PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui kompetensi professional guru
b. Untuk mengetahui indikasi guru professional dan guru yang berkompeten
c. Untuk meningkatkan profesionalisme guru
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Profesionalisme Guru
a. Pengertian Profesionalisme
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, profesionalisme mempunyai makna;
mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya
sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh
seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Konsep
profesionalisme, seperti yang dikembangkan oleh Hall, kata tersebut banyak
digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional memandang
profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka.
Konsep profesionalisme seperti yang dijelaskan Sumardi, bahwa ia memiliki lima
prinsip atau muatan pokok, yaitu: pertama, afiliasi komunitas (community
affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya
organisasi formal atau kelompok-kelompok kolega informal sumber ide pertama
pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran
profesi. Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu
pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan
sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan
anggota profesi).setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar,
dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang
menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat
keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal
dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam
situasi khusus.
Ketiga, keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)
dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional
adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. Keempat, dedikasi pada
profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap untuk melaksanakan
pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang. Sikap ini merupakan
eskpresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan
sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi , sehingga
kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan
setelah itu baru materi. Kelima, kewajiban sosial (social obligation) merupakan
pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Kelima
pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur derajat
sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme
adalah konsepsi yang mengacu pada sikap seseorang atau bahkan bisa kelompok,
yang berhasil memenuhi unsurunsur tersebut secara sempurna.
b. Pengertian guru
Dalam Kamus Besar Indonesia, definisi guru adalah “orang yang pekerjaan, mata
pencarian atau profesinya mengajar.” Guru merupakan sosok yang mengemban
tugas mengajar, mendidik dan membimbing. Jika ketiga sifat tersebut tidak melekat
pada seorang guru, maka ia tidak dapat dipandang sebagai guru. Menurut Henry
Adam, seperti yang dikutip A. Malik Fadjar, “guru itu berdampak abadi, ia tidak
pernah tahu, dimana pengaruhnya itu berhenti”.
Guru sebagai salah satu komponen di sekolah menempati profesi yang
memainkan peranan penting dalam proses belajar mengajar. Kunci keberhasilan
sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah ada di tangan guru. Ia
mempunyai peranan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan siswanya,
pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, dan sikap serta pandangan hidup siswa.
Oleh karenanya, masalah sosok guru yang dibutuhkan adalah guru dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan siswa sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan
yang diharapkan pada setiap jenjang sekolah. Keberadaan guru sebagai salah satu
komponen dalam sistem pendidikan sangat mempengaruhi hasil proses belajar
mengajar di sekolah. Keberadaannya memiliki relasi yang sangat dekat dengan
peserta didiknya. Relasi antara gru dan peserta didik, adalah relasi kewibawaan.
Relasi kewibawaan bukan menimbulkan rasa takut pada peserta didik, akan tetapi
relasi yang membutuhkan kesadaran pribadi untuk belajar. Kewibawaan tumbuh
karena kemampuan guru menampakkan kebulatan pribadinya, sikap yang mantap
karena kemampuan profesionalnya yang dimilikinya, sehingga relasi kewibawaan
itu menjadi katalisator peserta didik mencapai kepribadiannya sebagai manusia
secara utuh atau bulat.
Guru adalah bagian dari masyaraka yang mempunyai tugas besar. Masyarakat itu
berkembang, berubah mengalami kemajuan dan pembaharuan. Masyarakat dinamis
menghendaki perubahan dan pembaharuan untuk mencapai taraf hidup yang lebih
baik, untuk mencapai harkat kemanusiaan yang lebih tinggi dari keadaan dan
statusnya sekarang. Status yang demikian itu, telah dibuktikan oleh sejarah, hanya
dapat dicapai melalui pendidikan. Dalam pendidikan peran guru tidak dapat
dilepaskan, karena guru berperan sebagai agen pembaharuan, mengarahkan peserta
didik dan juga masyarakat itu sendiri. Untuk mencapai pembaharuan yang
diinginkan itu mustahil dilakukan tanpa perubahan. Untuk melakukan perubahan
perlu ada pendidikan, dan proses pendidikan tidak berjalan dengan sendirinya akan
tetapi perlu diarahkan. Di sinilah peranan dan fungsi guru sebagai sebagai agen
pembaharuan.
d. Pengertian profesionalisme guru
Berdasarkan masing-masing pengertian di atas, maka dapat ditarik pengertian
bahwa profesionalisme guru adalah suatu pekerjaan yang di dalamnya terdapat tugas-
tugas dan syarat-syarat yang harus dijalankan oleh seorang guru dengan penuh
dedikatif, sesuai dengan bidang keahliannya dan selalu melakukan improvisasi diri.
Profesionalisme guru dapat dilihat juga dari kesesuaian atau relevansi keluaran
pendidikan dengan profesi yang disandangnya. Dalam bahasa yang lain dapat
dikatakan bahwa, profesionalisme guru sama halnya dengan “skilled performer”
(pelaku yang terampil), seorang guru profesional dapat tampil dengan penuh perkasa,
inovatif, original, dan invensif. Menurut Stevenlor dan Stigler, sebagaimana yang
dikutip Dedi Supriadi, bahwa guru adalah seorang yang senantiasa mencintai
profesinya, dan pengembangan profesionalnya sebagai guru adalah melalui interaksi
dengan sesama guru.
Profesionalisme guru bisa ditilik dari sejauh mana ia menguasai prinsip-prinsip
pedagogis secara umum maupun didaktik-metodik secara khusus yang berlaku setiap
pelajaran. Serta segi lain yang perlu dicatat adalah sikap profesionalisme guru
merupakan wujud dari pengabdian, dan menjunjung tinggi kode etik profesi
kependidikan/keguruan. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru antara lain: 1) Masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara utuh, hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam
kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk
membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; 2) Kemungkinan
disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang
lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; 3)
Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak
dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan
tinggi.
2. Kompetensi Pedagogis
Kompetensi pedagogis adalah kompetensi atau kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik, kompetensi pedagogis meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi belajar,
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Kompetensi tersebut diantaranya:
a. Memahami landasan Pendidikan
b. Mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran
c. Memahami, meengembangkan potensi peserta didik
d. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang misalnya paham
akan administrasi sekolah, bimbingan, dan konseling
e. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja sebagai pendidik
3. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional merupakan peguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajarandi
sekolah dan subtansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap
struktur dan metodelogi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki
indikator esensial sebagai berikut:
a. Subkompetensi menguasai keilmuan yang terkait dengan bidang studi
memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajat; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator
esensial: memliki langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.
4. Kompetensi sosial Kompetensi sosialmerupakan kemampuan seorang guru
untuk berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini
memiliki subkompetensi dengan indikator esensialsebagai berikut:
a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
subkompetensi ini memiliki indikator esensial:berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik.
b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan
tenaga kependidikan.
c. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta
didik dan masyarakat sekitar. Perlu dijelaskan bahwa sebenarnya keempat
kompetensi (kepribadian, pedagogis, profesional, dan sosial) tersebut dalam
praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan tersebut semata-mata
untuk kemudahan memahaminya.
Hal ini mengacu pada pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang
berkompeten memiliki (a) pemahaman terhadap karakteristik peserta didik, (b)
penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun kependiidkan, (c)
kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dan (d) kemauan dan
kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA