggarakan sejak
puluhan tahun yang lalu dan telah berulangkali mengalami perubahan pada setiap
periodenya. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim telah memutuskan untuk
menghapuskan UN. Dengan dihapuskannya UN ini, diharapkan dapat membuat
siswa tidak mengalami tekanan beban mental, karena kelulusannya dari jenjang
pendidikan tertentu tidak ditentukan oleh nilai yang diperoleh hanya dalam beberapa
hari saja. Namun dengan begitu bukan berarti tidak ada yang digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa. Ujian Nasional akan diganti dengan sistem yang baru,
yaitu Assesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Konsep ini merupakan
penyederhanaan dari sistem UN, berbeda dengan UN yang dilakukan pada akhir
jenjang pembelajaran, asessmen ini akan dilaksanakan ketika anak duduk di kelas 4,
8 dan 11. Dan hasil dari assesmen ini akan dijadikan sebagai bahan masukan bagi
sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
c) RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan seorang guru dalam
mengajar. Seorang guru sebelum memasuki kelas wajib menyusun RPP agar
pembelajaran yang dilakukan lebih terarah dan sesuai indikator yang dikembangkan.
Kebijakan baru terkait dengan penyusunan RPP telah dikeluarkan oleh menteri
pendidikan yang tertuang dalam Surat Edaran No 14 tahun 2019 tentang
Penyederhanaan RPP. Berbeda dengan RPP sebelumnya yang mencakup lebih dari
sepuluh komponen, pada RPP yang baru terjadi penyederhanaan yaitu hanya terdapat
3 komponen inti dalam RPP yang sesuai dengan edaran menteri pendidikan no 14
tahun 2019 yaitu; tujuan pembelajaran, langkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian
atau assesment. Dengan adanya kebijakan ini, guru akan lebih mudah dan diberikan
kebebasan untuk membuat dan mengembangkan RPP seefektif dan seefisien
mungkin, akan tetapi tetap berorientasi pada perkembangan anak.
d) Memperluas sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru
Sistem zonasi adalah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan
wilayah tempat tinggal. Zonasi merupakan salah satu kebijakan dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan agar tercipta pemerataan akses layanan pendidikan dan
pemerataan kualitas pendidikan nasional (Baro’ah. 2020. n.d.). Sebenarnya sistem
ini sudah diberlakukan sejak masa menteri sebelumnya, akan tetapi ada perbedaan
dalam pelaksanaannya dengan sistem zonasi yang sekarang ini. Tentunya sebelum
diterapkan, sistem ini sudah dilakukan pengkajian, serta memperhatikan
rekomendasi dari lembaga-lembaga yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Salah
satu perbedaan yang mendasar dari sistem zonasi yang lalu dengan era menteri
sekarang adalah kuota siswa dari jalur zonasi. Sistem zonasi yang awalnya memiliki
kuota minimum 80% dari kuota total 100%, sisanya diperuntukan untuk jalur prestasi
dan perpindahan. Pada sistem zonasi yang sekarang berubah menjadi jalur zonasi
50%, afirmasi 15%, perpindahan 5%, dan jalur prestasi 30 persen.
2.3 Faktor Kendala Dalam Pelaksanaan Merdeka Belajar
Dalam pelaksanaan merdeka belajar di jenjang sekolah, tidak terlepas dari kendala
yang menyebabkan sulitnya pelaksanaan merdeka belajar tersebut. Permasalahan yang
disajikan di bawah ini hasil dari wawancara terbuka kepada dosen-dosen di 23 perguruan
tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ada di Indonesia (Susetyo,
2020). Berikut ialah permasalahan atau kendala dalam pelaksanaan merdeka belajar di
perguruan tinggi:

5
a) Tujuan Pendidikan
Substansi Program Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar yang
mengutamakan praktik di lapangan (link and match) dikhawatirkan akan dapat
melupakan atau mengesampingkan tujuan utama pendidikan. Kebijakan ini
sangat kental dengan pendekatan pasar untuk kebutuhan industri, bukan untuk
membentuk karakter mahasiswa yang berakhlak mulia, menerapkan nilai-nilai
Pancasila, dan cinta tanah air. Dikhawatirkan pula, perguruan tinggi hanya akan
melahirkan manusia-manusia pekerja, bukan manusia pemikir yang kritis.
b) Kebijakan Masih Parsial
Butir-butir dalam kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka masih saling
berhubungan dan belum menuju ke titik tujuan yang ingin dicapai, belum
terintegrasi dengan tujuan yang terintegrasi dengan landasan keilmuan,
kemampuan berpikir, regulasi, dan filosofi dasar negara serta tatanan beragama.
c) Panduan untuk Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar
Kegiatan implementasi, termasuk implementasi Kurikulum Merdeka Belajar dan
Kampus Belajar diperlukan aturan atau acuan dari pimpinan perguruan tinggi
maupun antarperguruan tinggi. Acuan berupa peraturan, surat keputusan, buku
panduan, petunjuk pelaksanaan, prosedur operasional, dan sejenisnya sangat
diperlukan untuk segera diwujudkan. Tanpa panduan dan rambu-rambu yang jelas
dari perguruan tinggi yang akan melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar dan
Kampus Belajar, tentu program kegiatan tidak akan berjalan dengan baik .
d) Pola Pikir
Sampai sekarang masih banyak perguruan tinggi yang belum siap menjalankan
kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka, realitas yang kita hadapi, yaitu
perubahan mindset (pola pikir) yang masih butuh waktu.
e) Penyusunan Kurikulum di Program Studi
Penyusunan Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar di Program Studi
yang tetap mengacu pada KKNI bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak
kesulitan yang dihadapi oleh tim penyusun di program studi yang baru saja selesai
menyusun kurikulum KKNI l dan baru saja dilaksanakan, lalu harus menyusun
kembali Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Secara teori tentu
mudah, dengan mengundang para pakar kurikulum kemudian mencoba
menyusunnya, tetapi dalam praktiknya tentu tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Apalagi Kurikulum KKNI di program studi belum lama dilaksanakan,
yang dimana tentu belum dievaluasi dan dikaji oleh program studi secara
mendalam dan tuntas sehingga belum diketahui secara pasti kelebihan dan
kelemahannya.
f) Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi Lain
Kerja sama dengan perguruan tinggi lain bukan suatu persoalan yang mudah.
Perguruan tinggi yang sudah mapan tentu mempersyaratkan kerja sama dengan
perguruan tinggi lain. Bagi perguruan tinggi yang nilai akreditasinya unggul tentu
tidak akan menerima mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi yang nilai
akreditasinya di bawahnya. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi mahasiswa
yang berasal dari perguruan tinggi yang status akreditasinya masih belum unggul,
banyak perguruan tinggi swasta di daerah akan merasakan hal ini.
g) Kerja Sama dengan Industri atau Perusahaan
Perguruan tinggi di daerah akan mengalami kesulitan karena industri dan
perusahaan banyak berada di kota besar, terutama di Pulau Jawa. Hal ini

6
mengakibatkan perguruan tinggi di daerah tidak banyak dapat menempatkan
mahasiswanya untuk praktik di industri-industri yang ada di wilayahnya karena
kemampuan atau daya tampung untuk mahasiswa terbatas. Masih banyak
provinsi yang belum siap untuk mengimplementasi kampus merdeka.
h) Pengambilan Mata Kuliah di Prodi Lain di Perguruan Tinggi Sendiri maupun di
Perguruan Tinggi Lain
Pengambilan mata kuliah di program studi tertentu yang menjadi favorit bagi
mahasisiwa, baik di perguruan tinggi sendiri maupun di perguruan tinggi lain akan
mengalami penumpukan jumlah mahasiswa, sehingga program studi tidak dapat
melayani secara baik karena tenaga pendidik (dosen) di prodi tersebut terbatas.
i) Pelaksanaan Praktik di Instansi, Industri atau Perusahaan
Pelaksanaan Praktik di Instansi lain, Industri atau Perusahaan akan bermasalah
pada penentuan beban bobot SKS yang sudah ditentukan oleh perguruan tinggi
asal yang dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara kebutuhan instransi, industri
atau perusahaan dengan panduan praktik yang sudah ditentukan.
j) Dana yang Diperlukan untuk Praktik atau Magang bagi Mahasiswa
Semakin banyak praktik dan semakin lama melakukan praktik atau magang di
lapangan akan membebani mahasiswa dalam pembiayaan. Mahasiswa akan
mengeluarkan dana lebih banyak ketika melakukan praktik. Praktik yang
selama ini sudah dilaksanakan seperti PLP 1 dan PLP 3 serta KKN saja yang SKS-
nya tidak melebihi 4 SKS dan waktunya hanya kurang dari 3 bulan sudah banyak
dana yang dikeluarkan oleh mahasiswa apalagi SKS yang banyak dan waktu
selama lebih dari 2 semester tentu berat bagi mahasiswa.
k) Sistem Administrasi Akademik
Perguruan tinggi yang telah menggunakan sistem akademik secara daring terpusat
untuk urusan nilai, lembar hasil studi, dan transkrip tidak menjadi masalah, namun
bagi perguruan tinggi yang masih belum menggunakan aplikasi siakad
terintegratif akan menjadi masalah. Jadi, hanya dapat dilaksanakan pada
perguruan tinggi yang sudah mapan serta memiliki sarana yang lengkap.
l) Pandemi Covid 19
Dampak dari pandemi Covid-19 mengakibatkan beberapa aktivitas pembelajaran
Kampus Merdeka terdapat kendala, terutama kegiatan tatap muka dan kuliah
lapangan. Untuk itu, kurikulum harus di desain ke arah virtual. Dengan demikian,
mahasiswa tetap memperoleh capaian pembelajaran meski tidak turun ke
lapangan. Kurikulum Kampus Merdeka yang disusun harus sejalan dengan
kebutuhan pemerintah, masyarakat, maupun industri meskipun pada masa
pandemi seperti sekarang ini.
m) Penyiapan SDM
Penyiapan seluruh program pembangunan sumber daya manusia (SDM) dunia,
yaitu penyiapan tenaga pendidik (dosen) sebagai ujung tombak memerlukan
waktu yang tidak sebentar. Tanpa SDM penggerak (dosen), program
pembangunan SDM unggul tidak akan dapat berjalan. Dengan demikian,
seharusnya dibuat persiapan khusus untuk mencetak dosen penggerak.
Selain daripada perguruan tinggi dengan Kampus Merdeka, pada jenjang sekolah juga
dengan Merdeka Belajar. Kebijakan tersebut pada jenjang sekolah memiliki beberapa
kendala yang sama dengan Kampus Merdeka, seperti tidak memiliki pengalaman
kemerdekaan belajar, keterbatasan referensi, akses yang dimiliki dalam pembelajaran,
manajemen waktu, dan kompetensi (skill) yang memadai.

7
2.4 Implementasi Merdeka Belajar Dalam Dunia Pendidikan
Implementasi dari kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yaitu
pentingnya perumusan kurikulum yang maksimal karena melibatkan mitra untuk
mencapai hasil pembelajaran di perguruan tinggi (Sopiansah, Deni., Dkk. 2022, n.d.).
Dalam pelaksanaannya perguruan tinggi melibatkan pihak eksternal dalam merumuskan
kurikulum sehingga hasil lulusannya bisa diterima di dunia kerja. Ada beberapa program
yang disepakati yaitu adanya: pertukaran pelajar, magang, praktik kerja, asistensi
mengajar di satuan pendidikan, penelitian, riset, proyek kemanusiaan, kegiatan
wirausaha, studi/proyek independen, membangun desa/KKN.
Adanya penjaminan mutu di perguruan tinggi yang bertugas untuk menyusun
kebijakan dan manual mutu, menetapkan mutu, melaksanakan monitoring dan evaluasi
meliputi prinsip penilaian, aspek-aspek penilaian dan prosedur penilaian. Dengan
Kurikulum MBKM ini diharapkan para mahasiswa yang saat ini belajar di perguruan
tinggi, harus disiapkan menjadi pembelajar sejati yang terampil, lentur dan ulet (agile
learner). Kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka yang diluncurkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan merupakan kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi
sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin
dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Tujuan kebijakan Merdeka Belajar - Kampus
Merdeka, program “hak belajar tiga semester di luar program studi” adalah untuk
meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan
relevan dengan kebutuhan zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan
bangsa yang unggul dan berkepribadian. Program-program experiential learning dengan
jalur yang fleksibel diharapkan akan dapat memfasilitasi mahasiswa mengembangkan
potensinya sesuai dengan passion dan bakatnya.
Dengan menerapkan kurikulum merdeka akan lebih relevan dan interaktif dimana
pembelajaran berbasis proyek akan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk
secara aktif menggali isu-isu yang faktual (Rahayu et al., 2022). Sekolah diberi kebebasan
untuk memilih tiga pilihan dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka. Pertama,
menerapkan sebagian serta prinsip kurikulum merdeka dengan tidak mengganti
kurikulum sekolah yang digunakan. Kedua, menggunakan kurikulum merdeka dengan
memakai sarana pembelajaran yang sudah disiapkan. Ketiga, menggunakan kurikulum
merdeka dengan mengembangkan sendiri perangkat ajar. Keunggulan dari adanya
kurikulum merdeka pertama, lebih sederhana dan mendalam. Karena fokus pada materi
yang penting dan pengembangan kompetensi peserta didik pada pasenya. Kedua, lebih
merdeka dimana peserta didik tidak ada program peminatan di SMA. Guru mengajar
sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa. Untuk mengembangkan
kurikulum dan pembelajaran sesuai karakteristiknya sekolah mempunyai kekuatan.
Keberadaan sarana dan prasarana juga sangat menunjang terhadap keberhasilan
implementasi penerapan kurikulum merdeka di sekolah penggerak. Sarana dan prasarana
yang lengkap sangat menunjang terhadap pelaksanaan kurikulum merdeka di sekolah
penggerak terutama dalam ketersediaan alat-alat IT. Sekolah penggerak mendapatkan
bantuan dana untuk melengkapi ketersediaan sarana prasarana yang menunjang
pembelajaran selama mengikuti program sekolah penggerak. Untuk buku-buku dalam
kurikulum merdeka sudah disiapkan oleh kemendikbud guru tinggal
mengembangkannya.

8
Proses pembelajaran kurikulum merdeka pada sekolah penggerak mengacu pada
profil pelajar pancasila yang bertujuan menghasilkan lulusan yang berkompeten dan
menjunjung tinggi nilai-nilai karakter. Bentuk struktur kurikulum merdeka yaitu kegiatan
intrakurikuler, projek penguatan profil pelajar pancasila serta kegiatan ekstrakurikuler.
Sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi No. 162 Tahun 2021 bahwa kerangka dasar kurikulum terdiri dari: a.
Struktur kurikulum; b. Capaian pembelajaran; dan c. Prinsip pembelajaran dan asessment.
Dalam kurikulum merdeka setiap kegiatan harus menghasilkan proyek .
Penilaian dalam kurikulum merdeka di sekolah penggerak yang diterapkan adalah
penilaian secara komprehensif yang mendorong para siswa untuk mempunyai kompetensi
sesuai dengan bakat dan minatnya tanpa membebani siswa dengan ketercapaian skor
minimal yang harus ditempuh siswa atau dapat dikatakan tidak ada lagi KKM dalam
kurikulum merdeka. Guru merdeka bebas dalam melakukan penilaian. Hal tersebut
sejalan dengan dengan apa yang dikatakan oleh Nadiem Makarim di Jakarta, pada tanggal
11 Desember 2019, tentang 4 pilar kebijakan yaitu: Ujian Nasional (UN) yang akan
ditiadakan dan diganti dengan Asessment Kompetensi Minimum serta Survei Karakter,
Sekolah masing-masing diberikan kewenangan seutuhnya mengenai yang terkait
kebijakan USBN, Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), PPDB
lebih ditekankan pada sistem zonasi. Implementasi di sekolah penggerak mengenai
penilaian dengan merdeka belajar mempunyai dampak positif dan negatif dampak
positifnya tidak ada lagi tekanan kepada siswa maupun guru bahwa siswa harus mencapai
nilai minimal sesuai dengan yang sudah ditetapkan, namun dampak negatifnya kurang
memotivasi siswa untuk bersaing.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan merupakan bagian terpenting bagi setiap umat manusia untuk dapat
berkembang menjadi manusia yang memiliki keterampilan dan berpikir kreatif.
Pembelajaran dengan aliran progresivisme dinilai kurang relevan diterapkan di tengah era
globalisasi ini dengan manusianya yang suka dengan pemikiran luas dan terbuka. Oleh
sebab itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mencanangkan konsep
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka kepada siswa dan mahasiswa agar mereka dapat
melatih kemampuan berpikir kritis serta kemampuan untuk mengemukakan ide-ide dalam
dirinya. Disamping itu, konsep merdeka belajar ini juga dapat mengembangkan potensi
bakat dan minat siswa tanpa harus merasa terbebani akan adanya tolak ukur nilai seperti
KKM.
Implementasi merdeka belajar pada sekolah tidak terlepas dari hambatan yang umum
terjadi pada negara dengan banyak pulau seperti Indonesia ini. Hambatan bagi tenaga
pendidik sekolah misalnya tidak memiliki pengalaman kemerdekaan belajar, keterbatasan
referensi, akses yang dimiliki dalam pembelajaran, manajemen waktu, dan kompetensi
(skill) yang memadai. Hambatan tersebut sebagai hambatan bagi tenaga pendidik untuk
dapat menjalankan pendidikan sesuai dengan konsep merdeka belajar.
3.2 Saran
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang diterapkan dalam dunia pendidikin dirasa
memiliki dampak positif yang lebih besar daripada dampak negatifnya. Namun,
penerapannya juga harus tetap mendapat penjelasan atau guru/tenaga pendidiki juga turut
andil berperan dalam proses pembelajaran untuk menjelaskan suatu materi terlebih
dahulu agar para siswa/mahasiswa mengangkap maksud dari materi tersebut. Di samping
itu, para siswa/mahasiswa juga tetap optimis untuk belajar dan tidak menyepelekan
pembelajaran karena dirasa suatu nilai tidak penting.

10
DAFTAR PUSTAKA

Baro’ah, S. (n.d.). KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR SEBAGAI STRATEGI


PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN. In Jurnal Tawadhu  (Vol. 4, Issue 1).
Daga, A. T. (2021). Makna Merdeka Belajar dan Penguatan Peran Guru di Sekolah Dasar.
Jurnal Educatio FKIP UNMA, 7(3), 1075–1090.
https://doi.org/10.31949/educatio.v7i3.1279
Kadek Suartama, I., Usman, M., Triwahyuni, E., Subiyantoro, S., Abbas, S., Umar,
Hastuti, W. D., & Salehudin, M. (2020). Development of E-learning oriented inquiry
learning based on character education in multimedia course. European Journal of
Educational Research, 9(4), 1591–1603. https://doi.org/10.12973/EU-JER.9.4.1591
Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P. (2022).
Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu,
6(4), 6313–6319. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3237
Sopiansah, Deni., dkk. 2022. (n.d.).
Susetyo. (2020). Prosiding Seminar Daring Nasional: Pengembangan Kurikulum
Merdeka Belajar Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/semiba/issue/view/956/Tersediadi:https://ejou
rnal.unib.ac.id/index.php/semiba/issue/view/956/

11

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai