Anda di halaman 1dari 21

PROJECT

PROFESI PENDIDIKAN

` NAMA : MEGA MUSTIKA HASIBUAN

NIM : 7203344024

DOSEN PENGAMPU : ANIFA

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Projek ini tentang “Pengembangan Profesi Keguruan”. Tujuan

penulisan adalah memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Pendidikan Ekonomi Universitas

Negeri Medan dan memberikan wawasan kepada penulis maupun pembaca.

Kelapa Rakyat,24 mei 2021

Mega mustika Hsb


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Guru memiliki peran yang sangat esensial bagi mutu pendidikan di Indonesia karena guru

menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran

disamping kurikulum dan sarana prasarana. Guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama tersebut akan menjadi efektif

apabila guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang meliputi kompetensi yang harus

dimiliki guru disertai dengan kode etik tertentu. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005

kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. keempat kompetensi tersebut dalam

praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional sudah seyogyanya mampu

menguasai keempat kompetensi tersebut. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi

guru memiliki hubungan yang positif.

Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus dimilikinya maka mutu pendidikan

di Indonesia juga akan meningkat. Namun melihat fenomena yang ada sekarang, masih banyak

ditemukan kasus yang mencerminkan masih rendahnya tingkat profesionalitas guru di Indonesia.

Salah satunya dapat dilihat dari masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran

yang monoton tanpa adanya inovasi dalam pembelajaran, masih benyak guru yang belum

mempunyai kualifikasi S1dan masih banyak persolan lainnya. Pengembangan guru di Indonesia

juga masih rendah. Banyak guru-guru dalam bidang skill (kemampuan mengajar) masih kurang,
kurangnya pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan

peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru demikian penting dalam

peningkatan mutu pendidikan. Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi

mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru bukan hanya sekedar profesi.

Guru bukan hanya mengajarkan materi dan memberikan 2 penilaian. Dalam proses

penyampaian materi itu sendiri memerlukan teknik dan seni sebagai hasil dari perpaduan

kompetensi yamg dimiliki oleh guru. Sehingga guru menjadi lebih kreatif dalam

mengembangkan pembelajaran. Peningkatan kompetensi guru dalam rangka pengembangan

profesi guru dinilai sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi

meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah ini, penulis tertarik untuk

membahas tentang guru berkaitan denganpengembangan profesi guru.

1.2 RumusanMasalah

a. Apa yang dimaksud dengan pengembangan profesi keguruan?

b. Bagaimana sikap professional seorang guru?

c. Bagaimana pengembangan profesi keguruan?

1.3 Tujuan Penulis

menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam rangka memenuhi tugas

kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan antara lain bertujuan agar dapat:

a. Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.

b. Menjelaskan sikap professional guru.

c. Menjelaskan pengembangan profesi guru.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan

Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita

mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut.Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan

mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu

pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi

ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan dengan bidang pekerjaan yang dilandasi

pendidikan keahlian keterampilan, kejuruan, tertentu.

Selain istilah profesi kita mengenal istilah profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi.

Ketiga istilah tersebut memiliki definisi masing-masing. Sudarwan Danim(2011:103)

membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut : Profesional merujuk pada dua hal yaitu

orang yang menyandang suatu profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga

profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk

meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang

digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan

profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota

penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan

yang diinginkan oleh profesinya itu.


Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam rangka menjaga agar

kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin modern.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,

kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karier meliputi

penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Keduanya disesuaikan dengan jabatan fungsional

masing-masing.

B. Sikap Profesionalitas

a. Konsep sikap profesionalitas Menurut para ahli,

profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan

manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) (Mustofa,2007) mengemukakan

bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi lebih

merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari 6 seorang teknisi bukan hanya

memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Profesional juga bisa diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ). Jadi profesional menunjuk pada

dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut

dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya Daryanto (2013) (Lilies,2014).

Guru profesional adalah guru yangmelaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi

(profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru

dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis yang meliputi :

(1) Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);

(2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);


(3) Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa). Disamping itu, ada satu kompetensi

yang diperlukan guru, yakni kompetensi kepribadian Syah (2011) ( Lilies,2014). Menurut

Suryadi dalam Suwarna (2004) ( Mustofa,2007), predikat guru profesional dapat dicapai dengan

memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:

1. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan intelegensi sikap, nilai,

dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai

materi yang diajarkan.

2. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi untuk

membelajarkan siswanya.

3. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).

b. Ciri-ciri Guru

Profesional GPM memiliki ciri-ciri sebagai professional sungguhan. Ciri-ciri itu terefleksi

dari perilaku kesehariannya sebagai GPM. Hasil study beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau

karakteristik profesi, yang secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh GPM, yang

menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Termasuk dalam kerangka ini,

pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang

penyandang profesi.

2. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi mengkhususkan penguasaan

bidang keilmuan tertentu. Guru yang sesungguhnya harus memiliki spesialisasi bidang studi

(subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.


3. Menjadi anggota organisasi profesi. Dibuktikan dengan kepemilikan kartu anggota,

pemahaman terhadap norma–norma organisasi, kepatuhan terhadap kewajiban dan larangan yang

ditetapkan oleh organisasi tersebut.

4. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.

Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif dimana aplikasinya didasari atas kerangka teori yang

jelas dan teruji.

5. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. GPM mampu

berkomunikasi sebagai guru dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh siswa.

6. Memiliki kapastitas mengorganisasikan kerja secara mandiri dan selforganization. Istilah

mandiri disini berarti kewenangan kademiknya melekat pada diri sendiri.

7. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Memberikan layanan kepada anak didik

pada saat bantuan itu diperlukan.

8. Memiliki kode etik. Kode etik dijadikan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh

guru–guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi

sebagai pendidik.

9. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. Dalam bekerja GPM memiliki tanggung

jawab kepada komunitas terutama anak didiknya.

10. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah standar gaji yang

terima oleh guru.

11. Budaya professional. Budaya profesi dapat berupa penggunaan symbol yang berbeda

dengan simbol–simbol untuk profesi lain. 10 12. Melaksanakan pertemuan professional tahunan.

Pertemuan ini dapat dilakukan dalam bentuk forum guru, seminar, diskusi panel, workshop.
c. Prinsip Profesional Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1,

yaitu: 1. ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-

prinsip profesional sebagai berikut

:1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang

tugasnya.

3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.

4. Mematuhi kode etik profesi.

5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.

8. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

d. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Menurut Ani M. Hasan (2003)

(Mustofa,2007), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain:

a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.Hal ini disebabkan oleh

banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
b. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru

yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga

menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;

c. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut

untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

C. Pengembangan Profesi Guru

a. strategi pengembangan Profesi Guru Pengembangan profesionalisme guru selalu

mendapatkan perhatian secara global, karenaguru berperan penting dalam mencerdaskan bangsa

dan sebagai sentral pendidikan karakter. Tugas mulia yang diemban seorang guru tersebut

menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda sebagai penerus yang

mampu bersaing namun juga unggul dari segi karakter. Mengembangkan profesi guru bukan

sesuatu yang mudah, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim

kondusif bagi pengembangan profesi guru. Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga

pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam jurnal

ekonomi dan pendidikan yang ditulis Mustofa dijelaskan beberapa strategi yang bisa dilakukan

untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi guru, yaitu:

a. Strategi perubahan paradigma Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi

agar menjadimampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasipelayanan,

bukan dilayani. Strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna

menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat.
b. Strategi debirokratisasi Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi

yang dapatmenghambat pada pengembangan diri guru. Strategi tersebut memerlukan metode

operasional agar dapat dilaksanakan. Sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan

cara mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi

pengembangan diri guru serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat. 14 Untuk melakukan

profesionalisasi ada tiga pengembangan yang ditawarkan oleh R.D. Lansbury (Pahrudin, 2015)

yang dapat dijadikan sebagai kerangka dalam merumuskan strategi pengembangan yakni :

Pendekatan karakteristik, berupaya memunculkan karakter yangmelekat dalam suatu profesi,

sehingga profesi itu benar-benar dijalankan sesuai dengan tuntunan profesional. Pendekatan

institusional, pendektan yang lebih memandang profesionalitas sebagai suatu proses

konstitusional atau perkembangan asosional Pendekatan legalistik, merupakan upaya

profesionalisasi yang menekankan pada adanya pengakuan suatu profesi oleh negara.

D. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru di Indonesia

a. Implementasi Secara Umum Program Sertifikasi Guru

Di Indonesia Dunia pendidikan erat kaitannya dengan proses transfer ilmu pengetahuan dan

nilai-nilai karakter. Dimana pelaku utamanya adalah guu. Guru menjadi poros utama yang

menentukan kualitas peserta didiknya dan lebih jauh lagi mempengaruhi mutu pendidikan.

Jabatan guru sebagai profesi bermula setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan oleh DPR. Sesuai dengan amanat Undang

- Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti dengan Peraturan

Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri pendidikan Nasional No 18

Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan menyebabkan perlu adanya penyelenggaraan

sertifikasi profesi guru melalui penilaian portofolio atau melalui pendidikan profesi yang

diselenggarakan oleh Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang selanjutnya disebut

LPTK.
LPTK merupakan Perguruan Tinggi yang ditunjuk untuk pelaksanaan proses sertifikasi

(Permendikbud No.62 Tahun 2013). LPTK yang dipilih merupakan perguruan tinggi yang

terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu

guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, diharapkan dapat meningkatkan mutu

pembelajaran dan meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya

meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bagi peserta sertifikasi yang

belum dinyatakan lulus, LPTK Rayon merekomendasikan alternatif untuk melakukan kegiatan

mandiri untuk melengkapi kekurangan dokumen portofolio atau mengikuti Pendidikan dan

Pelatihan Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau PLPG) yang diakhiri dengan ujian. 29 PLPG

diakhiri dengan uji kompetensi guru (UKG) yang dilakukan oleh LPTK Penyelenggara

Sertifikasi Guru dengan mengacu pada ramburambu Ujian PLPG. Uji kompetensi meliputi uji

tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran). PLPG sangat diperlukan dalam meningkatkan dan

mengembangkan sumber daya manusia dalam suatu lembaga pendidikan. PLPG juga penting

untuk membantu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu

PLPG akan membawa keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta

tenagatenaga pendidik yang profesional serta berkompetensi pada bidangnya masing-masing.

Berdasarkan rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi guru adapun

penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut:

1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan yang telah

ditetapkan pemerintah.

2. PLPG diselenggarakan selama minimal 9 hari dan bobot 90 jam pertemuan (JP), dengan

alokasi 30 JP teori dan 60 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.

3. Pelaksanaan PLPG bertempat di LPTK atau di kabupaten/kota dengan memperhatikan

kelayakannya (representatif dan kondusif) untuk proses pembelajaran.


4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata pelajaran.

Dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan (dari segi jumlah) rombel dapat dilakukan

berdasarkan rumpun bidang studi/mata pelajaran.

5. Satu rombel maksimal 30 orang peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer

counseling/peer supervising maksimal 10 orang peserta 30 dalam kondisi tertentu jumlah peserta

satu rombel atau kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat disesuaikan.

6. Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising difasilitasi oleh dua orang

instruktur. Dalam kondisi tertentu, peer teaching/peer counseling/peer supervising dapat

difasilitasi oleh satu orang, tetapi pada saat ujian, instruktur harus 2 orang.

7. Dalam proses pembelajaran, instruktur menggunakan multi media dan multi metode yang

berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).

8. PLPG diawali pretest sacara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pedagogic dan

professional awal peserta.

9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu pelaksanaan PLPG. Uji

kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran).

10. Ujian tulis pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan tempat duduk yang layak

dan setiap 30 peserta diawasi oleh dua orang pengawas.

11. Ujian praktik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a. Guru kelas dan guru mata pelajaran terpadu dengan kegiatan peer teaching.

b. Guru bimbingan konseling atau konselor terpadu dengan kegiatan peer counseling.
c. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik terdiri atas penyusunan

rencana program kepengawasan, penyusunan laporan kepengawasan dan ujian praktik supervisi

(peer supervising).

d. Sekurang-kurangnya satu penguji pada ujian praktik harus memiliki NIA yang relevan

atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata pelajarannya.

e. Ujian praktik mengajar dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran

(IPKG II), ujian praktik bimbingan konseling dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan

Bimbingan Konseling.

f. Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas ujian praktik supervisi dinilai

dengan lembar penilaian yang analog dengan IPKG II.

12. Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan didasarkan pada rambu-

rambu penilaian yang telah ditentukan.

13. Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak lulus diberi

kesempatan untuk mengikut ujian ulang sebanyakbanyaknya dua kali. Ujian ulang diselesaikan

pada tahun berjalan. Jika terpaksa tidak terselesaikan, maka ujian ulang dilakukan bersamaan

dengan ujian PLPG kuota tahun berikutnya.

14. Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan dengan

mengacu rambu-rambu ini.

15. Peserta yang belum lulus pada ujian ulang yang kedua diserahkan kembali ke dinas

pendidikan/kandepag kabupaten/kota untuk dibina lebih lanjut Adapun materi PLPG disusun

dengan memperhatikan empat kompetensi guru, yaitu ”1) pedagogik, 2) profesional, 3)

kepribadian, 4) sosial.” Standarisasi kompetensi dirinci dalam materi PLPG ditentukan oleh

LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang ditetapkan oleh Dirjen
Dikti atau Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan hasil need assesment. (Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun

2009:Ramburambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) : 4-6) 32

b. Analisis Mendalam permasalahan program sertifikasi guru di Indonesia

Menjadi guru bukan merupakan bakat sejak lahir, seseorang yang akan menjadi guru

profesional harus melewati proses pendidikan, pengarahan, dan pelatihan yang intensif terlebih

dahulu. Guru sebagai pemeran utama dalam menentukan kualitas pendidikan memang sudah

semestinya mendapatkan sarana dalam mengupgrade kapasitas dirinya agar menjadi guru yang

berkompeten dan profesional yang kemudian berdampak pada peningkatan kualitas peserta didik

dan lebih jauh lagi menigkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam rangka merealisasikan

amanat Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) tentang sertifikasi

guru, pemerintah telah menyusun berbagai program yang bertujuan untuk peningkatan kualitas

dan juga kesejahteraan guru.

Salah satunya adalah adanya program sertifikasi guru. Namun dalam realisasinya

pelaksanaan program sertifikasi guru masih menemui banyak permasalahan, baik dalam hal

pelaksannannya maupun pencapian tujuan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Dalam

praktiknya ternyata banyak ditemui berbagai tindak penyelewengan baik yang nampak hingga ke

publik maupun yang terselubung oleh pihak-pihak tertentu. Sebagaimana penelitian yang

dilakukan oleh Malem Sendah Sembiring, Staf Peneliti Puslitjaknov, balitbang Kemdiknas,

melalui penelitiannya yang berjudul “Kajian Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Guru”

(Rohemi, 2013) mencatat setidaknya ada empat temuan yang menunjukkan kegagalan program

sertifikasi guru di Indonesia.


Pertama, implementasi kebijakan uji kompetensi guru melalui uji portofolio diragukan

pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru dan mutu pembelajaran. Kedua, untuk

memenuhi persyaratan penilaian portofolio sejumlah guru terkendala dengan persyaratan jumlah

jam mengajar dan kualifikasi pendidikan. Ketiga, terindikasi adanya praktek-praktek kurang

terpuji alam proses mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk penilian 33 portofolio guru.

Keempat, belum terlihat adanya perbedaan kompetensi akademik, paedagogik, sosial antara guru

yang bersertifikat dan belum bersertifikat (Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 8 tahun

ke-3, Agustus 2010) (Rohemi, 2013) Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa misi sertifikasi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan guru

akan sulit terwujud bila hambatan dan kecurangan-kecurangan yang sudah terjadi baik oleh

pihak pemda maupun oleh para guru itu sendiri masih tetap terpelihara. Praktik-praktik

kecurangan yang telah terindikasi beberapa tahun terakhir masih saja terjadi. Sehingga tidak

menutup kemungkinan proses sertifikasi guru akan gagal mencapai tujuannya.

c. Solusi permasalahan PLPG dan sertifikasi

Dengan memperhatikan berbagai problematika dalam realisasi sertifikasi guru, bukan berarti

sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap

berlangsung dan terus dievaluasi secara komprehensif karena program ini merupakan amanat

undang-undang. Dalam tataran penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus

dibenahi, antara lain :

1. Pentingnya peran petugas dalam pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan

seharusnya diimbangi dengan pemenuhan jumlah sumber dayanya. Maka dari itu perlu untuk

memerhatikan jumlah staf atau pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan segala kegiatan

yang berhubungan dengan implementasi program sertifikasi guru serta sumber daya finansialnya.

2. Sosialisasi merupakan hal yang penting agar program sertifikasi guru dalam jabatan dapat

berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan. Maka dari itu seharusnya kegiatan sosialisasi ini lebih
ditingkatkan lagi agar pelaksanaan program sertifikasi guru ini berjalan sesuai dengan panduan

yang telah ditetapkan sehingga baik para pelaksana maupun peserta dapat melaksanakan tugas

dan fungsinya masing-masing dengan baik.

3. Dalam melaksanakan suatu program, kegiatan pengawasan dan Pembuatan laporan secara

kontinyu sangat dibutuhkan untuk nantinya dapat digunakan sebagai patokan atau acuan dan

sebagai bahan evaluasi. Untuk itu seharusnya dalam memberikan laporan pelaksanaanprogram

harus sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan agar dapat melihat perkembangan dari program

sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan dan tindakan selanjutnya. (Ningrum

Fauziah Yusuf, dkk. 2017)

4. Diperlukan adanya kesadaran diri khususnya bagi guru yang sudah tersertifikasi, sudah

semestinya berupaya munjukkan kinerja yang lebih baik lagi, khususnya kinerja yang terkait

dengan proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan usaha meningkatkan mutu

pendidikan.

5. Keyakinan dalam diri setiap guru yang sudah maupun belum tersertifikasi bahwa

tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya. Semangat atau tidaknya

mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya tunjangan profesi. Guru bukan merupakan mata

pencaharian yang akan menjadikan kita kaya karena guru adalah pengabdian yang berbalas

pahala dan tunjangan itu hanyalah penghargaan. Maka sudah seharusnya mindset ingin kaya

dengan menjadi guru karena berbagai tunjangan yang didapatkan harus dibuang jauh-jauh.

Tanamkan dalam diri sebuah keyakinan bahwa mendidik merupakan panggilan jiwa, panggilan

hati nurani, yang harus bersih dari motivasi duniawi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengembangan profesionalitas guru didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru yang menyangkut kemampuan guru, baik

penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru

menyangkut motivasi dan komitmen guru dalam menjalankan tugas sebagai guru. Guru

profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk

mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Sehingga,guru secara terus-menerus perlu

mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.

Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan

akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau

malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk

mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar dengan

meluangkan waktu untuk menjadi guru. Strategi dalam pengembanganprofesionalitas

dapatdirumuskankedalam tiga level yaitu: pertama upaya-upaya profesionalisasi yang dilakukan

oleh guru secara pribadi agar mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan atau

tanpa bantuan pihak lain. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan mandiri. Kedua,

pengembangan yang dilakukan oleh manajemen lembaga melalui berbagai kebijakan manajerial

yang dilakukan. Kedua level ini dapat diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan

profesional guru. Sedangkan level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara luas dalam kerangka manajemen

pendidikan nasional.

3.2 Saran

Diharapkan bagi pembaca khusunya mahasiswa jurusan kependidikan dan calon guru serta

para guru supaya lebih meningkatkan dan mengembangkan profesinya sehingga menjadi guru

yang lebih professional dan berkualitas dalam upaya menambah wawasan dan memperkaya

pengetahuan pesertadidik.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Alzano, Alfi. 2015.” Efektivitas Program Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Hasil

Pendidikan (Studi pada SMK Negeri 2 Batusangkar)”. Skripsi. Bandung.

Program Sarjana Unpad. Chairiah, Siti. 2010. “Efektivitas Pendidikan Dan Latihan Profesi

Guru (PLPG) Dalam Menunjang Profesionalisme Guru (Studi Kasus Pada Guru Smp

Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang Tangerang – Banten).”.

Skripsi Program Studi Ki-Manajemen Pendidikan . Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan

Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Danil, Deden. 2009. “Upaya Profesionalisme Guru

Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa di Sekolah (Study Deskriptif Lapangan di Sekolah

Madrasah Aliyah Cilawu Garut)”. Garut: Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 3,No.

1. Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,

Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan Profesi Guru (PLPG). Drajat, Manpandan Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi

Keguruan. Bandung: Alfabeta. Lilies, Noorjanah. 2014. “Pengembangan Profesionalisme

Guru Melalui Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bagi Guru Profesional di SMA NEGERI 1:

Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan. 40 Sobri, Ahmad Yusuf.2016. “Model-Model

Pengembangan Profesionalisme Guru”. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia

(KONASPI) VIII. Malang. Syahrul. 2009. ”Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru

Berbasis Moral dan Kultur”. Malang: Jurnal MEDTEK. Vol. 1,No. 1. Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga Profesi. Yusuf, Ningrum
Fauziah; Herijanto Bekti; Dedi Sukarno. 2017. “Implementasi Program Sertifikasi Guru

Dalam Jabatan (Studi Pada Madrasah Aliyah Negeri Ciparay Kabupaten Bandung)”.

Bandung: Jurnal Administrasi Negara.Volume 2 No 1.

Anda mungkin juga menyukai