Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MAKALAH

ETIKA PROFESI GURU

Dosen Pengampuh : Prof.Dr. Muhammad Ilyas,M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok VI
NURFADILAH TAQDIR_2101402006
ASWA NOVIANTI LARASATI A_2101402023

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas Rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pembinaan Profesi Keguruan” tepat
waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Dan Profesi Keguruan.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang profesi keguruan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Muhammad Ilyas, M.Pd.
selaku dosen Mata Kuliah Etika Dan Profesi Keguruan. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 06 Mei 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guru memiliki peran yang sangat esensial bagi mutu pendidikan di Indonesia karena guru

menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran

disamping kurikulum dan sarana prasarana. Guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama tersebut akan menjadi efektif

apabila guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang meliputi kompetensi yang harus

dimiliki guru disertai dengan kode etik tertentu. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005

kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. keempat kompetensi tersebut

dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional sudah seyogyanya

mampu menguasai keempat kompetensi tersebut.

Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi guru memiliki hubungan yang positif.

Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus dimilikinya maka mutu pendidikan di

Indonesia juga akan meningkat. Namun melihat fenomena yang ada sekarang, masih banyak

ditemukan kasus yang mencerminkan masih rendahnya tingkat profesionalitas guru di Indonesia.

Salah satunya dapat dilihat dari masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran

yang monoton tanpa adanya inovasi dalam pembelajaran, masih benyak guru yang belum

mempunyai kualifikasi S1dan masih banyak persolan lainnya. Pengembangan guru di Indonesia

juga masih rendah. Banyak guru-guru dalam bidang skill (kemampuan mengajar) masih kurang,

kurangnya pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan

peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru demikian penting dalam

peningkatan mutu pendidikan. Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai,

tetapi mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru bukan hanya sekedar
profesi. Guru bukan hanya mengajarkan materi dan memberikan 2 penilaian. Dalam proses

penyampaian materi itu sendiri memerlukan teknik dan seni sebagai hasil dari perpaduan

kompetensi yamg dimiliki oleh guru. Sehingga guru menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan

pembelajaran. Peningkatan kompetensi guru dalam rangka pengembangan profesi guru dinilai

sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah ini, penulis tertarik untuk membahas tentang guru

berkaitan dengan pengembangan profesi guru.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan pengembangan profesi keguruan?

b. Bagaimana sikap professional seorang guru?

c. Bagaimana pengembangan profesi keguruan?

1.3 Tujuan

Penulis menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam rangka memenuhi tugas

kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan antara lain bertujuan agar dapat:

a. Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.

b. Menjelaskan sikap professional guru.

c. Menjelaskan pengembangan profesi guru


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan

Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita

mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut.Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan

mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah

kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori

ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat,

dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi

baru.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan dengan bidang

pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian keterampilan, kejuruan, tertentu. Selain istilah

profesi kita mengenal istilah profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi. Ketiga istilah

tersebut memiliki definisi masing-masing. Sudarwan Danim(2011:103) membedakan ketiga

istilah tersebut sebagai berikut :

Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu profesi dan

kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga profesinya. Profesionalisme dapat

diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam

melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan

proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi

untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh

profesinya itu.

Keguruan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa diartikan perihal (yang

menyangkut) pengajaran, pendidikan, dan metode pengajaran. Dalam UU Nomor 14 tahun


2005 tentang guru dan dosen, Profesi keguruan adalah pendidikan profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini,

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Joan Dean

mengemukakan bahwa, pengembangan profesionalitas guru (professional development

teacher) dimaknai sebagai a process wherebyteacher become more professional, yakni

suatu proses yang dilakukan untuk menjadikan guru dapat tampil secara lebih profesional. “

(Pahrudin, 2015)”

Dengan kata lain dapat diartikan bahwa, pengembangan profesi guru didefinisikan

sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru

yang menyangkut kemampuan guru, baik penguasaan materi ajar atau penguasaan

metodologi pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru menyangkut motivasi dan

komitmen guru dalam menjalankan tugas sebagai guru.

Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam rangka menjaga

agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin

modern. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi

pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan pembinaan dan pengembangan

karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Keduanya disesuaikan dengan

jabatan fungsional masing-masing.

Urgensi program pengembangan guru sendiri didasarkan pada sebuah asumsi bahwa

tidak semua guru dan tenaga kependidikan yang dihasilkant 5 elah memenuhi kriteria guru

profesional. Dengan berdasarkan pada asumsiasumsi tersebut, agar guru dapat memberikan

kontribusinya secara maksimal bagi pencapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu

pendidikan di Indonesia, maka harus ada upaya pengembangan profesi guru yang dilakukan

secara bertahap dan berkesinambungan (terus-menerus). Kegiatan pembinaan dan

pengembangan profesi guru dilakukan atas prakarsa pemerintah, pemerintah daerah,

penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru, dan guru secara pribadi.


Pemerintah idealnya berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi guru seperti

dalam UU Nomor 14 tahun 2005 bahwasanya pemerintah berkewajiban untuk memberikan

dana dalam rangka membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi

guru agar terbentuk guru yang profesional dan mumpuni dari segi kompetensi. Secara

pribadi, seorang guru seharusnya memposisikan diri sebagai guru pembelajar. Dimana ia

akan selalu berusaha mengupgrade kapasitas dirinya dengan proses belajar mandiri

sehingga pengetahuan dan skill yang dimiliki semakin terasah dan memenuhi kriteria

sebagai guru yang profesional. Secara umum, kegiatan pengembanagan profesi guru

dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru dalam

memecahkan masalah pendidkan dan pembelajaran yang berdampak pada peningkatan

mutu belajar siswa yang selanjutnya meningkatkan mutu pendidikan.

B. Sikap Profesionalitas

a. Konsep sikap profesionalitas

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu

pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997)

(Mustofa,2007) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan,

teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme

lebih dari 6 seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki

suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Profesional juga bisa diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ). Jadi

profesional menunjuk pada dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan penampilan

atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya Daryanto (2013)

(Lilies,2014).
Jadi Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang

dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Sehingga guru secara terus-

menerus perlu mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta

didik itu belajar. Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil

untuk menemukan akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan

mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk

adalah kesediaan untuk mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta

mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak

bersedia belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan kebanggan

atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang profesional Kunandar (2010)

( Lilies,2014). Kualitas profesionalisme guru ditunjukkan oleh lima sikap,yakni :

1) Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal;

2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi; 7

3) Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional

yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan

ketrampilannya

4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;

5) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya Sagala (2009) (Lilies,2014).

Guru profesional adalah guru yangmelaksanakan tugas keguruan dengan

kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam menjalankan

kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan

(competencies) psikologis yang meliputi :

(1) Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);

(2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);


(3) Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).

Disamping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan guru, yakni kompetensi

kepribadian Syah (2011) ( Lilies,2014).

Menurut Suryadi dalam Suwarna (2004) ( Mustofa,2007), predikat guru profesional

dapat dicapai dengan memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:

1. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan intelegensi sikap, nilai,

dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus

menguasai materi yang diajarkan.

2. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi untuk

membelajarkan siswanya.

3. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).

4. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan diri dan keluarganya.

Arifin (2000) (Mustofa,2007) mengemukakan guru Indonesia yang profesional

dipersyaratkan mempunyai:

1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan

masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;

2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu

pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan

merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan

hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;

3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi guru merupakan

profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan

praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya

program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau

manajemen pendidikan yang lemah.


b. Ciri-ciri Guru Profesional

GPM memiliki ciri-ciri sebagai professional sungguhan. Ciri-ciri itu terefleksi dari

perilaku kesehariannya sebagai GPM. Hasil study beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau

karakteristik profesi, yang secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh GPM, yang

menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Termasuk dalam kerangka ini,

pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang

penyandang profesi.

2. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi mengkhususkan penguasaan

bidang keilmuan tertentu. Guru yang sesungguhnya harus memiliki spesialisasi bidang studi

(subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.

3. Menjadi anggota organisasi profesi. Dibuktikan dengan kepemilikan kartu anggota,

pemahaman terhadap norma–norma organisasi, kepatuhan terhadap kewajiban dan

larangan yang ditetapkan oleh organisasi tersebut.

4. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.

Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif dimana aplikasinya didasari atas kerangka teori

yang jelas dan teruji.

5. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. GPM mampu

berkomunikasi sebagai guru dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh

siswa.

6. Memiliki kapastitas mengorganisasikan kerja secara mandiri dan selforganization. Istilah

mandiri disini berarti kewenangan kademiknya melekat pada diri sendiri.

7. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Memberikan layanan kepada anak didik

pada saat bantuan itu diperlukan.


8. Memiliki kode etik. Kode etik dijadikan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh

guru–guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi

sebagai pendidik.

9. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. Dalam bekerja GPM memiliki tanggung

jawab kepada komunitas terutama anak didiknya.

10. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah standar gaji yang

terima oleh guru.

11. Budaya professional. Budaya profesi dapat berupa penggunaan symbol yang berbeda

dengan simbol–simbol untuk profesi lain.

12. Melaksanakan pertemuan professional tahunan. Pertemuan ini dapat dilakukan dalam

bentuk forum guru, seminar, diskusi panel, workshop.

c. Prinsip Profesional

Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1,

yaitu: ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan

prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang

tugasnya.

3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.

4. Mematuhi kode etik profesi.

5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.

8. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.


9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

Menurut Richard D. Kellough (1998) (Danim, Sudarwan,2011) kompetensi yang harus

dikuasai guru professional yaitu :

a) Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan,

b) Merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal professional,

melakukan dialog dengan sesame guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina

siswa dan materi pelajaran,

c) Memahami proses belajar dalam artian siswa memahami tujuan belajar, harapan –

harapan dan prosedur yang ada di kelas,

d) Terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan bertanggung jawab,

e) Mengorganisasi kelas dan merencanakan pelajaran secara cermat,

f) Komunikator yang efektif, g) Bisa mengambil keputusan secara efektif,

h) Menyiapkan situasi belajar yang positif dan konstruktif,

i) Mempunyai humor yang sehat,

j) Mampu mengenali secara cepat siswa yang mememerlukan perhatian yang

khusus,

k) Mampu mengimplementasikan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari–

hari,

l) Dapat dipercaya baik dalam membuat perjanjian maupun kesepakatan.

Lebih lanjut dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal

28 menyebutkan bahwa ”pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi

sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.


d. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru

Menurut Ani M. Hasan (2003) (Mustofa,2007), faktor-faktor yang menyebabkan

rendahnya profesionalisme guru antara lain:

a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.Hal ini disebabkan oleh

banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;

b. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru

yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga

menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;

c. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut

untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Secara lebih rinci, Akadum (1999) (Mustofa,2007) mengemukakan bahwa ada lima

penyebab rendahnya profesionalisme guru:

a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,

b. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,

c. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan

kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya

kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,

d. Masih belum ada kesepakatan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan

kepada calon guru,

e. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal

meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang

tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan

kesejahteraan anggotanya. Namundemikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai

mengupayakan profesionalisme para anggotanya.


C. Pengembangan Profesi Guru

a. strategi pengembangan Profesi Guru

Pengembangan profesionalisme guru selalu mendapatkan perhatian secara global,

karenaguru berperan penting dalam mencerdaskan bangsa dan sebagai sentral pendidikan

karakter. Tugas mulia yang diemban seorang guru tersebut menjadi berat karena bukan saja

guru harus mempersiapkan generasi muda sebagai penerus yang mampu bersaing namun

juga unggul dari segi karakter. Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah,

maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi

pengembangan profesi guru. Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik

untuk dapat mengembangkan diri sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam jurnal

ekonomi dan pendidikan yang ditulis Mustofa dijelaskan beberapa strategi yang bisa

dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi guru, yaitu:

a. Strategi perubahan paradigma Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi

agar menjadimampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang

berorientasipelayanan, bukan dilayani. Strategi perubahan paradigma dapat dilakukan

melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam

kontek pelayanan masyarakat.

b. Strategi debirokratisasi Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi

yang dapatmenghambat pada pengembangan diri guru. Strategi tersebut memerlukan

metode operasional agar dapat dilaksanakan. Sementara strategi debirokratisasi dapat

dilakukan dengan cara mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat

menjadi hambatan bagi pengembangan diri guru serta menyulitkan pelayanan bagi

masyarakat.

Untuk melakukan profesionalisasi ada tiga pengembangan yang ditawarkan oleh R.D.

Lansbury (Pahrudin, 2015) yang dapat dijadikan sebagai kerangka dalam merumuskan

strategi pengembangan yakni :


 Pendekatan karakteristik, berupaya memunculkan karakter yang melekat dalam suatu

profesi, sehingga profesi itu benar-benar dijalankan sesuai dengan tuntunan profesional.

 Pendekatan institusional, pendektan yang lebih memandang profesionalitas sebagai suatu

proses konstitusional atau perkembangan asosional

 Pendekatan legalistik, merupakan upaya profesionalisasi yang menekankan pada adanya

pengakuan suatu profesi oleh negara. Dari pendekatan diatas, dapat dirumuskan strategi

dalam pengembanganprofesionalitas kedalam tiga level yaitu: pertama, upayaupaya

profesionalisasi yang dilakukan oleh guru secara pribadi agar mereka dapat meningkatkan

kualitas keprofesionalan, dengan atau tanpa bantuan pihak lain. Dengan kata lain dapat

dikatakan sebagai pelatihan mandiri. Kedua, pengembangan yang dilakukan oleh manajemen

lembaga melalui berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan. Kedua level ini dapat

diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru. Sedangkan level ketiga

adalah upaya pengembangan pada level makro yang menjadi tanggung jawab pemerintah

dan masyarakat secara luas dalam kerangka manajemen pendidikan nasional.

Di lihat dari konteks manajemen makro dalam sistem pendidikan nasional, Tilaar

(Pahrudin, 2015) menawarkan langkah-langkah yang disebut dengan strategi pengembangan

profesionalitas guru yaitu:

1. Mengupayakan terjadinya peningkatan status profesi guru agar dapat sejajar dengan

profesi lain. 2. Pengembangan profesionalitas guru harus lebih berorientasi pada

peningkatan kualitas, bukan kuantitas. Dalam hal ini maka dperlukan SDM maupun finansial.

3. Profesionalitas guru membutuhkan upaya pendataan kembali terhadap guru agar mereka

dapat dikembangkan. b. Prinsip pengembangan Profesi Guru Sudarwan Danim (2011 : 92)

menyebutkan ada dua prinsip pengembangan profesi guru yaitu prinsip umum dan khusus.

Prinsip umum pengembangan profesi guru adalah sebagai berikut:  Demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural , dan kemajemukan bangsa.  Satukesatuan yang sitematis dengan
sistem yang terbuka dan multimakna.  Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru

yang berlangsung sepanjang hayat.  Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan

mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran. Prinsip khusus atau

operasional pengembangan profesi guru meliputi halhal sebagai berikut:  Ilmiah, dimana

keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator

harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.  Relevan, dimana rumusnya

berorientasi pada tugas pokok dan fungsi guru sebagai pendidik profesional. 16  Sistematis,

dimana setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara fungsional

dalam mencapai kompetensi.  Konsisten, dimana adanya hubungan yang ajeg dan taat asas

antar kompetensi dan indikator.  Aktual dan kontekstual yakni rumusan kompetensi dan

indikator dapat mengikuti perkembangan iptek.  Fleksibel, dimana rumusan kompetensi dan

indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.  Demokratis,

dimana setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses

pembinaan dan pengembangan keprofesionalitasnya.  Objektif, dimana setiap guru dibina

dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu pada hasil penilaian yang

dilaksanakan berdasarkan indikator-indikatorterukur dari kompetensi profesinya. 

Komprehensif, dimana setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk

mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan

pendidikan.  Memandirikan, dimana setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk

mampu meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki

kemandirian profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.  Profesional,

dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-

nilai profesionalitas.  Bertahap, dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan

secara bertahap agar guru benar-benar mancapai puncak profesionalitas.  Berjenjang,

dimana pengembangan profesi guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang

kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar kompetensi. 17 
Berkelanjutan, dimana pengembanagn profesi guru dilaksanakan secara berkelanjutan

karena perkembangan ilmu pegetahuan, teknologi dan seni serta adanya kebutuhan

penyegaran kompetensi guru.  Accountable, dimana pengembangan profesi guru

dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik.  Efektif, dimana pelaksanaan

pengembangan profesi guru harus mampu menberikan informasi yang dapat digunakan

sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak terkait.  Efesien, dimana

pelaksanaan pengembangan profesi guru harus didasari atas pertimbangan penggunaan

sumber daya seminimal mungkin untuk hasil yang optimal. c. Jenis-jenis Kegiatan

Pengembangan Profesi Guru Inisiatif pengembangan keprofesian guru idealnya banyak

berasal dari prakarsa lembaga. Atas dasar ini, diasumsikan munculnya proses pembiasaan,

yang kemudian guru dapat tumbuh dengan sendirinya. Tentu saja, semua itu juga berawal

dari prakarsa guru secara individual. Menurut Sudarwan Danim (2011 : 94) Apabila dilihat

dari sisi prakarsa lembaga, pengembangan profesi guru dilaksanakan melalui berbagai

strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan diklat, antara lain: 1.

Pendidikan dan Pelatihan a. In-House Training (IHT) Pelatihan dalam bentuk IHT adalah

pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah, atau tempat

lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT

dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan

kompetensi dan karier guru tidak 18 harus dilakukan secara eksternal, tetapi bisa juga secara

internal dengan cara dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki guru

lain. Program ini diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya. b. Program magang

Program magang merupakan pelatihan yang dilaksanankan di dunia kerja atau industri yang

relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional guru. Program magang ini

diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan selama periode tertentu misalnya, magang di

sekolah. Program magang ini dipilih dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang

memerlukan pengalaman nyata. c. Kemitraan sekolah Pelatihan melalui kemitraan sekolah


dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dan sekolah yang kurang baik, antara sekolah

negeri atau sekolah swasta. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa

agar terjadi transfer nilai-nilai kebaikan dari beberapa keunikan dan kelebihan yang dimiliki

mitra kepada mitra lain. Misalnya dalam bidang manajemen sekolah d. Belajar jarak jauh

Pelatihan melalui belajar jarakjauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan

peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan internet

dan sejenisnya. Pelatihan jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua

guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan

yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau provinsi. e. Pelatihan berjenjang dan khusus

Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang,

dimana program disusun secara berjenjang mulai 19 dari jenjang dasar, menengah, lanjut,

dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi.

Sedangkan pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau

disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. f. Kursus singkat di

perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat dimaksudkan untuk

melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan

melakukan penilitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan,

dan mengevaluasi pembelajaran. g. Pembinaan internal oleh sekolah Pembinaan internal ini

dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guruguru yang memiliki kewenangan membina,

melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, dan

diskusi dengan rekan sejawat. h. Pendidikan lanjut Pembinaan guru melalui pendidikan lanjut

juga merupakan alternatif bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan

guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar baik

dalam maupun luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini

akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya

pengembangan profesi. 2. Non-pendidikan dan pelatihan a. Diskusi masalah pendidikan


Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan masalah yang

dialamai sekolah. melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah

yang dihadapi 20 berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah

peningkatan kompetensi dan pengembangan kariernya. b. Seminar Pengikutsertaan guru

dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model

pembinaan berkelanjutan bagi peningkatan keprofesian guru. Kegiatan ini memberikan

peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan

dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. c. Workshop kegiatan

ini dilakukan untuk menghasilkan produk yamng bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan

kompetensi mauapun pengembangan kariernya. Workshop dapat dilakukan,misalnya dalam

kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, sertapenulisan rencana

pembelajaran. d. Penelitian Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian

tindakan kelas, penelitian eksperimen, ataupun jenis lain dalam rangka peningkatan mutu

pembelajaran. e. Penulisan buku/ bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk

diktat, buku pelajaran, ataupun buku dalam bidang pendidikan. f. Pembuatan media

pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat

praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau animasi pembelajaran. g.

Pembuatan karya teknologi/ karya seni. 21 Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat

berupa karya yang bermanfaat untuk masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya seni

yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan

pengembangan profesi yang dikemukakan Sudarwan Danim, terdapat berbagai model

pengembangan profesi guru yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain : Menurut Richard

dan Lockhart (2000) (Sobri, 2016) terdapat beberapa model pengembangan profesional

guru, meliputi: 1) Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation), 2) Workshop

dan seminar (workshops and in service seminars), 3) Kelompok membaca (reading groups),

4) Pengamatan kolega (peer observation), 5) Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing


teaching diaries/journals), 6) Kerjaproyek (project work), 7) Penelitian tindakan kelas

(classroom action research), 8) Portofolio mengajar (teaching portfolio), 9) Mentoring

(mentoring). Sedangkan menurut Kennedy (2005) (Sobri, 2016) menyatakan ada sembilan

model pengembangan profesionalisme guru, yaitu: a. Training model, b. Award-bearing

model, c. Deficit model, d. Cascade model, e. Standards-based model, f. Coaching/mentoring

model, g. Community of practice model, h. Action research model, 22 i. Transformative

model. Masing-masing mempunyai karakteristik yang disesuaikan dengan kebutuhan guru.

Ditjen Dikdasmen Kementerian PendidikanNasional menyebutkanbeberapa alternatif

program pengembanganprofesional guru, yaitu: a) Program peningkatan kualifikasi guru atau

program studi lanjut, b) Program penyetaraan dan sertifikasi, c) Program pelatihan

terintegrasi berbasis kompetensi, d) Program supervisi pendidikan, e) Program

pemberdayaan MGMP, f) Simposium guru, g) Program tradisional lainnya, misalnya CTL, PTK,

penulisan karya ilmiah, h) Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah, i) Berpartisipasi

dalam pertemuan ilmiah, j) Melakukan penelitian, k) Magang, l) Mengikuti berita aktual dari

media pemberitaan, m) Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi, n) Menggalang

kerjasama dengan teman sejawat. Diaz dan Maggioli (2003) (Sobri, 2016) menambahkan

enam model atau pendekatan, yaitu: a) Rancangan konferensi (conference plan), b)

Pemantauan kolega (peer coaching), c) Penelitian tindakan kelas (classroom action research),

d) Kelompok belajar kolaboratif (collaborative study groups) e) Rencana pengembangan

pribadi (individual development plan), dan f) Jurnal percakapan (dialog journals). 23

Selanjutnya Castetter (Sobri, 2016) juga menyampaikan lima model pengembangan

profesional guru, yaitu: a) Pengembangan guru yang dipandu secara individual (individual

guided staff development), b) Observasi atau penilaian (observation/assessment), c)

Keterlibatan dalam proses pengembangan/ peningkatan, d) Pelatihan (training), dan e)

Pemeriksaan (inquiry). Berbagai model profesionalisme guru yang dikemukakan oleh para

ahli ternyata memiliki banyak persamaan. Ahmad Yusuf Sobri menjelaskan dalam jurnalnya
pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 beberapa

implementasi modelmodel profesionalisme guru sehingga memungkinkan guru dapat

memilih model tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing-masing : 1. Program

peningkatan kualifikasi pendidikan guru Program ini ditujukan bagi guru yang belum memiliki

kualifikasi pendidikan minimal sarjana untuk mengikuti pendidikan sarjana bahkanmagister

pendidikan keguruan dalam bentuk tugasbelajar. Namun saat ini, sangat jarang

guruberkualifikasi di bawah sarjana. 2. Program penyetaraan dan sertifikasi Program

penyetaraan diberikan kepada guru yang latar belakangpendidikannya tidak sesuai dengan

tugas mengajarnya atau bukan dari program pendidikan keguruan. Sedangkan program

sertifikasi ditujukan kepada guru yang telah memenuhi syarat (misalnya, minimal telah

mengajar lima tahun, lulus UKG) agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan

jugamemperoleh kesejahteraan. 3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi 24

Program pelatihan ini diberikan kepada guru agar tercapai kompetensi yang diinginkan

sehingga materi pelatihan mengacu kepada bahanbahan yang menunjang kompetensi yang

akan dicapai. 4. Program supervisiPendidikan Program ini ditujukan untuk

memberikanbantuan kepada guru dalam menyelesaikan persoalanpembelajaran yang

dihadapi guru di kelas dan jugapersoalan yang terkait dengan pendidikan secaraumum. 5.

Program pemberdayaan KKG dan MGMP KKG adalah wadah kegiatan profesional guru,

biasanya untuk guru SD (guru kelas), sedangkan MGMP untuk guru SMP dan SMA sesuai

dengan bidang studi masing-masing guru. Dengan adanya wadah ini, guru dapat saling

memberi masukan tentang materi pembelajaran yang diajarkan dan dapat mencari alternatif

pemecahan terhadap persoalanpersoalan pembelajaran yang dihadapi di dalam kelas. 6.

Simposium guru Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar pikiran dan

pengalaman tentang proses pembelajaran dan ajang untuk kompetisi ajang kreativitas

diantara guru. 7. Program pelatihan tradisional lainnya Program pelatihan yang ditujukan

kepada guru dengan hanya membahas persoalan aktual dan penting sehingga guru tidak
ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya pembelajaran

kontektual, Kurikulum 2013, blended learning, danpenelitian tindakan kelas. 8. Membaca

dan menulis jurnal atau karya ilmiah Salah satu kelemahan guru adalah kurangnya membaca

dan menulis karya ilmiah sehingga karir guru sedikit terhambat karena mereka kekurangan

karya ilmiah. Untuk itu gugus sekolah perlu memprogram pelatihan penulisan karya

ilmiahbagi guru sehingga mereka produktif 25 dalam berkarya,serta perlu adanya

pendampingan dari pihak kepalasekolah dan pengawas pendidikan. 9. Berpartisipasi dalam

pertemuan ilmiah Pertemuan ilmiah ditujukan kepada guru untuk memberikanpengetahuan

mutakhir tentang pendidikan dan pembelajaran. Pemberian informasi tersebut bertujuan

untuk meningkatkan aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses pembelajaran. 10.

Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) Penelitian ini sangat dianjurkan kepada guru

supaya guru dapat merefleksikan program pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam

kelasnya sehingga guru selalu dapat memperbaiki performansi mengajarnya. Namun, karena

tugas mengajar yang banyak menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain juga

disebabkan kemauan dan kemampuan mereka menulis karya ilmiah. Oleh karena itu perlu

adanya pendampingan dari kepalasekolah dan pengawas sekolah agar guru menjadi

produktif dalam melakukan PTK. 11. Magang Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru

pemula. Guru pemula melakukan magang di dalam kelas dengan bimbingan guru senior

sesuai dengan bidang studinya. Kegiatan magang biasanya meliputi: pengelolaan

pembelajaran dan pengelolaan kelas dengan tujuan agar guru pemula tersebut dapat

mengikuti jejak guru senior yang profesional. 12. Mengikuti berita aktual dari media

pemberitaan Pengetahuan dan pemahaman guru tidak hanya terpacu dengan materi

pembelajaran di buku, tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas melalui media cetak

dan eletronik, dan bahkan guru diharapkan dapat mengikuti pemberitaan melalui internet.

Guru profesional akan selalu 26 mengikuti perkembangan pengetahuan dari berbagai

sumber media yang tersedia. 13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi Organisasi
profesi memberikan keuntungan yang besar kepada guru (PGRI) untuk mengembangkan

profesionalitasnyadengan membangun sesama komunitas pembelajaran. 14. Menggalang

kerjasama dengan teman sejawat Kerjasama yang erat diantara sejawat guru dapat

memberikan peluang pengembangan profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan

lainnya sehingga profesionalisme guru meningkat. 15. Pengembangan guru yang dipandu

secara individual Program ini bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka

sendiri, mampu belajar aktif serta mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, kepala

sekolah dan pengawas sekolah seyogyanya memotivasi guru saat menyeleksi tujuan belajar

berdasarkan penilaian personal kebutuhan mereka. 16. Observasi dan Penilaian Kegiatan ini

ditujukan kepada guru agar mereka dapat mengamati dan menilai program pembelajaran

yang dilakukansehingga guru memiliki data yang akurat tentang pembelajarannya untuk

kemudian mereka dapat melakukan refleksi dan analisis terhadap peningkatan proses

pembelajaran di kelasnya. 17. Pemberian penghargaan Agar guru giat menjalankan

profesinya, maka diperlukanpenghargaan terhadap prestasi yang telah ditorehkan,dan

bahkan penghargaan perlu juga diberikan kepadaguru tidak tetap sehingga tidak perbedaan

perlakukandiantara guru. 18. Model defisit 27 Kepala sekolah dan pengawas sekolah

seharusnya mengatasidefisit atau kekurangan dalam kinerja guru yang dikarenakan

kelemahan guru secara individual dalam menjalankan tugas profesinya. Untuk itu, pemimpin

sekolah perlu menerapkan manajemen kinerja terhadap guru sehingga apabila guru

mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya dapat dibantuoleh kepala sekolah dan

pengawas sekolah secara individual. 19. Model cascade atau desiminasi Karena keterbatasan

sumberdaya di sekolah, guru secara individual dikirim untuk mengikuti pelatihan. Setelah

selesai mengikuti pelatihan, guru tersebut menyebarkan informasikepada rekan-rekannya

agar mereka juga memperolehpengetahuan yang sama. 20. Model berbasis standar Model

pengembangan ini menitikberatkan kepada standar-standar yang harus dipenuhi dalam

mengadakan pengembangan profesional guru. Model ini kurang diminati karena lebih
menitikberatkan pada standar-standar yang harus dipenuhi bukan kepada kompetensi apa

yang harus dimiliki guru sehingga pengelolaan program pengembangan profesional guru

bersifat seragam tidak berdasarkan kebutuhan. 21. Model mentoring Model pengembangan

ini melibatkan dua guru (guru pemula dan berpengalaman) dan mengandung unsur

konseling dan profesional. Guru yang berpengalaman memberikan pelatihan kepada guru

pemula agar guru pemula dapat meningkatkanprofesionalnya. Ada pula yang menyatakan

model iniadalah model supervisi klinis kepada guru pemula. 28 D. Implementasi Program

Pengembangan Profesi Guru di Indonesia a. Implementasi Secara Umum Program Sertifikasi

Guru Di Indonesia Dunia pendidikan erat kaitannya dengan proses transfer ilmu pengetahuan

dan nilai-nilai karakter. Dimana pelaku utamanya adalah guu. Guru menjadi poros utama

yang menentukan kualitas peserta didiknya dan lebih jauh lagi mempengaruhi mutu

pendidikan. Jabatan guru sebagai profesi bermula setelah dikeluarkannya Undang-Undang

No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan oleh DPR. Sesuai dengan

amanat Undang - Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti

dengan Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri

pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan menyebabkan

perlu adanya penyelenggaraan sertifikasi profesi guru melalui penilaian portofolio atau

melalui pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidik dan Tenaga

Kependidikan yang selanjutnya disebut LPTK. LPTK merupakan Perguruan Tinggi yang

ditunjuk untuk pelaksanaan proses sertifikasi (Permendikbud No.62 Tahun 2013). LPTK yang

dipilih merupakan perguruan tinggi yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.

Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan

kesejahteraan guru, diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan meningkatkan

mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya meningkatkan mutu pendidikan

di Indonesia secara berkelanjutan. Bagi peserta sertifikasi yang belum dinyatakan lulus, LPTK

Rayon merekomendasikan alternatif untuk melakukan kegiatan mandiri untuk melengkapi


kekurangan dokumen portofolio atau mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru

(Diklat Profesi Guru atau PLPG) yang diakhiri dengan ujian. 29 PLPG diakhiri dengan uji

kompetensi guru (UKG) yang dilakukan oleh LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru dengan

mengacu pada ramburambu Ujian PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja

(praktik pembelajaran). PLPG sangat diperlukan dalam meningkatkan dan mengembangkan

sumber daya manusia dalam suatu lembaga pendidikan. PLPG juga penting untuk membantu

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan

membawa keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta tenagatenaga

pendidik yang profesional serta berkompetensi pada bidangnya masing-masing. Berdasarkan

rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi guru adapun penyelenggaraan

PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut: 1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK

penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan yang telah ditetapkan pemerintah. 2. PLPG

diselenggarakan selama minimal 9 hari dan bobot 90 jam pertemuan (JP), dengan alokasi 30

JP teori dan 60 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit. 3. Pelaksanaan PLPG bertempat di

LPTK atau di kabupaten/kota dengan memperhatikan kelayakannya (representatif dan

kondusif) untuk proses pembelajaran. 4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu

bidang keahlian/mata pelajaran. Dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan (dari segi

jumlah) rombel dapat dilakukan berdasarkan rumpun bidang studi/mata pelajaran. 5. Satu

rombel maksimal 30 orang peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer

supervising maksimal 10 orang peserta 30 dalam kondisi tertentu jumlah peserta satu

rombel atau kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat disesuaikan. 6.

Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising difasilitasi oleh dua orang

instruktur. Dalam kondisi tertentu, peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat

difasilitasi oleh satu orang, tetapi pada saat ujian, instruktur harus 2 orang. 7. Dalam proses

pembelajaran, instruktur menggunakan multi media dan multi metode yang berbasis

pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). 8. PLPG diawali
pretest sacara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pedagogic dan professional awal

peserta. 9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu pelaksanaan

PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran). 10. Ujian tulis

pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan tempat duduk yang layak dan setiap 30

peserta diawasi oleh dua orang pengawas. 11. Ujian praktik dilaksanakan dengan cara

sebagai berikut: a. Guru kelas dan guru mata pelajaran terpadu dengan kegiatan peer

teaching. b. Guru bimbingan konseling atau konselor terpadu dengan kegiatan peer

counseling. c. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik terdiri atas

penyusunan rencana program kepengawasan, penyusunan laporan kepengawasan dan ujian

praktik supervisi (peer supervising). d. Sekurang-kurangnya satu penguji pada ujian praktik

harus memiliki NIA yang relevan atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata

pelajarannya. 31 e. Ujian praktik mengajar dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan

Pembelajaran (IPKG II), ujian praktik bimbingan konseling dinilai dengan Lembar Penilaian

Pelaksanaan Bimbingan Konseling. f. Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan

pengawas ujian praktik supervisi dinilai dengan lembar penilaian yang analog dengan IPKG II.

12. Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan didasarkan pada rambu-

rambu penilaian yang telah ditentukan. 13. Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik,

sedangkan yang tidak lulus diberi kesempatan untuk mengikut ujian ulang

sebanyakbanyaknya dua kali. Ujian ulang diselesaikan pada tahun berjalan. Jika terpaksa

tidak terselesaikan, maka ujian ulang dilakukan bersamaan dengan ujian PLPG kuota tahun

berikutnya. 14. Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam

jabatan dengan mengacu rambu-rambu ini. 15. Peserta yang belum lulus pada ujian ulang

yang kedua diserahkan kembali ke dinas pendidikan/kandepag kabupaten/kota untuk dibina

lebih lanjut18 Adapun materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi guru,

yaitu ”1) pedagogik, 2) profesional, 3) kepribadian, 4) sosial.” Standarisasi kompetensi dirinci

dalam materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada
rambu-rambu yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti atau Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan

hasil need assesment. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Ramburambu Pelaksanaan Pendidikan

dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) : 4-6) 32 b. Analisis Mendalam permasalahan program

sertifikasi guru di Indonesia Menjadi guru bukan merupakan bakat sejak lahir, seseorang

yang akan menjadi guru profesional harus melewati proses pendidikan, pengarahan, dan

pelatihan yang intensif terlebih dahulu. Guru sebagai pemeran utama dalam menentukan

kualitas pendidikan memang sudah semestinya mendapatkan sarana dalam mengupgrade

kapasitas dirinya agar menjadi guru yang berkompeten dan profesional yang kemudian

berdampak pada peningkatan kualitas peserta didik dan lebih jauh lagi menigkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia. Dalam rangka merealisasikan amanat Undang-Undang No 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) tentang sertifikasi guru, pemerintah telah menyusun

berbagai program yang bertujuan untuk peningkatan kualitas dan juga kesejahteraan guru.

Salah satunya adalah adanya program sertifikasi guru. Namun dalam realisasinya

pelaksanaan program sertifikasi guru masih menemui banyak permasalahan, baik dalam hal

pelaksannannya maupun pencapian tujuan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Dalam

praktiknya ternyata banyak ditemui berbagai tindak penyelewengan baik yang nampak

hingga ke publik maupun yang terselubung oleh pihak-pihak tertentu. Sebagaimana

penelitian yang dilakukan oleh Malem Sendah Sembiring, Staf Peneliti Puslitjaknov, balitbang

Kemdiknas, melalui penelitiannya yang berjudul “Kajian Implementasi Kebijakan Program

Sertifikasi Guru” (Rohemi, 2013) mencatat setidaknya ada empat temuan yang menunjukkan

kegagalan program sertifikasi guru di Indonesia. Pertama, implementasi kebijakan uji

kompetensi guru melalui uji portofolio diragukan pengaruhnya terhadap peningkatan

kompetensi guru dan mutu pembelajaran. Kedua, untuk memenuhi persyaratan penilaian

portofolio sejumlah guru terkendala dengan persyaratan jumlah jam mengajar dan kualifikasi

pendidikan. Ketiga, terindikasi adanya praktek-praktek kurang terpuji alam proses


mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk penilian 33 portofolio guru. Keempat, belum

terlihat adanya perbedaan kompetensi akademik, paedagogik, sosial antara guru yang

bersertifikat dan belum bersertifikat (Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 8 tahun ke-

3, Agustus 2010) (Rohemi, 2013) Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa misi sertifikasi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan guru

akan sulit terwujud bila hambatan dan kecurangan-kecurangan yang sudah terjadi baik oleh

pihak pemda maupun oleh para guru itu sendiri masih tetap terpelihara. Praktik-praktik

kecurangan yang telah terindikasi beberapa tahun terakhir masih saja terjadi. Sehingga tidak

menutup kemungkinan proses sertifikasi guru akan gagal mencapai tujuannya. Berkaitan

dengan UUGD, banyak memberikan efek positif terhadap profesi guru. Martabat guru

semakin dihargai dan dihormati, kesejahteraannya semakin diperhatikan, terlebih lagi

dengan adanya program sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat

pendidik kepada guru dan dosen (UU No 14 Tahun 2005). Sertifikat pendidik diberikan

kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan

syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Tujuan

utamanya adalah meningkatkan profesionalitas guru sehingga kinerjanya lebih baik dan

kualitas pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya profesionalitas guru

tersebut. Sebagai konsekuensi logis dari disandangnya predikat guru profesional, maka guru

yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi, yaitu sejumlah uang yang

besarnya sama dengan satu kali gaji pokok PNS tiap bulan. Dengan adanya tunjangan

tersebut diharapkan kesejahteraan para guru meningkat dan yang lebih utama dan esensial

adalah kualitas guru semakin baik dan kompetensinya semakin terasah. 34 Amanat UUGD

yang berkaitan dengan sertifikasi guru ini didukung secara penuh oleh Pemerintah.

Komitmen pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas),

dalam meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia ini dibuktikan dengan memberikan

anggaran Rp 70 triliun hingga tahun 2016 untuk membiayai peningkatan profesionalitas guru
melalui sertifikasi. Sebuah jumlah anggaran yang fantastis dan dianggap wajar yang sedang

dan akan digunakan bagi 2,7 juta guru yang saat ini ada di Indonesia. Tujuan mulia adanya

sertifikasi guru ternyata dalam tataran implementasinya menimbulkan berbagai

permasalahan. Permasalahanpermasalahan ini pada umumnya dikeluhkan oleh para guru,

antara lain: tidak transparannya penetapan kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang

seharusnya berhak, justru tidak ditetapkan sebagai peserta sertifikasi; pembayaran

tunjangan sertifikasi yang tidak menentu dan selalu terlambat; kalaupun tunjangan profesi

pada akhirnya dibayarkan, tetapi terkadang jumlah bulan yang dibayarkan tidak utuh,

harusnya 12 bulan misalnya, ternyata yang cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan

agak lama antara pengumuman kelulusan dengan penerbitan SK pencairan tunjangan

profesi; khusus untuk guru agama yang merangkap guru kelas atau kepala sekolah, namanya

terkadang tercantum pada kuota sertifikasi guru di Kemendiknas dan di Kementerian Agama

(Kemenag); kinerja guru yang sudah disertifikasi biasabiasa saja dan tidak menunjukkan

peningkatan kinerja secara signifikan, tidak ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya

lebih rendah dari guru yang belum disertifikasi; Masalah yang sangat mencolok adalah

adanya disharmoni. Program sertifikasi telah menimbulkan terjadinya kesenjangan atau

disharmoni antara guru-guru yang sudah disertifikasi dengan guru-guru yang belum. Banyak

guru senior di sekolah dasar yang hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang

sudah bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil untuk 35 disertifikasi. Sementara

guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa tahun mengajar sudah dipanggil untuk

sertifikasi. Setelah proses sertifikasi bergulir celakanya tidak ada alat evaluasi atau

mekanisme yang jelas dan mampu memetakan kinerja guru sebelum dan setelah

disertifikasi. Yang ada hanya ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah

disertifikasi dan terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut

tunjangan profesinya. Sepertinya proses sertifikasi kurang mampu membangun etos kerja

guru tetapi justru membuat para guru haus tunjangan. Aspek ini yang menyebabkan para
guru seperti menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kisah bahwa kelulusan

sertifikasi diperoleh dengan curang bukanlah dongeng belaka. Manipulasi portofolio,

kelengkapan dokumen seperti piagam, makalah dan syarat-syarat lain yang diperlukan

menjadi bukti bahwa tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang prosesnya

sendiri yang harus disertai dengan kerja keras membangun kultur pendidikan. c. Solusi

permasalahan PLPG dan sertifikasi Dengan memperhatikan berbagai problematika dalam

realisasi sertifikasi guru, bukan berarti sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop

pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap berlangsung dan terus dievaluasi secara

komprehensif karena program ini merupakan amanat undang-undang. Dalam tataran

penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus dibenahi, antara lain : 1.

Pentingnya peran petugas dalam pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan

seharusnya diimbangi dengan pemenuhan jumlah sumber dayanya. Maka dari itu perlu

untuk memerhatikan jumlah staf atau pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan segala

kegiatan yang berhubungan dengan implementasi program sertifikasi guru serta sumber

daya finansialnya. 36 2. Sosialisasi merupakan hal yang penting agar program sertifikasi guru

dalam jabatan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan. Maka dari itu seharusnya

kegiatan sosialisasi ini lebih ditingkatkan lagi agar pelaksanaan program sertifikasi guru ini

berjalan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan sehingga baik para pelaksana maupun

peserta dapat melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dengan baik. 3. Dalam

melaksanakan suatu program, kegiatan pengawasan dan Pembuatan laporan secara kontinyu

sangat dibutuhkan untuk nantinya dapat digunakan sebagai patokan atau acuan dan sebagai

bahan evaluasi. Untuk itu seharusnya dalam memberikan laporan pelaksanaanprogram

harus sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan agar dapat melihat perkembangan dari

program sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan dan tindakan selanjutnya.

(Ningrum Fauziah Yusuf, dkk. 2017) 4. Diperlukan adanya kesadaran diri khususnya bagi guru

yang sudah tersertifikasi, sudah semestinya berupaya munjukkan kinerja yang lebih baik lagi,
khususnya kinerja yang terkait dengan proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan

usaha meningkatkan mutu pendidikan. 5. Keyakinan dalam diri setiap guru yang sudah

maupun belum tersertifikasi bahwa tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-

galanya. Semangat atau tidaknya mengajar bukan dik

Anda mungkin juga menyukai