Anda di halaman 1dari 103

CRITICAL BOOK REVIEW

Evaluasi Pembelajaran
Novita Indah Hasibuan, S.Pd, M.Pd.

OLEH:
Dion NN Manurung
7183343010
PROGRAM STUDI Pend Bisnis B
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan Critical Book Review Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar ini dengan
judul buku Evaluasi Pembelajaran dapat saya selesaikan. Saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan Critical Book Review ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Critical Book Review ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca.
Harapan saya dari penyusunan Critical Book Review ini ialah semoga Critical Book
Review yang kami susun ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Saya mohon maaf
apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan Critical Book Review ini.

Medan, September 2017

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………

3
Bab I
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Pendahuluan

1. Pengertian Pengukuran,Penilaian, dan Evaluasi


Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan
pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari,kita jelas-jelas mengadakan
pengukuran dan penilaian. Dari dua kalimat diatas kita sudah menemui 3buah istilah yaitu :
evaluasi,pengukuran dan penilaian.
Dan untuk memahami apa persamaan,perbeedaan,ataupun hubungan antara ketiganya
dapat dipahami melalui contoh-contoh dibawah ini :
A. Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita,dan
kita disurug memilih antara dua pensil yangtidak sama panjangnya,maka
tentu saja kita akan memilih yang “pnjang”. Kita tidak akan memilih yang
“pendek” kecuali ada alas an yang sangat khusus.
B. Pasar merupakan suatu tempat pertemuan orang-orang yang akan menjual
dan membeli. Sebelum menentukan barang yang akan dibeli,seorang
pembeli akan memilih dahulu mana barang yang lebih baik menurut
ukurannya. Apabila ia ingin membeli jeruk,dipilih jeruk yang
besar,kuning,kulitny halus. Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut
pengalaman sebelumnya,jenis jeruk yang demikian ini rasanya akan manis.
Sedangkan jeruk yang masih kecil,hijau agka kasar,biasanya asam rasanya.
Dari contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan,kita
melakukan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Pada contoh pertama kita
mmeilih mana pensil yang lebih Panjang,sedangkan pada contoh kedua kita menentukan
dengan perkiraan kita atas jeruk yang baik yaitu yang rasanya manis.
Sebenarnya dengan demikian kita mengenal 2 macam ukurn yakni ukuran yang terstandar
dan ukuran tidak terstandar

Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita itulah
disebut mengadakan evaluasi yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan
penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.

4
 Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukutan. Pengukuran bersifat
kualitatif
 Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukutan baik
buruk. Penilaian bersifat kualitatif

Di dalam istilah asingnya,pengukuran adalah measurement,sedang penilaian adalah


evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia yang berarti menilai.

2. Penilaian Pendidikan

Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas,namun pada awalnya pengertian evaluasi
Pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Definisi yang pertama
dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian
mana tujuan Pendidikan sudah tercapai. Jika belum,bagaimana yang belum dan apa sebabnya.
Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli,yakni Cronbach dan Stufflebeam.
Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekadar mengukur sejauh
mana tercapai,tetapi digunakan untuk keputusan. 2. Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan
Secara khusus, tujuan pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan adalah untuk mengetahui
kadar pemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek
kognitif, psikomotorik maupun afektif.

3. Mengapa Menilai
Jika sebelum membeli jeruk kita tidak memilih dahulu mana jeruk yang baik dibandingkan
dengan yang kurang baik,maka kita memperoleh jeruk seadanya.
Mungkin baik,tetapi ada juga kemungkinan tidak baik. Yang jelas kita belum tentu
memperoleh jeruk yang berkualitan baik juika tidak didahului dengan kegiatan menilai.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian mempunyai makna
ditinjau dari beerbagaia segi.
a. Makna bagi siswa
Dengan diadakannya penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang dberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh dari perkejaan menilai ini
ada 2 kemungkinan :

5
1) Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan dan hal itu menyenangkan tentu
kepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain waktu. Akibaatnya, siswa
akan mempunya motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat.
2) Tidak memuaskan
Jika siswaa tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan
itu tidak terulang lagi. Maka ia akan belajar lebih giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya
dapat terjadi. Ada beberapa siswa yang lemah kemauannya,akan menjadi putus asa dengan
hasil kurang memuaskan yang telah diterimanya
b. Makna bagi Guru
Dengan hasil penilaian yang diperoleh,guru akan dapat mengetahui siswa mana yang bias
melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai materi,maupun siswa-siswa yang
belum berhasil menguasai materi. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan
perhatiannya kepada siswa-siswa yang belum berhasil. Apalagi jika guru tahu akan sebab-
sebabnya, ia akan memberikan perhatian yan memusatkan dan memberikan selanjutnya dapat
diharapkan.
c. Makna bagi sekolah
Informasi hasil penilaian diperoleh dari tahun ke tahun, dapat digunakan sebagai pedoman
bagi sekolah. Apakah yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum.
Pemenuhan standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh siswaa.

4. Tujuan atau Fungsi Penilaian


Tujuan Khusus Evaluasi Pendidikan
Secara khususus tujuan evaluasi pendidikan, menurut Gronlund (1976: 8), antara lain:
1. Untuk memberikan klarifikasi tentang sifat hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan,
2. Memberikan informasi tentang ketercapaian tujuan jangka pendek yang telah
dilaksanakan,
3. Memberikan masukan untuk kemajuan pembelajaran,
4. Memberikan informasi tentang kesulitan dalam pembelajaran dan untuk memilih
pengalaman pembelajaran di masa yang akan datang.
Daryanto, (2010: 16), mengkhususkan, bahwa tujuan utama melakukan evaluasi
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai
tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak
lanjutnya.

6
Kegunaan Hasil Evaluasi Pendidikan
Informasi evaluasi dapat digunakan untuk kegiatan, diantaranya:
a. Membantu memutuskan kesesuaian dan keberlangsungan dari tujuan
pembelajaran, kegunaan materi pembelajaran,
b. Mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas dari strategi pengajaran (metode dan
teknik belajar-mengajar) yang digunakan.

4. Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga dan program
pendidikan.
Evaluasi pendidikan mencakup semua komponen, proses pelaksanaan dan produk
pendidikan secara total, dan di dalamnya terakomodir tiga konsep, yaitu: memberikan
pertimbangan (judgement), nilai (value), dan arti (worth).
Dengan demikian evaluasi pendidikan dapat berupa:
1. Evaluasi context/Tujuan/Kebijakan
2. Evaluasi Input
3. Evaluasi proses,
4. Evaluasi Hasil/Produk
5. Evaluasi “outcomes” (dampak)

7
Nikmatila pelajaran selama hidupmu banyak
yang memang harus kamu pelajari dalam hidup
ini karena semua aka nada maknanya, Dan
suatu saat nanti kamu akan mengerti akan
gunanya pelajaran tersebut dalam hidupmu

8
Bab I
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Pengertian Tes,Pengukuran,Penilaian dan evaluasi

A. Pendahuluan
Dalam proses Pendidikan tes dan pengukuran merupakan factor sangat perlu diperhatikan
karena hasil evaluasi amat diperlukan untuk menentukan berbagai macam tujuan dalam
pengambilan keputusan antar lain seleksi,penempatan,prediksi,pengembangan
kurikulum,perbaikan proses belajar mengajar,dan peertanggung jawaban pelaksanaan
program Pendidikan. Berkaitan dengan bidang Pendidikan,evaluasi secara khusus bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan-tujuan belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa (Gronlund,1985). Untuk
dapat evaluasi dibutuhkan informasi yang diperoleh akurat,relevan,dan komprehensif. Agar
informasi yang diperoleh betul-betul merupakan instrument pengukuran dan prosedur
pelaksaan pengukuran yang dapat memperoleh hasil yang bepedoman dengan objektivitas
hingga karena sering kali kita temukan pengukuran dan pengambilan keputusan mengandung
subjektivitas yang disebabkan proses evaluasi merupakan kegiatan yang terdiri dari kegiatan
yang kompleks.
B. Pengertian Tes,Pengukuran,Penilaian dan Evaluasi
Tes adalah merupakan suatu prosedur sistematis yang dipakai untuk mengukur tingkah laku
atau karakteristik sesorang (Popham,1980). Selanjutkan Gronlund (1984) Mengemukakakn
bahwa secara singkat dapat didefenisikan bahwa tes merupakan proses pengamatan yang
sistematis untuk mengetahui tingkah laku atau kemampuan siswa dan menggambarkan
dengan skala atau kategori-kategori yang pasti.
Hubungan tes, Penilaian dan Evaluasi
a. Tes dan penilaian juga merupakan dua proses yang bekesinambungan.

9
b. Tes dilaksanakan terlebih dahulu yang menhasilkan skor dan dari hasil pengukuran
kita dapat melaksanakan penilaian.
c. Antara penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki persamaan yaitu keduanya
mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, disamping itu juga
keduanya merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama.
d. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Hakikat keduanya merupakan suatu
proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Perbedaannya keduanya terletak
pada ruang lingkup dan pelaksanaannya, ruang lingkup penilaian, lebih sempit dan
biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, pelaksanaan
penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal Apabila dilihat dari segi fungsinya
evaluasi dan penilaian, lebih bersifat komprehensif dan e valuasi dan penilaian lebih
bersifat kualitatif.

C. Peranan Pengukuran dan Penilaian dalam Pembelajaran


Dalam kegiatan pengajaran pengukuran dan penilaian merupakan salah satu dari empat tugas
pokok seorang pengajar. Keempat tugas pokoktersebut adalah merencanakan,melaksanakan
dan menilai keberhasilan pengajaran,serta memberikan bimbingan.
Dalam praktek sebuah kesatuan yang padu ,keempat kegiatan pokok ini merupakan sebuah
kesatuan yang padu,yang tidak dapat dipisahkan. Dalam melaksanakan tuas mengajarnya,
seorang pengajar berupaya untuk menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa
menggunakan metode dan media yang telah disiapkan. Selain ittu ia mengolah dan
menafsirkan hasil beajar siswa,serta mengambil keputusan untuk kepentingan peningkatan
efektivitas pengajaran yang akan datang.

Penilaian hendaknya dirancang sedemikian rupa, agar penilaian menjadi bermakna bagi
orang-orang yang terlibat di dalamnya karena penilaian memiliki peran yang sangat penting
dalam pembelajaran. 
a) Perlunya standar penilaian
Pada dasarnya penilaian umumnya memiliki misi untuk memperbaiki standar, tidak
hanya sekedar mengukur siswa. Darling Hammond (dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007)
berpendapat bahwa usaha untuk menaikan standar pelajaran dan prestasi harus bertolak pada
perubahan strategi penilaian. Kemudian pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Wedeen,
Winter, dan Broad Fott (dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007) bahwa penggunaan penilaian

10
dalam pembelajaran secara signifikan lebih efektif bagi guru dalam memperbaikai kualitas
pembelajaran. Agar penilaian berfungsi dengan baik, maka sangat perlu untuk meletakan
standar, yang akan menjadi dasar dan pijakan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam
melakukan kegiatan penilaian. Ada beberapa pihak yang berkaitan langsung dengan
pelaksanaan kegiatan ini, yaitu:
1) Peran Guru
Peranan guru sangat besar dalam menerapkan standar penilaian. Guru perlu
memahami dengan baik standar yang sudah ditetapkan serta mampu menerapkannya dalam
melakukan penilaian terhadap peserta didik. Informasi hasil penilaian juga dapat
dimanfaatkan guru lebih efektif melalui umpan balik. Umpan balik merupakan sarana bagi
guru dan siswa untuk mengetahui sejauh mana kemajuan pembelajaran yang telah dilakukan.
Dari hasil reviuw literatur tentang umpan balik dan hubungannya dengan motivasi siswa,
Croks (dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007) menyimpulkan bahwa manfaat umpan balik
agar dapat memotivasi siswa, harus fokus pada: 
a)  Kualitas kerja anak-anak, dan bukan pada membandingkan dengan anak-anak lain.
b) Cara-cara spesifik dimana pekerjaan anak dapat ditingkatkan.
c)  Peningkatan pekerjaan anak harus dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya.
Seiring dengan hal tersebut, Clarke (dalam Harun Rasyid dan Masur: 2007) menyarankan 6
prinsip dalam melakukan evaluasi yaitu sebagai berikut.
1) Umpan balik harus fokus pada tugas-tugas tujuan pembelajaran.
2) Guru memberikan pesan yang baik pada anak tentang kemampuan mereka.
3) Penilaian mengarah pada penurunan moril bagi yang mencapai prestasi rendah dan kepuasan
bagi prestasi yang tinggi. 
4) Penghargaan eksternal sama seperti grades (tingkatan). 
5)  Perlunya umpan balik spesifik yang fokus pada kesuksesan dan peningkatan dari pada
mengoreksi.
6) Anak-anak perlu kesempatan untuk membuat peningkatan atas pekerjaan mereka.Umpan balik
dapat memiliki pengaruh kuat terhadap perasaan siswa, harga dirinya dan motivasinya.
Dalam memberikan umpan balik, seorang guru harus fokus pada kualitas pekerjaan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Di samping itu, guru perlu menghindari

11
membandingkan siswa satu dengan yang lainnya, karena hal tersebut dapat menurunkan
dorongan, motivasi, dan minat bagi siswa yang memperoleh nilai rendah.
da lima hal peranan guru dalam penilaian seperti yang dirangkum pada tabel berikut.
Peranan Guru dan Tujuannya dalam Penilaian
Peranan Tujuan
Guru sebagai monitoring Memberikan umpan balik dan bantuan
kepada setiap siswa
Guru sebagai petunjuk jalan  Mengumpulkan informasi untuk
diagnostik kelompok siswa melalui
pekerjaan yang telah dikerjakan.
Guru sebagai akuntan  Memperbaiki dan memelihara catatan
prestasi dan kemajuan siswa
Guru sebagai reporter Melaporkan pada orang tua, siswa, dan
pengurus sekolah tentang prestasi dan
kemajuan siswa
Guru sebagai direktur program  Membuat keputusan dan revisi praktik
pengajaran

Pemaparan di atas menggambarkan bahwa guru sangat berperan dalam penilaian.


Oleh karrena itu, guru hendaknya lebih menekankan pada pemberian umpan balik yang
positif dan tentunya dapat memotivasi siswa dengan peranannya yaitu: guru sebagi
monitoring, petunjuk jalan, akuntan, reporter, dan direktur program. Umpan balik yang
diberikan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2) Peran Siswa
Keikutsertaan siswa di dalam proses penilaian menjadi penting apabila standar yang
digunakan bisa diwujudkan untuk semua siswa. Brown (dalam Harun Rasyid dan Masur:
2007) menekankan unsur strategis agar senantiasa sadar akan kekuatan dan kelemahan
dengan mengatakan bahwa “para siswa berhasil menjalankan yang terbaik apabila mereka
memiliki pemahaman yang mendalam akan kelebihan dan kelemahan mereka sendiri dan
akses dalam menyusun strategi untuk belajar”. Rudd dan Gunstone (dalam Harun Rasyid dan

12
Mansur: 2007) mengidentifikasi beberapa keuntungan yang diperoleh dengan perlibatan
siswa dalam proses penilaian diri sebagai berikut. 
a) Mengembangkan kemampuan siswa untuk merencanakan dan berpikir menyeluruh
menyangkut hasil dan ketrampilan mereka
b) Menciptakan kesadaran siswa akan pentingnya menilai pekerjaan mereka sendiri
c) Mengembangkan kemampuan siswa untuk saling mengevaluasi penilaian diri satu sama lain
asalkan kritik membangun
d) Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengatur sumber daya dan waktu secara lebih
efektif.
Dengan melibatkan siswa dalam penilaian diharapkan mereka menemukan sendiri kekuatan
dan kelemmahan mera serta lebih termotivasi lagi untuk memperbaiki hasil belajar mereka. 

3) Peran Sekolah
Sekolah merupakan pusat kegiatan pembelajaran. Penilaian dan pembelajaran
merupakan dua hal yang sangat terkait, oleh karena itu sekolah hendaknya menciptakan
suasana (kultur) yang kondusif agar penilaian dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan
masing-masing. 
Wedeen Winter, dan Broadfoot (dalam Harun Rasyid dan Mansur: 2007) melaporkan
bahwa sekolah merupakan tempat dimana para siswa diarahkan agar dapat meningkatkan
kualitas belajar mereka, dengan mengatakan: “mempromosikan pembelajaran anak-anak
merupakan tujuan utama sekolah”. Penilaian merupakan jantung dari proses tersebut. Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa,  sekolah berperan dalam pembentukan siswa yang
berkualitas sehingga diharapkan siswa dapat menciptakan suasana yang kondusif yang akan
mendukung pembelajaran dan penilaian yang ada agar dapat berjalan dengan baik. 

13
Anggaplah belajar itu seperti pacarmu
Agar kau selalu ada untuk
mempelajarinya,selalu mengingat untuk
belajar,selalu ingat bagaimana pahit dan manis
nya dalam belajar,Dan pada akhirnya kau akan
menikmati nya disaat kamu berhasil kelak

14
Bab 2
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Prinsip Dan Alat Evaluasi

1. Prinsip evaluasi
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kepentingan evaluasi,yaitu adanya triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen, yaitu:
a. Tujuan pembelajaran
b. Kegiatan pembelajaran atau KBM dan
c. Evaluasi
Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun dengan
mengacu pada tujuan hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan
hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada
tujuan,tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM,menunjukkan langakh dari tujuan
dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

Hubungan antara tujuan dengan Evaluasi


Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah
tercapai. Dengan makna deimikian maka anak panah berasaal dari evaluasi menuju ke tujuan.
Di lain sisi,jika dilihat dari langkah ,dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan
yang sudah dirumuskan.

Hubungan antara KBM dengan Evaluasi


Seperti yang disebut dalam nomor (1), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada
tujuan yang telah drumuskan. Telah diseebutkan pula dalam nomor (2) Bahwa alat evaluasi
juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan,evaluasi juga harus
mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan

1.      Prinsip Evaluasi

15
 Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi
atau hubungan erat tiga komponen, yaitu:
 a.    Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru
dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang
menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM
mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari
tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM. 
b.    Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah
tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan.
Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan
yang sudah dirumuskan.
c.    Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu
pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi
juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus
mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan
belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan,
evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.

2.      Alat Evaluasi
Secara garis besar, maka alat-alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes. Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci macam-
macam tes dan non tes.
a.       Teknik Non Tes
            Ada beberapa teknik non-tes yaitu:
1)      Skala Bertingkat
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan. Sebagai contoh adalah skor yang diberikan oleh guru di sekolah untuk
menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa.
2)      Kuesioner 
Kuesioner (questionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya,
kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur.
Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi :
a)      Ditinjau dari siapa yang menjawab, maka ada :

16
(1) Kuesioner langsung. Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut
dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang
dirinya.
(2) Kuesioner tidak langsung. Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang
dikirimkan dan diisi oleh orang yang bukan diminta keterangannya. 
b)      Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas: 
(1)  Kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal
memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
(2) Kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun
sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
3)      Daftar cocok (check list). Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan,
dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( √ ) di tempat yang
sudah disediakan.
4)      Wawancara. Wawancara atau interview adalah suatu cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat
dilakuakan dengan 2 cara, yaitu:
(1) Intervieu bebas, di mana responden mempunyai kebebasan umtuk
mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh subjek evaluasi.
(2) Intervieu terpimpin, yaitu intervieu yang dilakukan oleh subjek evaluasi
dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih
dahulu.
5)      Pengamatan. Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam
observasi:
a) Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi
dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang
sedang diamati.
b) Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor yang diamati sudah
didaftar secara sistematis, dan sudah diatur menurut kategorinya.
c) Observasi eksperimental
d) Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam
kelompok
6)      Riwayat hidup. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam
masa kehidupannya
b.      Teknik Tes
Dibawah ini ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian tes.

17
1. Dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”, Drs. Amin Daien Indrakusuma mengatakan
bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara
yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
2. Dalam bukunya “ Teknik-teknik Evaluasi”, Mucthar Bukhori mengatakan tes ialah
suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran
tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.
3.  Dalam buku “Encyclopedia of Educational Evaluation”, diterangkan “Test is
comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation
effort” (tes adalah penilaian yang kompherensif terhadap seorang individu atau
keseluruhan usaha evaluasi program.
Dari beberapa kutipan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan
suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini
bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya
tiga macam tes, yaitu:  
1. Tes diagnostic. Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2. Tes Formatif. Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif”maka
evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif
dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif
mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru, maupun bagi program itu sendiri. Manfaat
bagi siswa:
3. Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.
4.  Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa.
5.  Usaha perbaikan.
6. Sebagai diagnose. 
7. Manfaat bagi guru
8. Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa
9.  Mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa.
10.  Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan. 
Manfaat bagi program. Setelah diadakan test formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil
tersebut dapat diketahui :
a) Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti
sesuai dengan kecakapan anak.
b)  Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang
belum diperhitungkan.

18
c)   Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan
dicapai.
d)  Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat. 
3. Tes Sumatif
Evaluasi sumatif atau tes sumatif merupakan tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya
sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.
Manfaat tes sumatif, ialah:
a) Untuk menentukan nilai.
b)  Untuk menentukan seorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam
menerima program berikutnya.
c)  Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi orang tua
siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan disekolah, serta pihak-pihak lain apabila
siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan
memasuki lapangan kerja
3. Perbandingan antara Tes Diagnostik, Formatif, dan Sumatif
            Dalam membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu :
a.    Ditinjau dari fungsinya
1)   Tes diagnostik
a) Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.
b) Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
c) Memisah-misahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan
dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
d) Menetukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan
cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.
2)     Tes formatif
Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai
pelaksanaan satu unit program.
3)      Tes sumatif
Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program,
serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya
dalam kelompok.
b.    Ditinjau dari waktu
1)        Tes diagnostik
o  Pada waktu penyaringan calon siswa
o  Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran.
o  Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan bantuan siswa.
2)        Tes formatif
     Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran
dapat berlangsung sebaik-baiknya.

19
3)        Tes sumatif. Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir
pendidikan.
c.    Ditinjau dari titik berat penilaian
1)      Tes diagnostik
a)   Tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor.
b)   Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.
2)      Tes formatif. Menekankan pada tingkah laku kognitif.
3)      Tes sumatif. Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif, tetapi ada
kalanya pada tingkah laku psikomotor dan kadang-kadang pada afektif.
d.    Ditinjau dari alat evaluasi
1)      Tes diagnostik
a) Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan.
b) Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan.
c)  Tes buatan guru.
d) Pengamatan dan daftar cocok.
2)      Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.
3)      Tes sumatif
Tes ujian akhir.
e.    Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi
1)   Tes diagnostik
a) Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat.
b)  Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang.
c)  Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental, dan
perasaan.
2)   Tes formatif
Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
3)   Tes sumatif
Mengukur tujuan instruksional umum.
f. Ditinjau dari tingkat kesulitan tes
1)      Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang
mudah.
2)      Tes formatif
Belum dapat ditentukan
3)      Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indek kesukaran) antara 0,35-0,70.
g.    Ditinjau dari scoring (cara menyekor)
1)      Tes diagnostik

20
Menggunakan standar mutlak dan standar relatif
2)      Tes formatif
Menggunakan standar mutlak
3)      Tes sumatif
Kebanyakan menggunakan standar relatif, tetapi dapat pula dipakai standar
mutlak
h.    Ditinjau dari tingkat pencapaian
                        Yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah skor yang harus
dicapai siswa dalam setiap tes.
1)      Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik yang sifatnya memonitor kemajuan, tingkat
pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang
keberhasilannya.
2)      Tes formatif
Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa
sudah mencapai tujuan insruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan
instruksional khusus.
3)      Tes sumatif
Sesuai dengan fungsi tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada siswa
bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi
kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka
tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang
dicapai.

21
Lebih Baik Menghidupkan Lilin Kecil Dari
Pada Mengutuk Kegelapan

22
Bab 2 (buku Pembanding)
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Prinsip Dan Prosedur Penilaian

a. Pendahuluan
Penilaian pembelajaran merupakan dapat menjadi penentu kualitas Pendidikan,maka upaya
merencanakan dan melaksanaakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan
prosedur penilaian. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :

a) Dalam menilai hasil belajaar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas
abilitas yang haru dinilai,materi penilai alat penilai, dan interpretasi hasil penilaian.
b) Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dan proses belajar-
mengajar. Artiny penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saaat proses belajar
mengajar sehingga pelaksanaannya bekesinambungan. Tiada proses belajar-mengajat
tanpa penialaian,hendaknya dijadikan semboyan bagi setiap guru.
c) Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengeertian menggambarkan prestasi
dan kemampuan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya,penilaian harus
menggunakan berbabgai alat penilaian bersifat komprehensif. Dengan sifat
komprehensif dimaksudkan segi aau abilitas yang dinilainya tidak hanya aspek
kognitif,tetapi juga afektif dan psikomotiris.

b. Hasil belajar sebagai objek penilaian


Pertanyaan pokok sebelum melakukan penilaian ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap
pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses mengajar,yakni
tujuan-bahan-metode dan alat serta penilaian.
Proses adalah keigatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pengajaran,sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya.
Klasifikasi hasil belajar dari benyamin bloom yang secara garis besar membaginya menjadi 3
ranah yakni ranak kognitif,ranah afektif dan ranah psikomotorik.

1. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdri dari enam
aspek,yakni pengetahuan atau ingatan,pemahaman,aplikasi,analisis,sintesis dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,yakni
penerimaan,jawaban atau reaksi,penilaian,organisasi,dan internalisasi
3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik yaitu gerakan reflex,keterampilan gerak
dasar,kemampuan perseptual,keharmonisan atau ketepatan, derakan keterampilan
kompleks dan gerakan ekpresif dan interpretatif

23
Pendidikan tidak hanya mempelajari tentang
bagaimana rumus ini dan,bagaimana
menyelasikan ini tetapi Pendidikan itu juga
mengajarkan bagaimana cara untuk hidup
menurut jalanmu sendiri

24
Bab III
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Penyajian Tes

A. Penyajian Tes

Penyajian tes memerlukan ketentuan yang perlu diikuti, walaupun sementara orang
berpendapat bahwa penyajian tes adalah hal yang mudah dan dapat dilakukan oleh sembaran
orang. Hal ini sering terlihat di sekolah-sekolah (pada pelaksanaan tes sumatif), pegawai
sering diturutsertakan sebagai pengawas. Perlu diingat bahwa ketetapan penilaian turut
ditentukan oleh baik tidaknya penyajian tes, terutama dalam tes objektif.

Beberapa hal ini yang berhubungan dengan penyajian tes adalah masalah fisik, lingkungan,
disiplin dan pengawasan.
Penyajian tes sehubungan dengan perangkat soal menyangkut hal-hal berikut:

a. Penulisan butir soal

Bagi tes objektif terutama tes pilihan ganda, sebaiknya altematif jawaban tersusun ke bawah
walaupun mungkin bisa dibuat dua atau lebih alternatif jawaban dalam satu-baris.

b. Penyajian perangkat soal sebaiknya dilakukan dengan memperbanyak perangkat soal sesui
dengan jumlah peserta tes. Hal ini terutama bagi tes objeltif.

c. Kondisi tulisan perangkat soal harus jelas dan terang. Untuk itu karena kemungkinan
adannya kesalahan pengetikan dan kurang baiknya cara memperbanyak perangkat soal,
sebaiknya guru memeriksa lebih dahulu perangkat soal yang diperbanyak untuk memperbaki
atau membuat ralat.

d. Pada tes esai walaupun sedikit soaInya akan lebih baik baik bila diperbanyak dibandingkan
dengan apabila soal tersebut didiktekan.

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan tes di sekolah, antara lain:

1). Faktor Fisik

Faktor fisik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan fisik murid dan pengawas, sedangkan
faktor lingkungan meliputi meja, bangku dan ruangan suasana dalam dan luar ruangan
pelaksanaan tes, diantaranya yang perlu diperhatikan adalah:

a. Tes hendaknva dilaksanakan dimana peserta mempunyai kondisi yang baik. Pada pagi hari
adalah waktu yang cocok dalam melaksanakan ujian mengingat murid masih diharapkan
merasa senang/tenang. Bila dalam satu hari itu, ada beberapa mata ujian hendaknya antara
ujian yang satu dengai mata ujian yang lain diberi waktu yang cukup, untuk istirahat dalam
memulihkan kembali kondisi peserta setelah mengikuti mata ujian sebelumnya.

b. Pada umumnya setiap peserta ujian mempunyai rasa takut atau tertekan sebelum mereka
memulai/memasuki ruangan ujian. Untuk itu hendaknya sebelum peserta memulai ujian,

25
pengawas terlebih dahulu menciptakan suasana tenang pada diri peserta dengam
memberrikan bimbingan secara kelompok.

c. Pengawas hendaknya tidak menunjukkan sikap-sikap yang kurang baik selama dan
sebelum ujian berlangsung. Seperti yang disebut di atas (butir) b, bila pengawas
menunjukkan sikap otoriter, kejam, sombong atau yang lain, akan mengakibatkan rasa takut
yang menghantui peserta akan bertambah kuat. Pengawas yang tidak dalam kondisi baik akan
condong bersikap yang kurang baik. Disamping itu kondisi fisik pengawas yang kurang baik
akan condong kurang memperdulikan pelaksanaan pengawasan ujian.

d. Rasa bersaing diantara peserta akan mengurangi keinginan untuk bekerja sama. Hal ini
perlu ditekankan pengawas sebelum memulai ujian dengan kata lain dalam bimbingannya
sebelum ujian dimulai hendaknva ditumbuhkan rasa bersaing dalam diri peserta.

e. Pelaksanaan tes hendaknya sudah diketahui peserta jauh sebelumnya. Hal ini perlu agar
peserta dapat menyiapkan diri sebaik-baiknva, baik mental, fisik dan segala alat/bahan yang
diperlukan dalam pelaksanaan tes.

f. Bangku dan meja dimana peserta akan duduk mengerjakan ujian hendaknya memadai
dilihat dari kemungkinan untuk menulis dari keamanan dalam duduk. Dalam hubungan
dengan meja tulis yang dipergunakan terutama dalam tes esai harus sebaik mungkin. Kondisi
ruangan ujian hendaknva sehat. Pertukaran udara ruangan hendaknva memenuhi syarat
kesehatan. Luasnya ruangan upan harus disesuaikan dengan jumlah peserta ujian yang
memungkinkan anak sukar untuk bekerja sama, hal ini terutama dalam tes objektip.
Pemakaian ruangan yang sangat luas misalnya memungkinkan memuat peserta 80 orang,
malah sampai ratusan orang kurang baik. Apalagi penggunaan ruang terbuka, merupakan
kondisi ruangan yang kurang baik. Besarnva ruangan sebaiknva cocok untuk menampung
peserta paling banyak 20 orang dengan dua orang pengawas. Bila melebihi hal itu ketenangan
dan objektivitas ujian sudah sukar dicapai.

2). Disiplin dan Pengawasan

Disiplin dan pengawasan berhubungan dengan peraturan-peraturan/tata tertib yang ditetapkan


berhubungan dalam pelaksanaan tes. Peraturan-peraturan/ tata-tertib pelaksanaan tes,
biasanya dilakukan secara rinci dan tertulis yang bertujuan cukup penting.

Beberapa ketentuan/tata-tertib pelaksanaan tes yang cukup penting adalah:


a). Kehadiran peserta tes

Kehadiran peserta tes biasanya diharapkan hadir di lokasi pelaksanaan 10 menit sebelum tes
dimulai. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi keterlambatan peserta tes, dan memberikan
ketenangan pada peserta sebelum memasuki ruangan serta waktu vang di pergunakan
menyampaikan beberapa pengumuman dan lain sebagainya.
b. Penyediaan baban-bahan

Mungkin saja sesuatu tes memerlukan alat tulis-menulis tertentu misalnya pinsil 2-B
(biasanya dipergunakan bagi tes yang pemeriksaannya dilakukan oleh komputer).

c. Tanda peserta ujian

26
Untuk menghindarkan penipuan peserta. Tanda peserta sebaiknya memuat beberapa item
identitas, misahlya nama, nomor ujian dan mungkin tanggal lahir serta alamat. Pemuatan
beberapa item identitas ini menghindarkan nama yang serupa. Disamping itu bagi tes
penerimaan/seleksi diperlukan penempatan foto peserta.
d. Larangan-larangan

Hal ini mencakup Iarangan sebelum dan selama ujian berlangsung, misalnya: larangan
membawa kertas, buku-buku dan lainnya selain alat tulis menulis ke dalam ruangan ujian,
larangan saling pinjam-meminjam alat selama ujian berlangsung, dan larangan
berkomunikasi antara peserta selama ujian berlangsung
e. Tanda-tanda waktu pelaksanaan tes

Tes yang terdiri dari beberapa ruangan perlu memakai tanda-tanda waktu pelaksanaan tes
untuk memungkinkan tes dimulai dan diakhiri secara serentak, untuk hal ini dipergunakan
suatu bunyi, misalnya bunyi lonceng.
Pada umumnya tanda waktu itu meliputi: aba-aba memasuki ruangan, aba-aba memulai ujian,
aba-aba kesiapan mengakhiri ujian (biasanya 5 -10 menit) sebelum ujiain berakhir, dan aba-
aba akhir waktu pelaksanaan tes.
f. Sangsi-sangsi

Peserta hendaknya mengetahui sanksi-sanksi atas pelanggaran tata tertib tes, misalnya: sangsi
atas keterlambatan hadir, sangsi atas tidak membawa tanda peserta, Sangsi bila bekerja sama,
dan lain-lain. Hal-hal yang berhubungan dengan pengawasan selain tata tertib bagi murid
diperlukan ketentuan-ketentuan bagi pengawas, misalnya: tanda pengenal pengawas, hal ini
menghindarkan pengawas yang bukan orangnya, atau menghindarkan turut campurnya orang
lain dalam pelaksanaan ujian. Kehadiran pengawas pada lokasi ujian, sebaiknya pengawas
sudah hadir di lokasi ujian ± 20 menit sebelum ujian dimulai, yang dimaksudkan untuk
perencanaan penggantian pengawas yang berhalangan hadir dan juga untuk dipergunakan
dalam menyampaikan hal-hal tertentu sesuai dengan ketentuan pengawas dan juga dalam
membagi/menerima bahan-bahan ujian. Ketentuan ruang gerak pengawas, misalnva
pengawas tidak boleh memasuki ruanigan ujian lain, pengawas tidak diperkenankan terlalu
banyak bergerak di dalam ruang ujian selama ujian berlangsung.

B. Pemeriksaan Jawaban Tes

Sesuai dengan bentuk tes, pemeriksaan jawaban secara umum terbagi atas tes esai dan tes
objektif.
(1). Pemeriksaan jawaban tes esai

a. Kunci jawaban tes esai haruslah lebih dahulu direncanakan dan sebaiknya kunci ini telah
dibuat segera setelah butir soal ditulis. Kunci jawaban berisi pokok-pokok jawaban yang
dikehendaki dan untuk setiap pokok jawaban ditentukan nilai tertinggi bagi jawaban yang
paling mendekati kebenaran/sesuai dengan yang dikehendaki.

b. Skor untuk setiap soal memakai sistem "weight", yaitu perbandingan berat harga penilaian
dari setiap soal adalah berdasarkan tingkat kesukaran soal. Untuk baiknya tingkat berat harga
penilaian tingkat kesukaran soal dibedakan atas 3 tingkatan yaitu sukar, sedang dan mudah.
Sebaiknya dihindarkan tingkat kesukaran yang ekstrim yaitu bukti soal yang sangat sukar
atau sangat mudah. Dengan adanya bobot nilai untuk setiap tingkatan kesukaran tes maka
pembedaan besarnya harga setiap butir soal tidak perlu lagi dibuat. Jadi skor untuk setiap

27
butir soal didistribusikan secara merata, jadi bila dipergunakan skor dari 0 s/d 100, maka
setiap jawaban untuk setiap butir, soal diskor paling tinggi adalah 20, yakni hasil pembagian
dari skor tertinggi (100) dibagi dengan jumlah butir soal (5).

c. Rentangan yang dipakai dalam menskor tes secara keseluruhan atau menskor setiap soal
hendaknyalah sesederhana mungkin, jadi tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Hal ini
dimaksudkan agar memudahkan pemerikasaan dalam mengelompokkan jawaban, karena
rentangan skor yang terlalu kecil akan menghasilkan skor-skor ekstrim. sebaliknya rentangan
skor yang terlalu banyak akan menghasilkan skor yang sangat homogen. Besarnya rentangan
skor yang dipergunakan untuk setiap butir soal adalah 10, angka untuk keseluruhan tes adalah
100.

d. Setiap jawaban harus dibaca secara keseluruhan untuk mendapatkan inti jawaban dan
kualitas jawaban, barulah kemudian mengklasifikasikannya pada rentangan kebenaran
jawaban dan seterusnya memberi skor.

e. Pergunakanlah Whole method dalam memeriksa lembar jawaban, yaitu pemeriksaan


jawaban dari suatu nomor untuk semua lembar jawaban. Hal ini dimaksudkan untuk dapat
membandingkan jawaban dari seluruh peserta' ujian dan menghindarkan pemberian skor yang
berbeda bagi jawaban yang sebenarnya mempunyai isi yang sama, dan juga dapat
memudahkan pemeriksaan serta setiap murid mendapat sikap/perlakuan yang sama dari guru
dalam objektifitas pemerikasaan. Hal ini sukar diperoleh bila pemeriksaan dilakukan
sekaligus, untuk setiap jawaban dalam setiap pertanyaan, karena, murid yang dinilai pada
saat-saat terakhir akan cenderung mendapat penilaian yang kurang objektif mengingat
semakin kurangnya kondisi pemeriksaan.

f. Bagi ujian yang sangat penting, biasanya pemeriksaan untuk satu pekerjaan dilakukan dua
kali oleh dua orang guru. Skor yang dipakai adalah rata-rata dari kedua penilaian guru
tersebut dengan catatan perbedaan nilai dari kedua guru tidak jauh berbeda (paling besar dua
angka).

g. Waktu yang digunakan untuk memeriksa. jawaban hendaknya benar-benar direncanakan,


jadi bukan "dimana ada kesempatan" atau "sambil lalu" seperti kebiasaan yang sering terjadi,
waktu yang disediakan harus seimbang dengan jumlah pekerjaan yang akan diperiksa.
Dengan kata lain, sebaiknya jangan dilakukan pemeriksaan ujian apabila kondisi fisik dan
psikis pemeriksa kurang baik.

(2) Pemeriksaan jawaban tes objektif

a. Pemeriksaan jawaban tes objektif jauh lebih mudah dari pemeriksaan jawaban tes esai.
Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan memakai lembar kunci jawaban. Lembar kunci
jawaban adalah salah satu dari lembar jawaban yang tidak terpakai dimana huruf jawaban
yang benar untuk setiap soal dibuang sehingga terdapat lobang pada tempat jawaban. Dengan
menetapkan lembar kunci jawaban diatas lembar jawaban peserta dapat dihitung berapa
jumlah jawaban yang benar, selanjunya dihitung jumlah butir soal yang tidak dijawab.
Dengan mengetahui keduanya dapat pula dihitung jumlah jawaban yang salah.
b. Pada saat ini pemeriksaan jawaban tes objektif dilakukan dengan memakai komputer.
Pemakaian alat ini hendaknva didasarkan atas jumlah peserta yang sangat banyak, dan
mempertinggi ketelitian pemeriksaan. Hal ini dimaksudkan mengingat pembiayaan

28
pelaksanaan tes sangat tinggi, karena, memerlukan alat tulis-menulis khusus. Disamping itu
sedikit kesalahan dalam mengikuti petunjuk mengakibatkan kerugian besar pada peserta tes.

c. Menerka jawaban adalah satu kelamahan yang terdapat dalam tes objektif. Untuk itu dalam
mencari skor seftap peserta dalam tes objektif dipergunakan rumus yang bertujuan
mengurangi pengaruh terkaan terhadap skor tes.

W
Rumus yang dimaksud adalah: Sc R ,dimana:

Sc = skor akhir
R = Right (jumlah jawaban benar)
W = Wrong (jumlah jawaban salah)
Op = Option (jumlah kemungkinan jawaban) 1 = Angka satu (bilangan tetap)

Rumus ini berlaku untuk tes pilihan ganda dan untuk tes benar-salah, karena kemungkinan
jawaban adalah 2 buah maka rumus tersebut menjadi,:

Sc = R-W

Bagi tes menjodohkan rumus koreksi tersebut diatas tidak dipergunakan, jadi tidak ada
pengurangan skor bagi jawaban yang salah.
Skor untuk tes menjodohkan ditentukan oleh jumlah jawaban (pasangan) yang benar, jadi: Sc
= Jumlah jawaban yang benar

d. Dalam satu perangkat ujian, sering dipergunakan beberapa bentuk, tes mungkin terdapat
tes benar-salah, tes menjodohkan dan tes pilihan ganda malah ada satu atau dua nomor
pertanyaan terdiri dari tes esai. Mengingat tingkat. kesukaran soal berhubungan dengan
bentuk tes, ditambah pula dengan jumlah butir soal yang tidak sama maka.sebaiknya untuk
menetapkan skor akhir peserta, dipergunakan lagi sistim weight sesuai dengan. tingkat
kesukarannya bentuk soal dan banyaknya pertanyaan untuk setiap bentuk soal.

Rangkuman

1. Dalam merencanakan seperangkat tes hasil belajar yang pertama harus dilakukan
adalah menentukan tujuan tes, melakukan analisis kurikulum, analisis buku pelajaran,
dan meninjau kembali program pengajaran (program tahunan, semesteran dan satuan-
satuan pelajaran yang disusun).
2. Sebelum menyusun butir soal harus dilakukan perencanaan-perencanaan butir soal,
kisi-kisi butir soal yang merupakan pedoman dalam menyusun butir-butir soal.
Petunjuk mengerjakan soal dan jumlah waktu untuk mengerjakan soal harus
ditetapkan setepat mungkin. Jumlah waktu yang terlalu lama atau terlalu cepat akan
mengurangi kualitas dan objektifitas perangkat tes.
3. Dalam menyajikan tes harus diperhatikan hal yang berhubungan dengan penggandaan
butir soal, serta persyaratan lingkungan yang baik (termasuk kondisi anak). Disiplin
dan pengawasan penyajian tes harus ditetapkan dan diketahui/ dipahami oleh peserta
ujian dan pengawas ujian (terutama sekali dimaksudkan pada ujian-ujian yang
dilaksanakan secara bersamaan dan serentak seperti ujian UAN atau EBTANAS).
4. Untuk meningkatkan sifat objektifitas tes, maka seharusnya penyusunan butir, soal
harus diikuti oleh pedoman pemeriksaan dan penentuan nilai serta kunci jawaban dari

29
perangkat tes. Dengan kata lain bahwa sebelum ujian dilaksanakan pedoman
pemeriksaan, penentuan nilai serta kunci jawaban ujian telah ditetapkan.

Belajar sementara orang lain sedang


tertidur,bekerja sementara orang lain
bermalas-malasan. Mempersiapkan disaat
orang lain bermain, bermimpi disaat orang lain
berharap

30
Bab III (Buku Utama)
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Penyusunan Tes

1. Fungsi Tes
Setiap kali akan memberikan tes,kebanyakan guru selalu bertanya kepada dirinya sendiri :
-“pertanyaan apakah yang akan saya berikan?”
-“jawaban apakah yang saya perlukan,da jawaban manakah yang tidak saya perlukan?”

-“berpaa butir soal akan saya buat?”


-“bagaimana bentuk kunci jawabannya?”
Dan lain-lain pertanyaan lagi.

a. Hubungan dengan penggunaan


Diatas telah disajikan sederetan fungsi tes. Waktu menyusun tes,dalam hati harus selalu
diingat,fungsi mana yang saat itu dipentingkan karena fungsi yang berbedan akan
menentukan bentuk/isi tes yang berbeda pula.
b. Komprehensif
Sebuah tes sebaiknya mencakup suatu kebulatan,artinya meliputi berbagai aspek yang
dapat menggambarkan keadaan siswa secara keseluruhan
(kecerdasan,sikap,pribadi,perasaan sosial,dan sebagainya). Hal ini dapat dicapai apabila
tes itu merupakan rangkaian tes, misalnya dari kelas I sampai dengan kelas VI.
c. Kontinuitas
Berhubungan dengan prinssip komprehensif,maka prinsip kontinuitas mempunyai
persamaan tujuan. Sebaiknya tes disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan
kelanjutan dari awal anak memasuki suatu sekolah sampai dengan kelas terakhir. Dengan
demikian akan diketahui perkembangan anak itu tidak dengan terputus.

Langkah-langkah dalam penyusun tes


Tentu saja guru akan dengan mudah mengatakan bagian pelajaran mana yang akan
dicakup dalam sebuah tes jika sudah diketahui tujuannya.
Urutan langkah yang dilakukan adalah sebagi berikut.
a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan dijadikan tes.
c. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan
d. Menderetkan semua indicator dalam table persiapan yang memuat pula aspek tingkah
laku terkandung dalam indicator itu.

1. Konsep Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran


Prosedur

31
Prosedur merupakan serangkaian aksi yang spesifik atau tindakan atau operasi yang harus
dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang sama agar selalu memperoleh hasil yang
sama dari keadaan yang sama.
Pengembangan
Pengembangan berasal dari kata dasar „kembang‟ yang bisa diartikan tumbuh. Sementara
pengembangan dalam sebuah kamus online disebut sebagai pembangunan secara bertahap
dan teratur yg menjurus ke sasaran yang dikehendaki.
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran adalah penilaian terhadap kompetensi yang sudah dicapai oleh
peserta didik setelah melakukan proses belajar mengajar (Ramayulis. 2008: 400).
Fungsi evaluasi pembelajaran sebagai tolak ukur keberhasilan proses belajar mengajar.
Taufik. (2010: 91), menyatakan, bahwa indikator keberhasilan belajar mengajar adalah:
a. Daya serap terhadap materi yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara
individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan oleh SK dan KD telah dicapai oleh peserta didik baik individu
maupun klasikal.

2. Teori Pengembangan Evaluasi Pembelajaran


Pentingnya Pengembangan Evaluasi Penilaian Hasil Belajar
Banyak teori berkaitan dengan prosedur kegiatan evaluasi ini, salah satunya prosedur
evaluasi yang dikembangkan oleh Zaenal Arifin (2011: 88), bahwa, prosedur yang harus
diikuti evaluator meliputi perencanaan evaluasi, monitoring pelaksanaan evaluasi,
pengolahan data dan analisis, pelaporan hasil evaluasi, dan pemanfaatan hasil evaluasi.
Prinsip-prinsip Prosedur Evaluasi Penilaian Hasil Belajar
Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, menurut Nana
Sudajana (1989: 9), maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya
memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian sebagai berikut:
a. Dalam menilai hasil belajar, hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas
abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil
penilaian.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagia integral dari proses belajra-mengajar.
c. Agar diperoleh hasil belajar yang obyektif dalam pengertian menggambarkan prestasi
dan kemampuan siswa sebagaimana adanya
d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya.

32
3. Kaedah Prosedur Evaluasi Penilaian Hasil Belajar
Terdapat dua langkah pokok dalam prosedur evaluasi yankni prosedur kualitatif dan
kuantitatif, kedua prosedur tersebut, antara lain sebagai berikut:
Prosedur untuk evaluasi kuantitatif yakni sebagai berikut:
a. Penentuan masalah atau pertanyaan evaluasi
b. Penentuan variabel, jenis data dan sumber data
c. Penentuan metodologi
d. Pengembangan instrumen
e. Penentuan proses pengumpulan data
f. Penentuan proses pengolahan data
Prosedur untuk evaluasi kualitatif, menurut Hamid Hasan. (2008: 170-173).
Ada tiga hal pokok yang harus dilakukan evaluator ketika melakukan evaluasi kurikulum
dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan fokus evaluasi
b. Perumusan masalah dan pengumpulan data
c. Proses pengolahan data
d. Menentukan perbaikan dan perubahan program.

4. Proses Pengembangan Evaluasi Pembelajaran


1. Perencanaan Evaluasi
Perencanaan evaluasi pembelajaran, pada umumnya mencakup kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Analisis Kebutuhan Evaluasi Pembelajaran
b. Menentukan Tujuan Penilaian
c. Mengidentifikasi Hasil Belajar
d. Menyusun Kisi-Kisi
e. Mengembangkan Draf Instrumen
f. Uji coba dan Analisis Soal
g. Revisi dan Merakit Soal (instrumen baru)
2. Pelaksanaan dan Monitoring Evaluasi
a. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi sesuai dengan
perencanaan evaluasi

33
b. Monitoring Pelaksanaan dan Evaluasi
Monitoring dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan evaluasi pembelajaran telah
sesuai dengan perencanaan evaluasi yang telah ditetapkan atau belum, dengan tujuan
untuk mencegah hal-hal negatif dan meningkatkan efisiensi pelaksanaan evaluasi.

3. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Mengolah data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah
sajian data yang menarik dan bermakna. Data hasil evaluasi yang berbentuk kualitatif
diolah dan dianalisis secara kualitatif, sedangkan data hasil evaluasi yang berbentuk
kuantitatif diolah dan dianalisis dengan bantuan statistika deskriptif maupun statistika
inferensial.
b. Menafsirkan Hasil Pengolahan
Mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan
interpretasi maksudnya adalah memberikan pernyataan (statement) mengenai hasil
pengolahan data. Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria
tertentu yang ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan
evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh
dalam melaksanakan evaluasi.
c. Konversi Nilai Setelah dilakukan scorsing, hasilnya perlu dipilah dengan mencari
konvermasi nilai.
d. Mencari dan Menentukan Rangking Kemudian dilakukan prosedur statistik mencari
ranking (rank order), mean, media, modus, dan mode.

34
Orang-orang yang berhenti belajar adalah
pemilik masa lalu,sedangkan orang yang terus
belajar adalah orang yang akan memilik masa
depan

35
Bab IV
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Menganalisis hasil tes

1. Menilai tes buatan sendiri


Tidak ada usaha guru yang lebih baik selain usaha untuk selalu meningkatkan mute tes yang
disusunnya. Namun, hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk
beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup
baik.
Secara orientasi, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok yang keadaanya
heterogen. Dengan demikian, maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam
suatu kurva normal. Sebagian besar siswa berada didaerah sedang,sebagian kecil berada di
ekor kiri dan sebagian kecil yang lain berada diekor kanan kurva.
Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan dalam kurva
normal,maka tentu ada “apa-apa” dengan soal tesnya . apabila hamper seluruh siswa
memperoleh skor jelek,berarti bahwa tes yang disusun mungkin terlalu sukar. Sebaliknya jika
seluruh siswa memperoleh skor baik,dapat diartikan bahwa tesnya terlalu mudah. Tentu saja
interpretasi terhadap soal tes akan lain seandainya tes itu sudah disusun sebaik-baiknya
sehingga memenuhi persyaratan sebagai tes.
Dengan demikian maka apabila kita memperoleh keterangan tentang hasil tes,akan membantu
kita dalam mengadakan penilaian secara objektif terhadap tes yang kita susun.

Ada 4 cara untuk menilai tes yaitu :


a. Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun kadang-kadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau Bahasa taraf kesukaran dan
lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain :
1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang??
2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan
3) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti??
4) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa??

b. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal. Analisis soal adalah suatu prosedur yang
sistematis,yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap
butir tes yang kita susun.

Faedah mengadakan analisis soal:


1) Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.
2) Memperoleh informasi yang lain akan dapat digunakan untuk menyempurnakan
soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut
3) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.

36
Analisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini tidak berarti bahwa
tes uraian tidak dapat dianalisis,akan tetapi memang dalam menganalisis butir tes
uraian belum ada pedoman secara standar. Tentang kegunaan dan cara mengadakan
analisis soal akan dibicarakan tersendiri di bagian lain.

c. Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari
tes buatan guru adalah validitas kurikuler. Untuk mengadakan checking validitas
kurikuler,kita harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan
jelas sehingga setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.
Tes yang tidak mempunyai validitas kurikuler atau walaupun mempunyai tetapi kecil
maka dapat juga terjadi jika salah satu atau beberapa tujuan khusus tidak dicantumkan
dalam table spesifikasi. Semakin banyak tujuan khusus yang tidak dicantumkan,berate
bahwa validitas kurikulernya semakin kecil.
Dalam hal ini Terrry D.Ten Brink,dalam bukunya yang berjudul : Evaluation,a
practical guide for teacher mengemukakan pendapatnya demikian :
1) Untuk tes yang dirancang akan menggunakan norm-referenced tidak harus
menuliskan setiap tujuan khusus,tetapi cukup dengan tujuan-tujuan yang esensial
saja.
2) Untuk tes yang direncang akan menggunakan criterion referenced, maka setiap
tujuan khusus harus divantumkan dalam table spesifikasi
3)

2. Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Telah disinggung didepan bahwa analisis soal anatar lain bertujuan untuk mengadakan
identifikasi soal-soal yang baik,kurang baik,dan soal yang jelek. Analsisi dapat diperoleh
informasi tentang kejelekan sebuah soal dan “petunjuk” untuk mengadakan perbaikan.
Kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini,perlu
diterangkan tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal,yaitu taraf kesukaran,daya
pembeda,dan pola jawaban soal.

a. Taraf kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu udah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu
mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus ada dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.
Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaan guru-gurunya dalam hal pembuatan soal ini
. misalnya saja guru A dalam memberikan ulangan soalnya mudah-mudah,sebaliknya guru B
kalua memberikan ulangan soalnya sukar-sukar.dengan pengetahuannya tentang kebiasaan
ini,maka siswa akan menjadi gia menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan
mendapat ulangan dari guru A tidak mau belajar giat atau bahkan mungkin tidak mau belajar
sama sekali Menilai Tes yang Dibuat Sendiri
Guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga
masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu cara yang
paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa. 
Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu:

37
a.       Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran,
dan lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain: 
(1)   Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang ?
(2)   Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan ?
(3)   Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang
membingungkan (dapat disalah tafsirkan)? 
(4)   Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti ? 
(5)   Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa ? 
b.      Mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur
Yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus
terhadap butir tes yang kita susun. Faedah mengadakan analisis soal: 
(1)   Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.
(2)   Memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan
soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut.
(3)   Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.
c.       Mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan
Guru adalah validitas kurikuler.
d.      Mengadakan checking reliabilita. Salah satu indikator untuk tes yang
Mempunyai realibilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes
itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.
2.      Analisis Butir Soal(Item Analysis)
Analisis butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan
terhadap empirik.Maksudnya, analisis itu baru dapat dilakukan apabila suatu tes telah
dilaksanakan dan hasil jawaban terhadap butir-butir soal telah kita peroleh.
Untuk mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek sangat
berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban
soal.
a)      Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha
memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di
luar jangkauannya.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks
kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal
yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.

38
Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus
mencari P adalah :
P=B
JS
Dimana :
P= indeks kesukaran
B            = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS           = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan
sebagai berikut :
Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal – soal yang di anggap
baik yaitu soal – soal sedang, tetapi bukan berarti soal – soal yang terlalu mudah
atau terlalu sukar tidak bisa digunakan, hal ini tergantung dari penggunaannya.
b)      Daya Pembeda.
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi,
indeks diskriminasi ini sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar antara 0,00
sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif
tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.
Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa
bodoh, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik pandai
maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik
karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal
yang dapat dijawab oleh siswa pandai saja.
Jika seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang
seluruh kelompok bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua
kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul,
maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan
siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab
salah, maka soal tersebut mempunyai nilai diskriminasi 0,00 karena tidak
mempunyai daya pembeda sama sekali.
Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah :
D = BA/JA – BB/JB = PA – PB
Dimana :

39
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu
dengan benar.
PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai
indeks kesukaran).
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

c)      Pola Jawaban Soal


Pola jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan
pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh
dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau
d atau yang tidak memilih pilihan manapun.
Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi
sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama
sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, sebaliknya sebuah distraktor
dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai
daya tarik yang besar bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami
konsep atau kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :
a. Taraf kesukaran soal
b. Daya pembeda soal
c. Baik dan tidaknya distraktor
Kekurangan suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya
sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.

40
Belajarlah dari masa lalu karena disanalah tuhan
memberikan contekan untuk masa depan

41
Bab IV
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Menganalisis tes

A. Pendahuluan

Menganalisis tes, merupakan upaya untuk mengetahui tingkat kebaikan tes yang akan
digunakan. Dalam melakukan analisi tes sangat berkaitan dengan analisi butir soal. Analisis
butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh
perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal,
yakni analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda di samping validitas dan
reliabilitas.

Menganalisis tingkat kesuakaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya
sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan
tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah atau rendah
dan kategori kuat atau tinggi prestasinya. Sedangkan validitas dan reliabilitas mengkaji
kesulitan dan keajegan pertanyaan tes.

B. Analisis Tingkat Kesukaran

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi
validitas dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.
Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang dan
sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau
kemampuan siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal.
Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan
proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang dan sukar.

Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah,
sedang dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal
sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya soal mudah, sedang dan sukar jumlahnya
seimbang. Misalnya tes objektif pilihan berganda dalam pelajaran matematika di susun
sebanyak 60 pertanyaan. Dari ke-60 pertanyaan tersebut, soal kategori mudah sebanyak 20,
kategori sedang 20 dan kategori sukar 20. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk

42
ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagaian besar soal berada
dalam kategori sedang, sebagian lagi

temasuk ke dalam kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.

Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4- 3. artinya, 30% soal kategori
mudah, 40% soal kategori sedang, dan 30% lagi soal soal kategori sukar. Misalnya, dari 60
pertanyaan pilihan ganda terdapat 18 soal kategori mudah, 24 soal kategori sedang, dan 18
soal kategori sukar. Perbandingan lain yang termasuk sejenis dengan proporsi di atas
misalnya 3-5-2. artinya, 30% soal kategori mudah, 50% soal kategori sedang, dan 20% soal
kategori sukar.

Persoalan lain adalah menentukan kriteria soal, yaitu ukuran untuk menentukan apakah soal
tersebut termasuk mudah, sedang atau sukar. Dalam menentukan kriterian ini digunakan
judgment dari guru berdasarkan per-timbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut
antara lain adalah:

1. Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut. Misalnya untuk bidang kognitif,
aspek pengetahuan atau ingatan dan pemahaman termasuk kategori mudah, aspek
penerapan dan analitis termasuk kategori sedang, dan aspek sintesis dan evaluasi
termasuk kategori sukar.
2. Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan. Misalnya ada fakta, konsep, prinsip dan
hukum, serta generalisasi. Fakta termasuk ke dalam kategori mudah, konsep dan
prinsip termasuk ke dalam kategori sedang, dan generalissi (menarik kesimpulan)
termasuk ke dalam kategori sukar.
3. Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmuannya, baik luasnya maupun
kedalamannya. Tentang persoalan ini bahan yang akan diujikan, guru sendiri harus
sudah bisa menentukan mana yang termasuk mudah-

kata lain, untuk menentukan kesulitan isi bahan, kewenangan ada

pada guru itu sendiri.


d. Bentuk soal. Misalnya dalam tes objektif, tipe soal pilihan benar-

salah lebih mudah dari pada pilihan berganda dengan option tiga atau empat. Menjodohkan
relatif lebih sulit dari pada pilihan berganda jika terdapat lima atau lebih yang harus
dipasangkan. Sesungguhpun demikian, keempat pertimbangan di atas tidak

mutlak sebab bergantung pada isi bahan yang ditanyakan. Kadang- kadang soal benar-salah
untuk aspek tertentu lebih sulit dari pada pilihan berganda untuk aspek lainnya. Demikian
juga soal yang mengungkapkan kemampuan analisis dalam hal tertentu lebih mudah dari
pada soal yang mengungkapkan pemahaman. Dengan demikian, judgment ada pada guru
yang bersangkutan setelah ia menentukan ruang lingkup materi yang akan diujikan, baik luas
maupun kedalamannya.

Hal yang sama berlaku dalam menyusun tes uraian (esai). Artinya soal-soal jenis esai
hendaknya memperhatikan pula tingkat kesukaran soal. Mengingat sifatnya, menentukan
tingkat kesukaran soal tes uraian jauh lebih mudah dari pada tes objektif. Melalui analisis
abilitas yang diukur serta isi dan sifat bahan yang ditanyakan, dalam tes uraian dapat dengan
mudah menentukan tingkat kesukaran.

43
Setelah judgment dilakukan oleh guru, kemudian soal tersebut diuji-cobakan dan dianalisis
apakah judgment tersebut sesuai atau tidak. Misalnya soal nomor 5 termasuk ke dalam
kategori mudah, soal nomor 7 kategori sedang, dan nomor 9 kategori sukar. Setelah
dilakukan uji coba, hasilnya dianalisis apakah nomor-nomor soal itu sesuai dengan judgment
tersebut. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Kriteria pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut:


Bila SR – ST sama atau lebih besar dari nilai tabel, artinya butir soal itu mempunyaidaya
pembeda.

Berdasarkan data di atas, batas pengujian adalah 5, yaitu yang pertama dalam tabel di atas
dengan jumlah N (28-31), n=8, pada option A, maka apat disimpulkan sebagai berikut:

Ditolak Diterima Ditolak Diterima Ditolak

Dari kesimpulan di atas hanya soal no: 1, 2, 4, 8, 9. 12. dan 14 yang memenuhi daya
pembeda, sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan
menempuh langkah sebagai berikt:

a)  Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes

b)  Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang

dicapainya

c)  Menentukan jumlah sampel sebanyak 27% dari jumlah peserta

tes untuk kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27%

untuk kelompok siswa kurang (peringkat bawah).

d)  Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab
salah dari semua nomor soal, baik paa

kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.

e)  Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang
dengan kelompok pandai (SR-ST).

f)  Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross & Stanley.

g)  Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria
“memiliki daya pembeda” bila nilai selisih jumlah siswa yang menjawab salah antara

44
kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR-ST) sama atau lebih besar dari nilai
tabel.

Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar
sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal
memiliki daya pembeda dan tingkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan, di samping
memenuhi validitas dan reliabilitas, juga memenuhi tingkat kesukaran dan daya pembeda.

Pendidikan adalah senjata yang paling


mematikan didunia
Karena dengan Pendidikan anda dapat
mengubah dunia

45
Bab V (buku Utama)
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Menskor dan Menilai

1. Menskor
Sementara orang berpendapat bhwa bagian yang paling penting dari pekerjaan pengukuran
dengan tes adalah penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah disusun sebaik-baiknya maka
anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari makdusnya. Tentu saja anggapan itu tidak
benar sama sekali. Penyusunan tes baru merupakan Satu bagian dari serentetan pekerjaan
mengetes.
Dalam hal pekerjaan menskor atau menentukan angka,dapat digunakan 3 macam alat bantu
yaitu:
a. Pembantu menentukan jawaban yang benar,disebut kunci jawaban.
b. Pembanu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah,disebut kunci skoring.
c. Pembantu menentukan angka,disebut pedoman penilaian

A. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah
Untuk tes bentuk betul-salah yang dimaksud dengan kunci jawban adalah deretan jawaban
yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun,sedangkan kunci
skoring adlaah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.
Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba)hanya diminta melingkari huruf b atau S maka
kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita
menghendaki untuk emlingkari ( atau dapat juga diberi tanda X).
Contoh
1. B 6. S
2. S 7. B
3. S 8. S
4. B 9. S
5. B 10. B
Dan seterusnya.
Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahlu sebelum menyusun soalnya agar
Pertama : dapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S
Kedua : dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S.

46
Bentuk betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B hamper
sama banyaknya dengan jawaban S dan tidak dapat ditebak karena tidak diketahui pola
jawabannya.
Tanpa hukuman adalah  apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak
jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan hukuman yaitu karena diragukan
adanya unsur tebakan , digunakan 2 macam rumus tetapi hasilnya sama.
Pertama, dengan rumus :       

 
            S = R – W       
Keterangan :
S = Score
R = Right
W = Wrong

Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yag benar dikurangi dengan jumlah
soal yang salah.
Contoh :
-          Banyaknya soal : 10 buah
-           Yang betul : 8 buah
-           Yang salah : 2 buah
Maka jumlah skor yang diperoleh adalah : 8 – 2 = 6

Kedua, dengan rumus :


            S = T – 2W
T singkatan dari Total, artinya jumlah soal dalam tes. Contoh di atas dihitung :
  Banyaknya soal = 10 buah
  Yang salah = 2 buah
Maka skor yang diperoleh adalah : 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6 

Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple
choice)

Dengan tes benutk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan
pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang  (X)
pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
Untuk cara menjawab yang pertama, kita gunakan kunci jawaban misalnya sebagai
berikut :
1. c                        6. C
2. a                        7. A
3. b             8. A
4. b             9. B
5. a                        10. C

47
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal dua macam cara
pula yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukumna apabila banyaknya angka
dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.
Dengan hukuman menggunakn rumus :
      S = R -  (W)
                  (n – 1)   

Keterangan :
S = Score
W = Wrong
 n = banyaknya pilihan jawaban
contoh :
  Banyanya soal = 10 buah
  Banyaknya yang betul = 8 buah
   Banyaknya yang salah = 2 buah
    Banyaknya pilihan = 3 buah

Maka skornya adalah :


            8 -  2 / (3 – 1) = 8 – 1 = 7

Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (short
answer test)
      Tes bentuk jawab singkat adalah tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau
kalimat pendek. Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuai dengan
nomorny, contoh :
1.      berat jenis
2.      mengembun
3.      komunitas
4.      populasi
5.      energi
Mengingat bahwa jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap
nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siwa sedikit, tetapi lebih sulit dari
tes bentuk betul salah atau pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Dapat
juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul salah atau pilihan ganda jika
memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah, tetapi sebaliknya jika jawabannya
bervariasu, misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat
dibuat bervariasi pula, misalnya 2, 1, 5, dan 1. 

d.Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)

Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang
dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan
erratus ve jawaban. Contoh :
  Tahun 1992, atau 1. F

48
  Imam Bonjol, atau 2. C
  Perang padri, atau 3. H 

Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)

Sebelum menyusun sebuah soal uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-
pokok jawaban yang kita kehendaki, dengan demikian maka akan mempermudah kita dalam
pekerjaan mengoreksi tes itu.
Adapun langkah-langkah yang harus kita lakukan pada waktu mengoreksi dan
memberi angka tes bentuk uraian adalah sebagai berikut :
1.      Membaca soal pertama darai seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban.
2.      Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi
angka 5, kurang sedikir diberi angka 4, begitu seterusnya sampai pada jawaban yang paling
minim jika jawabannya meleset sama sekali.
3.      Memberikan angka bagi soal pertama
4.      Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya hingga
seluruh soal diberi angka.
5.       menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk
uraian 
Apa yang telah diterangkan diatas adalah acar memberikan angka dengan
menggunakan atau mendasrakan pada norma kelompok (norm referenced test). Apabila
dalam memberikan angka menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (criterion
referenced test ), maka lamgkah-langkahnya akan lain, yaitu sebagai berikut :

1. membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban
yang telah kita susun
2.membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaban
3 menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal.

Kunci Jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus termuat
di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun untuk
kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang
yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah ;
1.      Ketepatan waktu penyerahan tugas
2.      Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas
3.      Sistematika yang menunjukan alur keruntutan pikiran
4.      Kelengkapan isi
5.      Mutu hasil tugas.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan bobot masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya :
A1 – Ketepatan waktu (2)
A2 – Bentuk fisik (1)
A3 – Sistematika (3)
A4 – Kelengkapan isi (3)

49
A5 – Mutu hasil (3)
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan denga rumus :

NAT = (2 x A1) + (1 x A2) + (3 x A3) + (3 x A4) + (3 x A5)

NAT adalah Nilai Akhir Tugas

C.Perbedaan antara Skor dan Nilai

Apa yang terjadi selama ini, banyak diantara guru yang masih mencampuradukkan
antara dua pengertian, yaitu skor dan nilai.

Skor : adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh denga menjumlahkan angka-angka bagi tiap
soal soal tes yang dijawab betul oleh siswa
Nilai : adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertenut, yakni acuan normal atau
acuan standar

Perubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya sesudah
memperoleh skor ulangan harian atau unutk skor gabungan dari beberapa ulangan dalam
rangka memperoleh nili akhir untuk raport.

Seorang guru diwajibkan mengubah skor mentah yang diperoleh langsung dari
mengerjakan tes, menjadi skor berstandar 100. Contoh :

Skor maksimum yang diharapkan 40.


A memperoleh skor 24
Ini berarti bahwa sebenarnya A tersebut hanya menguasai :
24 / 40 x 100 % = 60 %
Berarti hanya 60 % dari tutjua instruksional khusus tersebut.
Dalam daftar nilai, dituliskan A mendapat nilai 60. Jadi disini tampak perbedaannya, 24
adalah skor, dan 60 adalah nilai.

Secara rinci skor dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a.Skor yang diperoleh (obtained score),  adalah sejumlah bili yang dimiliki oleh testee
sebagai hasil mengerjakan tes
b.Skor sebenarnya (true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor universe-skor alam
(universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung pada perbedaan individu
berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap.
c.Skor kesalahan (error score), merupakan perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor
sebenarnya. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut :

Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan

Norm – Referenced dan Criterion – Referenced

50
Dalam penggunaan Norm – Referenced, prestasi belajar seorang siswa dibandingkan
dengan siswalain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas
kelompoknya.
Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa disetiap populasi
yang heterogen tentu terdapat kelomouk baik, kelompok sedang, dan kelompok kurang.
Apabila standar mutlak dan standar erratus ini dihubungkan dengan pengubahab skor
menjadi nilai, maka akan terlihat demikian.
Dengan standar mutlak

1.Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap  tujuan yang
ditentukan.
2.Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah). Contoh :

  dari ulangan ke-1, memperoleh  skor 60 (mencapai 60 % tujuan)


  dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80 % tujuan)
  dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50 % tujuan)

maka nilai siswa tersebut : 60 + 80 + 50  = 63,3. Dibulatkan 63.


                        
b. Dengan standar erratus
1. pemberian skor terhadap siswa juga didasakan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang
ditentukan
2.nilai diperoleh dengan 2 cara :

  mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya


   menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai

2. Perbedaan antara skor dan nilai

Skor
Skor merupakan nilai mentah yang diperoleh oleh siswa. Skor ini diperoleh berdasarkan
kriteria penilaian hasil evaluasi pembelajaran.

Contoh:
Dalam pelajaran errat Inggris diadakan uji kompetensi untuk listening skills. Ketercapaian
kompetensi diukur berdasarkan pada skor total yang diperoleh oleh siswa. Kriteria pemberian
skor pada uji kompetensi ini misalnya:

 Jawaban tepat skor 3


 Jawaban kurang tepat skor 2
 Jawaban salah skor 1

Jika soal uji kompetensi di atas berjumlah 10, maka skor maksimal yang diperoleh siswa
adalah 30, sedangkan skor minimal adalah 3.

Nilai

51
Nilai merupakan hasil dari jumlah skor yang diperoleh siswa, dibagi jumlah skor maksimal,
dikalikan erratus. Nilai bisa disebut sebagai nilai matang hasil evaluasi pembelajaran.

Lebih jelasnya perbedaan Skor dan Nilai bisa diperhatikan melalui erra penilaian pada
sebuah uji kompetensi Listening Skills berikut ini:
 No Nama  soal soal soal soal soal Skor  Nilai 
1  2  3  4  5 
 1 Andi  2  3  1  3  2  11   73,3
 2 Retno  3  3  3  2  3  14   93,3

Kriteria penilaian yang dipakai untuk uji kompetensi di atas adalah:

 Jawaban benar skor 3


 Jawaban kurang tepat skor 2
 Jawaban salah skor 1
 Jumlah soal ada 5 buah. 
 Skor maksimal adalah 15.

Nilai dihitung dari jumlah skor yang diperoleh siswa dibagi skor maksimal dikalikan erratus.
Maka nilai Andi = (11:15) x 100 = 73,3. Sedangkan nilai Retno = (14:15) x 100 = 93,3.

52
Disaat orang lain tidak percaya padamu yang
harus kamu lakukan adalah berjuang dan
buktikan pada mereka bahwa kamu adalah sang
pemimpin

53
Bab V
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Data Penilaian

Pemberian Skor Tes Bentuk Soal Pilhan Ganda


Ada cara 2 dalam pemberian skor tes dengan pilihan ganda, menggunakan skor minus dan
tidak menggunakan skor minus.

 Menggunakan Skor Minus


Pemberian skor untuk setiap item adalah sebagai berikut :

54
Jawaban benar skornya           : 1

Jawaban salah skornya            : -1

Tidak dijawab                         : 0

Skor dihitung dengan rumus   :

St = B – (S / (n-1) Keterangan      :

St         : skor total

B         :  jumlah skor dari jawaban yang benar

S          :  jumlah skor dari jawaban yang salah

n          :  jumlah opsi dalam setiap item

Contoh            :

Jumlah soal,     N                     : 30

Jumlah opsi per item n            : 4

Hasil koreksi dari lembar jawaban misalkan Muhammad adalah :

Jawaban yang benar                (B)                   : 4 item

Jawaban yang salah                 (S)                   : 8 item

Jawaban yang tidak dikerjakan  (Tk)              : 18 item

Skor total Muhammad untuk tes sola pilihan ganda  adalah :

St         =   B – (S / (n-1) )

=    4 – (8 / (4-1))

=    4 – (8 / (3))

=    4 – (8/3)

=    4 – 2,66

=   1.34

Tujuan menggunakan skor minus sebagai denda untuk menghindari peserta menebak.
Dengan pemberian skor minus, peserta tes menjadi berhati-hati dalam memilih jawaban.
Kelemahan penggunaan skor minus adalah bahwa ada kemungkinan skor total yang diperoleh
peserta bernilai minus. Sehingga diperlukanj penggunaan teknik statistic atau cara lain untuk
mengkonversinya menjadi nilai sebenarnya.

Contoh :

55
Dalam ujian sama dengan contoh sebelumnya, hasil koreksi terhadap pekerjaannya Rommi
adalah :

Jawaban yang benar (B)                      : 4 item

Jawaban yang salah (S)                       : 24 item

Jawaban yang tidak dikerjakan (Tk)   : 2 item

Skor total Rommi untuk pilihan ganda itu adalah:

St = B – (S/(n-1))

= 4 – (24/(4-1))

= 4 – (24/3)

=4–8

= -3

 Tidak Menggunakan Skor Minus


Dengan cara ini pemberian skor kepada setiap jawaban adalah sebagai berikut:

Jawaban benar                                     : skor 1

Jawaban salah dan tidak terjawab      : skor 0

Rumus perhitungan skor totalnya adalah :

St = B Jadi dengan cara ini, untuk contoh yang sama maka skor total Muhammad
menjadi :

St = B

=4

Bandingkan dengan skor total peserta Rommi jika tidak menggunakan skor minus yaitu
sebagai berikut :

St  = B

=4

Keuntungan dari cara ini adalah tidak adanya kemungkinan skor total negative. Tetapi
dengan tidak adanya denda bagi jawaban yang salah karena untuk jawaban yang salah dan
tidak terjawab sama-sama memperoleh skor Nol, peserta tidak menghadapi resiko sekiranya
berspekulasi dengan menebak jawaban yang dipilih.

Dalam contoh terlihat bahwa ketika skor dihitung tanpa pemberian skor minus kedua peserta
tes si Muhammad dan Rommi sama-sama memperoleh skor 4 karena keduanya menjawab
dengan benar sebanyak 4 soal. Padahal Muhammad karena berhati-hati hanya mengrjakan
dengan salah sebanyak 8 item. Bandingkan dengan Rommi yang salahnya sebanyak 24 item.

56
Dengan contoh ini dapat disimpulkan bahwa penskoran tanpa pemberian skor negative
kurang adil.

Pada zaman sekarang ini, dunia pendidikan khususnya di Barat mulai meninggalkan tes
pilihan ganda kecuali untuk keperluan-keperluan di luar pengukuran prestasi belajar. Alasan-
alasan ditinggalkannya jenis tes ini ialah :

1. Kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan karsa siswa, karena ia hanya merasa
disuruh berspekulasi, yakni menebak menyilang secara untung-untungan.
2. Sering terdapat dua jawaban (diantara empat atau lima alternatif) yang identic atau
sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif.
3. Sering terdapat satu jawaban yang sangat mencolok kebenarannya, sehingga jawaban-
jawaban lainnya terlalu gampang untuk ditinggalkan.
Namun demikian, sampai batas tertentu pelihan ganda masih dapat digunakan untuk
mengevaluasi prestasi belajar siswa dengan catatan, penyusunanya dilakukan secara ekstra
cermat. Dalam hal ini, guru seyognya berusaha sebaik-baiknya untuk menghindari
kelemahan-kelemahan di atas .

3). Tes Pencocokan (Menjodohkan)

Tes Pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata,
istilah atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item-item
soal ialah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A
(berisi item-item yang ditandai dengan nomor urut 1 sampai 10 dan seterusnya menurut
kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai huruf a, b,c dan sterusnya.

Untuk menjaga mutu reliabiltas dan validitasnya salah satu daftar instrument evaluasi di atas
sebaiknya ditambah sekitar 10 % samapi 20%. Dengan demikian, kemungkinan siswa
menebak sekenanya pada saat mengerjakan satu atau dua soal yang terakhir dapat dihindari.

4). Tes Isian

Alat tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan pendek, yang ada bagian-bagian yang
memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan. Tugas siswa adalah berfikri untuk
menemukan kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut. Lalu kata-kata itu ditulidkan
pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapat pada badan karangan tadi.

5). Tes Perlengkapan (Melengkapi)

Cara menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan cara menyelesaikan tes isian.
Perbedaanya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrument. Dalam tes
melengkapi,kaliam-kaliamt tersusun dalam bentuk karangan atau cerita pendek terjadi dalam
bentuk yang masing-masing berdiri sendiri.

b). Bentuk Subjektif
            Alat evaluasi yang berbentuk tes subjektif adalah alat pengukur prestasi belajar yang
jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi
objektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa.
Instrument evaluasi mengambil bentuk essay examination, yakni soal ujian mengharuskan

57
siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan
bebas.
Banyak ahli mengaggap evaluasi subjectif itu sukar sekali dipercaya reliabilitas dan
validitasnya, karena subjektivitas guru penilaiannya lebih menonjol (Suryabrata, 1984).
Contoh: sebuah esai jawaban hari ini diberi nilai 70, mungkin dua minggu ke depan, jika
diperiksa lagi akan bernilai 60 atau 80. Alasan ini konon berdasarkan hasil penilaian yang
dilakukan lebih dari setengah abad yang lalu, antara lain oleh E.W. Tiegs (1939) dan Strach
& Elliof (1939).

Ada beberapa keunggulan tes essay yang secara implisit diakui juga oleh Suryabrata (1984),
yakni bahwa :

1. Tes essay tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasil jawaban siswa tetapi juga
cara atau jalan yang ditempuh  untuk memperoleh jawaban itu.
2. Tes essay dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif, kritis, bebas, mandiri, tetapi
tanpa melupakan tanggunga jawab .
Mengenai sikap subjektif guru penilai tidak perlu menjadi halangan penggunaan tes ini, sebab
seperti objectivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Alhasil, persoalan kita adalah bagaiman
kita mencetak guru professional dalam arti luas dan komprehensif termasuk dalam hal
evaluasi prestasi belajar para siswanya.

Sebab hidup terlalu singkat untuk


membiarkan orang lain menentukan apa
yang membuat kita bahagia

58
Bab VI ( Buku Utama )
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)

Mengolah Nilai

1. Beberapa Skala Penilaian

59
Beberapa Skala Penilaian 
a.    Skala bebas 
Ani, seorang pelajar di suatu SMU, pada suatu hari berlari – lari kegirangan
setelah menerima kembali kertas ulangan dari Guru Matematika. Pada sudut kertas itu tertulis
angka 10, yaitu angkayang diperoleh Ani dengan ulangan itu. Setekah tiba diluar kelas, Ani
berdiskusi dengan kawan – kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya tidak
sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu,
ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Baru sampai bertemu
dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu – sipu.  Rupanya ia menyadari
kebodohan-nya karena setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya,
ternyata kepunyaan Anilah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15, 20 bahkan
ada yang 25. Dan kata Guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul. Dari
gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang satu pengertian bahwa angka 10
adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai, ini memang lazim. Cara pemberian angka
seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada
para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah
dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap.
Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk
soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama.
b.   Skala 1 – 10
Apa sebab Ani dan kawan – kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka
tertinggi untuk nilai ? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru – guru di Indonesia
mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam
rapor. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi guru untuk
memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10 guru jarang memberikan angka
pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka
rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir1) akan keluar di rapor dalam satu
wajah, yaitu angka 6.
c.    Skala 1 – 100 
Memang diseyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan
menggunakan skala 1- 10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang
agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk
itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100, memungkinkan melakukan penilaian yang
lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalan skala 1 – 10 yang
biasanya dibulatkan mejadi 6, dalam skala 1 – 100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64.
d.   Skala huruf
Di samping penilaian yang dinyatakan dengan angka, kita mengenal pula
penilaian yang dinyatakan dengan huruf. Seperti penilaian yang dilakukan oleh guru taman
kanak- kanak dan atau guru-guru di sekolah dasar kelas I dan kelas II, mereka menggunakan
nilai huruf A, B, C dan D.

60
Selain itu ada juga yang menggunakan nilai huruf sampai dengan E dan G (tetapi
pada umumnya 5 huruf yaitu A, B, C, D, dan E). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada
yang mempersoalkan. Jarak antara hruuf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan
jarak antara B dan C, atau anatar C dan D. Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan
dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama denga jarak antara 2 dan 3. Demikian
pula jaran antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5. Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul
pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilain. Untuk menggambarkan kelemahan
dalam menggunakan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai
perbandingan. Siswa A yang memperoleh dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh
angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunya 8/9 kali kecakapan
C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan symbol
yang menunjukan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 memiliki prestasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi
kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi, dalam tingkatan
prestasi sejarah urutannya adalah C, A, lalu B. Huruf terdapat dalam urutan abjad.
Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan
sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai
simbol untuk menggambarkan kualitas.

2. Distribusi Nilai
Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa-siswanya dalam sutau kelas didasarkan pada dua
macma standar yaitu
a. Standar mutlak,dan
b. Standar relative

a. Distribusi Nilai Berdasarkan Standar Mutlak


Dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah standar mutlak atau
dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan,maka tingkat penguasaan siswa akan terlihat
dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal-soal ulangan yang dibuat oleh guru sangat
mudah,sebagian besar siswa akan berhasil mengerjakan soal-soal itu, dan tingkar
pencapaiannya tinggi. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai 3,4 bahkan mungkin 2 atau
1. Hanya beberapa orang siswa yang istimewa saja yang memiliki 6,dan mungkin tidak ada
yang memiliki nilai 7 keatas. Namun demikian,dengan standar mutlak ini mungkin pula
diperoleh gambar kurva normal jika soal-soal tes disusun oleh guru dengan tepat seperti
gambaran kecakapan siswa-siswanya. Apabila guru dapat menyusun soal dengan tepat dan
keadaan siswanya bukan siswa dengan kemampuan terpilih,maka aka nada sebagai kecil dari
siswa yang memperoleh nilai rendah dan sebagian kecil lagi memperoleh nilai
tinggi,sedangkan sebagaian kecil lagi memperoleh nilai tinggi,sedangkan sebagian besar
mencapai nilai rata-rata.

b. Distribusi Nilai Berdasarkan Standar


Telah diterangkan didepan bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm-
referenced,kedudukan seorang selalu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam
kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva
juling positif atau juling negated tetapi dalam norm-refereced selalu tergambar dalam kurva
normal. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa apabila didistribusikan skor tergambar dalam

61
kurva juling positif ,yang kurang sempurna adalah soal soal tesnya,yaitu terlalu sukar.
Dengan demikian,nilai siswa lalu direntangkan sedemikian rupa sehingga tersebar dari nilai
tinggi ke nilai rendah,dengan sebagian tersebar terletak pada nilai sedang. Demikian pula
sebaliknya apabila skor siswa tergambar dalam kurva juling negative. Dalam ubahan menjadi
nilai,disebar sedemikian rupa sehingga menjadi kurva normal,,dengan nilai sedang adalah
nilai yang paling banyak
Standar Nilai
a.    Standard Nines/Stanines
Dari distribusi nilai, kita dapat membicarakan masalah standar
nilai.Pendapat Gronlund dalam distribusi nilai ini demikian. Skor – skor siswa direntangkan
menjadi 9 nilai (disebut juga Standar Nines atau Stanines) seperti berikut ini.

STANINES INTERPRETASI
9 4% Tinggi (4%)
8 7% Diatas rata-rata (19%)
7 12%
6 17% Rata-rata (54%)
5 20%
4 17%
3 12% Dibawah rata-rata (19%)
2 7%
1 4% Rendah (4%)
Dengan adanya persentase yang ditentukan inilah maka semua situasi skor siswa dapat
direntangkan menjadi nilai 1-9 diatas.
b.    Standard Enam.
Selain dengan stanadar Sembilan (stanines), ada pula yang menggunakan standar
enam. Dalam hal ini, hanya berkisar antara 4-9, berikut persentasi penyebaran nilainya:
STANDAR Interpretasi
ENAM
9 5% Baik sekali
8 10% Baik
7 20% Lebih dari cukup
6 40% Cukup
5 20% Kurang
4 5% Kurang sekali
 Penyebaran nilai denga standar enam yang dimaksud, adalah berikut:
10% siswa yang mendapat nilai tertinggi diberi nilai 9
20% dibawahnya diberi 8
40% dibawahnya diberi 7
20% dibawahnya diberi 6
5% dibawahnya diberi 5
5% dibawahnya diberi 4
62
Dalam hal yang sangat khusus dimana siswa yang dianggap sangat cerdas ataupun sangat
kurang, dapat diberikan nilai 10 atau 3.
c.    Standar Eleven (Stanel)
Standar ini dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM yang sesuai
dengan system penilaian di Indonesia. Dengan stanel ini, system penilaian membagi skala
menjadi 11 golongan yaitu angka-angka dari 0-10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-
tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD, bertitik tolak dari Mean = 5 yang menempati
jarak antara -3,025 SD sampai +3,025 SD.
Bilangan-bilangan persentil untuk menentukan titik dalam Stanel ini adalah: P1, P3, P8, P21,
P39, P61, P79, P92, P97 & P99. Dasar pemikiran Stanel ini dalah bahwa jarak praktis dalam kurva
normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.
11 skala =          6 SD
Skala                 =      SD
                          =     0,55 SD

STANEL           0      1       2       3       4      5       6       7       8       9      10


Mean
d.   Standar Sepuluh
Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu:
1)   Mean (rata-rata skor)
2)   Deviasi Standar (simpangan Baku)
3)   Tabel konversi angka kedalam nilai berskala 1-10
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1-10 adalah
sebagai berikut:
1)   Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor-skor mentah.
2)   Menghitung rata-rata skor (mean).
3)   Menghitung Deviasi Standar.
4)   Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah kedalam nilai skala 1-10.

Giat belajar tapi hanya untuk dirinya sendiri


sama dengan delman. Dia hanya bergerak
dengan diperintah tanpa tahu kemana dia pergi

63
Bab VI
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Pengelolaan hasil penilaian

a. Teknik Pemberian Skor Hasil Belajar


Pemberian skor merupakan langlah pertama dalam proses pengolahan hasil tes,yaitu proses
pengubahan jawaban-jawaban soal tes menjadi angka-angka .angka angka hasil penilaian itu
selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam benuk angka
rentangan 0 sampai dengan 10, antara 0 sampai dengan 100 dan ada pula dalam bentuk huruf
A,B,C,Ddan E. pemberian skor pada hasil yang diperoleh siswa dilakukan dengan cara
membandingkan hasil itu dengan kunci yang telah disusun sebelumnya. Cara ini berlaku baik
untuk tes objektif maupun subjektif..

64
1. Pemberian skor tes essat atau uraian
Agar pemberian skor pada hasil suatu tes dapat seobjektif mungkin,ada beberapa hal
yang perlu diperhatiin yaitu:
a. Terlebih dahulu ditetapkan apa yang akan dinilai.
b. Menentukanbobot masing-masing bagian jawaban yang dinilai
c. Sedapat mungkin tidak mengetahui nama siswa yang dikoreksi
d. Menilai jawaban siswa untuk satu nomor secara sekaligus
e. Tidak memberikan penilaian terhadap keindahan tulisan,kebersihan kertas dan lain-
lain yang bersifat subjektif,kecuali bila aspek itu termasuk dalam penilaian. Rumus
yang dipakai untuk memberikan skor S=R dimana: S= skor yang dicari R= Jumlah
Jawaban Betul.

1. Beberapa Skala Penilaian

a)  Skala Bebas

Skala bebas adalah skala yang tidak tetap. Dalam hal ini angka tertinggi dan skala
yang digunakan tidak selalu sama. Hal itu ditentukan dari banyak dan bentuk soal
yang diberikan guru kepada siswa.

b)  Skala 1-10

Skala ini pada umumnya banyak digunakan oleh guru dalam penulisan rapor. Dalam
skala ini guru sangat jarang memberikan angka pecahan seperti 5,5 yang pada
akhirnya angka tersebut akan dibulatkan menjadi angka 6.

c)  Skala 1-100

Penilaian menggunakan skala 1-100 merupakan penilaian yang dinilai lebih halus
karena terdapat 100 bilangan bulat didalamnya.

d)  Skala Huruf

Selain menggunakan angka, pemberian nilai pada umumnya dapat dilakukan dengan
huruf A, B, C, D, E. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka
adalah bahwa dengan angka dapat ditafsikan sebagai nilai perbandingan.
Menggunakan nilai dengan skala angka sendiri merupakan simbol yang menunjukkan
urutan tingkatan. Penggunaan huruf dalam penilaian dirasa lebih tepat karena tidak
ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukkan kuantitas, tetapi
merupakan suatu simbol dari kualitas nilai yang diberikan.

Ada suatu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan
mentransfer nilai huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering digunakan,
suatu nilai itu mewakili satu rentangan nilai angka. Berikut contoh nilai angka dan
huruf dalam buku petunjuk kegiatan akademik IKIP Yogyakarta.

Contoh :

65
Huru
IKIP
f
Angka 10 Keterangan
Angka 100
88 – 10 8,0 - 10,0 8,1 – 10 A Baik sekali
66 – 79
6,6 - 7,9 6,6 - 8,0 B Baik

56 – 65 5,6 - 6,5 5,6 - 6,5 C Cukup

40 – 4,1 -
4,0 - 5,5 D Kurang
55 5,5

30 –
3,0 - 3,9 0 - 4,0 E Gagal
39

2. Distribusi Nilai

1. Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak

Distribusi dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibanding dengan sebuah
nilai mutlak atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat
penguasaan siswa akan terlihat dalam bentuk kurva. Apabila guru dapat
menyusun soal dengan tepat dan dengan keadaan siswa bukan seswa dengan
kemampuan terpilih maka akan banyak siswa yang memperoleh nilai tinggi
sehingga bisa digambarkan kurva normal.

2. Distribusi nilai berdasarkan standar relatif

Dalam menggunakan standar relatif atau norm-referenced, kedudukan


seseorang selalu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam kelompok dan
kurva penilaian selalu berbentuk kurva normal. Nilai siswa selalu direntangkan
sedemikian rupa sehingga tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah, dengan
sebagian besar terletak pada nilai sedang.

3.StandarNilai
a. Standar Sembilan (Stanines)

Gronlund menawarkan standar nilai yang dilakukan dengan merentangkan skor-skor siswa
menjadi 9 nilai sebagai berikut:

Stanines Interpretasi

9 (4%) Tinggi (4%)

66
8 (7%) 7 (12%) Di atas rata-rata (19%)

6 (17%) 5 (20%) 4 (17%) Rata-rata (54%)

3 (12%) 2 (7%) Di bawah rata-rata (19%)

Rendah (4%)
1 (4%)

b. Standar Enam

Perentangan nilai dengan standar 6 adalah sebagai berikut:

Standar Enam Interpretasi


9 (5%) Baik sekali

8 (10%) Baik

7 (20%) Lebih dari cukup


6 (40%) Cukup
5 (20%) Kurang
4 (5%) Kurang Sekali

Catatan:

Presentase nilai diambil dari nilai gabungan antara nilai tes normatif dan sumatif.
Penyimpangan yang mungkin terjadi adalah apabila nilai-nilai yang diperoleh mengelompok
di atas atau di bawah. Oleh karena itu terdapat ketentuan:

1. 1)  Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya berkisar antara 60-100, maka
rentang nilai yang digunkan adalah 65, 70, 75, 80, 85, dan 90.

2. 2)  Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya berkisar antara 4-59, maka rentang
nilai yang digunakan adalah 40, 45, 50, 55, 60, 65.

c. Standar Eleven (Stanel)

Sistem penilaian ini membagi skala menjadi 11 golongan , yaitu angka 0-10 yang satu dengan
lainnya berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval 0,55 SD, bertitik tolak dari mean=
5 yang menempati jarak antara -0,275 SD sampai +0,275 SD. Seluruh jarak yang digunakan

67
adalah dari -3,025 SD sampai +3,025 SD. Dasar pikiran untuk stanel ini adalah bahwa jarak
praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.

d. Standar Sepuluh

Tahap-tahap dalam mengubah skor mentah menjadi berskala 1-10:

1. Menyusun distribusi frekuensi angka-angka atau skor-skor mentah.

2. Menghitung rata-rata skor (mean).

3. Menghitung Deviasi Standar atau Standar Deviasi.

4) Metransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1-10.

e. Standar Lima

Selain mengemukakan penyebaran nilai dengan angka, Gronlund juga mengemukakan


penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal sebagai berikut.

Catatan:

1)berartiFailataugagal.
2) Rentangan presentase tersebut hanya berlaku pada populasi yang sangat heterogen.

Apabila populasi telah terseleksi akibat kenaikan kelas atau pindah ke tingkat, maka
golongan F yang ada di ekor kiri akan berkurang.

Belajar tanpa berdoa sama dengan mati,


belajar sambal berdoa,adalah pemilik dunia
68
Bab VII ( buku Utama )
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
Membuat Laporan

1. Pentingnya Laporan

69
Hamper semua guru tidak menyenangi tugas memeriksa pekerjaan (koreksi) dan membuat
catatan tentang hasil atau presentasi siswa. Pekerjaan itu membutuhkan catatan tentang hasil
atau presentasi siswa. Pekerjaan itu membutuhkan ketekunan dan ketelitian yang luas biasa
dan menuntut banyak energi. Jika disuruh memilih, kebanyakan guru akan lebih menyenangi
mengajar dibandingkan dengan memeriksa dan mencatat hasil ulangan.

Akan tetapi,dengan kesadaran akan pentingnya kegiatan-kegiatan tersebut,akhirnya gurupun


akan melakukannya dengan senang hati. Apabila bila telah dijumpai kesulitan dalam
mengajar,guru lalu ingin tahu apa sebab kesulitan itu terjadi. Dan in hanya dapat ditemukan
jika guru sudah memeriksa hasil ulangan.

Secara sistematis dapat dikemukakan disini bahwa laporan tentang siswa bermanfaat bagi
beberapa pihak,yaitu

a. Siswa sendiri

b. Guru yang mengajar

c. Guru lain

d. Petugas lain disekolah dan

e. Orang tua.

Keterangan unuk masing-masing adalah sebagai berikut.

a. Siswa sendiri

Bagi siswa,laporan kemajuan atau laporan prestasi akan sangat bermanfaat karena:

1) Secara alamiah setiap orang selalu ingin tahu akibat dari apa yang telah mereka
lakukan,entah hasil itu menggebirakan atau mengecewakan. Menurut pendapat ilmu
jiwa gestalt “perbuatan-hasil “ merupakan satu keseluruhan yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian,jika ada perbuatan tetapi belum ada hasil berarti kesatuan itu belum
selesai dan manusia selalu masih menuntut keutuhannya.

2) Dengan mengetahui hasil yang positif dari perbuatannya,maka pengetahuan yang


diperoleh,akan dikuatkan.

3) Jika siswa mendapat informasi bahwa jawabannya salah,maka lain kali ia tidak akan
menjawab seperti itu lagi

b. Guru yang Mengajar

Seperti halnya siswa yang ingin tahu akan hasil usahanya,guru yang mengajar siswa
itupun ingin mengetahui hasil usaha yang telah dilakukan terhadap siswa . dengan melihat
pada catatan laporan kemajuan siswa,maka guru akan dengan tenang mengamati hasil
tersebut. Daftar nilai yang disimpan oleh guru masih merupakan catatam sementara,dan
masih bersifat rahasia. Tetapi laporan kemajuan siswa yang brupa rapor atau STTB sudah

70
tidak murni merupakan cermin siswa lagi karena sudah dibumbui oleh kebijaksanaan
kebijaksanaan.

c. Guru Lain

Yang dimaksud dengan guru lain disini adalah guru yang akan menggantikan guru yang
mengajar terdahulu karena siswa tersebut sudah naik kelaas atau adanya perpindahan baik
siswa yang pindah atau guru yang pindah ke tempat lain.

Apabila tidak ada catatan atau laporan mengenai siswa,maka guru yang mengganti
mengajar akan tidak tahu bagaimanaa meladeni atau memperlakukan siswa tersebut.

d. Petugas lain di Sekolah

Siswa yang berada disuatu sekolah,sebenarnya bukan hanya merupakan asuhan atau
tanggung jawab guru yang mengajar saja. Kepala sekolah,wali kelas,dan guru yang juga
merupakan personal-personal penting yang juga memerlukan catatan tentang siswa.
Dengan demikian maka hasil belajar siswa akan diperhatikan dan dipikirkan oleh
beberapa pihak.

e. Orang tua

Secara alamiah,orang tualah yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap


Pendidikan anak. Akan tetapi karena berkembangnya pengetahuan secara
pesat,menyebabkan orang tua tidak mampu lagi menguasai seluruh ilmu ada.
Kemampuan manusia itu terbatas. Ditambah pula dengan kesibukan orang tua mencari
nafkah,maka tugas mendidik alamiah ini sebagian,secara rela dilimpahakn kepada
sekolah. Dengan menyerahkan ke sekolah ini tidak berarti bahwa orang tua dapat lepas
pemikiran dan menyerahkan cita-citanya kepada guru. Orang tua masih tetap merupakan
penanggung jawab utama,dan masih pula menentukan cita-cita bagi anaknya. Itulah
sebabnya maka orang tua masih ingin selalu mengetahui kemajuan anak dari hari ke hari,
yang dapat dilihatnya melalui laporan yang dibuat oleh guru.

2. Macam dan cara membuat laporan

Pada dasarnya,catatan tentang diri siswa ini diusahakan selengkap mungkin agar dapat
diperoleh informasi yang selengkapnya pula. Akan tetapi kita sadari bahwa membuat catatan
yang lengkap setiap saat,merupakan tugas yang berat dan meminta banyak waktu. Oleh
karena itu,pembuatan catatan ini kadang-kadang lalu disingkat,hanya disesuaikan dengan
kebutuhan yang mendesak.

Secara garis besar,catatan tentang siswa dapat dibuat dengan 2 macam cara yakni

a. Catatan lengkap

Catatan lengkap adalah catatan tentang siswa yang berisi baik prestasi maupun aspek-aspek
pribadi yang lain,misalnya kejujuran,kebersihan,kerajinan,sikap sosial,kebiasaan
bekerja,kepercayaan terhadap diri sendiri,disiplin,ketelitian,dan sebagainya. Tentang isi
catatannya,ada yang hanya dinyatakan dengan kata singkat seperti “baik”,”sedang”,”kurang”.
Atau dengan keterangan yang lebih terperinci.

71
b. Catatan tidak lengkap

Catatan tidak lengkap adalah catatan siswa yang hanya berisi gambaran tentang prestasi
siswa,dan hanya sedikit saja menyinggung tentang kepribadian.

Tentang catatan prestasi belajar siswa itu sendiri dapat dibedakan atas 2 cara :

1) Dengan pernyataan lulus-belum lulus dan

Penilaian atas prestasi belajar dalam system pengajaran yang menganut prinsip belajar tuntas
didasarkan atas sudah berhasil atau belumnyaa seorang siswa dalam mencapai tujuan. Dalam
hal ini materi pelajaran dibagi atas unit-unit kecill yang masing-masing unit sudah sertai
dengan tujuan yang dirumuskan secara terperinci. Apabila seorang siswa telah mencapai
tujuan (paling sedikit 75% tujuan ),maka pada unit tersebut diberi tanda(misalnya tanda
silang),untuk membedakannya dari unit yang belum diselesaikan. Dengan diselesaiakan per
bidang studi. Gambaran inilah yang disebut profil keberhasilan siswa. Tanda X menunjukkan
bahwa unit itu sudah dikuasai (sudah lulus). Garis tebal disebelah kanan menunjukkan target
yang harus diselesaikan dalam 1 tahun. Dengan demikian dapat diketahui sejauh mana (sudah
berapa persen) siswa a pada bulan oktober ini sudah lulus.

2) Nilai siswa

Pencatatan dengan nilai dilakukan apabila seluruh siswa dalam satu kelompok berjalan
bersama-sama secara klasikal. Dengan demikian maka prinsip belajar tuntaas sangat sukar
dilaksanakan dan pencatatan nilai didasarkan atas nilai-nilai ulangan yang telah diikuti.

72
Melangkalah bagaikan engkau penguasa
dunia ini,biarkan orang mengusik karena
mereka hanya pion dari caturmu

73
Bab VII
Dr. Zulkifli Matondang,M.Si
Evaluasi Pembelajaran (Buku Pembanding)
Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil penilaian

A. Pendahuluan

Penilaian merupakan suatu kewajiban bagi setiap guru atau dosen terhadap terhadap hasil
belajar para siswa dan mahasiswanya. Hal tersebut dilakukan karena menilai hasil belajar
siswa menjadi bagian integral dari tugasnya sebagai pengajar. Penilaian mungkin dilakukan
sebelum pengajaran dimulai (prates), pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar
untuk mengetahui pemahaman siswa, atau yang jelas dilakukan pada akhir pengajaran
(pascates). Pelaksanaan penilaian mungkin berbeda untuk penilaian proses belajar mengajar,
mungkin tidak semua pengajar melakukannya karena mereka tidak menaruh perhatian
terhadap proses belajar mengajar, atau tidak merasa perlu melakukannya, atau mungkin juga
mereka tidak dapat melakukannya.

Penilaian hasil belajar yang dilakukan, baik penilaian formatif maupun penilaian sumatif,
sangat bervariasi pelaksanaannya. Ada guru atau dosen yang sengaja mempersiapkannya
dengan baik dalam hal menentukan apa yang seharusnya dinilai, bagaimana penilaian itu
harus dilakukan dan tindakan apa yang harus dilakukan setelah penilaian itu dilaksanakan.
Namun, ada pula guru dan dosen yang melaksanakan penilaian tersebut semata-mata untuk
memenuhi

kelengkapan tugas mengajarnya, bahkan tak peduli apapun hasil tindakan penilaian yang
dilaksanakannya. Pengajar profesional yang memandang tugasnya sebagai keahlian khusus
yang tidak dimiliki oleh profesi lain, hasil penilaian yang dilakukannya akan menjadi menjadi
alat uji bagi keberhasilan dirinya sebagai pengajar sehingga senantiasa dimanfaatkan untuk
perbaikan dan penyempurnaan tugas-tugas profesinya. Pengajar akan merasa selalu tidak
puas dengan hasil belajar yang dicapai para siswa sehingga hasil penilaian itu selalu dikaji
untuk mencari usaha dan cara baru dalam tindakan mengajarnya agar diperoleh hasil belajar
siswa yang lebih baik. Kondisi inilah yang diduga belum sepenuhnya dihayati oleh para guru
di sekolah sehingga tidak mengherankan apabila tugas mengajar cenderung bersifat rutin.

Kegiatan mengajar sebaiknya dimulai dari hasil penilaian sebelumnya, artinya dimulai dari
apa yang telah dicapai siswa, bukan dari apa yang seharusnya dipelajari siswa. Ini berarti
bahwa pengajar harus memanfaatkan hasil-hasil penilaian yang telah dilakukannya. Ia perlu
melakukan kajian terhadap hasil belajar siswa yang diperoleh melalui penilaian. Kajian
terutama dilakukan untuk menetahui apa yang telah dan yang belum dapat dicapainya, dalam
hal apa atau bagian mana dari program belajar yang belum dapat dikuasainya, mengapa hal
itu belum dikuasainya. Hasil kajian di atas sangat bermanfaat bagi guru atau dosen sebagai
bahan untuk menentukan dari mana harus memulai mengajar pada program berikutnya. Ada
beberapa pertanyaan yang dapat diajukan antara lain:

a) Berapa banyak siswa yang pencapaian hasil belajarnya termasuk tinggi sedang dan rendah?
Hal ini akan memberi petunjuk secara umum tentang keberhasilan pengajaran.

74
b)  Siswa dengan karakteristik yang bagaimana yang menunjukkan pencapaian hasil belajar
yang termasuk tinggi-sedang-rendah? Hal ini akan memberi petunjuk bagi upaya memahami
kemampuan para siswa.

c)  Mengapa siswa-siswa tersebut mencapai hasil belajar yang rendah? Jawaban terhadap
pertanyaan ini memberi petunjuk kepada guru dalam melakukan diagnosis kesulitan belajar.

d)  Apakah tinggi-rendahnya pencapai hasil belajar siswa berkaitan dengan tindakan guru
atau dosen dalam hal mengajar? Jawaban terhadap pertanyaan ini menjadi dasar untuk
menilai kemampuan guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya.

e)  Aspek manakah yang dirasakan masih lemah atau kurang meyakinkan dari pengalaman
mengajar sebelumnya? Jawaban terhadap pertanyaan ini memberi petunjuk tentang upaya
perbaikan dan penyempurnaan tugasnya sebagai pengajar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dan mungkin masih banyak

lagi pertanyaan lain yang senada, akan memberikan informasi yang berharga untuk
dilaporkan dan dimanfaatkan dalam upaya membina dan mengembangkan penyelenggaraan
pendidikan sehingga dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan dan kemajuan hasil-
hasil pendidikan yang dicapainya.

B. Pelaporan Data Hasil Penilaian

Pelaporan data hasil penilaian diperlukan bukan semata-mata untuk kepentingan diri guru
yang bersangkutan, melainkan juga harus di manfaatkan oleh semua pihak yang terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Data hasil penilaian yang dilakukan dan ada
pada guru perlu dilaporkan agar dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan. Melalui
laporan hasil penilaian tersebut, semua pihak dapatmengetahui kemampuan dan
perkembangan siswa, sekaligus dapat mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan di
sekolahnya. Atas dasar itu pula semua pihak dapat menentukan langkah dan upaya yang
harus dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan di sekolahnya.

Sehubungan dengan pelaporan data hasil penilaian tersebut timbul pertanyaan:

Apa yang seharusnya dilaporkan?


Kepada siswa laporan itu diberikan?
Bagaimana cara menyusun laporan tersebut?
Dalam sebuah laporan data hasil penilaian bukan hanya

mengenai prestasi atau hasil belajar, melainkan juga mengenai kemajuan dan perkembangan
belajar siswa di sekolah seperti motivasi belajar, disiplin, kesulitan belajar, atau sikap siswa
terhadap mata pelajaran. Maka guru perlu mencatat perkembangan dan kemajuan belajar
siswa secara teratur dan berkelanjutan.

Hasil belajar yang dicapai siswa itu hendaknya dilaporkan secara menyeluruh, baik sebagai
data mentah berupa skor-skor yang diperoleh siswa maupun sebagai data masak yang telah
diolah dalam bentuk nilai-nilai siswa sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah,
misalnya nilai dalam standar huruf atau nilai dalam standar angka. Lebih jauh lagi dilakukan
interpretasi terhadap nilai yang diperoleh siswa, misalnya kedudukan siswa dibandingkan
dengan kelompoknya atau posisi siswa dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan.

75
Dengan demikian dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa, baik dilihat dari kelompoknya
maupun dari tujuan yang harus dicapainya. Sedangkan data mengenai perkembangan belajar
siswa di sekolah dilaporkan dalam bentuk catatan-catatan khusus sebagai pelengkap data
hasil belajarnya. Catatan khusus ini berkenaan dengan aspek-aspek perilaku siswa seperti
kehadiran, disiplin belajar, motivasi belajar dan kesulitan belajar.

Data hasil penilaian dilaporkan kepada semua staf sekolah, yaitu kepada kepala sekolah, wali
kelas, guru pembimbing, dan jika dipandang perlu kepad guru-guru lainnya. Kepada kepala
sekolah dilaporkan prestasi atau hasil belajar para siswa dalam bidang studi atau mata
pelajaran yang dipegangnya, termasuk perkembangan belajar siswa selama mengikuti
pendidikan di sekolah, khususnya dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa
disampaikan dalam bentuk yang ringkas, tetapi cukup jelas sehingga dapat dengan mudah
dipahami kepala sekolah. Melalui laporan tersebut kepala sekolah dapat menangkap
maknanya sehingga ia mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam bidang studi tersebut.

Sebuah contoh bentuk laporan guru kepada kepala sekolah mengenai prestasi belajar
siswanya. Kategori prestasi dibuat dalam tiga kategori, yaitu di atas rata-rata kelas, di sekitar
rata-rata kelas, dan dibawah rata-rata kelas.

Bidang Studi : ...............................................................................


Kelas/Semester : ............................................................................... Jumlah
Siswa : ...............................................................................

Banyaknya siswa yang mencapai nilai


Kategori prestasi yang dicapai
siswa

Rata-rata tes
formatif
Hasil tes sumatif
No Skor
Nilai Standar
n
% n %

-
1 - - - - -

-
2 - - - - -

....
... .... .... .... .... ....

Keterangan: .........................,19.....

 -  n=banyaknya siswa

 -  Nilai standar = hurup

(A, B, C, D, G) atau standar sepuluh ....................................

76
(6, 7, 8, 9, 10) NIP..............................

Dengan laporan tersebut kepala sekolah dapat dengan mudah mengetahui keberhasilan siswa
dalam bidang studi yang bersangkutan. Banyak sedikitnya siswa yang mencapai prestasi
tinggi di kelasnya dapat dijadikan ukuran keberhasilan dari pengajaran bidang studi tersebut.
Data hasil penilaian yang berkenaan dengan kegiatan belajar siswa disajikan tersendiri dalam
bentuk perilaku atau kasus-kasus tertentu yang dianggap paling menonjol dan ada
hubungannya dengan keberhasilan belajar siswa di sekolah. Berikut ini adalah contohnya
laporannya yang perlu disampaikan oleh guru.

Bidang Studi : ...............................................................................


Kelas/Semester : ............................................................................... Jumlah
Siswa : ...............................................................................

% Keterangan
Banyakny
Kategori kasus siswa
a

1. Sering membolos dalam mengikuti pelajaran


2. Lambat belajar
3. Kurang motivasi dan disiplin
4. Tidak bisa menyesuaikan diri
5. Mengalami kesulitas belajar

Selain data tentang siswa yang mengalami kasus seperti di atas, sebaiknya ada pula laporan
yang berisi siswa-siswa yang menunjukkan kelebihan-kelebihan dalam bidang tertentu,
misalnya siswa yang berbakat, kreatif dan berprestasi tinggi. Dengan adanya laporan tersebut,
kepala sekolah dapat menentukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan di
sekolahnya.

Laporan hasil penilaian kepada wali kelas berupa nilai masak untuk digunakan dalam mengisi
nilai raport. Oleh sebab itu, harus lengkap untuk setiap siswa. Nilai hasil belajar yang
dilaporkan sudah mempertimbangkan hasil tes formatif dan tes sumatif, termasuk catatan
khusus yang dibuat oleh guru mengenai kemajuan belajar siswa yang ditunjukkan selama
menempuh pengalaman belajarnya.

Guru pembimbing memerlukan laporan khusus dari setiap guru bidang studi atau mata
pelajarn tentang kasus-kasus siswanya, terutama dalam kegiatan belajar dan kehidupan
pribadi maupun kehidupan sosial siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu, laporan dari guru
sangat diperlukan dalam hal kesulitan belajar, motivasi dan disiplin belajar, penyesuaian diri,
kasus-kasus kenakalan siswa, kehidupan pribadinya di samping prestasi belajar yang
dicapainya. Data ini sangat diperlukan oleh guru pembimbing sebagai bahan dalam
melaksanakan tugasnya, yakni memberi bantuan kepada siswa agar siswa dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Data yang dilaporkan oleh guru adalah catatan-catatan kasus
siswa, baik secara perseorangan maupun secara kelompok. Dalam laporan tersebut
dikemukakan nama siswa, latar belakang keluarganya, identitas dirinya, jenis kasus yang
dihadapinya, serta prestasi belajar yang dicapainya.

Laporan data hasil penilaian setidak-tidaknya disampaikan kepada kepala sekolah dan pihak
lainnya, yakni wali kelas dan guru pembimbing, pada akhir caturwulan atau akhir semester,
baik tertulis maupun lisan, dalam rapat guru yang diselenggarakan oleh kepala sekolah.

77
Sungguhpun demikian, guru dapat saja melaporkan setiap saat apabila dipandang perlu,
terutama kepada wali kelas dan guru pembimbing agar kasus-kasus siswa dapat segera diatasi
sehingga memacu siswa untuk belajar lebih baik dan mencapai hasil yang lebih tinggi lagi.
Ini berarti bahwa laporan data hasil penilaian guru bidang studi atau mata pelajaran kepada
pihak lain di sekolah bukan sekadar memberi informasi tentang keadaan para siswanya, tetapi
juga menjadi

bagian penting dari guru dalam rangka meningkatkan tugas profesinya sebagai pengajar yang
profesional. Dari saran dan pendapat para wali kelas ataupun guru pembimbing, guru dapat
menentukan langkah selanjutnya dalam memperbaiki proses belajar mengajar, menyesuaikan
strategi mengajarnya dengan kondisi dan masalah yang dihadapi siswanya, lebih memahami
keadaan siswanya dan upaya lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa di
sekolah. Oleh sebab itu, laporan penilaian hasil belajar dari guru bidang studi atau mata
pelajaran kepad staf sekolah lainnya merupakan salah satu alat dalam memecahkan persoalan
belajar para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pendidikan di sekolah. Semakin
sering tukar informasi hasil penilaian para guru dalam bidang studinya masing-masing,
semakin baik mengingat diperolehnya data mengenai pribadi siswa, khususnya kemajuan
belajarnya sebagai bahan bagi guru dalam melaksanakan proses belajar dan mengajar.

Hal lain yang menyangkut laporan data hasil penilaian yang dibuat oleh guru adalah
dokumentasi data hasil penilaian. Dokumentasi ini hendaknya dibuat secara teratur dan
sistematis oleh kepala sekolah sehingga mudah dipelajari dan dikaji manakala diperlukan.

C. Pemanfaatan data hasil penilaian

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan dapat dilakukan melalui
pemanfaatan data hasil penilaian. Hasil penilaian, baik melalui tes maupun bukan tes, besar
sekali manfaatnya bila dikaji dan digunakan untuk upaya perbaikan proses belajar mengajar.
Kajian hasil penilaian formatif dan sumatif dapat memberikan gambaran tentang hasil belajar
yang dicapai siswa setelah ia menempuh proses belajar mengajar.

Tes formatif dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, khususnya pada
akhir pengajaran, sedangkan tes sumatif dilaksanakan pada akhir suatu satuan program,
misalnya pada akhir caturwulan, semester dan sejenisnya. Pertanyaan biasanya diajukan
secara lisan ataupun tertulis untuk tes formatif dan secara tertulis untuk tes sumatif. Jenis tes
biasa berbentuk uraian ataupun objektif. Data hasil penilaian biasanya dalam bentuk skor
sehingga bisa diketahui posisi siswa dalam kelompoknya ataupun posisi siswa jika
dibandingkan dengan kriteria tertentu sehubungan dengan tujuan yang harus dikuasai siswa.

Secara umum manfaat hasil penilaian tersebut berguna bagi guru dan bagi siswa disamping
bagi tenaga kependidikan lainnya, yaitu wali kelas, guru pembimbing dan mungkin bagi
kepala sekolah.

1. Manfaat data penilaian hasil belajar formatif

Data hasil penilaian formatif dapat diperoleh guru secara langsung pada akhir proses belajar
mengajar berupa skor hasil pascates. Data ini, di samping menggambarkan penguasaan tujuan
instruksional oleh para siswa, juga memberi petunjuk kepada guru tentang keberhasilan
dirinya dalam mengajar. Oleh sebab itu, data ini sangat bermanfaat bagi guru dalam upaya
memperbaiki tindakan mengajar selanjutnya.

78
Misalkan terhadap sejumlah tujuan instruksional diberikan tes 10 pertanyaan seperti telah
dirumuskan oleh guru dalam satuan pelajaran yang dibuatnya. Pertanyaan tersebut diajukan
kepada siswa yang menjawab benar seluruhnya, salah satu, salah dua, salah tiga dan
seterusnya. Seandainya kita menggunakan kriteria 70%, maka minimal keberhasilan
pengajaran tersebut adalah 70% dari jumlah siswa yang diajar harus dapat menjawab benar
tujuh soal. Apabila kurang dari keriteria tersebut, pengajaran belum berhasil. Kemudian
hitung berapa banyak siswa yang belum mencapai kriteria tersebut dan pertanyaan mana yang
pada umumnya salah di jawab oleh siswa. Pertanyaan yang salah dijawab oleh kebanyakkan
siswa menunjukkan tujuan instruksional khusus yang belum dicapai oleh pengajaran tersebut.
Selanjutnya dikaji siapa-siapa saja yang menjawab salah pertanyaan- pertanyaan tersebut
(belum menguasai tujuan instruksional). Apabila siswa yang telah menjawab pertanyaan
tersebut kebanyakan dari siswa yang lemah, dapat dikatakan lumrah. Namun, jika berasal dari
siswa kategori sedang atau pandai, berarti ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam hal proses
belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Di sinilah guru perlu melihat kembali satuan
pelajaran dan menelusuri tindakan yang dilakukannya pada waktu mengajar. Dari kejian hasil
penilaian ini guru dapat memetik manfaat dalam:

1)  memperbaiki program pengajaran atau satuan pelajaran di masa mendatang, terutama


dalam merumuskan tujuan instruksional, organisasi bahan, kegiatan belaja-mengajar dan
pertanyaan penilaian.

2)  Meninjau kembali dan memperbaiki tindakan mengajarnya dalam memilih dan


menggunakan metode mengajar, mengembangkan kegiatan belajar siswa, bimbingan
belajar, tugas dan latihan para siswa, dan lain-lain.

3)  Mengulang kembali bahan pengajaran yang belum dikuasai para siswa sebelum
melanjutkan dengan bahan baru, atau memberi penugasan kepada siswa untuk
memperdalam bahan yang belum dikuasainya.

Melakukan diagnosis kesulitan belajar para siswa sehingga dapat di temukan faktor penyebab
kegagalan siswa dalam menguasai tujuan instruksional. Hasil diagnosis ini dapat dijadikan
bahan dalam memberikan bantuan dan bimbigan belajar kepada para siswa.

Data hasil penilaian formatif, termasuk catatan kelemahan para sebaiknya dicatat dan
didokumentasikan sehingga perkembangan kemajuan belajar siswa dari waktu ke waktu
mudah dilihat. Data ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengisian nilai raport
siswa pada akhir caturwulan atau semester di

samping hasil penilaian sumatif.Apabila di sekolah telah ada guru pembimbing, data dan
informasi kelemahan para siswa yang diperoleh melalui kajian hasil penilaian tersebut dapat
disampaikan kepada guru pembimbing itu agar dapat dijadikan bahan dalam upayanya
memberikan bimbingan kepada siswa tersebut. Kerja sama guru bidang studi dengan guru
pembimbing sangat di harapkan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Manfaat data penilaian hasil belajar sumatif

Penilaian sumatif dilaksanakan pada akhir program selama satu catur wulan atau semester
untuk mengukur tingkat penguasaan hasil belajar para siswa. Bahan pertanyaan bersumber
dari GBPP untuk catur wulan atau semester tersebut dituangkan dalam pertanyaan tes yang
pada umumnya dibuat dalam bentuk objektif. Bagaimanapun hasilnya yang diperoleh dai test

79
sumatif tampaknya menjadi keputusan akhir mengingat tida adanya kesempatan bagi guru
untuk memperbaiki kekurangan para siswa opada semester tersebut. Perubahan baru bisa
dilakukan pada tahun berikutnya atau sekedar bahan untuk

penyempurnaan semester berikutnya. Oleh sebab itu, dat hasil penilaian sumatif dapat
digunakan oleh guru untuk:

1.  membuat laporan kemajuan belajar siswa (dalam hal ini menentukan nilai prestasi
belajar untuk mengisi raport siswa) setelah mempertimbangkan pula nilai dari hasil
tes formatif dan kemajuan-kemajuan belajar lainnya dari setiap siswa.

2. Menata kembali seluruh pokok bahasan dan subpokok bahasan setelah melihat hasil
tes sumatif terutama kelompok materi yang belum dikuasainya. Konsep esensi pokok
bahasan yang belum dikuasai siswa dilihat kembali, baik dalam hal tingkat
kesulitannya, ruang lingkup dan susunannya, waktu yang diperlukan maupun buku
sumber yang relevan untuk dipelajari siswa. Hasil penataran tersebut berupa program
belajar atau GBPP yang telah disempurnakan tanpa mengurangi ketentuan yang
berlaku dalam kurikulum, minimal untuk digunakan pada caturwulan atau semester
yang sama tahun berikutnya.

3. Melakukan perbaikan dan penyempurnaan alat penilaian tes sumatif yang telah
digunakan berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh atau dicapai siswa. Soal-soal
yang dijawab salah oleh sebagian besar siswa hendaknya dikaji ulang dari berbagai
segi, yaitu dari tingkat kesulitan soal, konsep esensi yang ditanyakan, kebenaran
jawaban dari pertanyaan, bahasa yang digunakan, relevansi pertanyaan dengan
kemungkinan jawabannya, jumlah soal dan waktu yang disediakan, bentuk soal, dan
lain-lain.

4. Merancang program belajar bagi siswa (GBPP) pada semester berikutnya berdasarkan
hasil-hasil yang telah dicapai dari tes sumatif program belajar sebelumnya. Kajian
dilakukan pada GBPP semester atau caturwulan selanjutnya dengan melihat ada
tidaknya materi prasyarat yang harus dikuasai pada semester atau caturwulan
sebelumnya. Jika ada, apakah materi prasyarat tersebut telah dikuasai siswa yang
ditunjukkan oleh hasil tes sumatif tersebut. Data hasil penilaian sumatif juga
bermanfaat bagi kepala sekolah,

administrator pendidikan, atau supervisor pendidikan sebagian bahan dalam menentukan


tingkat keberhasilan pendidikan di sekolah yang bersangkutan, termasuk kemampuan guru
dalam melaksanakan tugas- tugas profesinya. Berdasarkan informasi dan bahan-bahan tes
sumatif dapat ditetapkan upaya pembinaan pendidikan di sekolah, dan pembinaan guru dalam
proses belajar mengajar. Dengan demikian, pemanfaatan data hasil penilaian sumatif sangat
berguna bukan hanya bagi guru, melainkan juga bagi kepala sekolah dan supervisor
pendidikan dalam rangka meningkatkan pembinaan pendidikan disekolah dalam hal
perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan, dan dalam penilaian, pengawsan, atau
pemantauan proses dan hasil pendidikan.

D. Manfaat data hasil penilaian proses belajar mengajar

Data hasil menilaian proses belajar mengajar sangat bermanfaat bagi guru, siswa dan kepala
sekolah. Bagi guru ialah ia dapat mengetahui kemampuan dirinya sebagai pengajar, baik

80
kekurangan maupun kelebihannya. Guru juga dapat mengetahui pendapat dan aspirasi para
siswanya dalam berbagai hal yang berkenaan dengan proses belajar mengajar. Berdasarkan
informasi ini guru dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangannya dan
mempertahankan atau meningkatkan kelebihan-kelebihannya.

Demikian juga bagi siswa, data hasil penilaian mengenai cara belajar, kesulitan belajar dan
hubungan sosial dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan upaya dan motivasi belajar yang
lebih baik lagi.

81
Pintar belum tentu sukses, orang bodoh belum
tentu tidak sukses, orang rajin belum tentu bisa
orang malas belum tentu tidak bisa, karena
tuhan memberikan kemampuan masing masing,
dan garis tangan yang berbeda beda,oleh karena
itu hargaila mau bagaimanapun orang tersebut

82
Bab VIII
Prof. Dr.Suharsimi Arikunto
“Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” (Utama)
TAKSONOMI

1. Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan


Kepentingan hubungan antara kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan, oleh seorang
ahli bernama Scriven (1967) dikemukakan bahwa harus ada hubungan erat antara:
a. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran.
b. Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi.
c. Tujuan kurikulum dengan alat-alat evaluasi.
Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan.Pertama, tujuan umum
pendidikan.Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya sesuatu program diadakan.Di dalam
praktek sehari-hari di sekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU (Tujuan Instruksional
Umum).Kedua, tujuan yang didasarkan atas tingkah laku.Dalam periode 20 tahun terkahir ini,
banyak usaha telah dilakukan untuk mencari metode yang dapat digunakan untuk
menganalisis atau mengklasifikasikan sebuah pangdangan yang berhubungan dengan
kegiatan pendidikan sehari-hari.Yang dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam bentuk
tingkah laku.Inilah yang dimaksud dengan taksonomi (taxonomy).Ada tiga macam tingkah
laku yang dikenal umum, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga tujuan yang lebih
jelas yang dijelaskan secara operasional.

2. Taksonomi Bloom
Secara garis besar, Bloom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-tujuan
pendidikan pada tiga (3) tingkatan:
a. Kategori tingkah laku yang masih verbal.
b. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan.
c. Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-pertanyaan
sebagai ujian dan butir-butir soal.

Ada tiga ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang selanjutnya
disebut taksonomi yaitu:
a. Ranah kognitif

83
 Mengenal (recognition), Mengungkap /mengingat kembali (recall)
 Pemahaman (comprehension)
 Penerapa atau aplikasi (application)
 Analisis (analysis)
 Sintesis (synthesis)
 Evaluasi (evaluation)

b. Ranah Afektif
 Pandangan atau pendapat (opinion)
 Sikap atau nilai (attitude, value)

c. Ranah Psikomotor
Taksonomi untuk ranah psikomotor antara lain dikemukakan oleh Anita
Harrow (1972). Menurut harrow kebanyakan guru tidak dapat menuntut pencapaian
100 dari tujuan yang dirumuskan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang
dicapai oleh siswa-siswinya akan sangat mendukung mempelajari keterampilan
lanjutan atau gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah
dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran mengenai bagaimana
melakukan pengukuran ranah psikomotor ini.Menurutnya, penentuan kriteria untuk
mengukur keterampilan siswa harus dilakukan jangka waktu sekurang-kurangnya 30
menit.Kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap
gambaran tentang pola keterampilan yang mencerminkan kemampuan siswa. Garis
besar taksonomi yang dikemukakan Harrow adalah sebagai berikut
 Gerakan refleks (reflex movement)
 Dasar-dasar gerakan (basic fundamental movement)
 Perceptual abilities
 Physical abilities
 Skilled movements
 Nondiscoursive communication

3. Lain-lain Taksonomi

84
Banyak kritik telah dilemparkan kepada Bloom cs. Tentang pembagian taksonomi ini,
sehingga timbul teori-teori sebagai adaptasi, modifikasi atau kategori baru.
a. Mc Guire, Klickmann (1963) telah menyusun taksonomi untuk bidang biologi, Wood
(1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk ilmu pengetahuan alam.
b. Guilford telah menciptakan pola yang menggambarkan struktur intelek dalam bentuk
kubus.
c. Gagne dan Merril.
d. Garlach dan Sullivan, mengemukakan model bertitik tolak pada kondisi belajar.
e. De Block (1972) mengemukakan model yang didasarkan pada tujuan-tujuan mengajar

85
Hidupmu bukan hanya untuk dirimu sendiri
tetapi hidupmu untuk semua orang,karena
jikalau engkau hidup untuk dirimu sendiri engkau
tidak beda dengan SAMPAH

86
Bab VIII
Dr. Nana Syaodih M.Si
Pengembangan kurikulum ( buku Pembanding)
Taksonomi

Definisi Konsep Taksonomi Bloom


Taksonomi terdiri atas 2 kata yang berasal dari bahasa yunani, “ tassein yang berarti
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan”. Jadi dapat dikatakan bahwa taksonomi
terdiri atas-aturan. Menurut Utari (2012) mengatakan bahwa taksonomi merupakan hierarkhi
klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah taksonomi kemudian digunakan oleh
Benjamin Samuel Bloom untuk meneliti pengembangan kemampuan berpikir dalam proses
pembelajaran siswa.
Setelah adanya Konferensi terseebut kemudian Bloom mengemukakan konsep-
konsep taksonomi mengenai prosees pembeelajaran yang benar, yang di kenal dengan
taksonomi Bloom. Taksonomi bloom banyak melahirkan buku yang mencerminkan tentang
prosees pendidikan atau proses pembelajaran yang baik dan buku-buku tersebut diterbitkan
pada tahun 1956 dengan judul “Taxonomy of Educational Objective Cognitive Domain”,
setelah itu bloom mengeluarkan buku keduanya pada tahun 1964 terbitlah karya “Taxonomy
of Educataional Objectives, Affective Domain”, serta di susul dengan buku yang ketiga pada
tahun 1971 dengan judul berjudul “Handbook on Formative and Summatie Evaluation of
Student Learning”, dan buku terbitaanya yang terakhir dengan judul “Developing Talent in
Young People” (Tawadlu'un, 2014).
Pada taksonomi bloom ini mengklasifikasikan tentang tujuan pendidikan yang terbagi
menjadi tiga kawasan yaitu meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik, setiap psikomotorik
dari setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hierarkinya(Prihantoro, A. 2010). Selain itu terdapat juga beberapa istilah lain yang juga
meggambarkan hal yang sama dengan ketiga kawasan tersebut yang dikenal seebagai
taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, karsa, serta istilah penalaran,
penghayatan dan pengamalan.

Klasifikasi Taksonomi Bloom


B. S. Bloom dan Krathwohl termasuk penganut teori belajar yang beraliran humanis.
Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai

87
tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi
Bloom.
Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak
pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran. Pada
tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk
merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah
dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan dapat merancang
program-program pembelajarannya (Budiningsih, 2004).
Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling
populer di lingkungan pendidikan. Secara ringkas, ketiga ranah dalam taksonomi Bloom
menurut Gulo (2005) dalam Sudrajat (2008), akan diuraikan beserta sub-ranahnya sebagai
berikut.

A. Ranah Kognitif
Ranah kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau
berfikir/nalar terdiri dari :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling
mendasar. Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali
suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus,
teori, atau kesimpulan. Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat
digolongkan sebagai berikut :
a) Mengetahui sesuatu secara khusus :
 Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat
kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol,
baik berbentuk verbal maupun non verbal.
 Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal,
peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan
masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
b) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu :
 Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman.

88
 Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu
gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.
 Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu
ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena
atau pikiran.

2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan
kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui.
Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa,
fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini
diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada,
sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi
:
 Translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan
makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar,
bagan atau grafik.
 Interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam
bentuk simbol verbal maupun non verbal. Contoh sesesorang dapat dikatakan
telah mengerti konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat
membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”
 Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu
temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11,
dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6
adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari
prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa
kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya
dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.

3. Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai

89
kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan,
memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama.

4. Penguraian (analysis)
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan
antar-bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi
argumenargumen yang menyokong suatu pernyataan. Secara rinci Bloom
mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu :
a) Menganalisis unsur :
 Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada
suatu pernyataan
 Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.
 Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan
normatif.
b) Menganalisis hubungan
 Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.
 Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu
pernyataan.
 Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari
suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.

c) Menganalisis prinsip-prinsip organisasi


 Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat
 Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka
memahami maknanya.
 Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut
pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam
karyanya.

5. Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu
kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan
konvergen merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan

90
kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru, memberi
nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi

6. Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-
buruk, atau bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik
kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu
:
 Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan
konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada di dalam
objek yang diamati.
 Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan
kriteriakriteria yang bersumber di luar objek yang diamati., misalnya
kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan
pemakai.
B. Ranah Afektif
Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri dari :
1. Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :
 Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi
dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan
kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
 Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan
perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
 Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu
hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja.

2. Sambutan (responding)
Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut :
 Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan,
menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang
bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas.

91
 Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal
khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.
 Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang
berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh
kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat
coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan
sebagainya.
3. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai
berikut :
 Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri
untuk menanggapi secara lebih intensif.
 Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam
usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya
lukisan yang memiliki yang memuaskan.

4. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu
seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk
disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
 Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau
menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
 Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.

5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem
nilai Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah

92
berubahubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu
konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
 Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut
pandang tertentu.
 Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi
corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan
C. Ranah Psikomotor
Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis.
Kawasan ini terdiri dari :
1. Kesiapan (set)
Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang
keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya,
mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2. Peniruan (imitation)
Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak
yang baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3. Membiasakan (habitual)
Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus
melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.
4. Menyesuaikan (adaptation)
Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan
dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan.
5. Menciptakan (origination)
Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri
suatu karya.

Prinsip Belajar yang Melandasi Taksonomi Bloom


Menurut Dalyono (2005), prinsip belajar sebagai dasar dalam upaya pembelajaran
meliputi sebagai berikut.
a. Kematangan Jasmani dan Rohani

93
Kematangan jasmani ini, telah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya cukup
kuat untuk melakuka kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani yaitu telah memiliki
kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar seperti kemampuan berpikir,
ingatan dan sebagainya.
b. Kesiapan
Kesiapan ini harus dimiliki oleh seorang yang hendak melakukan kegiatan belajar yaitu
kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlegkapan belajar. Kesiapan fisik
berarti memiliki tenaga cukup dan memiliki minat dan motivasi yang cukup.
c. Memahami
Tujuan setiap orang yang belajar harus memahami apa dan ke mana arah tujuannya serta
manfaat apa bagi dirinya. Dengan mengetahui tujuan belajar akan dapat mengadakan
persiapan yang diperlukan, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan
dapat berjalan lancar dan berhasil dengan memuaskan.
d. Memiliki
Kesungguhan Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan belajar agar hasil yang
diperoleh memuaskan dan penggunaan waktu dan tenaga tidak terbuang percuma yaitu lebih
efisien.
e. Ulangan dan Latihan
Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai
sepenuhnya dan sukar dilupakan. Versi lain dalam buku Belajar dan Pembelajaran oleh
Dimyati dan Mudjiono menyebutkan prinsip belajar antara lain: perhatian dan motivasi,
keaktifan, keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan
penguatan, serta perbedaan individual.
2.4 Dimensi Perkembangan Individu yang Melandasi Taksonomi Bloom
Perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun non fisik.
Perkembangan itu umumnya berlangsung secara sistematis, progresif dan berkelanjutan. Di
sini akan dibahas dimensi perkembangan individu yang melandasi Taksonomi Bloom, yaitu
dimensi perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif atau perkembangan kapasitas nalar
otak (inteligensi) berlangsung sangat pesat sampai masa remaja. Setelah itu cenderung
stagnan atau berangsur menurun kesehatannya seiring dengan pertambahan usia.
Dalam Danim (2011) menerangkan bahwa menurut Pieget (1896-1980) terdapat
empat tahap perkembangan kognitif manusia:
a. Tahap Sensorimotorik (0-2 tahun) Tahap ini, anak mengenal lingkungannya dengan
kemampuan sensorik dan motorik yaitu dengan mempergunakan sistem penginderaan.

94
Kemampuan anak terbatas pada gerak refleks, bahasa awal, waktu sekarang dan ruang yang
dekat (Sukmadinata, 2010).
b. Tahap Pra Operasional (2-7 tahun) Kemampuan anak menggunakan simbol, bahasa (mulai
berkembang), dan konsep sederhana. Kemampuan menerima rangsangan yang sifatnya
terbatas dan belum mampu berpikir abstrak serta persepsi ruang dan waktu masih terbatas.
c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun) Pada tahap ini, anak dapat mengembangkan
penalaran logis, meskipun terkadang memecahkan masalah secara trial and error. Anak-anak
usia sekolah dasar mempunyai kemampuan yang termasuk kategori ini (Dimyati, 2006). Pada
tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret.
d. Tahap Operasional Formal (11- ke atas) Fase ini, kemampuan berpikir lebih abstrak dan
logis. Anak mampu berpikir lebih sistematis dalam memecahkan berbagai masalah (Danim,
2002).

Taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl

Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang
biasa sering dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan
masalah standar evaluasi atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah
kurikulum. Taksonomi kognitif Bloom awalnya terdiri dari enam tingkatan kognitif, yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Anderson dan Krathwohl lalu merevisinya dari
satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan
dimensi pengetahuan (types of knowledge). (Anderson, 2001)
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom ranah kognitif.
Anderson menklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu ingatan
(remember), pemahaman (understand), aplikasi (apply), analisis (analyze), evaluasi
(evaluate), dan kratifitas (create). Dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual
knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi
(metacognitive knowledge).
Begitu besar implikasi teori kognitif dan pengembangan keterampilannya di dalam dunia
pembelajaran. Anderson dan Krathwohl sendiri mengakui bahwa hasil revisinya merupakan
kontribusi dari advances in cognitive theory. Namun, yang sangat menarik dari kasus revisi
taksonomi tersebut adalah, Anderson dan Krathwohl ingin lebih menampakkan atau

95
mempertegas ’dimensi proses’ yang menjadi prinsip teori kognitif., yaitu bagaimana sebuah
pengetahuan itu diproses dalam otak manusia. Selain itu, keduanya juga lebih memperinci
dan mengklasifikasikan pengetahuan dalam beberapa tipe. Di sinilah, interkoneksi antara dua
dimensi tersebut bersinergi dan dalam posisi tertentu akan mengindikasikan kerumitan
tertentu pula, baik dalam proses maupun dalam jenis pengetahuannya. (Anderson, 2001)
Taksonomi Bloom dua dimensi merupakan hasil revisi Lorin W.Andersonterhadap
taksonomi Bloom satu dimensi. Menurut Lorin W. Anderson suatu pernyataan tentang tujuan
pembelajaran memuat kata kerja (a verb) dan kata benda (anoun). Kata kerja secara umum
mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan terbentuk sebagai dampak dari suatu proses
pembelajaran. Sedangkan kata benda secara umum mendeskripsikan jenis pengetahuan yang
diharapkan dapat dikonstruksioleh peserta didik. Dengan demikian sebuah tujuan
pembelajaran selalu memuat dimensi proses kognitif dan dimensi jenis pengetahuan.
Selanjutnya model taksonomi tujuan pembelajaran ini disebut dengan taksonomi Bloom dua
dimensi..Dimensi pertama model taksonomi ini adalah dimensi proses kognitif.Dimensi
proses kognitif memuat enam kategori yaitu: ingatan (remember),pemahaman (understand),
penerapan (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate)dan kreativitas (create). Klasifikasi
ini bersifat hierarkis dan kontinyu. Hierarki dan kekontinuan dimensi proses kognitif
diasumsikan berdasarkan klompleksitas kognitif, yaitu pemahaman lebih kompleks dari
ingatan, penerapan lebih kompleks dari pemahaman dan seterusnya.Dimensi kedua model
taksonomi ini adalah dimensi jenis pengetahuan.Dimensi jenis pengetahuan memuat empat
kategori, yaitu pengetahuan faktual(factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual
knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge). Klasifikasi ini ditempatkan berdasarkan asumsi bahwa proses
kognitif bermula dari konkret (factual) ke abstrak (metakognitif).Berdasarkan uraian diatas,
maka yang dimaksud taksonomi Bloom dua dimensi dalam penelitian ini adalah taksonomi
Bloom hasil revisi yang memandang tujuan pembelajaran dari dua dimensi, yaitu dimensi
“proses kognitif” dan dimensi“jenis pengetahuan”. (Anderson, 2001)

96
Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos
yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarkhi dari sesuatu atau prinsip yang
mendasariklasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadiansampai
pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi Konsep
Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog
bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi,
pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan
sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan
kemampuan fisik. (Utari,2012)

Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan


tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang
harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga
mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan
terbaiknya
sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya. Untuk
lebih mudah memahami taksonomi bloom, maka dapat dideskripsikan dalam dua pernyataan
di bawah ini:

 Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu


mengenai konsep itu.
 Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika
tanpa terlebih dahulu memahami isinya

97
Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman
serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001
dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada
kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara
hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir
analisis dan sintesis diintegrasikan menjadianalisis saja. Dari jumlah enam kategori pada
konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu
creating yang sebelumnya tidak ada. ( Anderson,2001)

Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki
kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti
terurai di bawah ini

 Mengingat : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan,


mengulangi , menemukan kembali dsb.
 Memahami : menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan,
menjelaskan, mebeberkan dsb.
 Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,
mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb
 Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan,
membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.
 Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
mebenarkan, menyalahkan, dsb.
 Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan,
membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb.

Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan
suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat
dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah :

 Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya


terlebih dahulu
 Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu

98
 Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau
menilai
 Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui

Mungkin banyak orang bertanya mengapa buku hebat Taksonomi Bloom harus
direvisi? Ada beberapa alasan mengapa Handbook Taksonomi Bloom perlu direvisi, yakni:
pertama, terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada
handbook, bukan sekedar sebagai dokumen sejarah, melainkan juga sebagai karya yang
dalam banyak hal telah “mendahului” zamannya (Rohwer dan Sloane, 1994). Hal tersebut
mempunyai arti banyak gagasan dalam handbook Taksonomi Bloom yang dibutuhkan oleh
pendidik masa kini karena pendidikan masih terkait dengan masalah-masalah desain
pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum standar, dan asesmen autentik.
(Dejong, M. 1996)
Alasan kedua adalah adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuanpengetahuan
dan pemikiran-pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.
Masyarakat dunia telah banyak berubah sejak tahun 1956, dan perubahan-perubahan ini
mempengaruhi cara berpikir dan praktik pendidikan. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan ini
mendukung keharusan untuk merevisi handbook Taksonomi Bloom. .(Dejong, M. 1996)
Alasan yang ketiga adalah taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus
yang menjadi dasar untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan pendidikan. Sebuah rumusan
tujuan pendidikan seharusnya berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerjanya
umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan dan kata bendanya
mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Taksonomi Bloom hanya
mempunyai satu dimensi yaitu hanya kata benda. Menurut Tyler (1994) rumusan tujuan yang
paling bermanfaat adalah rumusan yang menunjukkan jenis perilaku yang akan diajarkan
kepada siswa dan isi pembelajaran yang membuat siswa menunjukkan perilaku itu.
Berdasarkan hal tersebut rumusan tujuan pendidikan harus memuat dua dimensi yaitu
dimensi pertama untuk menunjukkan jenis perilaku siswa dengan menggunakan kata kerja
dan dimensi kedua untuk menunjukkan isi pembelajaran dengan menggunakan kata benda. .
(Dejong, M. 1996)
Alasan keempat yaitu proporsi yang tidak sebanding dalam penggunaan taksonomi
pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan taksonomi

99
pendidikan untuk asesmen. Pada taksonomi Bloom lebih memfokuskan penggunakan
taksonomi pada asesmen. (Dejong, M. 1996)
Alasan yang kelima adalah pada kerangka pikir taksonomi karya Benjamin Bloom
lebih menekankan enam kategorinya (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi) daripada sub-subkategorinya. Taksonomi Bloom menjabarkan enam kategori
tersebut secara mendetail, namun kurang menjabarkan pada subkategorinya sehingga
sebagian orang akan lupa dengan sub-subkategori taksonomi Bloom. .(Dejong, M. 1996)

Alasan keenam adalah ketidakseimbangan proporsi subkategori dari taksonomi


Bloom. Kategori pengetahuan dan komprehensi memiliki banyak subkategori namun empat
kategori lainnya hanya memiliki sedikit subkategori. .(Dejong, M. 1996)

Alasan ketujuh adalah taksonomi Bloom versi aslinya lebih ditujukan untuk dosen-
dosen, padahal dalam dunia pendidikan tidak hanya dosen yang berperan untuk
merencanakan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah
revisi taksonomi yang dapat lebih luas menjangkau seluruh pelaku dalam dunia
pendidikan.Perubahan taksonomi dari kata benda (dalam taksonomi Bloom) menjadi kata
kerja (dalam taksonomi revisi). Perubahan ini dibuat agar sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan. Tujuan-tujuan pendidikan mengindikasikan bahwa siswa akan dapat melakukan
sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu (kata benda). Kategori pengetahuan dalam taksonomi
Bloom berubah menjadi mengingat. Bentuk kata kerja mengingat mendeskripsikan tindakan
yang tersirat dalam kategori pengetahuan aslinya; tindakan pertama yang dilakukan oleh
siswa dalam belajar pengetahuan adalah mengingatnya. Kategori pemahaman menjadi
memahami. Pemahaman merupakan tingkat memahami yang paling rendah. Pemahaman
terbatas pada hanya memahami tentang apa yang sedang dikomunikasikan tanpa
menghubungkannya dengan materi lain. Perubahan dari pemahaman menjadi memahami
karena dalam pemilihan nama-nama kategori, mempertimbangkan keluasan pemakaian istilah
tersebut oleh banyak guru. .(Dejong, M. 1996)

Kategori aplikasi menjadi mengaplikasikan. Dalam kategori ini hanya terjadi


perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. Kategori analisis menjadi menganalisis.
Dalam kategori ini hanya terjadi perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. Kategori
sintesis menjadi mencipta. Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi
sebuah kesatuan yang koheren dan fungsional yang akhirnya dapat menghasilkan sebuah
produk baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sintesis hanya terbatas pada memadukan
100
elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk satu kesatuan dengan melibatkan proses
mengolah potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen dan mengatur serta
memadukan sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah pola atau struktur yang
sebelumnya tidak jelas. Kategori evaluasi menjadi mengevaluasi. Dalam kategori ini hanya
terjadi perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. .(Dejong, M. 1996)

Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu


dimensi pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap dipertahankan dalam
taksonomi revisi namun berubah menjadi dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap
kategori-kategori dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus
dipelajari oleh siswa. Taksonomi revisi memiliki dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan
dimensi kognitif proses. .(Dejong, M. 1996)

Urutan sintesis dan evaluasi ditukar. Taksonomi revisi mengubah urutan dua kategori proses
kognitif dengan menempatkan mencipta sebagai kategori yang paling kompleks. Kategori-
kategori pada taksonomi Bloom disusun menjadi sebuah hierarki kumulatif yang berarti
penguasaan kategori yang lebih kompleks mensyaratkan penguasaan semua kategori di
bawahnya yang kurang kompleks. Penelitian-penelitian kemudian memberikan bukti-bukti
empiris bahwa hierarki kumulatif hanya berlaku pada tiga kategori tengahnya yakni
pemahaman, aplikasi, dan analisis, tetapi tidak pada dua kategori terakhir (sintesis dan
evaluasi). Penelitian membuktikan sintesis merupakan kategori yang lebih kompleks daripada
evaluasi.

101
Semakin kuat dirimu semakin banyak yang ingin
melemahkanmu,semakin besar dirimu,semakin
banyak yang ingin mengerdilkanmu,semakin
besar dirimu,semakin banyak yang ingin
mengekangmu,semakin kau menjadi
dirimu,semakin banyak yang ingin menjadi
dirimu

102
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2003), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi dan Safruddin A. Jabar (2004). Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman
Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Matondang,Zulkifli 2009. Evaluasi Pembelajaran, Medan : Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan.

103

Anda mungkin juga menyukai