Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran
Disusun Oleh :
kelompok 3
Ramadhandi (0301181043)
MEDAN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah yang maha esa yang telah
memberikan nikmat keshatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam tepat pada waktunya, sholawat berangkaikan salam semoga tercurahkan
kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi utusan dan manusia pilihan-Nya
sebagai penyampai, pengamal, hingga penafsir pertama al-qur’an. Yang membawa kitab
pusaka, yang menjadi penerang bagi seluruh ummat dan merupakan penyempurna kitab-kitab
sebelumya.
Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
ikut turut membantu dalam menyelsaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Terutama kepada dosen Teori Belajar dan Pembelajaran bapak Zulfadli
Lingga S.Sos.I.,M.Psi.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan teman-
teman sekalian sehingga dapat memetik isi yang terkandung di dalamnya. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu, segala kritik dan saran yang
membangun akan kami terima demi kesempurnaan diskusi dan ilmu pengetahuan selanjutnya
di masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selain itu juga banyak guru yang belum berdaya untuk menciptakan suasana belajar
yang memungkinkan siswa berpikir inovatif, kreatif, bertanggungjawab, dan memberi
peluang bagi siswa untuk menjelajahi idenya yang imajinatif. Oleh sebab itu perlu adanya
sebuah model pembelajaran untuk membengkitkan semangat peserta didik agar aktif kreatif
inovatif dan efektif dalam kegiatan belajar mengajarnya
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pembelajaran Berbasis Masalah
2. Untuk Mengetahui Pembelajaran Kooperatif
3. Untuk Mengetahui Pembelajaran Afektif
BAB II
PEMBAHASAN
Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Oleh karena itu, materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pembelajaran yang
bersumber pada buku saja, tetapi juga pada sumber- sumber lain seperti peristiwa-peristiwa
tertentu.2 Menurut Yamin, strategi pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi
pembelajaran inovatif yang memberi kondisi aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia
nyata.3 Hali ini sejalan dengan pendapat Sanjaya, bahwa belajar bukan semata-mata proses
menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan
lingkungannya.4
1
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning, (Jakarta : Prenada Media Group, 009),
hal 26
2
Rusmono, Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012),
hal 78
3
Martinis Yamin, Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran, (Jakarta : Referensi, 2013), hal 62
4
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta : Kencana, 2007), hal
213
proses penyelesaian ilmiah yang harus dilakukan oleh siswa berupa penyajian suatu peristiwa
yang terjadi. Selanjutnya masalah harus dipecahkan dengan mengeksplor pengetahuan dan
pengalaman siswa sehingga siswa dapat belajar berpikir kritis dan menuntut siswa untuk
memecahkan masalah secara mandiri ataupun secara berkelompok.
Setiap strategi pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh
guru dan siswa, dalam suatu kegiatannya memiliki sintaks terstruktur dalam pelaksanaannya.
Menurut Trianto, langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.5
5
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007),
hal 98
a. Merumusukan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai
sudut pandang.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai
dengan dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
Dalam dunia pendidikan, kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai pembelajaran yang
telah dirumuskan bersama.salah satu strategi model pembelajaran kelompok adalah strategi
pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Slavin dalam wina sanjaya mengemukakan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar peserta
didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan social, menumbuhkan sikap
menerima kekurangan diri dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.7
Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan peserta didik dalam belajar berfikir,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
6
John Dewey dalam Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta :
Kencana, 2007), hal 217
7
Slavin dalam Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta :
Kencana, 2007), hal 242
penilaian dilakukan terhadap kelompok, tiap kelompok akan mendapat penghargaan yang
berbeda tergantung hasil belajar masing-masing kelompok.
a. Guru menekankan pentingnya usaha pesera didik secara kolektif disamping usaha
individual dalam belajar.
b. Gurur menghendaki seluruh peserta didik (bukan peserta didik yang pandai saja)
untuk memperoleh perhatian dalam belajar.
c. Guru ingin menanamkan bahwa peserta didik dapat belajar dari teman lainnya dan
belajar dari bantuan orang lain.
d. Guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi peserta didik
sebagai bagian dari kurikulum.
e. Guru menghendaki meningkatkan motivasi peserta didik dan menambah tingkat
partisipasi mereka.
f. Guru menghendaki berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memecahkan
masalah dan menemukan solusi pemecahan masalah, sabagai strategi pembelajaran
berorientasi proses pendidikan.8
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
8
Chomaidi dan Salamah, Pendidikan dan Pengajaran : Strategi Pembelajaran Sekolah, (Jakarta : PT. Grasindo,
2018), hal 250
Pebelajaran berdasarkan manajemen koperatif mengandung makna bahwa fungsi
pelaksanaannya menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan melalui langkah-langkah pembelajaran yang ditentukan atas dasar
kesepakatan bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pkerjaan bersama antar anggota kelompok. Oleh karena itu, perlu diatu tugas dan
tanggung jawab setiap anggota kelompok.
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang
juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang
perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Aspek afektif
tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja
berkelompok. Afektif dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut
atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan, dan emosi yang mempunyai gaya atau makna
yang menunjukan perasaan.10
Perasaan (feeling) dan Emosi (emotion) merupakan dua keadaan yang bersifat
sementara dalam kehidupan individu. Keduanya bagian integral dari keseluruhan aspek psikis
individu (manusia). Namun, emosi mempunyai arti yang agak berebda dengan perasaan,
emosi lebih kompleks dibandingkan perasaan. Dengan kata lain perasaan merupakan bagian
dari emosi. Emosi dapat difenisikan sebagai suatu perasaan yang timbul melebihi batas
9
Ibid, hal 251
10
Sunarto dan Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Renika Cipta, 1999), hlm 35
sehingga kadang-kadang tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan hubungan peribadi
dengan dunia luar menjadi putus.11
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia.
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik seperti marah
yang ditunjukan dengan teriakan suara keras atau tingkah laku yang lain. Emosi merujuk
kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis,
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.12
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yng idmiliki seseorang. Sikap merupakan
refleksi dari nilai yang dimiliki, pendidikan sikap pada dasarnya pendidikan nilai yng
merupakan suatu konsep dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di
dalam dunia empiris.
Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk,indah dan
tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan sebagainya. Nilai pada dasarnya
merupakan standar prilaku individu, ukuran yang menentukan atau criteria seseorang tentang
baik dan tidak baik. Nilai ppendidikan sangat berkaitan dengan kepatuhan dalam tingkah laku
seseorang dalam kemampuannya yang tidak terlepas dengan kepatuhan kedisiplinan sesuai
dengan tujuan pendidikan.13
2. Karakteristik Afektif
Manusia memiliki berbagai karakteristik, yaitu kualitas yang menunjukan cara-cara
khusus dalam berfikir, bertindak, dan merasakan dalam berbagai situasi. Karekteristik ini
sering dikelompokan menjadi tiga katagori utama. Pertama, karakteristik kognitif, karakter
yang berhubungan dengan cara berfikir yang khas. Kedua karateristir psikomotor, karateristik
yang berhubungan dengan cara bertindak khas. Ketiga, karakteristik afektif, yaitu cara-cara
yang khas dalam merasakan atau mengungkapkan emosi.
Manusia cenderung memiliki cara khas dalam merasakan. Bebrapa orang cenderung
berperasan positif, sedangkan yang lain cenderung berperasan negative. Untuk memahami
ranah afektif, kita harus memusatkan perhatian pada perasaan dan emosi yang khas tersebut.
11
Nana Syaodih Sukmadinata., Landasan Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1978), hlm 138
12
Ibid. hlm. 139.
13
Sanjaya, Op. Cit, hal 229
Karakteristik afektif memiliki beberapa kriteria. Pertama, harus melibatkan emosi seseorang.
Kedua harus bersifat khas. Ketiga, merupakan kriteria yang bersifat spesifik, spesifik berarti
harus memiliki intensitas, arah dan target (sasaran). Yang dimaksud dengan intensitas adalah
tingkat atau kekuatan perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat daripada yang lain. Misalnya
“sayang” lebih kuat daripada “suka. Arah perasaan dapat dibedakan menjadi positif dan
negative. Misalnya, senang adalah perasaan yang baik atau positif, sedangkan benci
merupakan perasaan yang buruk atau negative.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Pada dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa
kanak-kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada
masa anak-anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil
kongkret, sedangkan pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi
marah jika dikatakan sebagai kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak
cintanya. Pelampiasan emosi pada remaja tidak lagi dalam bentuk yang meledak-ledak dan
tidak terkendali seperti menangis keras atau bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat dalam
gerakan tubuh yang ekspresif, tidak mau bicara atau melakukan kritik terhadap objek
penyebab. Perilaku semacam ini disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi yang
dilakukan remaja dan biasanya tercapai kematangan emosional pada akhir masa remaja.14
14
Suyudi, Psikologi Belajar, (Yogyakarta : Bintang Pustaka Abadi, 2010), hlm 95
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
5. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan pengawasan terbatas pada aspek reaksi.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan15
15
Ibid, hlm 100
Kesimpulan
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang
juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang
perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Aspek afektif
tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja
berkelompok. Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan
emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain :
e. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan pengawasan terbatas pada aspek reaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. T. 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning. Prenada Media
Group. Jakarta.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Ghalia
Indonesia. Bogor.
Yamin, Martinis. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Referensi. Jakarta.
Chomaidi dan Salamah. 2018. Pendidikan dan Pengajaran : Strategi Pembelajaran Sekolah
PT. Grasindo. Jakarta.
Sunarto dan Agung Harton. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Renika Cipta. Jakarta.