Anda di halaman 1dari 36

KONSEP PENDIDIKAN ABAD 21 MENURUT UNESCO, SDGs,

ESD DAN OECD

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Landasan Pendidikan


Yang dibina oleh Bapak Dr. Ibrohim, M.Si
Disajikan Pada Hari Senin, Tanggal 26 September 2022

Disusun oleh :

Kelompok 3 Kelas B 2022

1. Amna Roisah Mutsaqqofah 210341802935


2. Aris Yudha Pratama 220341802092
3. Salwa Nabilah Afifah 220341803062

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

September 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan
dan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Konsep Pendidikan Abad 21 Berdasarkan UNESCO, SDGs, ESD,
OECD Serta Permasalahan Implementasinya di Indonesia” dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas matakuliah Landasan Pendidikan pada Program Studi
Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.
Adapun kajian dalam makalah ini adalah untuk menganalisis keterkaitan
antara pendidikan dan pembelajaran di Indonesia dengan konsep 5 pilar
pendidikan UNESCO, SDGs, ESD, OECD Serta Permasalahan Implementasinya
di Indonesia. Hal ini merupakan bagian terpenting yang harus diketahui sebagai
calon Dosen/Guru.
Selanjutnya, kepada dosen pembimbing Dr. Ibrohim, M.Si, penulis
ucapkan terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama penulisan dan
selama presentasi makalah ini berlangsung.
Akhirnya, masukan dan kritikan yang membangun demi menyempurnakan
makalah ini sangat diharapkan dari semua pihak.Semoga buah pikir dalam bentuk
makalah ini dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi yang
membutuhkan khususnya dalam dunia pendidikan.

Malang, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C. Tujuan..................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian UNESCO, SDGs, ESD, OECD.......................................... 3
B. ...............................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dapat dikatakan sebagai roh pembangun bangsa karena
menjadi dasar penentuan mutu suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pribadi (2015) yang menyatakan pendidikan merupakan pondasi utama
pembangunan dan pertumbuhan suatu bangsa, karena memiliki peran penting
dalam meningkatkan sumber daya manusia. Akan tetapi, selama ini Indonesia
masih dalam proses peningkatan mutu Pendidikan. Jika dibandingkan dengan
negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal. Hal ini terlihat jelas dari hasil PISA
(Programme for International Student Assessment) yang direlease tahun 2018
dimana Indonesia turun pada peringkat 74, dibandingkan pada tahun 2015 yang
menduduki peringkat 64 (Kemendikbud, 2018). Oleh karena itu, Indonesia terus
berupaya meningkatkan mutu pendidikan.
Sidang umum PBB Indonesia berkomitmen mengikuti agenda
pembangunan global pada kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDGs), yang di dalamnya terdapat 17 target dan
salah satunya adalah Pendidikan Berkualitas (Hamardi, 2016). Poin tersebut
berbunyi “Menjamin kualitas pendidikan inklusif dan adil dan mempromosikan
kesempatan belajar seumur hidup bagi semua (Antona, 2016).Kecakapan hidup
sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan adalah kecakapan yang dimiliki
seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta
menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Permendiknas,
2006).
Kecakapan hidup terdiri dari kecakapan hidup yang bersifat umum
(General live skills) dan kecakapan hidup yang bersifat khusus (Specific live
skills). Menurut Mahjuro (2007), kecakapan hidup yang bersifat umum terdiri dari
kecakapan personal dan sosial, sedangkan kecakapan hidup yang bersifat spesifik
terdiri dari kecakapan akademik dan vokasional. Kecakapan hidup tersebut sesuai
2
dengan empat pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO. Melalui
jalur pendidikan UNESCO menetapkan prinsip pendidikan abad 21 adalah life
long education-life long learning, dan keempat pilar pendidikan (learning to
know, learning to do, learning to live together, learning to be) (Simanjuntak,
2008).

Mee Young Choi, selaku Kepala Bagian Pendidikan di UNESCO Office


Jakarta, memberikan gambaran pentingnya pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan diintegrasikan ke dalam kebijakan, dan juga pada pelaksanaan
program di tingkat nasional sehingga sekolah. Tujuan ESD 2030 untuk
membangun dunia yang lebih adil dan berkelanjutan. Lima prioritas ESD yaitu:
penguatan kebijakan (advancing policy), transformasi lingkungan pembelajaran
(transforming learning environments), peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga
kependidikan (building capacities of educators), pemberdayaan dan mobilisasi
kaum muda (empowering and mobilizing youth), serta mendorong percepatan aksi
nyata di tingkat lokal atau komunitas (accelerating local level actions).
Tingkat pendidikan di Indonesia masih dikatakan rendah, dengan adanya
SDGs diharapkan Indonesia dapat meminimalisir bahkan mengentaskan
keseluruhan masalah pendidikan. Sehingga banyak dibentuk program sesuai
dengan target SDGs. Hal ini penting diketahui oleh seluruh komponen masyarakat
demi terciptanya sinergisme untun mencapai tujuan internasional yaitu menuju era
millenium. Oleh karena itu disusunlah makalah ini dengan tujuan saling berbagi
informasi mengenai arah pendidikan berdasarkan UNESCO, SDGs, ESD dan
OECD.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep dan Implemenasi Pendidikan Abad 21 menurut
UNESCO?
2. Bagaimanakah Konsep dan Implementasi Pendidikan Abad 21 menurut SDGs?
3. Bagaimanakah Konsep dan Implementasi Pendidikan Abad 21 menurut ESD?
4. Bagaimana konsep dan Implementasi Pendidikan Abad 21 menurut OECD?
3

C. Tujuan
1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang pendidikan berdasarkan
UNESCO, SDGs, ESD dan OECD.
2. Sebagai bahan kajian berdiskusi tentang pendidikan berdasarkan UNESCO,
SDGs, ESD dan OECD.
3. Sebagai sumber belajar dan membaca tentang pendidikan berdasarkan
UNESCO , SDGs , ESD dan OECD.

3
5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Sepanjang Hayat


Dilihat secara antropologis, yang mendorong pendidikan sepanjang hayat
adalah dasar bahwa anak dan orang dewasa memilki perbedaan yang nyata. Suatu
hal yang mungkin ironis atau kurang pada tempatnya, bila hanya pada masa
anaklah yang dipandang dapat terjadi pembelajaran, sedangkan pada masa dewasa
cukup dengan kegiatan berproduksi saja. Padahal kehidupan manusia selalu
dinamis menuju kesempurnaan. Oleh karena itu baik pada masa anak maupun
masa dewasa diperlukan upaya penyesuaian diri untuk merespon lingkungan
sehingga manusia membutuhkan pendidikan sepanjang hayat (Sutisna, 2011).
Jauh sebelum ada konsep tersebut, Islam merupakan agama pertama yang
merekomendasikan keharusan untuk belajar sepanjang hayat, seperti pada sabda
Rasulullah SAW yang memotivasi umatnya "Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian
hingga liang lahat". Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas
bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bermula sejak
seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup
bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung
dalam keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat
(Hardiyanti, 2011).
UU Nomor 20 tahun 2003 menegaskan tentang pendidikan seumur hidup
yang dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: "Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya". Pendidikan dapat diperoleh dengan 2 jalur yakni
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan di luar sekolah. Jalur pendidikan
sekolah meliputi pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan ini mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Sedangkan
jalur pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan nonformal dan informal.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
6

atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan


sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembalikan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
fungsional serta mengembangkan sikap kepribadian hidup. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan peserta didik (Hardiyanti,
2011).
Pendidikan informal yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. pendidikan
keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan
keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral
dan aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota
keluarganya yang bersangkutan. peserta didik berkesempatan untuk
mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam
perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing
(Hardiyanti, 2011). Saepudin (2009) menyebutkan tujuan pendidikan dalam
keluarga adalah agar anak dapat melaksanakan kehidupan yang mandiri dan
bertanggung jawab di dalam masyarakatnya.
Faktor yang mendorong bagi penyebaran dan pelaksanaan asas pendidikan
seumur hidup tersebut, seperti.
1. Perubahan sosial yang sangat cepat
Dunia pada akhir dari abad XXI telah terjadi perubahan besar yang
berbeda dengan masa yang silam. Perubahan ini disebabkan oleh
pengaruh ilmu Negara barat, munculnya ideologi baru, pengaruh faktor
demografi, pengaruh demokrasi dan sebagainya.
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat menuntut
kita untuk terus menerus belajar.
7

3. Perubahan teknologi
Perubahan teknologi ini menyebabkan adanya ketidakpastian
keterampilan yang diperlukan, menurunkan peranan sosial dan berbagai
interpersonal dan sebagainya. Di sinilah betapa besar peranan
pendidikan yang diselenggarakan dalam kosepsi yang luas sehingga
setiap manusia dapat menggunakan jasa pendidikan yang ada.
4. Faktor vokasional
Berbagai macam keterampilan/kejuruan dibutuhkan oleh orang
dewasa sejalan dengan laju kebutuhan manusia dan kemajuan zaman,
yang berbeda dengan tahun sebelumnya.
5. Kebutuhan orang dewasa
Sejalan dengan melajunya jenis pekerjaan dan perkembangan ilmu
dan teknologi, orang dewasa merasakan kekurangan akan keterampilan
yang selama ini dimiliki dan sekaligus perlunya keterampilan-
keterampilan baru yang relevan. Jadi, disini setiap pendidikan
hendaknya diorganisir, untuk membantu belajar masa dewasa di seluruh
tingkatan masyarakat. Inilah perlunya politik pendidikan seumur hidup
6. Kebutuhan anak-anak awal
Masa kanak-kanak awal merupakan fase perkembangan yang
mempunyai karakteristik tersendiri oleh karena anak telah memiliki
kemampuan untuk berpikir dan mengerti yang menentukan
perkembangan anak-anak tersebut selanjutnya (Hardiyanti, 2011).

B. Sustainable Development Goals(SDGs)


1. Pengertian SDGs
Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu sebuah dokumen yang akan
menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-
negara di dunia.Post-2015, juga dikenal sebagai Sustainabale Development
Goals (SDGs) didefinisikan sebagai kerangka kerja untuk 15 tahun ke depan
hingga tahun 2030. Berbeda dengan MDGs yang lebih bersifat birokratis dan
teknokratis, penyusunan butir-butir SDGs lebih inklusif melibatkan banyak pihak
8

termasuk organisasi masyarakat sipil atau Civil Society Organization (CSO).


Penyusunan SDGs sendiri memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat
beberapa butir-butir target MDGs yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di
dalam SDGs. Seluruh tujuan, target dan indikator dalam dokumen SDGs juga
perlu mempertimbangkan perubahan situasi global saat ini. (Yohanna, 2015)
SDGs merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibangun pada MDGs
(Millenium Development Goals). Tujuan Pembangunan Millenium adalahsebuah
paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi
Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New
York pada bulanSeptember 2000 dan berakhir di tahun 2015. Adapun target
MDGs adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat
pada 2015 yang merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh
dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium. Deklarasi ini diadopsi oleh 189
negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada
saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan
September 2000 tersebut (Wahyuningsih, 2017).
Secara formal, SDGs didiskusikan pertama kali pada United Nations
Conference on Sustainable Development yang diadakan di Rio de Janeiro bulan
Juni 2012.Dokumen SDGs disahkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).
Pembangunan berkelanjutan PBB yang berlangsung di New Yorktanggal 25-27
September 2015. Dalam KTT tersebut ditetapkan bahwa SDGs akan mulai
diberlakukan pasca tahun 2015 sampai tahun 2030. SDGs tidak hanya berlaku
untuk negara berkembang, tapi juga untuk negara-negara maju.

2. Konsep SDGs
Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang
mengakomodasikan semua perubahan yang terjadi pasca 2015-MDGs. Terutama
berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu
deplation sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin
krusial, perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang
lebih berpihak pada kaum miskin. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Ir. Rr. Endah
9

Murniningtyas, Msc, Deputi bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup,
pada rapat pemikiran awal pengembangan konsep Sustainable Development Goals
(SDGs): Kerangka Pembangunan Pasca 2015, Rabu (12/9) diruang SS 4. Rapat
tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kementrian/lembaga.
Sustainable Development Goals (SDGS) ini menjadi salah satu isu yang
dibahas di KTT. Oleh karenanya melalui rapat ini, Bappenas beserta
Kementrian/Lembaga lainnya dapat merumuskan suatu konsep penyusunan
indikator untuk SDGS ini. Ditambahkan oleh Dana A Kusuma, Staf Ahli Menteri
Lingkungan Hidup Bidang Perekonomian dan Pembangunan Berkelanjutan,
terkait dengan pengembangan konsep awal SDGs tersebut, pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan pasca MDGs 2015 semestinya dapat menjamin
kelanjutan dari lingkungan hidup dan sumber daya alam. Terutama yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh dunia internasional kedepannya,
yaitu ketahanan pangan, ketahanan energy dan ketahanan air. Ketiga masalah
tersebut sangat penting diperhatikan dalam pengembangan konsep SDGs 2015.

3. Indikator SDGs
Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan
SDGs, yaitu:
a. Indikator yang melekat pada pembangunan manusia (Human Development),
seperti pendidikan dan kesehatan.
b. Indikator yang melekat pada lingkungan kecil (Social Economi
Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta
pertumbuhan ekonomi.
c. Indikator yang melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental
Development), seperti ketersediaan sumber daya alam dan kualitas
lingkungan yang baik.

4. Perbandingan MDGs dan SGDs


Saat ini PBB telah merubah arah dan tujuan pembangunan global dari
MDGs 2015 menjadi SDGs 2030, ini harus menjadi perhatian kita semua sebagai
10

praktisi kesehatan, khususnya dibidang kesehatan lingkungan agar kita


mencermati lebih jeli program dan kegiatan apa saja yang mesti dilakukan dalam
mendukung pembangunan global yang dicanangkan oleh PBB tersebut
(Wahyuningsih, 2017).
Dalam laporan citiscope yang terbaru diminggu ini dikatakan bahwa
tujuan PBB bekerja selama 2010-2030, yang dikenal sebagai tujuan pembangunan
berkelanjutan atau SDGs. Aktifitas perkotaan diseluruh dunia bekerja keras untuk
mendapatkan tujuan eksplisit terkait dengan kota-kota yang termasuk dalam daftar
yang disetujui oleh kelompok kerja PBB pada bulan juli. Tujuan akan
disempurnakan lebih lanjut dan dipilih oleh Majelis Umum PBB di September
2015.
Maksud SDGs adalah upaya untuk melanjutkan tindak lanjut secara luas
dipublikasikanya Millenium Develoment Goals (MDGs) yang telah dilaksanakan
dari tahun 2000-2015. Beberapa lembaga yang menyetujui adanya SDGs ini
mengatakan bahwa upaya ini belum pernah terjadi sebelumnya diera MDGs untuk
memenuhi kebutuhan orang-orang termiskin didunia (Raharjo, 2016). Para
kritikus mengatakan sudah ada implementasi dibeberapa Negara namun
pencapaianya sangat tidak merata sesuai dengan tujuan berdasarkan topic MDGs,
Negara atau wilayah dunia. Untuk itulah SDGs ini dicadangkan oleh PBB.
Menurut Panuluh (2016) SDGs membawa 5 prinsip-prinsip mendasar yang
menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan, yaitu 1) People
(manusia), 2) Planet (bumi), 3) Prosperty (kemakmuran), 4) Peace (perdamaian),
dan 5) Partnership (kerjasama). Kesepakatan SDGs ini memiliki 17 tujuan dan
169 sasaran, berbeda dengan MDGs yang hanya memiliki 8 tujuan dan 21 sasaran.
Secara proses MDGs juga memiliki kelemahan karena penyusunan hingga
implementasinya ekslusif dan sangat birokratis tanpa melibatkan peran
stakeholder non-pemerintah, seperti civil society organization,
universitas/akademisi, sektor bisnis dan swasta, serta kelompok lainnya (Panuluh
& Fitri, 2016). Akan tetapi, penyusunan SDGs sendiri memiliki beberapa
tantangan karena masih terdapat beberpa butir-butir target MDGs yang belum bisa
dicapai dan harus diteruskan di dalam SDGs (Erwandari, 2017).
11

Inilah perbedaan antara butir-butir tujuan MDGs 2015 dan SDGs 2030
sebagai berikut isi The Millennium Development Goals (MDGs) untuk 2000-2015
yaitu:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim. Pendapatan populasi
dunia sehari $10.000 dan menurunkan angka kemiskinan.
2. Mewujudkan pendidikan dasar. Setiap penduduk dunia mendapatkan
pendidikan dasar.
3. Mempromosikan kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan.
Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan
menengah.
4. Menurunkan angka kematian anak. Mengurangi dua per tiga tingkat kematian
anak-anak usia di bawah 5 tahun.
5. Meningkatkan kesehatan ibu. Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu
dalam proses melahirkan.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya. Menghentikan dan
memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat
lainnya.
7. Memastikan kelestarian lingkungan. Mengintegrasikan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program
serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan, mengurangi setengah
dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat, dan
mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya
100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Mengembangkan
perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat
diterka dan tidak ada diskriminasi, membantu kebutuhan-kebutuhan khusus
negara-negara kurang berkembang dan negara-negara terpencil dan
kepulauan-kepulauan kecil, mengusahakan persetujuan mengenai masalah
utang negara-negara berkembang dan membuat hutang lebih dapat
ditanggung dalam jangka panjang, mengembangkan usaha produktif yang
layak dijalankan untuk kaum muda, menyediakan akses obat penting yang
12

terjangkau dalam negara berkembang, dan dalam kerjasama dengan pihak


swasta membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi
baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Pada dasarnya MDGs dan SDGs punya persamaan dan kesamaan tujuan
yang sama. Yakni, SDGs melanjutkan cita-cita mulia MGDs yang ingin konsen
menanggulangi kelaparan dan kemiskinan di dunia. Namun, dokumen yang
disepakati pimpinan dunia pada tahun 2000 tersebut habis pada tahun 2015. Para
pemimpin dunia merasa agenda Millenium Development Goals perlu dilanjutkan,
sehingga muncul sebuah dokumen usulan bernama Sustainable Development
Goals.
Menulis 7 alasan mengapa SDGs akan jauh lebih baik dari MDGs, yakni:
1. SDGs lebih global dalam mengkolaborasikan program-programnya. MDGs
sebelumnya dibuat oleh anggota negara OECD dan beberapa lembaga
internasional. Sementara SDGs dibuat secara detail dengan negosiasi
internasional yang juga terdiri dari negara berpendapatan menengah dan
rendah.
2. Sekarang, sektor swasta juga akan memiliki peran yang sama, bahkan lebih
besar.
3. MDGs tidak memiliki standar dasar hak asasi manusia (HAM). MDGs
dianggap gagal untuk memberikan prioritas keadilan yang merata dalam
bentuk-bentuk diskriminasi dan pelanggaran HAM, yang akhirnya berujung
kepada masih banyaknya orang yang terjebak dalam kemiskinan. Sementara
SDGs dinilai sudah didukung dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip HAM
yang lebih baik.
4. SDGs adalah program inklusif. Tujuh target SDG sangat eksplisit tertuju
kepada orang dengan kecacatan, dan tambahan enam target untuk situasi
darurat, ada juga tujuh target bersifat universal dan dua target ditujukan untuk
antidiskriminasi.
5. Indikator-indikator yang digunakan memberikan kesempatan untuk
keterlibatan masyarakat sipil.
6. PBB dinilai bisa menginspirasi negara-negara di dunia dengan SDGs.
13

7. COP21 di Paris adalah salah satu kesempatan untuk maju.


Penerapan SDGs di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 59 Tahun 2017. Pemerintah Indonesia berusaha untuk menghindari
keterlambatan implementasi SDGs, hal ini dikarenakan sebelumnya dalam
implementasi MDGs Indonesia mengalami keterlambatan 10 tahun dari
pengesahannya pada tahun 2000. Pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa
keterlambatan tersebut dikarenakan Indonesia pada saat itu masih dalam proes
peulihan dari situasi ekonomi setelah terjadinya krisis pada tahun 1998. Dalam
Perpres tersebut menguraikan 17 tujuan dari implementasi SDGs yang mana
termasuk dalam sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Indonesia.

5. Tujuan SDGs
SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan,
perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030
berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan
iklim (Rahman, 2012).Untuk mencapai tiga tujuan mulia tersebut, disusunlah 17
Tujuan Global berikut untuk 2016-2030:
1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana-mana.Tidak ada
kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi,
dan mempromosikan pertanian berkelanjutan.Tidak ada lagi kelaparan,
mencapai ketahanan pangan, perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya
pertanian yang berkelanjutan.
3. Pastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua
segala usia.Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong
kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
4. Menjamin kualitas pendidikan inklusif, adil dan mempromosikan
kesempatan belajar seumur hidup untuk semua.Menjamin pemerataan
pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan kesempatan belajar untuk
14

semua orang, menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta


mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan
anak perempuan.
6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkelanjutan air bersih
dan sanitasi untuk semua orang.
7. Menjamin akses keenergi yang terjangkau, dapat diandalkan,
berkelanjutan, dan modern untuk semua.
8. Mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif dan
berkelanjutan ekonomi, kesempatan kerja penuh dan produktif dan
pekerjaan yang layak untuk semua.
9. Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan industrialisasi
insklusif dan berkelanjutan dan mendorong inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara.
11. Membuat kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh dan
berkelanjutan.
12. Pastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya
14. Melestarikan dan berkelanjutan menggunakan samudra, laut dan sumber
daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan.
15. Melindungi, memulihkan dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan
ekosistem darat, berkelanjutan mengelola hutan, memerangi desertifikasi,
dan menghentikan dan membalikkan degradasi lahan dan menghentikan
hilangnya keanekaragaman hayati.
16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi
semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif
disemua tingkatan
17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.Memperkuat sarana pelaksanaan dan
merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.
15

Gambar1. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


6. Prinsip SDGs
Prinsip-prinsip SDG’s berdasarkan Outcome Document Rio+20 yaitu:
1. Tidak melemahkan komitmen internasional terhadap pencapaian MDGs pada
tahun 2015
2. Mempertimbangkan perbedaan kondisi, kapasitas dan prioritas nasional
3. Fokus pada pencapaian ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan secara
berimbang ekonomi, sosial dan lingkungan
4. Koheren dan terintegrasi dengan agenda pembangunan pasca 2015

C. Konsep Pendidikan Menurut UNESCO


1. Pendidikan dan Pembelajaran
Mill (1996), menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain
untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
Menurut Dale (1969), bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan
datang.
16

Menurut Winkel (2004), belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Gagne &
Briggs (1977), belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam
perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada
dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Menurut
Surya (1981), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses nyata yang dilakukan oleh
seseorang untuk mencapai sebuah kesempurnaan dirinya, secara formal
pendidikan terjadi dilembaga pendidikan seperti sekolah. Pada prinsipnya, belajar
adalah perubahan dari diri seseorang. Pada intinya pembelajaran itu berasal dari
kata belajar adapun pembelajaran merupakan sebuah proses usaha seseorang
untuk dapat mencapai sebuah perubahan perilaku dalam dirinya. Jadi, pendidikan
adalah tujuan akhir yang harus dicapai seseorang yang didukung dan dilaksanakan
pada sebuah proses pembelajaran.
2. Pendidikan Menurut UNESCO
UNESCO sebagai salah satu badan internasional yang berada di bawah PBB
merumuskan pendidikan abad ke 21 sebagai bentuk implementasi SDGs.
a. Life long education-life long learning (belajar sepanjang hayat).
Hukum yang mengatur kebijakan pendidikan di Indonesia adalah Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal-pasal
yang menjelaskan secara langsung istilah pendidikan sepanjang hayat tercantum
dalam Bab III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 4, Ayat (3)
yang menyebutkan bahwa ”Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat”. Bagian lain yang membahas tentang ini adalah Bab IV, Bagian Kesatu
tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Pasal 5, Ayat (5) yang menjelaskan
bahwa ”Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
17

pendidikan sepanjang hayat”. Jadi, pendidikan sepanjang hayat adalah proses


pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Program belajar sepanjang hayat lebih sering diposisikan dalam kerangka
berfikir jalur pendidikan nonformal sesuai ruang lingkup dan pembatasan
penelitian.Pendidikan nonformal merupakan salah satu jalur pendidikan,
disamping pendidikan formal dan informal dalam kerangka sistem pendidikan
nasional (Pasal 13, Ayat 1).Secara pedagogis pendidikan sepanjang hayat adalah
suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-
learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan
yang terjadi dalam diri individu. Dalam UNESCO (2004), dijelaskan bahwa
pendidikan sepanjang hayat dikembangkan atas prinsip-prinsip pendidikan
sebagai berikut.
1) Pendidikan hanya berakhir apabila manusia telah meninggalkan dunia fana ini.
2) Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi anggota
keluarga untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara
terorganisasi dan sistimatis.
3) Kegiatan belajar ditujukan untuk memperoleh, memperbaharui, dan atau
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampila yang telah dimiliki dan
yang mau atau tidak mau, harus dimiliki anggota keluarga berhubung dengan
perubahan yang terus menerus sepanjang kehidupan.
4) Pendidikan memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan
belajar dan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap insan yang
melakukan kegiatan belajar.
5) Perolehan pendidikan merupakan parsyaratan bagi perkembangan kehidupan
manusia, baik untuk memotivasi diri maupun untuk meningkatkan
kemampannya, agar manusia selalu melakukakan kegiatan belajar guna
memenuhi kebutuhan hidupnya
b. 4 Pilar Pendidikan
1) Learning to know (belajar mengetahui);
Learning to know adalah suatu proses pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik menghayati dan akhirnya dapat merasakan dan dapat menerapkan
18

cara memperoleh pengetahuan, suatu proses yang memungkinkan tertanamnya


sikap ilmiah, yaitu sikapingin tahu dan selanjutnya menimbulkan rasa mampu
untuk selalu mencari jawab atas masalah yang dihadapi secara ilmiah. Sasaran
terakhir dari penerapan pilar “learning to know” adalah lahirnya suatu generasi
yang mampu mendukung perkembangan IPTEK, yang menjadikan IPTEK
sebagai bahan dari kebudayaannya.
2) Learning to do (belajar berbuat);
Sasaran akhir dari diterapkannya pilar ini adalah lahirnya generasi muda
yang dapat bekerja secara cerdas dengan memanfaatkan IPTEK. Proses
pembelajaran yang sifatnya “learning to do” memerlukan suasana atau situasi
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghadapi masalah untuk
dipecahkan dengan menggunakan IPTEK yang secara teori telah dipelajari (Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
3) Learning to live together (belajar hidup bersama);
Latar belakang kenyataan dalam masyarakat yang digambarkan oleh
Komisi diatas menuntut pendidikan ttidak hanya membekali generasi muda untuk
menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,
melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda
dengan penuh toleransi, pengertian, dan tanpa prasangka. Dalam kaitan ini adalah
tugas pendidikan untuk pada saat yang bersamaan setiap peserta didik
memperoleh pengetahuan dan memiliki kesadaran bahwa hakekat manusia adalah
beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Pendidikan untuk
mencapai tingkat kesadaran akan persamaan atar sesame manusia dan terdapat
saling ketergantungan satu sama lain, tidak dapat ditempuh dengan pendidikan
pendekatan tradisional melainkan perlu menciptakan situasi kebersamaan dalam
waktu yang relatif lama (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
4) Learning to be (belajar menjadi seseorang yang mempunyai jati diri)
Tiga pilar yaitu “learning to know”, “learning to do”, dan “learning to live
together” ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi
atau menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dan
memecahkan masalah secara cerdas dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa,
19

dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan
menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik, hasil
akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya, dalam bahsa UU No.2
Th. 1989 adalah manusia yang berkripadian mantap dan mandiri. Learning to be
mengarahkan seseorang yang memiliki “Emotional Intellegance” yaitu manusia
yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya,
yang dapat menegndalikan dirinya, yang konsisten dan yang memiliki rasa empati
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Empat pilar belajar yang disarankan oleh Komisi Internasional untuk
Pendidikan Abad ke-21 UNESCO untuk menjadi proses pendidikan dapat
mengembangkan karakter dan kecerdasan mengahadapi abad ke-21. Agar
penyelenggaraan pendidikan nasional mampu mewujudkan terjadinya proses
pendidikan yang menerapkan empat pilar berlajar tesebut perlu dirancang suatu
sistem pendidikan yang meliputi:
1) Kurikulum;
2) Evaluasi dan promosi;
3) Pendidikan dan pembinaan guru;
4) Pembiayaan pendidikan
5) Model pengelolaan pendidikan secara nasional yang dirancang secara
sistematis dan dilaksanakan secara sinergik sehingga dapat memungkinkan
terjadinya proses pembelajaran sebagai proses pembudayaan (Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Integrasi SDGs dalam konsep pendidikan UNESCO dikenal dengan ESD
(Education for Sustainable Development 2005-2014) memiliki ruang lingkup
sebagai berikut. Gambar 5 pilar ESD dapat dilihat pada gambar 2.1.
1) Menyangkut semua tingkat pendidikan dan semua konteks sosial (keluarga,
sekolah, tempat kerja, masyarakat)
2) Memungkinkan peserta didikuntuk memperoleh keterampilan, kapasitas, nilai
dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memastikan pembangunan
berkelanjutan
20

3) Mendorong warga yang bertanggung jawab dan mempromosikan demokrasi


dengan membiarkan individu dan masyarakat menikmati hak mereka dan
memenuhi tanggung jawab mereka
4) Menyediakan alat dan konten pembelajaran yang penting untuk
memungkinkan individu bertahan, berkembang dengan kapasitas penuh,
untuk hidup danbekerjadengan bermartabat, untuk berpartisipasisepenuhnya
dalam pengembangan, untukmeningkatkan kualitas hidup mereka, untuk
membuat keputusan yang tepat, dan belajar secara bersama-sama (Oladottir).
Menurut Oladottir5 pilar menurut ESD adalah sebagai berikut.
1) Learning to know
Berupa pengetahuan, nilai dan keterampilan untuk menghargai dan mencari
pengetahuan dan kebijaksanaan.
a) Belajar untuk belajar
b) Mendapatkan rasa untukbelajar sepanjang hidup
c) Mengembangkan pemikiran kritis
d) Mendapatkan alat untuk memahami dunia
e) Memahami konsep dan isu keberlanjutan
Education for Sustainable Development
a) Mengakui sifat berkembang dari konsep keberlanjutan
b) Mencerminkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat
c) Mengakui bahwa memenuhi kebutuhan lokal seringkali memiliki dampak
dankonsekuensi internasional.
d) Alamat konten, konteks, isu global dan prioritas lokal
2) Learning to be
Berupa pengetahuan, nilai dan keterampilan untukpribadi dan kehidupan
keluarga yang lebih baik.
a) Melihat diri sebagai aktor utama dalam menentukan hasil positif untuk masa
depan
b) Dorong penemuan dan eksperimen
c) Memperoleh nilai bersama secara universal
21

d) Kembangkan kepribadian seseorang, dirisebenarnya,pengetahuan dan


diridapat bertindak dengan otonomi, penilaian dan tanggung jawab pribadi
yang lebih besar.
Education for Sustainable Development.
a) Dibangun berdasarkan prinsip dan nilai yang mendasari pembangunan
berkelanjutan.
b) Berhubungan baik dengan lingkungan, masyarakat, dan ekonomi.
c) Berkontribusi pada pengembangan seseorang yang lengkap: pikiran dan
tubuh, kecerdasan, kepekaan, apresiasi estetika dan spiritualitas.
3) Learning to Live Together
Berupa pengetahuan, nilai dan keterampilan untuk internasional, antar
kebudayaan dan kerjasama masyarakat dan perdamaian
a) Berpartisipasi dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat majemuk,
multi masyarakat budaya
b) Mengembangkan pemahaman tentang orang lain dan sejarah, tradisi,
kepercayaan, nilai dan budaya mereka
c) Toleransi, menghormati, selamat datang, merangkul, dan bahkan merayakan
perbedaan dan keragaman pada manusia
d) Menanggapi secara konstruktif keragaman budaya dan kesenjangan ekonomi
yang ditemukan di seluruh dunia
e) Mampu mengatasi situasi ketegangan, eksklusi, konflik, kekerasan, dan
terorisme
Education for Sustainable Development:
a) Bersifat interdisipliner. Tidak ada satu disipliner yang bisa mengklaim ESD
untuk kepentingannya sendiri, namun semua disiplin ilmu dapat berkontribusi
terhadapnya.
b) Membangun kapasitas sipil untuk masyarakatberdasarkan keputusan,
toleransi sosial, lingkungan, ketangkasan, tenaga kerja dan kualitas hidup
yang dapat disesuaikan.
4) Learning to do
22

Berupa pengetahuan, nilai dan keterampilan untuk keterlibatan aktif dalam


pekerjaan produktif dan rekreasi
a) Menjadi aktor sekaligus pemikir
b) Memahami dan bertindak dalam isu pembangunan berkelanjutan global dan
lokal
c) Memperoleh pelatihan teknis dan profesional
d) Terapkan pengetahuan terpelajar dalam kehidupan sehari-hari
e) Dapat bertindak kreatif dan bertanggung jawab di lingkungan seseorang
Education for Sustainable Development:
a) Relevan secara lokal dan sesuai budaya.
b) Harus menjadi kenyataan konkrit untuk semua keputusan dan tindakan
sehari-hari kitaadalah tentang membantu membangun dunia yang lestari dan
aman bagi semua orang.
5) Learning to transform one self and society
Berupa pengetahuan, nilaidan keterampilan untuk mengubah sikap dan gaya
hidup
a) Bekerja menuju gender netral, nonmasyarakat yang diskriminatif
b) Mengembangkan kemampuan dan kemauan untuk mengintegrasikan gaya
hidup berkelanjutan bagi diri kita dan orang lain
c) Mempromosikan perilaku dan praktik yang meminimalkan ekologi disekitar
kita
d) Menjaga bumi Bumi dan kehidupan dalam segala keragamannya
e) Bertindak untuk mencapai solidaritas sosial
f) Mempromosikan demokrasi di masyarakat di mana perdamaian berlaku
Education for Sustainable Development
a) Mengintegrasikan nilai-nilai yang melekat dalam pembangunan berkelanjutan
ke dalam semua aspek pembelajaran
b) Mendorong perubahan perilaku untuk menciptakan masyarakat yang lebih
layak dan adil bagi semua orang
c) Mengajari orang untuk merefleksikan secara kritis komunitas mereka sendiri
23

d) Memberdayakan orang untuk memikul tanggung jawab menciptakan dan


menikmati masa depan yang berkelanjutan

Gambar 2.1. Lima Pilar menurut ESD (Education for Sustainable


Development) (Sumber: Makrakis)
D. Implementasi Pendidikan Berdasarkan SDGs dan UNESCO
Pendidikan dewasa ini merupakan hak mendasar di dalam nilai kehidupan
manusia.Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang
kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan
kehidupannya tidak lepas dari pendidikan.Implementasi dan pengembangan kajian
pendidikan juga harus disesuaikan dengan kondisi serta situasi sosial yang ada di
masyarakat.Sebab, pendidikan laksana eksperimen yang tidak pernah selesai
sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini.Dikatakan
demikian karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban
manusia yang terus berkembang.Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang
memiliki potensi kreatif dan inovatif.Pendidikan tidak hanya berperan
menciptakan generasi muda sebagai agent of change yang membawa perubahan,
namun generasi muda harus bisa menjadi agent of producer yang mampu
menciptakan perubahan yang nyata (Kementrian PPN/BAPPENAS, 2017).
Pendidikan harus bisa menjadi patron bukan hanya dalam hal pendidikan
formal tapi yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu mengubah pola pikir
24

anak bangsa dan pendidikan inovatif yang mendorong kreativitas dan daya
inovatif anak bangsa.Generasi muda sebagai agen inovasi yang dapat memberikan
kontribusi penting dan signifikan untuk menerapkan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan yang aplikatif.
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah di Indonesia menjadikan semakin
ketertinggalannya negara Indonesia dari negara berkembang lainnya. Adanya
SDGs, negara yang mempunyai kendala pada masalah pendidikan, khususnya di
Indonesia dapat diminimalisir bahkan mengentaskan keseluruhan masalah
pendidikan itu sendiri. Pengoptimalan pendidikan dengan SDGs dapat ditinjau
dari cita-cita negara Indonesia, yaitu keselarasan Nawacita Indonesia dengan
Pembangunan Berkelanjutan atau SDGsakan dapat mengakselarasikan pencapaian
dengan optimal (Darajati, 2016).
1. Kualitas pendidikan yang baik dengan substansi menjamin pemerataan
pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan kesempatan belajar untuk
semua orang, menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta
mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program “Indonesia
Pintar” dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor
strategis ekonomi dan domestik.
8. Melaukan revolusi karakter bangsa melalui penataan kurikulum pendidikan
Nasional.
25

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia


melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan
ruang-ruang dialog antarwarga.
Nawacita yang telah dipaparkan, tujuan dan sasarannya telah jelas yaitu
bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan ilmu dan rendahnya tingkat
pendidikan.Untuk mengoptimalkan pendidikan, seperti yang telah disebutkan
dalam poin ke-5 dan 8. Mulai dari pengadaan program “Indonesia Pintar”, wajib
belajar 12 tahun tanpa pungutan biaya dan bagi siapapun tanpa adanya batas
perbedaan antara golongan menengah keatas ataupun golongan menengah
kebawah, pemberlakuan kurikulum 2013 yang merevolusi karakter anak bangsa
menjadi lebih aktif, produktif dan kreatif, penyebaran guru hingga ke daerah
pelosok tanpa ada yang terlewatkan, dan adanya beasiswa-beasiswa yang
diluncurkan guna menambah semangat dilingkar pendidikan. Upaya pemerintah
yang diwujudkan bagi bidang pendidikan, telah mampu mengangkat ketimpangan
dibidang pendidikan walaupun belum secara keseluruhan. Sistem kelola efektif
yang terjaga akan mampu mengoptimalkan pendidikan di Indonesia, sehingga
mampu mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) untuk terjun mewakili Indonesia
dipasar Internasional (Chania, 2016).
Buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2001: 13)
menguak paradigma pembelajaran yang sesuai pilar UNESCO diantaranya.
1. Pendidik harus sebagai informator, organisator, motivator, direktor, inisiator,
transmitter, fasilitatir, mediator, dan evaluator bagi siswanya. Sehingga
peserta didik mampu memenuhi kebutuhan akan ketrampilan yang ingin
dikuasainya. Peserta didik menguasai instrumen ilmu dan pemahaman yang
terus berkembang umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan, dan
memungkinkan terjadnya belajar sepanjang hayat (Yusak, 2003).
2. Siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau
tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses
belajar mengajar harus didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta
didik, baik fisik, mental, dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga
mencapai tujuan yang diharapkan.
26

3. Peserta didik diharapkan memiliki rasa kebersamaan dan saling menghargai,


oleh karena itu kegiatan berkelompok dan sosial harus sering dilaksanakan di
kelas untum mencegah individualisme. Keterlibatan partisipasi aktif siswa
ditujukan untuk menciptakan perdamaian dan semangat kerjasama demi
kebaikan bersama.
4. Melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan
merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat.

E. Taksonomi Belajar
1. Pengertian Taksonomi
Istilah taksonomi (taxsonomi) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yang terdiri
atas dua kata taxis yang berarti pengaturan, dan nomos berarti ilmu pengetahuan.
Kata taxis juga merujuk pada struktur hierarki yang dibangun dalam suatu
klasifikasi. Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi
(Kuswana, 2014), maka dapat diartikan taksonomi sebagai pengelompokan suatu
hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang lebih tinggi
bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Adapun taksonomi dalam pendidikan, taksonomi dibuat untukmengklasifikasikan
tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif,
dan psikomotor. Setiap ranah tersebut dibagi menjadi beberapa kategori dan sub
kategori yang berurutan secara hirakis (bertingkat), mulai dari tingkah laku dari
yang tingkat rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom
dan kawan-kawan padatahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai
“Taksonomi Bloom”(Nurdin,2013:88).

2. Taksonomi Media Pembelajaran


Association for Education and Communication Technology(AECT)
mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses
penyaluran informasi. Sedangkan Education Association (NEA) mendefinisikan
sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan
27

beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar


mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional (Basyrudin,
2002:11). Menurut Oemar Hamalik media pembelajaran adalah Alat, metode, dan
teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah.(Oemar:1989,12). Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses
komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran
atau perantara tertentu, ke penerima pesan. Di dalam proses belajar mengajar
pesan tersebut berupa materi ajar yang disampaikan oleh dosen/guru, sedang
saluran atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan/materi ajar
adalah media pembelajaran atau disebut juga sebagai media instruksional. Fungsi
media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah untuk (EvaAprilian,
2014) : (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, (2)
mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, (3) menghilangkan sikap
pasif pada subjek belajar, (4) membangkitkan motivasi pada subjek belajar.
Masuknya berbagai pengaruh kedalam khazanah pendidikan seperti ilmu
cetak-mencetak, tingkah laku (behaviorsm), komunikasi, dan laju perkembangan
teknologi elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis
dan format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, film rangkai, program radio,
komputer, dan seterusnya) masing-masing dengan ciri-ciri dan kemampuannya
sendiri.
3. Taksonomi Media Menurut Ahli
a. Taksonomi menurut Rudy Bretz (Indra yang Terlibat)
Bretz dalam Sadiman mengidentifikasikan ciri utama media menjadi tiga
unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Media visual sendiri dibedakan
menjadi tiga, yaitu: gambar, garis, dan simbol, yang merupakan suatu bentuk yang
dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Di samping ciri tersebut, Bretz juga
membedakan antara media siar (telecomunication) dan media rekam (recording),
sehingga terdapat delapan klasifikasi media, yaitu: (1) media audio visual gerak,
(2) media audio visual diam, (3) media visual gerak, (4) media visual diam, (5)
28

media semi gerak, (6) media audio, dan (7) media cetak. Secara lengkap dapai
dilihat pada skema berikut ini (Sadiman,2008;20).
b. Hirarki Media Menurut Duncan (Menurut Hirarki Pemanfaatan Untuk
Pendidikan)
Duncan menyusun taksonomi media menurut hirarki pemanfaatannya
untuk pendidikan. Dalam hal ini hirarki disusun menurut tingkat kerumitan
perangkat media. Semakin tinggi satuan biaya, semakin umum sifat
penggunaannya. Namun sebaliknya kemudahan dan keluwesan penggunaannya,
semakin luas lingkup sasarannya.

c. Taksonomi Media Menurut Briggs


Taksonomi oleh Briggs lebih mengarah kepada karakteristik siswa, tugas
instruksional, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasikan tiga macam
media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain: objek,
model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pelajaran terprogram, papan
tulis, media transparansi, film bingkai, film rangkai, film gerak, televisi dan
gambar (Sadiman,2008:21).
d. Taksonomi Media Menurut Gagne(Berdasrkan Fungsi Pembelajaran)
Tanpa menyebutkan jenis dari masing-masing medianya, Gagne membuat 7
macam pengelompokan media, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi
lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin
belajar. Ketujuh kelompok media ini kemudian dikaitkannya dengan
kemampuannya memenuhi fungsi menurut tingkatkan hirarki belajar yang
dikembangkannya contoh perilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun
cara berpikir, memasukan alih ilmu, menilai prestasi dan pemberi umpan balik.
e. Taksonomi Media Menurut Edling (Berdasarkan Rangsangan Belajar)
Menurut Edling media merupakan bagian dari unsur-unsur rangsangan
belajar, yaitu dua unsur untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subjek audio,
dan kodifikasi objek visual, dua unsur pengalaman belajar tiga dimensi, meliputi:
pengalaman langsung dengan orang, dan pengalaman langsung dengan benda-
benda Dipandang dari banyaknya isyarat yang diperlukan, pengalaman subjektif,
29

objektif, dan langsung menurut Edling merupakan suatu kontinum


kesinambungan pengalaman belajar yang dapat disejajarkan dengan kerucut
pengalaman menurut Edgar Dale.

f. Klasifikasi Media Pembelajaran


Media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaiann dan
karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: 1.
Wilbur Schramm, 2.Gagne, 3.Allen, 4. Gerlach dan Ely dan 5.Ibrahim. Menurut
Schramn dalam Daryanto, media digolongkan menjadi media rumit, mahal dan
sederhana. Schman juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya
liputan. Yaitu: 1. Liputan luas dan serentak seperti TV, radio dan kafsimile; 2.
Liputan terbatas pada ruanga, seperti film, video, slide, poster audio tape; 3.
Media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan
komputer dan telepon (Daryanto,2011:17).
Menurut Gagne dalam Daryanto, media diklasifikasikan menjadi tujuh
kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak,
gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh
kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuanya
memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar
stimulus belajar, penarik yang dikembangkan, contoh perilaku belajar, memberi
kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, memasukkan alih ilmu,menilai prestasi,
dan pemberi umpan balik (Daryanto,2011;17). Menurut Allen dalam daryanto,
terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga
dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks dan sajian lisan.
Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengkaitkan antara jenis media
pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dia capai. Melihat bahwa media
tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu, tetapi lemah untuk
tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan tujuan belajar, antara lain info
faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, ketrampilan dan sikap.
Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai
tujuan belajar, ada tinggi sedang dan rendah.
30

Menurut Ibrahim dalam Daryanto, Media dikelompokkan berdasarkan


ukuran dan kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok,
yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi, media tanpa proyeksi tiga dimensi,
audio, proyeksi, televisi, video dan komputer. Berdasarkan pemahaman atas
klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah Guru atau praktisi
pendidikan lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu
merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media
disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pelajar,
akan sangat menunjang efisiensi serta efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Azas pendidikan seumur hidup merumuskan suatu azas bahwa proses
pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bermula sejak seseorang
dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk
belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung
dalam keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan
masyarakat
2. SDGs merupakan sebuah target internasional dalam pembangunan untuk
menuju era millenium yang di dalamnya terdapat 5 pondasi kuat yaitu
mengentaskan kemisiknan, meningkatkan sumber daya manusia, menguatkan
kemitraan, mencegah perpecahan/gencatan senjata, dan mengurangi dampak
perubahan iklim dunia. Semua dilakukan demi menjaga ketertiban dunia.
3. Unesco menetapkan prinsip dasar pendidikan berupa long life education
(belajar sepanjang hayat), serta integrasi SDGs dalam konsep pendidikan
UNESCO dikenal dengan ESD (Education for Sustainable Development)
yang terdiri dari 5 pilar yaitu learning to know, learning to be, learning to live
together, learning to do, dan learning to transform one self and society.
4. Implementasi program dari SDGs dan UNESCO masih dilaksanakan di
Indonesi terbukti dari banyaknya program pemerintah dan upaya perbaikan
mutu pendidikan meskipun belum merata.
5. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif,
dan psikomotor. Setiap ranah tersebut dibagi menjadi beberapa kategori dan
sub kategori yang berurutan secara hirakis (bertingkat), mulai dari tingkah
laku dari yang tingkat rendah.

B. Saran
Perlu dilakukan pengkajian ulang terkait dengan kelengkapan makalah ini
dengan mengambil beberapa referensi.

20
DAFTAR RUJUKAN

Bappenas (2015). Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2015-


2019. Jakarta: Bappenas.

Basyiruddin Usman, Asnawir, 2002, Media Pembelajaran. Jakarta:Ciputat Pers.

Dale, E. 1969.Audio Visual Methods in Teaching.New York: Holt, Rinehart and


Winston Inc. The Dryden Press.
Daryanto, 2011, Media Pembelajaran. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.

Erwandari, N. (2017). Implementasi Sustainable Development Goals (Sdg ’ S)


Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan, 5(3), 875–888.

Hamardi, S. H. B. 2016. Sustainable Development Goals (SDGs)-Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan.Kompas diterbitkan 20 Mei 2016. (Online)
(http://blhd.bantenprov.go.id/upload/005_SUSTAINABLE%20DEVELOP
MENT%20GOALS%202015-2030.pdf) diakses 21 September 2018.

Hardiyanti, Y. 2011. Pendidikan Seumur Hidup. Makassar: Universitas


Hasanuddin.

Hufad, A. Pramudia, J.R. & Supariatna, S. 2010. Studi Tentang Implementasi


Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia. Disajikan dalam Seminar
Internasional Pendidikan Luar Sekolah, Program Studi PLS-SPS UPI,
Bandung, 29 November.

Kemendikbud. 2016. Peringkat dan Capaian PISA Indonesia Mengalami


Peningkatan,(Online),(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/per
ingkat-dan-capaian-pisa-indonesia-mengalami-peningkatan), diakses 23
September 2018.

Kementerian PPN/BAPPENAS. 2016. Zero Draft Pedoman Teknis Penyusunan


Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan. (Online)
(http://www.sdgsindonesia.or.id/index.php?option=com_bdthemes_shortcod
es&view=download&id=2.pdf) diakses 21 September 2018.

Mahjuro, K. 2007. Pilar-Pilar Pendidikan Rekomendasi UNESCO Dalam


Perspektif Islam.Semarang: Fakultas Tarbiyah.

Makrakis, V. Infusing sustainability Across the Curricula. United Nations


Educational, Scientific and cultural Organization, (Online),
(http://www.rucastoolkit.edc.uoc.gr/module-1/infusing-sustainability/),
diakses 21 September 2018.
Mill, J.S. 1996. On Liberty Perihal Kebebasan.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Oemar Hamalik,1989, Media Pendidikan Bandung : Citra Aditya

Oladottir, H.UNESCO: Education for Sustainable Development 2005-2014,


(Online),(http://menntuntilsjalfbaerni.weebly.com/uploads/6/2/6/2/6262718/
unesco_5_pillars_for_esd.pdf), diakses 21 September 2018

Panuluh, S., & Fitri, M. R. (2016). Perkembangan Pelaksanaan Sustainable


Development Goals (Sdgs) Di Indonesia. Retrieved From Www.Infid.Org

Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. 2006. Jakarta: Depdiknas.

Pribadi, R. E. 2015. Implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) dalam


Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Papua. E-Journal Ilmu Hubungan
Internasional 5 (3): 917-932. (Online) (http://ejournal.hi.fisip-
unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2017/08/eJournal%20Roy%20Eka%20
Pribadi%20(08-11-17-01-04-46).pdf) diakses 21 September 2018.

Raharjo, S.T Dan Ishartonoi. 2016. Sustainable Development Goals (Sdgs) Dan
Pengentasan Kemiskinan. Share: Social Work Journal. Vol: 6 No: 2 Hal:
154 – 272.

Rahman, A.B. 2012. Mdg Ver 2.0: Menuju Sustainable Development Goals
(Sdgs) Di Indonesia. Jakarta: Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu
Jl. Wahidin No.1.

Sadiman, Arief dkk. 2008, Media Pendidikan (pengertian, pengembangan dan


pemanfaatannya), Jakarta: Rajawali Press

Saepudin, A. 2009. Implementasi Pendidikan Sepanjang Hayat pada Institusi


Keluarga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Simanjuntak, C dan Boangmanalu, J. 2008.Pendidik, Misionaris, dan Motivator.


Jakarta: Gunung Mulia

Sutisna, N. 2011. Peran Pendidikan Sepanjang Hayat bagi Penyandang


Disabilitas. JASSI_Anakku 10 (2) 206-211.

The Sustainable Development Goals Report. 2017. New York: United Nation.
(Online) (http://www.un.org.lb/Library/Assets/The-Sustainable-
Development-Goals-Report-2017-Global.pdf) diakses 20 September 2018.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2003. Jakarta: Depdiknas.

Wahyuningsih. 2017. Millenium Develompent Goals (Mdgs) Dan Sustainable


Development Goals (Sdgs) Dalam Kesejahteraan Sosial. Jurnal Bisnis dan
Manajemen. Vol. 11, No. 3.

Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta:


PT.Gramedia Pustaka Utama.

Yohanna, S.2015. Transformasi Millenium Development Goals(Mdg's) Menjadi


Post 2015 Guna Menjawab Tantangan Pembangunan Global Baru.

Yusak, A. 2003. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Anda mungkin juga menyukai