Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Gito Supriadi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palangka Raya
Jl. G. Obos Komplek Islamic Center Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah 73112
Email: gito.supriadi@iain-palangkaraya.ac.id
ABSTRACT

Evaluation of Islamic education is a way or technique of evaluating the behavior of


learners based on the standard calculation is comprehensive of all aspects of mental life of the
psychological, spiritual and religious students. Because private figure desired by Islamic
education is not just being religious person, but also has a skilled science and capable of
charity and devotion to God and society.
Evaluation of Islamic education is making a number of decisions related to Islamic
education in order to see to what extent the success of education in line with Islamic values as
the goal of Islamic education it self. Evaluation of the position of Islamic education is at a
strategic place, which is an important task in a series of educational activities to be
implemented by educators, to determine the extent to which the lessons and knowledge that
was presented to the learner, while referring to the evaluation system outlined of Allah SWT
in al-Qur'an. Evaluation function of which is to serve as selekstif, diagnostic, placement, and
as a measure of the success of the learning process. In order for the evaluation function can be
run according to the required target evaluation purposes, namely in terms of ability, in terms
of personality and in terms of attitude.

A. Pendahuluan

Pekerjaan mengevaluasi memang bukan pekerjaan yang menyenangkan. Bagi para

guru, dosen dan pelaku penyelenggara pendidikan, tentu pernah mempunyai pikiran

bahwa mengajar jauh lebih menyenangkan daripada mengevaluasi, terlebih dalam hal

mengoreksi hasil ujian siswa atau mahasiswa. Keluhan tentang beratnya melakukan

evaluasi tersebut memang cukup beralasan, karena untuk melaksanakan prosedur

penilaian yang obyektif dan akurat manuntut banyak waktu, usaha dan kerja keras.

Meskipun demikian, usaha tersebut bukan hal yang sia-sia, melainkan pekerjaan yang

sarat dengan manfaat dan sangat penting.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari evaluasi yang obyektif dan akurat

tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, jaminan bahwa kerja keras guru/dosen

seimbang dengan kerja keras dan susah payah mahasiswa dalam memperoleh nilai yang
1
baik. Kedua, ujian-ujian yang disusun secara baik dapat digunakan mahasiswa untuk

mengetahui materi mana yang telah mereka kuasai dan pengetahuan mana yang belum

mereka pahami. Mahasiswa atau siswa dapat menggunakan hasil ujian mereka untuk

mengetahui materi mana yang harus mereka tinjau ulang sebelum pindah ke materi yang

lebih sulit. Ketiga, dosen atau guru dapat mengeveluasi kualitas pengajarannya dengan

cara menganalisis kesalahan jawaban siswa/mahasiswa dalam ujian. Apakah kesalahan

siswa/mahasiswa merupakan representatif dari kekurangan mengajar dosen/guru dalam

materi tersebut, atau adakah bidang materi lain yang disampaikan dengan lebih baik atau

diterangkan dengan lebih jelas sehingga siswa/mahasiswa banyak yang meraih nilai yang

baik di bidang tersebut. Semua itu dapat dilakukan oleh seorang guru / dosen apabila telah

memahami betapa pentingnya evaluasi dan menggunakan evaluasi tersebut secara

obyektif dan akurat.

Untuk memberikan bekal dalam memahami betapa pentingnya evaluasi dalam

rangka melaksanaan evaluasi pendidikan, berikut penulis paparkan arti evaluasi,

kedudukan evaluasi, fungsi evaluasi dan sasaran evaluasi dalam pendidikan Islam.

B. Evaluasi Pendidikan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation yang berarti tindakan atau

proses untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses

untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan.7

Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah imtihan yang berarti ujian. Dan

dikenal pula dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses

pendidikan.2

7
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar evaluasi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara, Cet.ke-10, 1993, h. 1
2 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara: cet. Ke-1, 1991, h. 247
2
Dari segi istilah evaluasi dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi

yang ada dengan kriteria tertentu karena evaluasi adalah proses mendapatkan informasi

dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.3

Jika kata evaluasi tersebut dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapar

diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu

terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Untuk itu evaluasi

pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa dalam suatu

jenjang pendidikan tertentu, melainkan juga berkenaan dengan penilaian terhadap

berbagai aspek yang mempengaruhi proses belajar siswa tersebut, seperti evaluasi

terhadap guru, demikian, pada umumnya evaluasi pendidikan labih diarahkan pada upaya

untuk mengetahui dengan jelas dan obyektif terhadap hasil belajar yang kurikulum,

metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Namun dilakukan oleh suatu

lembaga pendidikan. Pengertian seperti ini memang ada benarnya juga, karena tujuan

akhir dari suatu kegiatan pendidikan biasa diarahkan kepada keberhasilan yang dicapai

oleh peserta didik setelah mereka mengikuti kegiatan belajar.

Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lainnya yang hampir berkedekatan, yaitu

pengukuran dan penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung mengartikan ketika

kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memakainya hanya

tergantung dari kata mana yang siap untuk diucapkan. Tetapi sementara yang lain

membedakan ketiga istilah tersebut. Dan untuk memahami apa persamaan, perbedaan

ataupun hubungan antara ketiganya, menurut suharsimi Arikunto dapat dipahami melalui

contoh-contoh di bawah ini.

1. Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh
memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu kita akan memilih

3 A. Tabrani Rusyan dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.
Ke-2, 1992
3
yang panjang. Kita tidak memilih yang pendek kecuali ada alasan yang sangat
khusus.
2. Pasar merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan
membeli. Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan
memilih dahulu mana barang yang lebih baik menurut ukurannya. Apabila ia ingin
membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, halus kulitnya. Semuanya itu
dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya jenis jeruk-jeruk yang
demikian rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau dan kulitnya
agak kasar, biasanya rasanya masam.4

Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan,

perlu mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang akan dipilih. Dalam contoh

pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang, sedangkan pada contoh kedua kita

menentukan dengan perkiraan jeruk yang baik, yaitu yang rasanya manis.

Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukuran lebih dahulu.

Jika ada penggaris maka sebelum menentukan mana pensil yang lebih panjang, kita ukur

terlebih dahulu kedua pensil tersebut. Dan setelah mengetahui berapa panjang masing-

masing pensil itu, kita mengadakan penilaian dengan melihat perbandingan panjang antara

kedua pensil tersebut. Dengan demikian barulah kita dapat mengatakan : inilah pensil

yang panjang dan ini pensil yang pendek. Pensil yang panjang itulah yang akan diambil.

Selanjutnya untuk dapat menentukan penilaian mana jeruk yang manis, kita tidak

menggunakan ukuran manis, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning dan halus

kulitnya. Ukuran ini tidak mempunyai wujud seperti kayu penggaris yang sudah tertera

angka-angka, tetapi diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga mengukur,

yakni membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu, setelah itu kita

menilai, menentukan pilian mana jeruk yang paling memenuhi ukuran itulah yang kita

beli.

4 Suharsimi Arikunto, h. 1
4
Dengan demikian, kita mengenal dua macam ukuran, yakni ukuran yang standar

(meter, kilogram, takaran dan sebagainya), ukuran tidak standar (depa, jengkal, langkah

dan sebagainya), dan ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalaman, seperti pengalaman

dalam menentukan jeruk yang baik kualitasnya.

Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang diatas itulah yang

disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan

penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran. Mengukur adalah membandingkan

sesuatu dengan satu ukuran dan sifatnya adalah kuantitatif, sedangkan menilai adalah

mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk, dan sifatnya

adalah kualitatif. Selanjutnya mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut yakni

mengukur dan menilai.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu

kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran dan penilaian terhadap keberhasilan

pendidikan dari berbagai aspek yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.

Jika dikaitkan dengan pendidikan Islam maka makna evaluasi dalam pendidikan

Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam

guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai ajaran

Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.

C. Kedudukan Evaluasi Pendidikan

Evaluasi pendidikan mamiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari

kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan

pendidikan.5

5 Drs. H. Abuddin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, Cet. Ke-1 h. 134
5
Ajaran Islam juga menaruh perhatian besar terhadap evaluasi tersebut. Allah SWT

dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci al-Qur’an memberitahukan kepada kita

bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting

dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini

misalnya dapat dipahami dari ayat yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya ke para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.” Mereka
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah
engkau ajarkan kepada kami”. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.6

Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam

ayat tersebut telah bertindak sebagai guru yang memberikan pelajaran, kepada Nabi Adam

as. Kedua, para malaikat karena tidak dapat menyebutkan nama-nama benda (ajaran) yang

pernah diberikan kepada Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT telah meminta kepada Nabi

Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterimanya di hadapan para malaikat.

Keempat, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa materi evaluasi atau materi yang diujikan

haruslah materi yang pernah diajarkannya.

Selanjutnya Nabi Sulaiman pernah mengevaluasi kejujuran seekor burung Hud-

hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan yang diperintahkan oleh seorang

wanita cantik, yang dikisahkan dalam ayat berikut ini :

Artinya : Berkata Sulaiman: “Akan kami lihat (evaluasi) apakah kamu benar ataukah
kamu termasuk orang-orang yang berdusta.7

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan evaluasi dalam

pendidikan Islam mendudukan tempat yang strategis, yaitu merupakan tugas penting

6 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press, Edisi Revisi 1992, surat al-Baqarah
ayat 31-32, h. 14
7Ibid, surat an-Naml ayat 27, h. 596
6
dalam rangkaian kegiatan pendidikan yang harus dilaksanakan oleh pendidik, guna

mengetahui sejauh mana pelajaran dan pengetahuan yang telah disampaikan kepada

peserta didik, dengan tetap mengacu kepada sistem evaluasi yang digariskan Allah SWT

dalam al-Qur’an.

D. Fungsi Evaluasi Pendidikan

Evaluasi dalam proses belajar mengajar merupakan komponen yang penting dan

tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses. Kepentingan evaluasi tidak hanya

mempunyai makna bagi proses belajar siswa, tetapi juga memberikan umpan balik

terhadap program secara keseluruhan. Oleh karena itu, inti evaluasi adalah pengadaan

informasi bagi pihak pengelola proses belajar mengajar untuk membuat macam-macam

keputusan. Dalam hal ini A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan, mengatakan bahwa

evaluasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang


meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya di mana segi-segi yang
sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan
sebanyak mungkin dihindari.
3. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengukur keberhasilan proses belajar
mengajar; bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang
diberikan dan dikuasainya; dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
5. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.
Fungsi tersebut di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa setiap kegiatan

belajar mengajar dapat diketahui hasilnya melalui evaluasi.

Selain itu evaluasi juga berfungsi dalam beberapa hal sebagai berikut :

a. Evaluasi berfungsi sebagai selektif

7
Dengan mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi

atau penilaian terhadap siswanya. Evaluasi itu sendiri mempunyai berbagai tujuan,

antara lain :

1) untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu;

2) untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya;

3) untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa;

4) untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.

b. Evaluasi berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka

dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu

diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan evaluasi,

sebenarnya guru mengadakan diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan

kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan itu, akan lebih mudah dicari

cara untuk mengatasinya.

c. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan

Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara Barat adalah sistem belajar

sendiri. belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar,

baik itu berbentuk modul maupun paket belajar lainnya. Sebagai alasan dari timbulnya

sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual.

Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajaran

akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Tetapi,

disebabkan keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual

kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani

perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan

8
dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, maka perlu

evaluasi. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama akan berada

dalam kelompok yang sama dalam belajar.

d. Evaluasi sebagai pengukur keberhasilan

Fungsi keempat dari penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana

suatu program berhasil diterapkan. Seperti diketahui bahwa keberhasilan program

ditentukan oleh beberapa faktor, misalkanfaktor guru, metode mengajar, kurikulum,

sarana dan sistem administrasi.

Adapun tujuan evaluasi menurut ajaran Islam, berdasarkan pemahaman terhadap

ayat-ayat al-Qur’an antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

1) untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam


problema kehidupan yang dialaminya;
2) untuk mengetahui sampai di mana atau sejauh mana hasil pendidikan wahyu yang
telah ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya;
3) untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan
manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi Allah, yaitu yang
paling bertaqwa kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman dan ketaqwaannya
dan manusia yang ingkar kepada ajaran Islam.8

Untuk mengetahui sejauh mana kuatnya iman seseorang, Allah SWT terkadang

mengevaluasinya melalui berbagai cobaan yang besar. Allah SWT berfirman :

Artinya : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan :
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” 9

Pada ayat lain Allah menggunakan evaluasi dengan kata bala yang berarti

cobaan, sebagaimana terlihat pada ayat yang berbunyi :

8 Drs. H. Abuddin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam I h. 138


9 Depag RI, Op Cit, surat al-Ankabut ayat 2-3, h. 628
9
Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.10

Dengan demikian, pekerjaan evaluasi Allah pada hakikatnya adalah bersifat

mendidik hamba-Nya agar sadar terhadap fungsinya selaku hamba-nya, yaitu

menghambakan diri hanya kepada-Nya.

Sistem evaluasi Allah yang tersebut dalam al-Qur’an adalah bersifat makro dan

universal dengan menggunakan teknik testing mental atau psikotes, sedangkan dalam

sunnah Nabi sistem evaluasi yang bersifat mikro adalah untuk mengetahui kemajuan

belajar manusia termasuk Nabi sendiri. hal ini bisa dipahami dari kisah kedatangan

Malaikat Jibril kepada Nabi untuk menanyakan tentang rukun Islam, rukun iman dan

ihsan yang kemudian dijawab oleh Nabi dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa

Jibril pernah melakukan evaluasi terhadap apa yang diajarkan kepada Nabi

Muhammad SAW, dan Nabi berhasil menjawab evaluasi tersebut dengan baik.

E. Sasaran Evaluasi
Langkah yang harus ditempuh oleh guru dalam mengadakan evaluasi ialah

menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi ini penting

diketahui supaya memudahkan guru dalam menyusun alat-alat evaluasinya. Sasaran atau

obyek evaluasi pendidikan dimaksud ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan

atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena

pihak penilai (evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses

pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui sasaran dari

evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi, yaitu dari segi input,

transpormasi dan output, di mana input kita anggap sebagai “bahan mentah yang akan

10 Ibid, surat al-Baqarah ayat 155, h. 39


10
diolah”, transpormasi kita anggap sebagai “dapur tempat mengolah bahan mentah”, dan

output kita anggap sebagai “hasil pengolahan yang dilakukan di dapurdan siap untuk

dipakai”. Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah,

input atau bahan mentah yang siap untuk diolah, tidak lain adalah para calon peserta

didik.11

Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yakni :

1. Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, misalkan perhatian,
keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar-mengajar.
2. Segi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam
proses belajar-mengajar.
3. Segi-segi yang menyangkut proses belajar-mengajar dan mengajar itu sendiri, yaitu
bahwa proses belajar-mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab
baik tidaknya proses belajar-mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar
yang dicapai oleh murid.12

Dari ketiga sasaran tersebut di atas harus dievaluasi secara menyeluruh, artinya

jangan hanya dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus dinilai

dari segi-segi perubahan tingkah laku dalam proses belajar-mengajar.

F. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Evaluasi dalam pendidikan Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang

berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan

yang selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu

sendiri.

2. Kedudukan evaluasi dalam pendidikan Islam mendudukan tempat yang strategis, yaitu

merupakan tugas penting dalam rangkaian kegiatan pendidikan yang harus

dilaksanakan oleh pendidik, guna mengetahui sejauh mana pelajaran dan pengetahuan

yang telah disampaikan kepada peserta didik, dengan tetap mengacu kepada sistem

evaluasi yang digariskan Allah SWT dalam al-Qur’an.

11 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 Cet.ke-1, h. 25
12 A. Tabrani Rusyan, Op.Cit., h. 218
11
3. Fungsi evaluasi diantaranya adalah berfungsi sebagai selekstif, diagnostik,

penempatan dan sebagai pengukur keberhasilan proses pembelajaran.

4. Agar fungsi evaluasi tersebut dapat berjalan sesuai tujuan maka diperlukan sasaran

evaluasi, yaitu segi kemampuan, segi kepribadian dan segi sikap.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997,

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996

A. Tabrani Rusyan dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja
Rosda Karya, 1992

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press, Edisi Revisi 1992

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara: 1991

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar evaluasi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara, 1993

12

Anda mungkin juga menyukai