Anda di halaman 1dari 17

KEGIATAN BELAJAR 3:

KAJIAN SEJARAH KEBUDAYAAN


ISLAM DI MADRASAH

Capaian Pembelajaran Mata


Kegiatan
Menganalisis Nilai-nilai dalam Pembelajaran
Materi Sejarah Kebudayaan Islam

Subcapaian Pembelajaran Mata


Kegiatan
Menganalisis Kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam

Mendeskripsikan Pengertian Sejarah Kebudayaan


Islam dalam Kurikulum Merdeka Madrasah

Menganalisis Nilai-nilai dalam Pembelajaran Materi


Sejarah Kebudayaan Islam

A. Kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.


Salah satu kritik terhadap Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di
Madrasah adalah stigma menghafal. Belajar SKI berarti harus menghafal materi-
materi Sejarah Kebudayaan Islam. Rumusan SKI dalam kurikulum 1973, 1976, 1994,
misalnya memang berorientasi materi. Bahkan dalam Kurikulum 2004 dan 2006
meskipun berorientasi kompetensi, tetapi nilai afeksinya sangat sedikit. Kritik ini
beralasan karena secara prakteknya, SKI sering diajarkan hanya bersifat informatif
saja atau hafalan. Meskipun secara normatif, Sejarah Kebudayaan Islam di
madrasah bertujuan menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik dalam
memahami peristiwa sejarah dan produk peradaban Islam, menghargai para tokoh
perilaku sejarah dan pencipta peradaban itu yang membawa kemajuan dan
kejayaan Islam, sehingga tertanam nilai-nilai kepahlawanan, kepeloporan dan
kreativitas. Baru kemudian pada kurikulum 2013 aspek afeksi dalam mata pelajaran
SKI ditekankan melalui kompetensi inti yaitu menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya serta memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan

44
guru. Pada kurikulum Merdeka kembali diperkuat aspek afeksi melalui ruang
lingkup materi SKI yaitu:
1. Kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam, kepribadian Rasulullah saw. Serta
peristiwa kerasulan Rasulullaah saw, ketabahan Rasulullaah saw. dan para sahabat
dalam berdakwah, untuk menumbuhkan sikap toleransi dan perdamaian dalam
kehidupan dan sikap kerja keras menghadapi tantangan era transformasi digital.
2. Kisah teladan Khulafaurrasyidin menjadikannya inspirasi dalam menerapkan jiwa
kepemimpinan yang demokratis serta tanggung jawab di kehidupan masa kini dan
masa depan.
3. Peran Wali Songo (wali sembilan) dalam mengembangkan Islam di Indonesia
sebagai inspirasi dalam menerapkan semangat juang serta sikap arif bijaksana
menghadapi tantangan zaman di masa kini dan masa depan sesuai perkembangan
peradaban.
Sebelum diterapkan kurikulum merdeka, kondisi ini terjadi sebagai akibat
dari diterapkannya pendekatan sentralisasi atau model administratif dalam
pengembangan kurikulum Tahun 1994. Model administratif adalah model
pengembangan kurikulum yang inisiatif, pelaksanannya ditentukan dan dilakukan
oleh pemerintah pusat. Kurikulum yang telah jadi disebarluaskan ke satuan
pendidikan untuk dilaksanakan. Guru pada satuan pendidikan tinggal
menjalankan apa yang sudah tertuang dalam kurikulum. Ini berbeda dengan model
akar rumput atau model desentralisasi yaitu model pengembangan kurikulum yang
inisiatif dan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan dan guru-guru
sebagai pelaksana kurikulum. Upaya ini pada awalnya dilakukan hanya pada
cakupan terbatas baik area mata pelajaran maupun wilayah
pemberlakuannya.(Nana Syaodih Sukmadinata, 2006). Seiring dengan
perkembangan waktu, muncullah pendekatan dekonsentrasi, yaitu campuran
antara sentralistik dan desentralistik atau dalam istilah lain mengunakan
pendekatan campuran model administratif dan model akar rumput (grass root).
(Dirjen PMPTK, 2008). Satu wujud dekonsentrasi kurikulum berbasis kompetensi
sejak tahun 2004 adalah munculnya Standar isi. Standar Isi menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 JO. 32/2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan adalah “Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.(PP. No. 19/1995 jo. 32/2003).
Secara riil Standar isi mencakup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik
45
dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi
dalam suatu pelajaran.(Permendikns 41/2007, Permendikbud, 22/2016) Sedang
bahasa kurikulum 2013 ditandai dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar.
(Keputusan Dirjen Diktis No. 2676/2013 tentang SKL dan SI PAI dan bahasa Arab
di madrasah).
Meski begitu, secara eksplisit, dalam rasional kurikulum 2004 dan 2006
dikatakan, “… Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi
beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu
padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga
terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap
mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI, lebih terfokus pada pengayaan
pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif). Dalam
implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif; kurang
mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya
keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta
didik untuk mempraktekkan nilai-nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu
lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang
lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta
rendahnya peran serta orang tua peserta didik. (Standar Kompetensi Kurikulum
Madrasah 2004).
Dalam versi yang lain, kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan
1. Kritik terhadap kurikulum sejarah kebudayaan Islam yang hanya
memfokuskan pada aspek keagamaan dan kebudayaan saja, tanpa memberikan
perhatian pada aspek sosial, politik, dan ekonomi (Najmuddin, Ahmad. 2015:
101-102).
2. Kritik terhadap cara pengajaran sejarah kebudayaan Islam yang cenderung
monoton dan tidak menarik minat siswa untuk mempelajari sejarah. (Kartono,
Kartini. 2019: 75-76)
3. Kritik terhadap ketidakseimbangan dalam pengajaran sejarah kebudayaan
Islam yang cenderung mengunggulkan sisi positif dan mengabaikan sisi negatif
dari peradaban Islam. (Asy-Syaibany, Abdul Karim. 2012: 167-168)
4. Kritik terhadap fokus pengajaran sejarah kebudayaan Islam yang lebih
mengutamakan peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh terkenal, tanpa
memberikan perhatian pada kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa itu.
(Saefuddin, Azhar. 2016 : 57-58)
5. Kritik terhadap kurangnya kejelasan dalam penyajian informasi mengenai
sumber-sumber yang digunakan dalam pengajaran sejarah kebudayaan Islam.
(Amin, Ahmad. 2017: 89-90)
6. Kritik terhadap minimnya perhatian pada sejarah kebudayaan Islam di luar

46
wilayah Timur Tengah, seperti di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika.
(Hamzah, Andi Muhammad. 2016: 103-104)
7. Kritik terhadap kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengajaran sejarah
kebudayaan Islam, sehingga sulit tercipta pengalaman belajar yang interaktif
dan partisipatif. (Sulaiman, Muhammad. 2014: 94-95)
8. Minimnya penjelasan tentang peran dan kontribusi wanita dalam sejarah dan
budaya Islam. Referensi: Fatima Mernissi, The Forgotten Queens of Islam
(Minneapolis: 1993: 1-7).
9. Keterlaluan dalam menggambarkan keterbelakangan budaya Arab pra-Islam
dan mengabaikan kontribusi yang signifikan dari peradaban pra-Islam dalam
pengembangan kebudayaan Islam. (Richard Bulliet. 2004: 1-4)
10. Kurangnya pemahaman tentang interaksi dan persaingan antara kebudayaan
Islam dan kebudayaan lainnya, seperti kebudayaan Hindu, Cina, dan Eropa.
(Marshall G. S. Hodgson. 1974: 1-5)
Dari permasalahan tersebut, maka muncul pertanyaan Bagaimana Standar
Isi SKI dalam kurikulum merdeka madrasah ? Apa saja Nilai yang terkandung
dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam?
B. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikulum Merdeka Madrasah.
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) merupakan catatan perkembangan
perjalanan hidup manusia dalam membangun peradaban dari masa ke masa.
Pembelajaran SKI menekankan pada kemampuan mengambil ibrah/hikmah dari
sejarah masa lalu untuk menyikapi dan menghadapi permasalahan masa sekarang
serta masa depan. Keteladanan yang baik masa lalu menjadi inspirasi generasi
penerus bangsa untuk menyikapi dan menyelesaikan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek, seni dan lain-lain dalam rangka membangun peradaban di
zamannya.
Belajar sejarah kebudayaan Islam tidak hanya sekedar mempelajari
pengetahuan, fakta, dan kronologi, tetapi juga mencakup aspek akidah, akhlaq-etik,
politik, dan sosial-keagamaan. Dari aspek akidah atau spiritual, SKI berperan dalam
menjaga dan menguatkan keimanan peserta didik, yang berimplikasi
bertambahnya keimanan mereka kepada Allah dan Rasulnya serta meyakini
keagungan Islam.
Semua materi dalam SKI dapat dikaitkan dengan dimensi religius, seperti
“substansi dan strategi dakwah Rasulullah saw. Periode Mekkah”, peristiwa hijrah
yang dilakukan Rasulullah saw.” Bahkan pada materi tentang “kebudayaan
masyarakat Mekah sebelum Islam.” Sehingga guru dituntut mampu merefleksikan
aspek religius untuk menanamkan akidah pada siswa. Selain itu materi SKI
mengandung dimensi akhlak-etik. Sejarah sangat tepat bagi pembentukan karakter
peserta didik melalui telaah suri tauladan, cinta dan berjuang untuk tanah air,
47
berdedikasi tinggi dalam pengabdian, tanggung jawab sosial yang besar sehingga
dapat membentuk peserta didik berkarakter kuat, memiliki kemandirian, serta
kepedulian terhadap lingkungannya. Sekaligus sebagai generasi bangsa yang akan
memiliki sikap dan perilaku kuat dalam membela Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Oleh karena itu, pembelajaran SKI membutuhkan sosok guru yang mampu
mendesain proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah
dengan merespon tantangan era digital, yaitu berperan mengembangkan talenta
digital peserta didik melalui pembelajaran SKI yang lebih menarik, menyenangkan,
dan penuh tantangan untuk mendorong prestasi akademik yang gemilang. Guru
juga harus menerapkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam pembelajaran
untuk mewujudkan perdamaian dan kedamaian umat manusia. Selain itu, guru
harus mampu mengembangkan capaian pembelajaran yang akomodatif bagi
peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan prinsip
fleksibilitas sesuai karakteristik dan kondisi peserta didik berdasarkan hasil
asesmen kebutuhan peserta didik. Pelaksanaan akomodasi kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus dalam
memenuhi capaian pembelajaran menjadi kewenangan guru dan satuan
pendidikan.
Kurikulum Merdeka Madrasah (KMM) adalah kurikulum pendidikan
keagamaan Islam yang dikembangkan oleh Kementerian Agama Republik
Indonesia. KMM bertujuan untuk memberikan pendidikan yang menggabungkan
ajaran agama dengan keilmuan modern dan kemampuan sosial.
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang
diajarkan dalam KMM. Mata pelajaran ini membahas tentang perkembangan
kebudayaan Islam dari masa awal hingga masa kini.
Pada masa awal, kebudayaan Islam berkembang di wilayah Arab sebagai
akibat dari dakwah Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, kebudayaan Islam
menyebar ke seluruh dunia melalui perjalanan para sahabat dan ulama. Pada masa
pemerintahan Khalifah Abbasiyah, kebudayaan Islam mencapai puncak
kejayaannya dan menjadi pusat kebudayaan dunia.
Selanjutnya, pada masa kemunduran kekuasaan Islam, kebudayaan Islam
tetap berkembang di beberapa wilayah seperti di Andalusia, Mesir, dan Timur
Tengah. Pada masa modern, kebudayaan Islam mengalami transformasi yang
signifikan dengan munculnya gerakan reformasi Islam dan pemikiran-pemikiran
Islam kontemporer.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam KMM memberikan
pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah dan perkembangan kebudayaan

48
Islam. Dengan mempelajari mata pelajaran ini, diharapkan siswa dapat memahami
warisan budaya Islam dan mengembangkan rasa bangga sebagai umat Islam serta
meningkatkan pemahaman tentang Islam sebagai agama universal.
Tujuan pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam kurikulum Merdeka
adalah untuk memperkenalkan peserta didik pada sejarah dan peradaban Islam,
mulai dari masa Nabi Muhammad SAW hingga pengaruhnya di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Pembelajaran ini akan membantu peserta didik memahami
perkembangan agama Islam dan budaya yang berkembang seiring dengan agama
tersebut.
Beberapa tujuan pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam kurikulum
Merdeka antara lain:
1. Memahami sejarah dan perkembangan Islam dari awal hingga sekarang,
termasuk pengaruhnya terhadap kebudayaan dan peradaban dunia.
2. Meningkatkan pemahaman peserta didik tentang nilai-nilai Islam yang
mencakup kesederhanaan, kerja keras, kejujuran, dan keadilan.
3. Mengembangkan kepekaan peserta didik terhadap perbedaan budaya dan
keberagaman yang ada di masyarakat, serta memahami pentingnya toleransi
dalam menjaga harmoni sosial.
4. Meningkatkan kesadaran peserta didik tentang peran dan kontribusi yang
dimainkan oleh ulama, cendekiawan, dan tokoh-tokoh Muslim dalam sejarah
kebudayaan Islam.
5. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan
sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
6. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar
dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
7. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari
peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi,
dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek
dan seni dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban
Islam.
Karakteristik Sejarah Kebudayaan Islam
Karakteristik Sejarah Kebudayaan Islam menurut Kurikulum Merdeka adalah
sebagai berikut:
1. Multikulturalisme: Sejarah Kebudayaan Islam melibatkan berbagai budaya dan
peradaban di berbagai wilayah yang dikuasai oleh umat Islam. Perpaduan antara
budaya Arab, Persia, Turki, Afrika, India, dan Eropa memberikan warna yang
kaya dan beragam dalam perkembangan kebudayaan Islam.
2. Keilmuan: Sejarah Kebudayaan Islam ditandai oleh keilmuan yang sangat

49
berkembang. Pada masa keemasannya, umat Islam memimpin dunia dalam
bidang ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat.
Banyak penemuan dan karya ilmiah yang dibuat pada masa tersebut masih
relevan hingga saat ini.
3. Agama dan Seni: Kesenian Islam terpengaruh oleh ajaran agama Islam yang
menekankan kesederhanaan, tetapi seni Islam terus berkembang dan menjadi unik
dengan ciri khasnya sendiri seperti kaligrafi, arsitektur, seni ukir, seni kain, dan
seni kerajinan tangan.
4. Toleransi dan Kerjasama: Umat Islam pada masa lalu dikenal sebagai bangsa yang
toleran dan mampu bekerja sama dengan berbagai budaya dan peradaban lain.
Hal ini tercermin dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan seni di wilayah-wilayah
yang dikuasai oleh umat Islam.

Elemen Sejarah Kebudayaan Islam

Elemen Deskripsi
Periode Rasulullah Saw Menguraikan sejarah masa kenabian Rasulullah saw.
Serta perjuangan dakwah di Mekah dan di Madinah.
Pembelajaran periode Rasulullah saw. diharapkan
dapat menekankan pada kemampuan mengambil
hikmah dari sejarah kenabian Rasulullah saw.
kemudian menganalisis berbagai peristiwa dan
menyerap berbagai kebijaksanaan yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta mampu
meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari terkait
fenomena sosial budaya, politik, ekonomi, iptek, seni
dalam rangka membangun peradaban di zamannya.

Periode Menguraikan sejarah Islam dalam proses pemilihan


Khulafaurrasyidin para Khulafaurrasyidin setelah wafatnya Rasulullah
saw. yang pada periode ini disebut sebagai masa
kepemimpinan terbaik yang demokratis setelah
kepemimpinan Rasulullah saw. selain itu juga
menguraikan catatan sejarah Islam tentang strategi
dakwah para Khulafaurrasyidin dalam meneruskan
kepemimpinan Rasulullah saw. yang kesemuanya
memiliki strategi berbeda sesuai dengan
perkembangan kondisi sosial masyarakat waktu itu
diharapkan peserta didik dapat mengambil ibrah dari
pembelajaran masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin

50
ini, sehingga mampu untuk menjadi calon pemimpin
yang handal pada zamannya.

Periode klasik/zaman Menguraikan sejarah Islam setelah masa


keemasan (pada tahun Khulafaurrasyidin, yakni masa lahirnya Daulah
650 M) Umayyah di Damaskus dan Andalusia serta
perkembangan peradaban dan ikmu pengetahuan
pada masa Daulah Umayyah di Damaskus dan
Andalusia, lahirnya Daulah Abbasiyah, perkembangan
peradaban dan ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Abbasiyah. Diharapkan peserta didik dapat
mengambil hikmah dari perkembangan peradaban dan
ilmu pengetahuan pada masa periode klasik/zaman
keemasan, sehingga mampu meneladani semangat
tokoh ilmuan muslim dalam membangun peradaban
Islam pada zamannya.

Periode Menguraikan sejarah Islam setelah periode klasik


pertengahan/zaman yakni mengevaluasi proses lahirnya Daulah
kemunduran (1250 M- Ayyubiyah, Usmani, Mughal dan Syafawi, serta
1800 M) mengevaluasi perkembangan peradaban dan ilmu
pengetahuan pada masa Daulah Ayyubiyah, Usmani,
Mughal dan Syafawi. Aspek ini akan menjadi
keteladanan dan inspirasi generasi penerus bangsa
dalam menciptakan kehidupan yang harmonis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Periode Menguraikan sejarah Islam pada periode modern


Modern/zaman diantaranya menganalisis peran umat Islam pada masa
kebangkitan (1800 M- penjajahan, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.
sekarang) Diharapkan peserta didik dapat mengambil hikmah
menjadi muslim yang berwawasan global dan adaptif
terhadap perkembangan zaman.

Periode Islam di Menguraikan sejarah masuk dan berkembangnya


Nusantara Islam di Nusantara, peran Wali Sanga dan pesantren
dalam dakwah Islam, kerajaan-kerajaan Islam, nilai-
nilai kearifan lokal, serta tokoh penyebar Islam di
berbagai wilayah dan pendiri organisasi
kemasyarakatan Islam di Indonesia. Diharapkan
peserta didik dapat mengambil himah menjadi muslim
moderat.

51
C. Nilai-nilai dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Paparan di atas, secara eksplisit terlihat nyata bahwa dalam mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah tidak hanya berkutat pada ranah kognitif
tetapi sangat kental dengan nuansa afektif. Upaya sangat nyata untuk meneguhkan
nuansa afektif dalam Sejarah Kebudayaan Islam terlihat dalam Kurikulum 2013.
Dalam Standar Isi SKI Kurikulum 2013 dapat dilihat KI-1 dan KI-2 yang merupakan
rumusan eksplisit nilai afektif. KI-1 sebagai nilai spiritual sedang KI-2 sebagai nilai
sosial.
Berikut contoh rumusan KI-1 dan KI-2.( SK Dirjen Pendis No. 2767 / 2013 )
1. Menghargai dan 1.1. Meyakini misi dakwah Nabi Muhammad Saw.
menghayati ajaran Sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa
agama yang kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat
dianutnya 1.2. Meyakini kebenaran risalah Nabi Muhammad Saw di
Makkah
1.3. Meyakini kebenaran risalah Nabi Muhammad Saw di
Madinah
1.4. Menghayati pola dakwah Nabi Muhammad Saw di
Makkah dan Madinah
2. Menghargai dan 2.1. Merespon keteladanan perjuangan Nabi dan para
menghayati sahabat dalam menghadapi masyarakat Makkah
perilaku jujur, 2.2. Merespon keteladanan perjuangan Nabi dan para
disiplin, tanggung sahabat dalam menghadapi masyarakat Madinah
jawab, peduli 2.3. Menghargai nilai-nilai dari misi Nabi Muhammad
(toleransi, gotong Saw dalam membangun masyarakat melalui
royong) kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa
kini dan yang akan datang.
3. santun, percaya diri 3.1. Menghargai nilai-nilai dari misi Nabi Muhammad
dalam berinteraksi Saw sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa
secara efektif kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan
dengan lingkungan masyarakat.
sosial dan alam
dalam jangkauan
pergaulan dan
keberadaannya

Jika seseorang telah memiliki penguasaan kognitif, dapat diperkirakan


perubahan sikapnya. Sikap yang tampak pada seseorang terefleksi dalam beberapa
tingkah laku seperti memiliki perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
52
belajar tinggi, menghargai guru, dan teman, kebiasaan belajar dan hubungan
sosial.(Nana Sudjana, 1992)
Upaya membumikan nilai spiritual dan nilai sosial dapat dilakukan dengan
langkah sebagai sebuah proses yang berurutan sebagai berikut (Anas Sudijono,
2003).
1. Melalui pengkondisian dalam belajar, kondisi sekolah yang kondusif, proses
pembelajaran yang aktif, kreatif.
2. Melalui belajar dari model, yaitu melalui pertunjukan tingkah laku yang
dimunculkan oleh orang yang dihormati, dikagumi, dan dipercaya oleh siswa
3. Melalui Receiving (penerimaaan), yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar dalam bentuk masalah, situasi, gejala berbentuk kegiatan
dalam kelas, membaca buku dan lainnya.
4. Melalui responding (tanggapan), yaitu proses menanggapi adanya partisipasi
aktif dari siswa. Bukan hanya ikut/datang tetapi mereaksi sebuah stimulus.
Sebagai contoh sukarela membaca buku tanpa ditugaskan guru.
5. Melalui Valuing (penilaian/penghargaan), yaitu melalui memberikan penilaian
pada suatu kegiatan/obyek, ketika tidak mengerjakan akan membawa
kerugian. Sehingga peserta didik tidak hanya menerima konsep yang diajarkan
tetapi telah melakukan penilaian terhadap konsep.
6. Melalui Organizing (pengaturan), yaitu melalui pengaturan pertemuan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang
membawa kepada perbaikan.
7. Melalui Characterization (pemeranan), yaitu melalui keterpaduan semua nilai
yang mempengaruhi atau mengontrol pola kepribadian dan tingkah lakunya
sehingga memiliki falsafat hidup yang mapan.
8. Melalui Pembinaan sikap mental (mental attitude) yang mantap dan matang.
9. Melalui sikap, yaitu wujud keberanian memilih secara sadar dan
mempertahankannya melalui argumentasi dan tanggungjawab.(Nana Sujana,
1992)
Oleh sebab itu, Jika dilihat lebih jauh, implementasi pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam tidak lepas dari pemahaman atas Sejarah Kebudayaan Islam
sebagai entitas yang di dalamnya terkandung nilai-nilai universal humanistik. Dan
nilai-nilai humanistik itu sangat mungkin beranjak dari nilai-nilai transenden
sebagaimana diketemukan pada wahyu.
Penemuan Nilai dalam SKI dapat dilacak keberadaannya dengan
mempertanyakan dulu tentang Nilai Islam kemudian Nilai Sejarah Kebudayaan
Islam dan baru kepada Nilai Pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam. Pencarian nilai
Islam merujuk kepada nilai-nilai yang ada pada Islam sebagai agama. Nilai
dimaksud adalah 3 (tiga) pilar Islam sebagaimana diwartakan Nabi dalam Hadits

53
yang fenomenal dan sering diletakkan pada bagian awal kitab-kitab Hadits,
(Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Mitsu, 1993) yaitu Trilogi Iman, Islam dan
Ihsan yang dalam bahasa lain adalah Aqidah, Syariah dan Akhlaq.
Jika Islam dipahami dalam peradaban hidup manusia, ia menjadi dasar
moral dalam pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia itu. Islam
menjadi pendorong dan penguat kebudayaan dan peradaban manusia. Oleh sebab
itu, wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dan Nabi-nabi
sebelumnya menjadi kerangka acuan bagi kebudayaan manusia. (Dudung
Abdurrahman, 2002)
Sedang Nilai Sejarah Kebudayaan Islam adalah Nilai-Nilai Universal dalam
Islam yang tersublimasi dalam Kebudayaan Islam historis. Yaitu nilai-nilai yang
muncul sebagai akibat peristiwa, kejadian dan perubahan yang terjadi pada masa
lalu dalam sejarah Islam. Karenanya, nilai-nilai Islam yang tiga itu menjadi landasan
bagi kemunculan nilai Sejarah Kebudayaan Islam.
Berangkat dari peristiwa yang terjadi masa Rasulullah, misalnya, muncullah
sejumlah nilai sebagai peletak dasar kebudayaan Islam. Saat nabi Muhammad
memproklamirkan Piagam Madinah (Munawar Khalil, 1980), didalamnya dapat
diketemukan sejumlah nilai-nilai Kebudayaan Islam. Nilai-nilai itu antara lain al-
Ikha’ (persaudaraan), al-musawah (persamaan), al-tasamuh (Toleransi), al-
tasyawur (Musyawarah), al-ta’awun (tolong menolong) dan al-‘adalah (keadilan)(
Maman A. Malik Sya’roni, dkk, 2005).
Kelahiran Muhammad memunculkan nilai kehancuran jahiliyah, ajaran
Muhammad memunculkan nilai al-musawah, equity, kesetaraan, ajaran
Muhammad memunculkan nilai kebebasan dari penindasan, hijrahnya muhajirin
ke Madinah dan penerimaan yang baik oleh Anshar memunculkan nilai taawun dan
Ikha’. Nilai taawun terlihat dari realitas bahwa kaum muhajirin yang hijrah ke
Madinah kurang memiliki harta untuk kehidupannya karena mereka tinggalkan di
Makkah. Dan untuk menjaga kebersamaan antara Muhajirin dan Anshar nabi lalu
mempersaudarakan antar mereka yang lazim disebut sebagai sistem
Muakhkhah.(Akram Dhiyauddin Umari, 1999)
Nilai-nilai Sejarah Kebudayaan Islam tersebut dapat diteruskan dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sehingga diketemukan nilai-nilai Material,
Formal, Fungsional dan Substansial. (Zakiyah Darajat, 1985)
1. Nilai Material, yaitu nilai yang melekat pada substansi materi pelajaran,
instructional material, al-maddah. pada kurikulum 2013 sudah dirumuskan oleh
pemerintah melalui buku pelajaran yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah
yang dikenal materi pokok dan materi pembelajaran. Materi pokok adalah
materi yang asal kemunculannya berasal dari KD pada KI-3 sebagai ranah
kognitif. Ia merupakan materi atau substansi yang harus difahami oleh siswa.
54
Sebagai contoh, jika diketemukan rumusan KD “Memahami Substansi dan
Strategi Dakwah Rasulullah di Mekkah”, maka dapat diperoleh materi pokok,
“Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah di Makkah”. Dari materi “Substansi
dan Startegi Dakwah Rasulullah di Mekah” akan memunculkan sejumlah
materi pembelajaran seperti “strategi, substansi, reaksi komunitas Quraisy atas
strategi dakwah Rasulullah, Perjanjian Hudaibiyah antara Komunitas Muslim
dengan Komunitas Non Muslim”. Dengan demikian maka materi materialnya
adalah materi pembelajaran itu. Materi apa yang akan dipelajari oleh siswa yang
dapat dirujuk pada buku teks, buku siswa dalam bahasa Kurikulum 2013, buku
pelajaran dan sebagainya.
Dari sini dapat diketahui, bahwa nilai material adalah materi
pembelajaran dalam aktualitasnya dalam buku teks, belum terimplementasi
dalam pembelajaran. Sebagai contoh dikutipkan nilai material dalam SKI
sebagai berikut.
Peradaban Bangsa Arab Sebelum Islam
a. Sistem Peribadatan Bangsa Quraisy Sebelum Islam
Pada permulaanya bangsa Arab Quraisy telah mengikuti dan meyakini
ajaran agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yaitu agama Hanifiyah,
”hanif”artinya yang benar dan lurus. Karena itu sejak dulu, ajaran tauhid
sudah mengakar di hati masyarakat Arab. Pembauran dan pergaulan dengan
bangsa lain mempengaruhi kepercayaan mereka, tetapi seiring berjalannya
waktu, ajaran tersebut mengalami perubahan, penambahan dan
pengurangan yang dilakukan oleh para pengikutnya yang tidak bertanggung
jawab. Kemudian muncul berbagai ajaran yang meragukan dan akhirnya
jatuh menjadi penyembah berhala yang dibawa oleh Amr bin Luay al-
Khuzai.
b. Keadaan Sosial Masyarakat Quraisy Sebelum Islam
Keadaan sosial ekonomi masyarakat Arab sangat dipengaruhi oleh
kondisi dan letak geografisnya. Bagian tengah Jazirah Arab terdiri dari tanah
pegunungan yang tandus. Oleh sebab itu, banyak penduduk yang hidupnya
tidak menetap, mereka tinggal di pedalaman, yaitu masyarakat Badui, yang
mata pencahariannya beternak. Mereka berpindah-pindah dari satu lembah
ke lembah yang lain mencari rumput untuk hewan ternaknya. Bidang
pertanian dikerjakan oleh suku-suku yang bertempat tinggal di daerah-
daerah subur, terutama mereka yang mendiami daerah subur di sekitar Oase
seperti Thaif . di tempat ini mereka menanam buah-buahan dan sayur-
sayuran. (Moh. Amin Thohari, dkk, 2013)
Materi ini masih berwujud rumusan-rumusan tertulis yang disiapkan
oleh guru baik dirumuskan sendiri berdasar indikator yang disusunnya atau
secara langsung mengutip teks yang sudah tertulis dalam buku pelajaran

55
seoperti contoh teks diatas. Oleh sebab itu, teks di atas menjadi tidak
berfungsi ketika siswa tidak membacanya. Atau guru tidak
mempergunakannya dalam pembelajaran di kelas.

2. Nilai Formal, yaitu pemahaman siswa atas materi yang dipelajari. Nilai formal
adalah nilai yang muncul sebagai akibat pemahaman siswa atas materi
pembelajaran sebagai nilai material yang dipergunakan dalam pembelajaran.
Dengan meminjam langkah pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013, maka
saat materi pelajaran di baca oleh siswa, dijelaskan oleh guru dan siswa
menyimaknya, maka saat itu pula muncul kondisi faham tidaknya siswa atas
materi yang dibaca, ditelaah, disimak oleh siswa. Jika kemudian siswa
menemukan pemahaman atas materi yang dipelajarinya itu sehingga
mendapatkan kesimpulan, maka saat itu pula ia menemukan nilai formal.
Dalam implementasinya, ketika siswa sudah mempelajari materi
pembelajaran, maka dalam diri siswa muncul pemahaman. Sebagai contoh,
sebuah kesimpulan atas teks tersebut bahwa, pertama,”ternyata awalnya orang
arab beragama hanif, tetapi karena perilaku pemeluknya yang kurang
bertanggungjawab maka mereka jatuh dalam penyembahan berhala”. Kedua,
“Kondisi geografis mempengaruhi cara hidup masyarakatnya”. Patut dicatat
bahwa pada level nilai formal ini, jika dilihat dalam perspektif taksonomi
bloom, maka siswa masih dalam ranah kognitif, meskipun sudah masuk
wilayah level C2 atau level pemahaman.
Nilai formal dapat diketemukan padannnya dalam kurikulum 2013
dengan melihat pada KI- 3 kognitif seperti berikut. (SK. Dirjen Pendis No. 2767,
2013)

56
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
Memahami, menerapkan, 3.1. Memahami kondisi Masyarakat Makkah
menganalisis sebelum Islam
pengetahuan faktual, 3.2. Memahami substansi dan strategi
konseptual, prosedural dakwah Rasulullah Saw. periode Makkah
berdasarkan rasa 3.3. Menganalisis faktor-faktor penyebab hijrah
ingintahunya tentang Rasulullah Saw.
ilmu pengetahuan, 3.4. Memahami kondisi Masyarakat Madinah
tehnologi, seni, budaya, sebelum Islam
dan humaniora dengan 3.5. Memahami subtansi dan strategi dakwah
wawasan kemanusiaan, Rasulullah Saw. periode Madinah
kebangsaan, kenegaraan, 3.6. Memahami sifat/kepribadian dan peran para
dan peradaban terkait sahabat as-sabiqunal awwalun
penyebab fenomena dan 3.7. Mengidentifikasifaktor-faktor keberhasilan
kejadian, serta Fathu Makkah tahun 9 hijriyah
menerapkan
pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya
untuk
memecahkan masalah

3. Nilai Fungsional, Nilai fungsional adalah nilai yang menunjukkan kepada


berfungsinya materi pelajaran yang telah difahami (nilai formal) dalam
kehidupan sehari-hari. Jika peserta didik memiliki pemahaman terhadap materi
(nilai formal) bahwa suatu agama menjadi jatuh dalam kehancuran karena
perilaku pemeluknya, maka dalam diri siswa akan tertanam bahwa sebagai
pemeluk agama ia akan berusaha untuk tidak berperilaku yang mampu
menghancurkan agama yang dipeluknya. Jadi, ketika siswa paham nilai formal
tentang “kehancuran agama hanif sebelum kehadiran Islam karena perilaku
pemeluknya”, maka ketika ia memahami bahwa “Barang siapa yang
menegakkan shalat berarti menegakkkan agama, dan sebaliknya yang
meninggalkan shalat berarti merubuhkan agama”, peserta didik akan
senantiasa menjalankan shalat agar agamanya tetap tegak. Saat itulah nilai
fungsional akan diperoleh oleh siswa dan mensublim dalam dirinya.
4. Nilai Substansial/ Esensial, yaitu nilai yang berhubungan dengan kehidupan
post duniawi. Ia bersifat ukhrawi. Artinya bahwa nilai fungsional yang sudah
tertanam dalam diri siswa dan di implementasikan dalam keseharian pada
gilirannya mampu menghantarkan dirinya dalam kehidupan akhirat. Itu

57
artinya bahwa nilai material yang didesain guru, kemudian dipelajari siswa
sehingga menjadi nilai formal pada gilirannya mampu memepengaruhi
perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari karena ia sudah menjadi nilai
fungsional harus dipenuhi nilai-nilai yang berkesesuaian dengan kehidupan
akhir karena itulah nilai esensialnya. Oleh sebab itu, ia akan memiliki landasan
agama yang kuat.

Nilai-nilai dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam kurikulum


Merdeka

Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam kurikulum Merdeka menekankan


pada penguasaan sejarah dan budaya Islam sebagai warisan peradaban dunia yang
penting. Nilai-nilai rincian yang terkait dengan pembelajaran ini meliputi:
1. Keberagaman dan Toleransi.
Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam menekankan pada nilai keberagaman dan
toleransi dalam masyarakat Islam. Hal ini tercermin dalam praktik toleransi dan
penghormatan terhadap kelompok agama, budaya, dan ras yang berbeda dalam
sejarah Islam.
2. Keadilan dan Kesetaraan
Keadilan dan kesetaraan juga menjadi nilai penting dalam pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam. Hal ini tercermin dalam prinsip-prinsip Islam tentang hak asasi
manusia, termasuk hak perempuan dan hak minoritas, serta dalam praktik
pemerintahan Islam yang adil dan transparan.
3. Keterbukaan dan Kreativitas
Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam menunjukkan keterbukaan masyarakat
Islam dalam menerima pengaruh dari budaya lain dan menciptakan karya seni dan
sastra yang kreatif. Hal ini tercermin dalam perkembangan seni dan sastra Islam
yang kaya dan beragam, seperti arsitektur, seni kaligrafi, dan sastra.
4. Keikhlasan dan Kemanusiaan
Keikhlasan dan kemanusiaan juga menjadi nilai penting dalam pembelajaran
sejarah kebudayaan Islam. Hal ini tercermin dalam praktik filantropi dan amal di
masyarakat Islam, serta dalam nilai-nilai moral yang ditekankan dalam agama
Islam, seperti tolong-menolong, kasih sayang, dan keikhlasan.

D. Kontekstualisasi Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Materi Nilai-nilai


Pembelajaran Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Moderasi beragama merupakan nilai yang sangat penting dalam kehidupan
umat Islam. Hal ini berlaku juga dalam konteks pembelajaran sejarah kebudayaan
Islam. Sebagai agama yang penuh dengan toleransi dan kebijaksanaan, nilai moderasi

58
beragama perlu diterapkan dalam proses pembelajaran agar para siswa dapat
memahami sejarah kebudayaan Islam dengan lebih baik.

Pembelajaran materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan moderasi beragama


dapat memberikan berbagai nilai-nilai bagi siswa di Madrasah, antara lain:

1. Toleransi: Siswa dapat mempelajari tentang nilai toleransi dalam sejarah dan
kebudayaan Islam. Mereka dapat memahami bagaimana Islam mempromosikan
sikap toleransi terhadap perbedaan dalam agama dan kepercayaan, dan bagaimana
toleransi ini dapat mempromosikan kerukunan antar umat beragama.
2. Menghargai perbedaan: Siswa dapat mempelajari tentang bagaimana Islam
menghargai perbedaan dalam sejarah dan kebudayaannya. Mereka dapat
memahami bahwa perbedaan dalam agama dan kepercayaan tidak harus menjadi
konflik, tetapi dapat menjadi sumber kekayaan budaya dan spiritual.
3. Keadilan: Pembelajaran SKI dapat memperlihatkan bagaimana Islam
mempromosikan nilai-nilai keadilan dalam sejarah dan kebudayaannya. Siswa
dapat mempelajari tentang khalifah-khalifah Islam yang adil dan bijaksana dalam
memimpin umat Islam dan bagaimana nilai-nilai keadilan ini dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Anti kekerasan: Pembelajaran SKI dapat memperlihatkan bagaimana Islam
mempromosikan nilai-nilai kedamaian anti kekerasan dalam sejarah dan
kebudayaannya. Siswa dapat mempelajari tentang bagaimana Islam menjunjung
perdamaian dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan bermanfaat
bagi semua pihak.
5. Cinta tanah Air: Siswa dapat mempelajari tentang bagaimana Islam
mempromosikan cinta tanah air. Mereka dapat memahami bahwa cinta tanah air
adalah nilai yang sangat penting dalam Islam dan bagaimana nilai ini dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam versi lainnya beberapa nilai moderasi beragama yang dapat


dikontekstualisasikan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam antara lain:

1. Toleransi dan saling menghargai perbedaan


Sejarah kebudayaan Islam mencakup banyak ragam budaya, baik dari Arab
maupun budaya-budaya asing yang diakui oleh agama Islam. Oleh karena itu,
penting untuk mempelajari kebudayaan Islam dengan toleransi dan saling
menghargai perbedaan.
2. Moderasi dalam beragama
Umat Islam diajarkan untuk menjalani agamanya dengan moderat dan tidak
ekstrem. Hal ini juga perlu diterapkan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan
Islam.
3. Keadilan dan kesetaraan
Keadilan dan kesetaraan menjadi prinsip utama dalam agama Islam. Dalam
59
konteks pembelajaran sejarah kebudayaan Islam, hal ini dapat diaplikasikan
dalam memahami bagaimana keadilan dan kesetaraan dipraktikkan dalam
masyarakat Islam pada masa lampau.
4. Menjaga harmoni dan perdamaian
Islam mengajarkan perdamaian dan kerukunan sebagai prinsip utama dalam
hubungan antar sesama manusia. Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dapat
mengajarkan bagaimana Islam membangun kerukunan dengan agama dan
budaya lain dalam sejarah.
Dengan demikian, nilai-nilai yang dapat dipelajari melalui pembelajaran SKI
dan moderasi beragama dapat membantu siswa di Madrasah untuk memahami dan
menerapkan nilai-nilai Islam yang moderat dan inklusif. Hal ini dapat membantu
mereka menjadi pribadi yang berakhlak baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

E. Latihan
1. Buatlah peta konsep Nilai-nilai afeksi dalam mata pelajaran SKI 1
2. Refleksikan Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam salah satu Materi SKI !
3. Diskusikanlah dengan kelompok Saudara, berkaitan dengan kritik terhadap
mata pelajaran SKI pada kurikulum 2013 !
F. Referensi tambahan
1. Sya’roni hakam dan mutakim, Manajemen Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam MTs At-Taufiq Bogem Diwek Jombang, Artikel Jurnal
Al Idaroh: Vol.3 No.2 September 2019
2. Rahman Adam dan Mujahid Damopolii, Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan
Multikultural dalam Materi Ajar Sejarah Kebudayaan Islam, Artikel Jurnal Al-
Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.2, No.1, Februari 2020
3. https://www.youtube.com/watch?v=DV9mhDj7s4w

60

Anda mungkin juga menyukai