Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pengembangan Profesi Keguruan”.
Tujuan penulisan makalah adalah memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Pengembangan
Profesi Keguruan” Mahasiswa PPG angkatan 4 Universitas Muhammadiyah Pare-pare.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Pare-pare, 04 Oktober 2019


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru memiliki peran yang sangat esensial bagi mutu pendidikan di Indonesia karena guru
menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran
disamping kurikulum dan sarana prasarana. Guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama tersebut akan menjadi efektif
apabila guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang meliputi kompetensi yang harus
dimiliki guru disertai dengan kode etik tertentu. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. keempat kompetensi tersebut
dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional sudah seyogyanya
mampu menguasai keempat kompetensi tersebut.
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi guru memiliki hubungan yang positif.
Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus dimilikinya maka mutu pendidikan di
Indonesia juga akan meningkat. Namun melihat fenomena yang ada sekarang, masih banyak
ditemukan kasus yang mencerminkan masih rendahnya tingkat profesionalitas guru di Indonesia.
Salah satunya dapat dilihat dari masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran
yang monoton tanpa adanya inovasi dalam pembelajaran, masih banyak guru yang belum
mempunyai kualifikasi S1dan masih banyak persolan lainnya. Pengembangan guru di Indonesia
juga masih rendah. Banyak guru-guru dalam bidang skill (kemampuan mengajar) masih kurang,
kurangnya pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan
peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru demikian penting dalam
peningkatan mutu pendidikan.
Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi mutu serta
profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru bukan hanya sekedar profesi. Guru
bukan hanya mengajarkan materi dan memberikan penilaian. Dalam proses penyampaian materi
itu sendiri memerlukan teknik dan seni sebagai hasil dari perpaduan kompetensi yamg dimiliki
oleh guru. Sehingga guru menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran.
Peningkatan kompetensi guru dalam rangka pengembangan profesi guru dinilai sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah ini, penulis tertarik untuk membahas tentang guru
berkaitan denganpengembangan profesi guru.
B. RumusanMasalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan profesi keguruan?


2. Bagaimana sikap professional seorang guru?
3. Bagaimana pengembangan profesi keguruan?

C. Tujuan
Penulis menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan antara lain bertujuan agar dapat:

1. Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.


2. Menjelaskan sikap professional guru.
3. Menjelaskan pengembangan profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan

Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita mengetahui
apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan mengembangkan.Sedangkan
menurut

 no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi


yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti
kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan dengan bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian keterampilan, kejuruan, tertentu. Selain istilah profesi kita
mengenal istilah profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi. Ketiga istilah tersebut
memiliki definisi masing-masing. Sudarwan Danim(2011:103) membedakan ketiga istilah
tersebut sebagai berikut :
Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu profesi dan kinerja dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai denga profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus
menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai
dengan profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi
atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal
dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
Keguruan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa diartikan perihal (yang
menyangkut) pengajaran, pendidikan, dan metode pengajaran. Dalam UU Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, Profesi keguruan adalah pendidikan profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Joan mengemukakan bahwa, pengembangan profesionalitas guru (professional development
teacher) dimaknai sebagai a process wherebyteacher become more professional, yakni suatu
proses yang dilakukan untuk menjadikan guru dapat tampil secara lebih profesional. “ (Pahrudin,
2015)”
Dengan kata lain dapat diartikan bahwa, pengembangan profesi guru didefinisikan sebagai
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru yang
menyangkut kemampuan guru, baik penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi
pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru menyangkut motivasi dan komitmen guru dalam
menjalankan tugas sebagai guru.
Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam rangka menjaga agar
kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin modern.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karier meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Keduanya disesuaikan dengan jabatan fungsional
masing-masing.
Urgensi program pengembangan guru sendiri didasarkan pada sebuah asumsi bahwa tidak
semua guru dan tenaga kependidikan yang dihasilkan telah memenuhi kriteria guru
profesional. Dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi tersebut, agar guru dapat memberikan
kontribusinya secara maksimal bagi pencapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia, maka harus ada upaya pengembangan profesi guru yang dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan (terus-menerus). Kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesi guru dilakukan atas prakarsa pemerintah, pemerintah daerah,
penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru, dan guru secara pribadi.
Pemerintah idealnya berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi guru seperti dalam UU
Nomor 14 tahun 2005 bahwasanya pemerintah berkewajiban untuk memberikan dana dalam
rangka membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru agar terbentuk
guru yang profesional dan mumpuni dari segi kompetensi. Secara pribadi, seorang guru
seharusnya memposisikan diri sebagai guru pembelajar. Dimana ia akan selalu berusaha
mengupgrade kapasitas dirinya dengan proses belajar mandiri sehingga pengetahuan dan skill
yang dimiliki semakin terasah dan memenuhi kriteria sebagai guru yang profesional. Secara
umum, kegiatan pengembanagan profesi guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara,
dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah pendidkan dan pembelajaran
yang berdampak pada peningkatan mutu belajar siswa yang selanjutnya meningkatkan mutu
pendidikan.

B. Sikap Profesionalitas

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) (Mustofa,2007)
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan, teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Profesional juga bisa diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ). Jadi profesional menunjuk pada
dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya Daryanto (2013) (Lilies,2014).
Jadi Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil
untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Sehingga guru secara terus-menerus perlu
mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.
Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan
akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau
malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk
mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar dengan
meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin
kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan kebanggan atas keguruannya adalah langkah
untuk menjadi guru yang profesional Kunandar (2010) ( Lilies,2014). Kualitas profesionalisme
guru ditunjukkan oleh lima sikap,yakni :

 Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal;


 Meningkatkan dan memelihara citra profesi;
 Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang
dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya
 Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;

5) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya Sagala (2009) (Lilies,2014).


Guru profesional adalah guru yangmelaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi
(profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru
dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis yang meliputi :

 Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);


 Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);
 Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).

Disamping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan guru, yakni kompetensi kepribadian Syah
(2011) ( Lilies,2014).
Menurut Suryadi dalam Suwarna (2004) ( Mustofa,2007), predikat guru profesional dapat dicapai
dengan memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:

1. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan intelegensi sikap,


nilai, dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru
harus menguasai materi yang diajarkan.
2. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi untuk
membelajarkan siswanya.
3. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).
4. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan diri dan
keluarganya.

Arifin (2000) (Mustofa,2007) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan


mempunyai:

1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi guru merupakan
profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan
praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya
program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau
manajemen pendidikan yang lemah.

Ciri-ciri Guru Profesional


GPM memiliki ciri-ciri sebagai professional sungguhan. Ciri-ciri itu terefleksi dari perilaku
kesehariannya sebagai GPM. Hasil study beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik
profesi, yang secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh GPM, yang menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Termasuk dalam kerangka


ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh
seorang penyandang profesi.
2. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi mengkhususkan
penguasaan bidang keilmuan tertentu. Guru yang sesungguhnya harus memiliki
spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.
3. Menjadi anggota organisasi profesi. Dibuktikan dengan kepemilikan kartu anggota,
pemahaman terhadap norma–norma organisasi, kepatuhan terhadap kewajiban dan
larangan yang ditetapkan oleh organisasi tersebut.
4. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif dimana aplikasinya didasari atas kerangka teori
yang jelas dan teruji.
5. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. GPM mampu
berkomunikasi sebagai guru dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami
oleh siswa.
6. Memiliki kapastitas mengorganisasikan kerja secara mandiri dan self-organization. Istilah
mandiri disini berarti kewenangan kademiknya melekat pada diri sendiri.
7. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Memberikan layanan kepada anak
didik pada saat bantuan itu diperlukan.
8. Memiliki kode etik. Kode etik dijadikan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guru–guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik.
9. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. Dalam bekerja GPM memiliki tanggung
jawab kepada komunitas terutama anak didiknya.
10. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah standar gaji yang
terima oleh guru.
11. Budaya professional. Budaya profesi dapat berupa penggunaan symbol yang berbeda
dengan simbol–simbol untuk profesi lain.
12. Melaksanakan pertemuan professional tahunan. Pertemuan ini dapat dilakukan dalam
bentuk forum guru, seminar, diskusi panel, workshop.

1. Prinsip Profesional

Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen harus
memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu: ”Profesi guru
dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional
sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.


2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4. Mematuhi kode etik profesi.
5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
8. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

Menurut Richard D. Kellough (1998) (Danim, Sudarwan,2011)


kompetensi yang harus dikuasai guru professional yaitu :

1. Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan,


2. Merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal professional,
melakukan dialog dengan sesame guru, mengembangkan kemahiran metodologi,
membina siswa dan materi pelajaran,
3. Memahami proses belajar dalam artian siswa memahami tujuan belajar, harapan –
harapan dan prosedur yang ada di kelas,
4. Terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan bertanggung jawab,
5. Mengorganisasi kelas dan merencanakan pelajaran secara cermat,
6. Komunikator yang efektif,
7. Bisa mengambil keputusan secara efektif,
8. Menyiapkan situasi belajar yang positif dan konstruktif,
9. Mempunyai humor yang sehat,
10. Mampu mengenali secara cepat siswa yang mememerlukan perhatian yang khusus,
11. Mampu mengimplementasikan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari–hari,
12. Dapat dipercaya baik dalam membuat perjanjian maupun kesepakatan.
Lebih lanjut dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28
menyebutkan bahwa ”pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional”.

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru


Menurut Ani M. Hasan (2003) (Mustofa,2007), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru antara lain:

1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.Hal ini disebabkan oleh
banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru
yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
3. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut
untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Secara lebih rinci, Akadum (1999) (Mustofa,2007) mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru:

1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,


2. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
3. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum
mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
4. Masih belum ada kesepakatan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan
kepada calon guru,
5. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namundemikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.

Pengembangan Profesi Guru

1. strategi pengembangan Profesi Guru

Pengembangan profesionalisme guru selalu mendapatkan perhatian secara global, karenaguru


berperan penting dalam mencerdaskan bangsa dan sebagai sentral pendidikan karakter. Tugas
mulia yang diemban seorang guru tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda sebagai penerus yang mampu bersaing namun juga unggul dari
segi karakter. Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah, maka diperlukan
strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi guru.
Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri
sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam jurnal ekonomi dan pendidikan yang ditulis Mustofa
dijelaskan beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi
pengembangan profesi guru, yaitu: a. Strategi perubahan paradigma
Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadimampu mengembangkan
diri sendiri sebagai institusi yang berorientasipelayanan, bukan dilayani. Strategi perubahan
paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan
fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat.
1. Strategi debirokratisasi

Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapatmenghambat pada
pengembangan diri guru. Strategi tersebut memerlukan metode operasional agar dapat
dilaksanakan. Sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan
menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan diri
guru serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.
Untuk melakukan profesionalisasi ada tiga pengembangan yang ditawarkan oleh R.D. Lansbury
(Pahrudin, 2015) yang dapat dijadikan sebagai kerangka dalam merumuskan strategi
pengembangan yakni :

 Pendekatan karakteristik, berupaya memunculkan karakter yang melekat dalam suatu


profesi, sehingga profesi itu benar-benar dijalankan sesuai dengan tuntunan profesional.
 Pendekatan institusional, pendektan yang lebih memandang profesionalitas sebagai
suatu proses konstitusional atau perkembangan asosional
 Pendekatan legalistik, merupakan upaya profesionalisasi yang menekankan pada
adanya pengakuan suatu profesi oleh negara.

Dari pendekatan diatas, dapat dirumuskan strategi dalam pengembanganprofesionalitas


kedalam tiga level yaitu: pertama, upaya-upaya profesionalisasi yang dilakukan oleh guru secara
pribadi agar mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan atau tanpa bantuan
pihak lain. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan mandiri. Kedua, pengembangan
yang dilakukan oleh manajemen lembaga melalui berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan.
Kedua level ini dapat diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru.
Sedangkan level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat secara luas dalam kerangka manajemen pendidikan nasional.
Di lihat dari konteks manajemen makro dalam sistem pendidikan nasional, Tilaar (Pahrudin,
2015) menawarkan langkah-langkah yang disebut dengan strategi pengembangan
profesionalitas guru yaitu:

1. Mengupayakan terjadinya peningkatan status profesi guru agar dapat sejajar dengan
profesi lain.
2. Pengembangan profesionalitas guru harus lebih berorientasi pada peningkatan kualitas,
bukan kuantitas. Dalam hal ini maka dperlukan SDM maupun finansial.
3. Profesionalitas guru membutuhkan upaya pendataan kembali terhadap guru agar
mereka dapat dikembangkan.

Prinsip pengembangan Profesi Guru


Sudarwan Danim (2011 : 92) menyebutkan ada dua prinsip pengembangan profesi guru yaitu
prinsip umum dan khusus. Prinsip umum pengembangan profesi guru adalah sebagai berikut:

 Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural , dan kemajemukan bangsa.
 Satukesatuan yang sitematis dengan sistem yang terbuka dan multimakna.
 Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang
hayat.
 Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru
dalam proses pembelajaran.

Prinsip khusus atau operasional pengembangan profesi guru meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Ilmiah, dimana keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi
dan indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
 Relevan, dimana rumusnya berorientasi pada tugas pokok dan fungsi guru sebagai
pendidik profesional.

 Sistematis, dimana setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan


secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
 Konsisten, dimana adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antar kompetensi dan
indikator.
 Aktual dan kontekstual yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti
perkembangan iptek.
 Fleksibel, dimana rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman.
 Demokratis, dimana setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk
diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan keprofesionalitasnya.
 Objektif, dimana setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan
mengacu pada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikatorterukur
dari kompetensi profesinya.
 Komprehensif, dimana setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk
mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan
pendidikan.
 Memandirikan, dimana setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu
meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian
profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
 Profesional, dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan dengan
mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
 Bertahap, dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan secara bertahap
agar guru benar-benar mancapai puncak profesionalitas.
 Berjenjang, dimana pengembangan profesi guru dilaksanakan secara berjenjang
berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada
standar kompetensi.
 Berkelanjutan, dimana pengembanagn profesi guru dilaksanakan secara berkelanjutan
karena perkembangan ilmu pegetahuan, teknologi dan seni serta adanya kebutuhan
penyegaran kompetensi guru.
 Accountable, dimana pengembangan profesi guru dipertanggungjawabkan secara
transparan kepada publik.
 Efektif, dimana pelaksanaan pengembangan profesi guru harus mampu menberikan
informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang
tepat oleh pihak terkait.
 Efesien, dimana pelaksanaan pengembangan profesi guru harus didasari atas
pertimbangan penggunaan sumber daya seminimal mungkin untuk hasil yang optimal.

Jenis-jenis Kegiatan Pengembangan Profesi Guru


Inisiatif pengembangan keprofesian guru idealnya banyak berasal dari prakarsa lembaga. Atas
dasar ini, diasumsikan munculnya proses pembiasaan, yang kemudian guru dapat tumbuh
dengan sendirinya. Tentu saja, semua itu juga berawal dari prakarsa guru secara individual.
Menurut Sudarwan Danim (2011 : 94) Apabila dilihat dari sisi prakarsa lembaga, pengembangan
profesi guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan
(diklat) maupun bukan diklat, antara lain:

 Pendidikan dan Pelatihan


In-House Training (IHT)
Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok
kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan
dalam meningkatkan kompetensi dan karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi
bisa juga secara internal dengan cara dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum
dimiliki guru lain. Program ini diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya.
Program magang
Program magang merupakan pelatihan yang dilaksanankan di dunia kerja atau industri yang
relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional guru. Program magang ini
diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan selama periode tertentu misalnya, magang di
sekolah. Program magang ini dipilih dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang
memerlukan pengalaman nyata.
Kemitraan sekolah
Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dan sekolah
yang kurang baik, antara sekolah negeri atau sekolah swasta. Pembinaan lewat mitra sekolah
diperlukan dengan alasan bahwa agar terjadi transfer nilai-nilai kebaikan dari beberapa keunikan
dan kelebihan yang dimiliki mitra kepada mitra lain. Misalnya dalam bidang manajemen sekolah
Belajar jarak jauh
Pelatihan melalui belajar jarakjauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan
peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan internet dan
sejenisnya. Pelatihan jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru
terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang
ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau provinsi.
Pelatihan berjenjang dan khusus
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang, dimana
program disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi.
Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Sedangkan
pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan
adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.

1. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat
dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa
kemampuan seperti kemampuan melakukan penilitian tindakan kelas, menyusun karya
ilmiah, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
2. Pembinaan internal oleh sekolah

Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki
kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas
internal tambahan, dan diskusi dengan rekan sejawat.
Pendidikan lanjut
Pembinaan guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi peningkatan kualifikasi
dan kompetensi guru. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan
dengan memberikan tugas belajar baik dalam maupun luar negeri bagi guru yang berprestasi.
Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu
guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.

2. Non-pendidikan dan pelatihan


Diskusi masalah pendidikan
Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan masalah yang
dialamai sekolah. melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah
yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan
kompetensi dan pengembangan kariernya.
Seminar
Pengikutsertaan guru dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat
menjadi model pembinaan berkelanjutan bagi peningkatan keprofesian guru. Kegiatan ini
memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya
berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
Workshop
kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan produk yamng bermanfaat bagi pembelajaran,
peningkatan kompetensi mauapun pengembangan kariernya. Workshop dapat
dilakukan,misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus,
sertapenulisan rencana pembelajaran.
Penelitian
Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen,
ataupun jenis lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
Penulisan buku/ bahan ajar.
Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran, ataupun buku dalam bidang
pendidikan.
Pembuatan media pembelajaran.
Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana,
maupun bahan ajar elektronik atau animasi pembelajaran.
Pembuatan karya teknologi/ karya seni.
Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya yang bermanfaat untuk masyarakat
atau kegiatan pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh
masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang dikemukakan Sudarwan Danim, terdapat
berbagai model pengembangan profesi guru yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
Menurut Richard dan Lockhart (2000) (Sobri, 2016) terdapat beberapa model pengembangan
profesional guru, meliputi:

 Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation),


 Workshop dan seminar (workshops and in service seminars),
 Kelompok membaca (reading groups),
 Pengamatan kolega (peer observation),
 Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals),
 Kerjaproyek (project work),
 Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
 Portofolio mengajar (teaching portfolio),
 Mentoring (mentoring).

Sedangkan menurut Kennedy (2005) (Sobri, 2016) menyatakan ada sembilan model
pengembangan profesionalisme guru, yaitu:
1. Training model,
2. Award-bearing model,
3. Deficit model,
4. Cascade model,
5. Standards-based model,
6. Coaching/mentoring model,
7. Community of practice model,
8. Action research model,

1. Transformative model. Masing-masing mempunyai karakteristik yang disesuaikan


dengan kebutuhan guru.

Ditjen Dikdasmen Kementerian PendidikanNasional menyebutkanbeberapa alternatif program


pengembanganprofesional guru, yaitu:

1. Program peningkatan kualifikasi guru atau program studi lanjut,


2. Program penyetaraan dan sertifikasi,
3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi,
4. Program supervisi pendidikan,
5. Program pemberdayaan MGMP,
6. Simposium guru,
7. Program tradisional lainnya, misalnya CTL, PTK, penulisan karya ilmiah,
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah,
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah,
10. Melakukan penelitian,
11. Magang,
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan,
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi,
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat.

Diaz dan Maggioli (2003) (Sobri, 2016) menambahkan enam model atau pendekatan, yaitu:

1. Rancangan konferensi (conference plan),


2. Pemantauan kolega (peer coaching),
3. Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
4. Kelompok belajar kolaboratif (collaborative study groups)
5. Rencana pengembangan pribadi (individual development plan), dan
6. Jurnal percakapan (dialog journals).

Selanjutnya Castetter (Sobri, 2016) juga menyampaikan lima model pengembangan profesional
guru, yaitu:

1. Pengembangan guru yang dipandu secara individual (individual guided staff


development),
2. Observasi atau penilaian (observation/assessment),
3. Keterlibatan dalam proses pengembangan/ peningkatan,
4. Pelatihan (training), dan
5. Pemeriksaan (inquiry).

Berbagai model profesionalisme guru yang dikemukakan oleh para ahli ternyata memiliki banyak
persamaan. Ahmad Yusuf Sobri menjelaskan dalam jurnalnya pada Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 beberapa implementasi model-model
profesionalisme guru sehingga memungkinkan guru dapat memilih model tersebut sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing :

1. Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru

Program ini ditujukan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal sarjana untuk
mengikuti pendidikan sarjana bahkanmagister pendidikan keguruan dalam bentuk tugasbelajar.
Namun saat ini, sangat jarang guruberkualifikasi di bawah sarjana.

2. Program penyetaraan dan sertifikasi

Program penyetaraan diberikan kepada guru yang latar belakangpendidikannya tidak sesuai
dengan tugas mengajarnya atau bukan dari program pendidikan keguruan. Sedangkan program
sertifikasi ditujukan kepada guru yang telah memenuhi syarat (misalnya, minimal telah mengajar
lima tahun, lulus UKG) agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan
jugamemperoleh kesejahteraan.

3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi

Program pelatihan ini diberikan kepada guru agar tercapai kompetensi yang diinginkan sehingga
materi pelatihan mengacu kepada bahan-bahan yang menunjang kompetensi yang akan dicapai.

4. Program supervisiPendidikan

Program ini ditujukan untuk memberikanbantuan kepada guru dalam menyelesaikan


persoalanpembelajaran yang dihadapi guru di kelas dan jugapersoalan yang terkait dengan
pendidikan secaraumum.

5. Program pemberdayaan KKG dan MGMP

KKG adalah wadah kegiatan profesional guru, biasanya untuk guru SD (guru kelas), sedangkan
MGMP untuk guru SMP dan SMA sesuai dengan bidang studi masing-masing guru. Dengan
adanya wadah ini, guru dapat saling memberi masukan tentang materi pembelajaran yang
diajarkan dan dapat mencari alternatif pemecahan terhadap persoalan-persoalan pembelajaran
yang dihadapi di dalam kelas.

6. Simposium guru

Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman tentang proses
pembelajaran dan ajang untuk kompetisi ajang kreativitas diantara guru.

7. Program pelatihan tradisional lainnya

Program pelatihan yang ditujukan kepada guru dengan hanya membahas persoalan aktual dan
penting sehingga guru tidak ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
misalnya pembelajaran kontektual, Kurikulum 2013, blended learning, danpenelitian tindakan
kelas.

8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah

Salah satu kelemahan guru adalah kurangnya membaca dan menulis karya ilmiah sehingga karir
guru sedikit terhambat karena mereka kekurangan karya ilmiah. Untuk itu gugus sekolah perlu
memprogram pelatihan penulisan karya ilmiahbagi guru sehingga mereka produktif dalam
berkarya,serta perlu adanya pendampingan dari pihak kepalasekolah dan pengawas pendidikan.

9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah

Pertemuan ilmiah ditujukan kepada guru untuk memberikanpengetahuan mutakhir tentang


pendidikan dan pembelajaran. Pemberian informasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan
aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses pembelajaran.

10. Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)

Penelitian ini sangat dianjurkan kepada guru supaya guru dapat merefleksikan program
pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelasnya sehingga guru selalu dapat
memperbaiki performansi mengajarnya. Namun, karena tugas mengajar yang banyak
menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain juga disebabkan kemauan dan kemampuan
mereka menulis karya ilmiah. Oleh karena itu perlu adanya pendampingan dari kepalasekolah
dan pengawas sekolah agar guru menjadi produktif dalam melakukan PTK.

11. Magang

Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru pemula. Guru pemula melakukan magang di dalam
kelas dengan bimbingan guru senior sesuai dengan bidang studinya. Kegiatan magang biasanya
meliputi: pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas dengan tujuan agar guru pemula
tersebut dapat mengikuti jejak guru senior yang profesional.

12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan

Pengetahuan dan pemahaman guru tidak hanya terpacu dengan materi pembelajaran di buku,
tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas melalui media cetak dan eletronik, dan bahkan
guru diharapkan dapat mengikuti pemberitaan melalui internet. Guru profesional akan selalu
mengikuti perkembangan pengetahuan dari berbagai sumber media yang tersedia.

13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi

Organisasi profesi memberikan keuntungan yang besar kepada guru (PGRI) untuk
mengembangkan profesionalitasnyadengan membangun sesama komunitas pembelajaran.

14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat

Kerjasama yang erat diantara sejawat guru dapat memberikan peluang pengembangan
profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan lainnya sehingga profesionalisme guru
meningkat.

15. Pengembangan guru yang dipandu secara individual

Program ini bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka sendiri, mampu belajar
aktif serta mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, kepala sekolah dan pengawas
sekolah seyogyanya memotivasi guru saat menyeleksi tujuan belajar berdasarkan penilaian
personal kebutuhan mereka.

16. Observasi dan Penilaian

Kegiatan ini ditujukan kepada guru agar mereka dapat mengamati dan menilai program
pembelajaran yang dilakukansehingga guru memiliki data yang akurat tentang pembelajarannya
untuk kemudian mereka dapat melakukan refleksi dan analisis terhadap peningkatan proses
pembelajaran di kelasnya.

17. Pemberian penghargaan

Agar guru giat menjalankan profesinya, maka diperlukanpenghargaan terhadap prestasi yang
telah ditorehkan,dan bahkan penghargaan perlu juga diberikan kepadaguru tidak tetap sehingga
tidak perbedaan perlakukandiantara guru.

18. Model defisit

Kepala sekolah dan pengawas sekolah seharusnya mengatasidefisit atau kekurangan dalam
kinerja guru yang dikarenakan kelemahan guru secara individual dalam menjalankan tugas
profesinya. Untuk itu, pemimpin sekolah perlu menerapkan manajemen kinerja terhadap guru
sehingga apabila guru mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya dapat dibantuoleh
kepala sekolah dan pengawas sekolah secara individual.

19. Model cascade atau desiminasi

Karena keterbatasan sumberdaya di sekolah, guru secara individual dikirim untuk mengikuti
pelatihan. Setelah selesai mengikuti pelatihan, guru tersebut menyebarkan informasikepada
rekan-rekannya agar mereka juga memperolehpengetahuan yang sama.

20. Model berbasis standar

Model pengembangan ini menitikberatkan kepada standar-standar yang harus dipenuhi dalam
mengadakan pengembangan profesional guru. Model ini kurang diminati karena lebih
menitikberatkan pada standar-standar yang harus dipenuhi bukan kepada kompetensi apa yang
harus dimiliki guru sehingga pengelolaan program pengembangan profesional guru bersifat
seragam tidak berdasarkan kebutuhan.

21. Model mentoring

Model pengembangan ini melibatkan dua guru (guru pemula dan berpengalaman) dan
mengandung unsur konseling dan profesional. Guru yang berpengalaman memberikan pelatihan
kepada guru pemula agar guru pemula dapat meningkatkanprofesionalnya. Ada pula yang
menyatakan model iniadalah model supervisi klinis kepada guru pemula.

 Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru di Indonesia

 Implementasi Secara Umum Program Sertifikasi Guru Di Indonesia Dunia


pendidikan erat kaitannya dengan proses transfer ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai karakter. Dimana pelaku utamanya adalah guu. Guru menjadi poros
utama yang menentukan kualitas peserta didiknya dan lebih jauh lagi mempengaruhi mutu
pendidikan. Jabatan guru sebagai profesi bermula setelah dikeluarkannya Undang-Undang No
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan oleh DPR. Sesuai dengan
amanat Undang – Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti
dengan Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri
pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan menyebabkan
perlu adanya penyelenggaraan sertifikasi profesi guru melalui penilaian portofolio atau melalui
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
yang selanjutnya disebut LPTK.
LPTK merupakan Perguruan Tinggi yang ditunjuk untuk pelaksanaan proses sertifikasi
(Permendikbud No.62 Tahun 2013). LPTK yang dipilih merupakan perguruan tinggi yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu
guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, diharapkan dapat meningkatkan mutu
pembelajaran dan meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bagi peserta sertifikasi yang
belum dinyatakan lulus, LPTK Rayon merekomendasikan alternatif untuk melakukan kegiatan
mandiri untuk melengkapi kekurangan dokumen portofolio atau mengikuti Pendidikan dan
Pelatihan Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau PLPG) yang diakhiri dengan ujian.
PLPG diakhiri dengan uji kompetensi guru (UKG) yang dilakukan oleh LPTK Penyelenggara
Sertifikasi Guru dengan mengacu pada rambu-rambu Ujian PLPG. Uji kompetensi meliputi uji
tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran).
PLPG sangat diperlukan dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia
dalam suatu lembaga pendidikan. PLPG juga penting untuk membantu meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan membawa
keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta tenaga-tenaga pendidik yang
profesional serta berkompetensi pada bidangnya masing-masing.
Berdasarkan rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi guru adapun
penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut:

1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan yang telah
ditetapkan pemerintah.
2. PLPG diselenggarakan selama minimal 9 hari dan bobot 90 jam pertemuan (JP), dengan
alokasi 30 JP teori dan 60 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.
3. Pelaksanaan PLPG bertempat di LPTK atau di kabupaten/kota dengan memperhatikan
kelayakannya (representatif dan kondusif) untuk proses pembelajaran.
4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata pelajaran.
Dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan (dari segi jumlah) rombel dapat
dilakukan berdasarkan rumpun bidang studi/mata pelajaran.
5. Satu rombel maksimal 30 orang peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer
counseling/peer supervising maksimal 10 orang peserta dalam kondisi tertentu jumlah
peserta satu rombel atau kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising
dapat disesuaikan.
6. Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising difasilitasi oleh dua orang
instruktur. Dalam kondisi tertentu, peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat
difasilitasi oleh satu orang, tetapi pada saat ujian, instruktur harus 2 orang.
7. Dalam proses pembelajaran, instruktur menggunakan multi media dan multi metode
yang berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
8. PLPG diawali pretest sacara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pedagogic dan
professional awal peserta.
9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu pelaksanaan PLPG.
Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran).
10. Ujian tulis pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan tempat duduk yang layak
dan setiap 30 peserta diawasi oleh dua orang pengawas.
11. Ujian praktik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
12. Guru kelas dan guru mata pelajaran terpadu dengan kegiatan peer
13. Guru bimbingan konseling atau konselor terpadu dengan kegiatan peer counseling.
14. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik terdiri atas penyusunan
rencana program kepengawasan, penyusunan laporan kepengawasan dan ujian praktik
supervisi (peer supervising).
15. Sekurang-kurangnya satu penguji pada ujian praktik harus memiliki NIA yang relevan
atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata pelajarannya.
16. Ujian praktik mengajar dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran
(IPKG II), ujian praktik bimbingan konseling dinilai dengan Lembar Penilaian
Pelaksanaan Bimbingan Konseling.
17. Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas ujian praktik supervisi dinilai
dengan lembar penilaian yang analog dengan IPKG II.
18. Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan didasarkan pada
rambu-rambu penilaian yang telah ditentukan.
19. Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak lulus diberi
kesempatan untuk mengikut ujian ulang sebanyak-banyaknya dua kali. Ujian ulang
diselesaikan pada tahun berjalan. Jika terpaksa tidak terselesaikan, maka ujian ulang
dilakukan bersamaan dengan ujian PLPG kuota tahun berikutnya.
20. Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan
dengan mengacu rambu-rambu ini.
21. Peserta yang belum lulus pada ujian ulang yang kedua diserahkan kembali ke dinas
pendidikan/kandepag kabupaten/kota untuk dibina lebih lanjut18

Adapun materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi guru, yaitu ”1)
pedagogik, 2) profesional, 3) kepribadian, 4) sosial.” Standarisasi kompetensi dirinci dalam
materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-
rambu yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti atau Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan hasil need
assesment. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi
Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi
Guru (PLPG) : 4-6

1. Analisis Mendalam permasalahan program sertifikasi guru di Indonesia

Menjadi guru bukan merupakan bakat sejak lahir, seseorang yang akan menjadi guru profesional
harus melewati proses pendidikan, pengarahan, dan pelatihan yang intensif terlebih dahulu.
Guru sebagai pemeran utama dalam menentukan kualitas pendidikan memang sudah
semestinya mendapatkan sarana dalam mengupgrade kapasitas dirinya agar menjadi guru yang
berkompeten dan profesional yang kemudian berdampak pada peningkatan kualitas peserta
didik dan lebih jauh lagi menigkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam rangka merealisasikan amanat Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (UUGD) tentang sertifikasi guru, pemerintah telah menyusun berbagai program yang
bertujuan untuk peningkatan kualitas dan juga kesejahteraan guru. Salah satunya adalah adanya
program sertifikasi guru. Namun dalam realisasinya pelaksanaan program sertifikasi guru masih
menemui banyak permasalahan, baik dalam hal pelaksannannya maupun pencapian tujuan
sesuai dengan hasil yang diinginkan. Dalam praktiknya ternyata banyak ditemui berbagai tindak
penyelewengan baik yang nampak hingga ke publik maupun yang terselubung oleh pihak-pihak
tertentu.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Malem Sendah Sembiring, Staf Peneliti
Puslitjaknov, balitbang Kemdiknas, melalui penelitiannya yang berjudul “Kajian Implementasi
Kebijakan Program Sertifikasi Guru” (Rohemi, 2013) mencatat setidaknya ada empat temuan
yang menunjukkan kegagalan program sertifikasi guru di Indonesia.
Pertama, implementasi kebijakan uji kompetensi guru melalui uji portofolio diragukan
pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru dan mutu pembelajaran. Kedua, untuk
memenuhi persyaratan penilaian portofolio sejumlah guru terkendala dengan persyaratan jumlah
jam mengajar dan kualifikasi pendidikan. Ketiga, terindikasi adanya praktek-praktek kurang
terpuji alam proses mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk penilian portofolio guru.
Keempat, belum terlihat adanya perbedaan kompetensi akademik, paedagogik, sosial antara
guru yang bersertifikat dan belum bersertifikat (Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 8
tahun ke-3, Agustus 2010) (Rohemi, 2013)
Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa misi sertifikasi guru untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan guru akan sulit terwujud bila hambatan
dan kecurangan-kecurangan yang sudah terjadi baik oleh pihak pemda maupun oleh para guru
itu sendiri masih tetap terpelihara. Praktik-praktik kecurangan yang telah terindikasi beberapa
tahun terakhir masih saja terjadi. Sehingga tidak menutup kemungkinan proses sertifikasi guru
akan gagal mencapai tujuannya.
Berkaitan dengan UUGD, banyak memberikan efek positif terhadap profesi guru. Martabat guru
semakin dihargai dan dihormati, kesejahteraannya semakin diperhatikan, terlebih lagi dengan
adanya program sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru dan dosen (UU No 14 Tahun 2005).
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru
profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang
berkualitas. Tujuan utamanya adalah meningkatkan profesionalitas guru sehingga kinerjanya
lebih baik dan kualitas pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya profesionalitas
guru tersebut. Sebagai konsekuensi logis dari disandangnya predikat guru profesional, maka
guru yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi, yaitu sejumlah uang
yang besarnya sama dengan satu kali gaji pokok PNS tiap bulan. Dengan adanya tunjangan
tersebut diharapkan kesejahteraan para guru meningkat dan yang lebih utama dan esensial
adalah kualitas guru semakin baik dan kompetensinya semakin terasah.
Amanat UUGD yang berkaitan dengan sertifikasi guru ini didukung secara penuh oleh
Pemerintah. Komitmen pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas), dalam meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia ini dibuktikan dengan
memberikan anggaran Rp 70 triliun hingga tahun 2016 untuk membiayai peningkatan
profesionalitas guru melalui sertifikasi. Sebuah jumlah anggaran yang fantastis dan dianggap
wajar yang sedang dan akan digunakan bagi 2,7 juta guru yang saat ini ada di Indonesia.
Tujuan mulia adanya sertifikasi guru ternyata dalam tataran implementasinya menimbulkan
berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan ini pada umumnya dikeluhkan oleh para
guru, antara lain: tidak transparannya penetapan kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang
seharusnya berhak, justru tidak ditetapkan sebagai peserta sertifikasi; pembayaran tunjangan
sertifikasi yang tidak menentu dan selalu terlambat; kalaupun tunjangan profesi pada akhirnya
dibayarkan, tetapi terkadang jumlah bulan yang dibayarkan tidak utuh, harusnya 12 bulan
misalnya, ternyata yang cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan agak lama antara
pengumuman kelulusan dengan penerbitan SK pencairan tunjangan profesi; khusus untuk guru
agama yang merangkap guru kelas atau kepala sekolah, namanya terkadang tercantum pada
kuota sertifikasi guru di Kemendiknas dan di Kementerian Agama (Kemenag); kinerja guru yang
sudah disertifikasi biasa-biasa saja dan tidak menunjukkan peningkatan kinerja secara signifikan,
tidak ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya lebih rendah dari guru yang belum
disertifikasi;
Masalah yang sangat mencolok adalah adanya disharmoni. Program sertifikasi telah
menimbulkan terjadinya kesenjangan atau disharmoni antara guru-guru yang sudah disertifikasi
dengan guru-guru yang belum. Banyak guru senior di sekolah dasar yang hanya berbekal ijazah
Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang sudah bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil
untuk sertitikasi. Sementara guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa tahun
mengajar sudah dipanggil untuk sertifikasi. Setelah proses sertifikasi bergulir celakanya tidak
ada alat evaluasi atau mekanisme yang jelas dan mampu memetakan kinerja guru sebelum dan
setelah disertifikasi. Yang ada hanya ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah
disertifikasi dan terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut
tunjangan profesinya. Sepertinya proses sertifikasi kurang mampu membangun etos kerja guru
tetapi justru membuat para guru haus tunjangan.
Aspek ini yang menyebabkan para guru seperti menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuannya. Kisah bahwa kelulusan sertifikasi diperoleh dengan curang bukanlah dongeng belaka.
Manipulasi portofolio, kelengkapan dokumen seperti piagam, makalah dan syarat-syarat lain
yang diperlukan menjadi bukti bahwa tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang
prosesnya sendiri yang harus disertai dengan kerja keras membangun kultur pendidikan.

1. Solusi permasalahan PLPG dan sertifikasi

Dengan memperhatikan berbagai problematika dalam realisasi sertifikasi guru, bukan berarti
sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap
berlangsung dan terus dievaluasi secara komprehensif karena program ini merupakan amanat
undang-undang. Dalam tataran penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus
dibenahi, antara lain :

1. Pentingnya peran petugas dalam pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan
seharusnya diimbangi dengan pemenuhan jumlah sumber dayanya. Maka dari itu perlu
untuk memerhatikan jumlah staf atau pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan
segala kegiatan yang berhubungan dengan implementasi program sertifikasi guru serta
sumber daya finansialnya.
2. Sosialisasi merupakan hal yang penting agar program sertifikasi guru dalam jabatan
dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan. Maka dari itu seharusnya kegiatan
sosialisasi ini lebih ditingkatkan lagi agar pelaksanaan program sertifikasi guru ini
berjalan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan sehingga baik para pelaksana
maupun peserta dapat melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dengan baik.
3. Dalam melaksanakan suatu program, kegiatan pengawasan dan Pembuatan laporan
secara kontinyu sangat dibutuhkan untuk nantinya dapat digunakan sebagai patokan
atau acuan dan sebagai bahan evaluasi. Untuk itu seharusnya dalam memberikan
laporan pelaksanaanprogram harus sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan agar
dapat melihat perkembangan dari program sehingga memudahkan dalam pengambilan
keputusan dan tindakan selanjutnya. (Ningrum Fauziah Yusuf, dkk. 2017)
4. Diperlukan adanya kesadaran diri khususnya bagi guru yang sudah tersertifikasi, sudah
semestinya berupaya munjukkan kinerja yang lebih baik lagi, khususnya kinerja yang
terkait dengan proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan usaha
meningkatkan mutu pendidikan.
5. Keyakinan dalam diri setiap guru yang sudah maupun belum tersertifikasi bahwa
tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya. Semangat atau
tidaknya mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya tunjangan profesi. Guru bukan
merupakan mata pencaharian yang akan menjadikan kita kaya karena guru adalah
pengabdian yang berbalas pahala dan tunjangan itu hanyalah penghargaan. Maka sudah
seharusnya mindset ingin kaya dengan menjadi guru karena berbagai tunjangan yang
didapatkan harus dibuang jauh-jauh. Tanamkan dalam diri sebuah keyakinan bahwa
mendidik merupakan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, yang harus bersih dari
motivasi duniawi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengembangan profesionalitas guru didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru yang menyangkut kemampuan guru, baik
penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi pengajaran, serta sikap keprofesionalan
guru menyangkut motivasi dan komitmen guru dalam menjalankan tugas sebagai guru.
Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk
mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Sehingga,guru secara terus-menerus perlu
mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.
Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan
akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau
malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk
mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar dengan
meluangkan waktu untuk menjadi guru.
Strategi dalam pengembanganprofesionalitas dapatdirumuskankedalam tiga level
yaitu: pertama upaya-upaya profesionalisasi yang dilakukan oleh guru secara pribadi agar
mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan atau tanpa bantuan pihak lain.
Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan mandiri. Kedua, pengembangan yang
dilakukan oleh manajemen lembaga melalui berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan.
Kedua level ini dapat diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru.
Sedangkan level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat secara luas dalam kerangka manajemen pendidikan nasional.

3.2 Saran
Diharapkan bagi pembaca khusunya mahasiswa jurusan kependidikan dan calon guru serta para
guru supaya lebih meningkatkan dan mengembangkan profesinya sehingga menjadi guru yang
lebih professional dan berkualitas dalam upaya menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan pesertadidik.

DAFTAR PUSTAKA

Alzano, Alfi. 2015.” Efektivitas Program Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Hasil
Pendidikan (Studi pada SMK Negeri 2 Batusangkar)”. Skripsi. Bandung. Program Sarjana
Unpad.
Chairiah, Siti. 2010. “Efektivitas Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Dalam Menunjang
Profesionalisme Guru (Studi Kasus Pada Guru Smp Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang
Tangerang – Banten).”. Skripsi Program Studi Ki-Manajemen Pendidikan . Jakarta. Fakultas Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah
Danil, Deden. 2009. “Upaya Profesionalisme Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa di
Sekolah (Study Deskriptif Lapangan di Sekolah Madrasah Aliyah Cilawu Garut)”. Garut: Jurnal
Pendidikan Universitas Garut. Vol. 3,No. 1.
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi Guru dalam
Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
(PLPG).
Drajat, Manpandan Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Alfabeta.
Lilies, Noorjanah. 2014. “Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Penulisan Karya Tulis
Ilmiah Bagi Guru Profesional di SMA NEGERI 1 KAUMAN KABUPATEN TULUNGAGUNG”.
Tulungagung: Jurnal Humanity. Vol. 10,No. 1.
Mustofa. 2007. “Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru di Indonesia”.
Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 4,No. 1.
Pahrudin. 2015. “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru Sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”. Surakarta: Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Nomor 62 Tahun 2013
Tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam Rangka Penataan Dan Pemerataan Guru.
Rohemi. 2013. “Sertifikasi Guru dan Problematikannya”. Semarang: Seminar Nasional Evaluasi
Pendidikan.
Sobri, Ahmad Yusuf.2016. “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII. Malang.
Syahrul. 2009. ”Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru Berbasis Moral dan Kultur”.
Malang: Jurnal MEDTEK. Vol. 1,No. 1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga Profesi.
Yusuf, Ningrum Fauziah; Herijanto Bekti; Dedi Sukarno. 2017. “Implementasi Program Sertifikasi
Guru Dalam Jabatan (Studi Pada Madrasah Aliyah Negeri Ciparay Kabupaten Bandung)”.
Bandung: Jurnal Administrasi Negara.Volume 2 No

Anda mungkin juga menyukai