Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN UMUM TEORITIS

A. Pengertian Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam kamus Inggris

Indonesia, “profession berarti pekerjaan”.1 Arifin dalam buku Kapita Selekta

Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama

dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang

diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.2

Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru

Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan

pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang

pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan

sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan

dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang

intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut

keahlian tertentu.3

Menurut Martinis Yamin, profesi mempunyai pengertian seseorang

yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan

prosedur berlandaskan intelektualitas.4 Jasin Muhammad yang dikutip oleh

Yunus Namsa, beliau menjelaskan bahwa profesi adalah “suatu lapangan

pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur

ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang

berorientasi pada pelayanan yang ahli”. Pengertian profesi ini tersirat makna
bahwa didalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur

yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang

ahli.5

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi

intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses

pendidikan secara akademis.

Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah

keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran dan

pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi

kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai

pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam

pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut

secara efektif dan efisien serta berhasil guna.6

Adapun mengenai kata “Profesional”, Uzer Usman memberikan suatu

kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan

beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian

diaplikasikan untuk kepentingan umum. Kata “Profesional” itu sendiri berasal

dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti

orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya.

Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang

hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan

bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru

profesional adalah orang yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus

dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya

sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.7

H.A.R Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang profesional

menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain

memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang

profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan

secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang

profesional akan terus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui

pendidikan dan pelatihan.8

Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah suatu

pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu

yang mana keahlian itu diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan

khusus.9 Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan

kualitas sutu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan

pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata

pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki

kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan

pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru

profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus

dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya

sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah


orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang

kaya dibidangnya.10 Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru

profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru

dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah Negara dan telah

berpengalaman mengajar pada kelas-kelas besar.11

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu

jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu

jabatan tertentu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan

profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini

adalah profesionalisme guru dalam bidang studi fiqih, yaitu seorang guru yang

memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi fiqih serta telah

berpengalaman dalam mengajar fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan

fungsinya sebagai guru fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta

memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya

itu telah menjadi sumber mata pencaharian.

B. Aspek-aspek Kompetensi Guru profesional

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas

mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan

menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang

profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki

kompetensi profesional.
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam UU RI Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen Pasal 10 ayat 1 meliputi: “kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.12

1. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen  dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik”.13

Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan merencanakan

program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau

mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

a. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar

Kemampuan merencanakan program belajar mengajar

mencakup kemampuan:

1) Merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,

Dalam hal ini seorang guru hendaknya mampu memilih atau

menentukan bahan-bahan yang akan diajarkan yang sesuai dengan

pelajaran yang akan disampaikan, yang tidak menyimpang dari

kurikulum.

2) Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar.

Hal ini meliputi bagaimana cara guru merumuskan tujuan

belajar mengajar, dapat mengenal dan menggunakan metode mengajar


yang tepat, melakukan remedial, melaksanakan program belajar

mengajar, dan mengenal kemampuan anak didiknya.

3) Merencanakan penggunaan media.

Pengunaan media dan ini sangatlah penting dalam proses

pembelajaran, karena media berfungsi yaitu : menarik perhatian siswa,

membantu mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran,

pembelajaran lebih komunikatif dan produktif, menghilangkan

kebosanan dan menimbulkan gairah belajar, serta siswa lebih aktif

dalam pembelajaran.

4) Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan

pengajaran.

Penilaian prestasi belajar siswa sangatlah penting dilakukan

untuk mengetahui perubahan perilaku dan kemajuan belajar siswa,

mengetahui efektifitas cara belajar dan mengajar dan sebagai umpan

balik bagi murid, guru dan program pengajaran.

b. Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang

mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan

timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu

kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan

guru yang mengajar. Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien, maka guru mempunyai tugas dan peranan yang
penting dalam mengantarkan peserta didiknya mencapai tujuan yang

diharapkan.

Kemampuan guru melaksanakan proses belajar mengajar

meliputi membuka pelajaran, menyajikan materi, menggunakan media

dan metode, menggunakan alat peraga, menggunakan bahasa yang

komunikatif, memotivasi siswa, mengorganisasi kegiatan, berinteraksi

dengan siswa secara komunikatif, menyimpulkan pelajaran, memberikan

umpan balik, melaksanakan penilaian, dan menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses

belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung

hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan

menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya

melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan

dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para

siswa.

c. Kemampuam melaksanakan penilaian

Penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk

mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang

telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang

menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.

Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas

guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung


dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai

tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil

belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari

indikator: kemampuan merencanakan program belajar mengajar,

kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar

mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Kepribadian

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,

harus memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang

mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik

terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil

sebagai sosok yang patut digugu (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan

ditiru (di contoh sikap dan perilakunya). Djam’an Satori mengemukakan

bahwa kompetensi kepribadian adalah “kompetensi yang berkaitan dengan

perilaku pribadi guru itu sendiri yang memiliki nilai-nilai luhur dan

terpancar dalam kehidupan sehari-hari”.14

Kepribadian guru yang baik ditandai dengan tindakan yang sesuai

dengan norma agama, norma hukum, dan norma sosial, memiliki

kemandirian dalam melaksanakan tugas, tingkah laku yang bersifat positif,

serta di segani dan diteladani.


Menurut Mungin Eddy Wibowo, Kompetensi kepribadian adalah

“kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,

menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulai”.15

Secara rinci sub-kompetensi tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut :

a. Kompetensi kepribadian yang mantap dan stabil

Seorang guru hendaknya bertindak sesuai dengan norma hukum,

norma sosial, bangga sebagai guru dan memiliki konsistensi dalam

bertindak sesuai dengan norma.

b. Kompetensi kepribadian yang dewasa

Seorang guru hendaknya mampu menampilkan kemandirian

dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.

c. Kompetensi kepribadian yang arif

Seorang guru hendaknya mampu menampilkan tindakan yang

didasarkan pada pemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat serta

menunjukan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

d. Kompetensi kepribadian yang berwibawa

Seorang guru hendaknya memiliki perilaku yang berpengaruh

positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

e. Kompetensi kepribadian yang berakhlak mulia

Seorang guru hendaknya bertindak sesuai dengan norma religius

(iman, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang dapat

diteladani.
f. Kompetensi evaluasi dan pengembangan diri

Seorang guru hendaknya memiliki kemampuan untuk

berintrospeksi dan mampu mengembangkan potensi diri secara optimal.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan guru memiliki kepribadian

yang mantap dan stabil, dewasa, arif dan bijaksana, jujur, berwibawa, dan

berakhlak mulia, mampu menjadi teladan bagi peserta didik, secara objektif

mengevaluasi kinerja sendiri sebagai seorang pendidik.

3. Kompetensi Profesional

Menurut Mungin Eddy Wibowo, Kompetensi profesional adalah

“kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam

yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan”.16

Kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam ditandai

dengan kemamapuan guru dalam menerapkan teori belajar yang sesuai

dengan tingkat perkembangan peserta didik, mampu dalam menangani mata

pelajaran yang ditugaskan kepadanya, menggunakan metode yang sesuai,

menggunakan berbagai alat pelajaran, media dan fasilitas belajar dan

mampu melaksanakan evaluasi belajar.

Kompetensi profesional guru juga merupakan kemampuan,

kecakapan,keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seorang guru yang

diperoleh melalui proses pendidikan keguruan, pelatihan, dan

pengembangan diri, sehingga dapat dinyatakan kompeten sebagai guru.


Pupuh Fathurrahim dan M. sobry Sutikno, merujuk pada Asian

Institut for Teacher Education, karya Mohammad Ali mengemukakan

kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal:

a. mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis,


psikologis, dan sebagainya,
b. mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan perilaku peserta didik,
c. mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan
kepadanya,
d. mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai,
e. mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas
belajar lain,
f. mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran,
g. mampu melaksanakan evaluasi belajar dan
h. mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.17

Menurut uraian di atas, kompetensi profesional adalah kemampuan

seorang guru dalam mengusai materi pelajaran secara luas, mengusai

landasan pendidikan, mampu memahami materi, mampu menerapkan

metode, menggunakan alat dan media, mampu melaksanakan program,

mampu melaksanakan evaluasi dan mampu menumbuhkan motivasi siswa

dalam melakukan proses pembelajaran.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh

seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Guru

sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu pribadi yang

mendapat perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan segala tingkah laku

yang diperlihatkan guru senantiasa dipantau dan diperhatikan oleh

masyarakat, oleh karena itu diperlukan kompetensi sosial dalam berinteraksi

dengan masyarakat di tempat dimana ia tinggal. Selain itu, guru dalam


pandangan masyarakat menirukan panutan dan anutan yang perlu dicontoh

dan merupakan suri teladan dalam kehidupan sehari-hari.Oleh karena itu,

seorang guru harus sedapat mungkin memahami dan menempatkan dirinya

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat juga mampu

mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara di

masyarakat sebagaimana mestinya.

Kompetensi sosial merupakan “pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kepentidikan, orang tua/wali peserta didik

dan masyarakat sekitar”.18

Sebagai seorang guru yang merupakan bagian dari masyarakat

dituntut terampil dalam berkomunikasi baik melalui bahasa lisan maupun

tulisan, bersikap simpatik, pandai bergaul dan suka bekerja sama, serta

memahami dunia sekitarnya.

Seorang guru hendaknya juga memiliki kompetensi yang

berhubungan dengan pengembangan kepribadian, diantaranya:

a. Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai


dengan keyakinan agama yang di anutnya
b. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama
c. Kemauan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai
yang berlaku di masyarakat
d. Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan
santun dan tata karma
e. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.”19

Saliman juga berasumsi bahwa kompetensi sosial guru meliputi:

a. Berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat


b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan
norma serta sistem nilai yang berlaku
e. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat
kebersamaan.20

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kompetensi sosial adalah

kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi

dan bergaul secara efektif, santun dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan interaksi dengan siswa,

kepala sekolah, sesama guru, orang tua siswa dan masyarakat, guru

hendaknya selain memiliki kompetensi sosial, bakat-bakat, kecerdasan, dan

kecakapan, juga harus beri’tikad baik sehingga bertautan dengan norma

yang dijadikan landasan dalam melakukan tugasnya, dan mempunyai

program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan

kemajuan pendidikan.

C. Profesionalisme Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Berbicara mengenai profesionalisme guru dalam proses belajar

mengajar, Muhibbin Syah mengemukakan bahwa ada sepuluh kompetensi

dasar yang harus dimiliki guru dalam upaya peningkatan keberhasilan belajar

mengajar yaitu:

1. Mengusai bahan.
2. Mengelola program belajar mengajar.
3. Mengelola kelas.
4. Menggunakan media atau sumber belajar.
5. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
6. Mengelola interaksi belajar mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran.
8. Mengenal fungsi program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil guna
keperluan pengajaran.21

Adapun penjabarannya sebagai berikut :

1. Menguasai Bahan

Sebelum seorang guru tampil di depan kelas untuk mengelola

interaksi belajar mengajar, guru harus sudah mengusai bahan apa yang akan

diajarkan dan mengusai bahan-bahan yang mendukung jalannya proses

belajar mengajar. Dengan modal mengusai bahan guru akan menyampaikan

materi dengan mudah dan mudah diterima anak didiknya. Sehingga anak

didiknya sangat menghormati gurunya.

Ada dua persoalan dalam mengusai bahan pelajaran, yakni

penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan

pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang

dipegang oleh guru sesuai dengan keahliannya (disiplin ilmunya).

Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan

pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar

dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan pelajaran ini

biasanya tidak terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan

sebagai bahan penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok.

Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan

pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada

sebagian besar atau semua peserta didik.


Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sebelum guru melakukan proses

pembelajaran, guru tersebut haruslah menguasai bahan pelajaran terlebih

dahulu baik bahan pelajaran pokok maupun bahan pelajaran penunjang yang

tentunya bahan pelajaran tersebut dapat menunjang tercapainya tujuan

intruksional, sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa,

terorganisasi dan berkesinambungan serta mencakup hal-hal yang bersifat

faktual maupun konseptual.

2. Mengelola Program Belajar Mengajar

Seorang guru dituntut mampu mengelola program belajar mengajar

sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Dalam buku Modul Pengembangan Profesionalitas Guru di jelaskan bahwa

kemampuan mengelola program belajar mengajar yang meliputi :

a. Kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran.


b. Kemampuan menganal dan menggunakan metode mengajar.
c. Kemampuan memilih dan menyusun prosedur intruksional
yang tepat.
d. Kemampuan melaksanakan program belajar mengajar.
e. Kemampuan mengenal potensi peserta didik.
f. Kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran
remedial. 22

3. Mengelola Kelas

Menurut Suharsimi Arikunto, berpendapat bahwa pengelolaan

kelas merupakan “suatu usaha yang dilakukan guru untuk membantu

menciptakan kondisi belajar yang optimal”.23

Untuk mengatur suatu kelas, guru di tuntut mampu mengelola

kelas, misalnya mampu menciptakan kondisi yang kondusif untuk

berlangsungnya proses belajar mengajar. Kalau belum kondusif, guru harus


berusaha seoptimal mungkin membenahinya, karena pengelolaan kelas yang

baik, akan menciptakan dan mendukung suasana belajar yang kondusif dan

nyaman. Pengelolaan kelas yang baik juga menyangkut pengaturan tata

ruang kelas yang memadai untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajar

mengajar yang serasi.

Kemampuan pengelolaan kelas ini menggambarkan keterampilan

guru dalam merancang, menata, dan mengatur sumber-sumber belajar agar

tercapai suasana pembelajaran yang efektif dan efesien.

Sedangkan menurut Mansyur, dkk berpendapat bahwa


keterampilan mengelola kelas adalah "ketermpilan guru untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, serta
keterampilan guru untuk mengembalikan kondisi belajar yang
terganggu ke arah kondisi belajar yang optimal".24
Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa pengelolaan kelas

merupakan usaha yang dengan sengaja dilakukan oleh guru dalam mengatur

kelasnya agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien guna

mencapai tujuan pembelajaran.

4. Menggunakan Media

Atwi Suparman mendefinisikan, media merupakan “alat yang

digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada

penerima pesan”.25

Sedangkan dalam aktifitas belajar, media dapat didefinisikan

sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam

interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik.


Fungsi penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat

banyak diantaranya :

a. Menarik perhatian siswa.


b. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses
pembelajaran.
c. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis
(dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan)
d. Mengatasi keterbatasan ruang.
e. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif
f. Waktu pembelajaran bisa dikondisikan.
g. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar.
h. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu/
menimbulkan gairah belajar.
i. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam,
j. Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran.”26

Mengingat betapa pentingnya penggunaan media atau sumber

belajar dalam proses belajar mengajar maka seorang guru dituntut agar

memiliki kemampuan dalam penggunaan media-media tersebut agar guru

tersebut dapat meningkatkan kegiatan belajar, sehingga mutu pendidikan

semakin meningkat, serta dapat menciptakan kondisi belajar yang

merangsang agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan

efisien.

Jenis kemampuan yang perlu dikuasai guru dalam menggunakan

media atau sumber belajar adalah :

a. Mengenal, memilih dan menggunakan media.


b. Kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara mempelajari
macam-macam media pendidikan, mempelajari kriteria pemilihan media
pendidikan, menggunakan media pendidikan, serta merawat alat-alat
bantu belajar mengajar.
c. Membuat alat bantu pelajaran sederhana.
d. Kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara mengenali bahan-
bahan yang tersedia di sekolah, mempelajari perkakas untuk membuat
alat bantu mengajar.
e. Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka
pelaksanaan pembelajaran.
f. Mengembangkan laboratorium
g. Menggunakan perpustakaan dalam rangka mendukung
pelaksanaan pembelajaran.27
5. Mengusai Landasan-landasan Kependidikan

Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan berkaitan

erat dengan kegiatan berikut:

a. Mempelajari konsep dan masalah pendidikan dan pengajaran


dengan sudut tinjauan sosiologis, filosofis, historis, dan psikologis.
b. Mengenal fungsi sekolah sebagai lembaga sosial yang secara
potensial dapat memajukan masyarakat serta pengaruh timbal balik
antara sekolah dengan masyarakat.28
Guru yang menguasai dasar-dasar keilmuan/landasan-landasan

kependidikan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa

siswanya belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.

6. Mengelola Interaksi Belajar Mengajar

Interaksi belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai kepada

siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi pengembangan

wawasan siswa selanjutnya (bekal hidup dimasa depannya).

Lindgren mengemukakan ada 4 (empat) kemungkinan interaksi

pembelajaran, yakni:

a. Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai


penyampaian pesan dan siswa penerima pesan.
b. Interaksi dua arah antara guru-siswa, dimana guru
memperoleh balikan dari siswa.
c. Interaksi dua arah antara guru-siswa, dimana guru
mendapat balikan dari siswa. Selain itu siswa berinteraksi atau saling
belajar satu dengan yang lain.
d. Interaksi optimal antara guru-siswa dan antara siswa-
siswa.29
Ada beberapa hal yang biasanya dilakukan guru dalam proses

interaksi belajar mengajar, diantaranya:

a. Menjelaskan

Menjelaskan merupakan tindakan yang banyak dilakukan oleh

guru, dimana guru berusaha sebaik mungkin agar para siswa benar-benar

mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh guru. Keterampilan

menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar percakapan

guru mempunyai pengaruh terhadap pemahaman siswa.

b. Memberi Variasi

Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak

membosankan/monoton. Variasi dalam kegiatan pembelajaran dapat

menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa

serta dapat meningkatkan kadar keaktifan siswa. Variasi gaya mengajar

guru menyangkut pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru

dalam kontek belajar mengajar.

Ada 3 (tiga) aspek dalam keterampilan menciptakan variasi

dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1) Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi variasi suara, pemusatan


perhatian, kesenyapan, pergantian posisi guru, kontak pandang serta
gerakan badan dan mimik
2) Variasi pola interaksi dan kegiatan
3) Variasi penggunaan alat bantu pengajaran yang meliputi alat/bahan
yang dapat didengar, dilihat dan dimanipulasi.”30

c. Keterampilan Bertanya

Bertanya merupakan satu hal yang sangat penting untuk

mengetahui apakah kualitas berfikir siswa terjadi perubahan dari


sederhana kearah berfikir kompleks setelah diberikan pelajaran.Bertanya

merupakan stimulus yang efektif yang mendorong kemampuan siswa

untuk berfikir dan mengemukakan jawaban yang sesuai dengan harapan

guru.

Sardinian dalam bukunya”interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar” mengatakan bahwa pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri:

1) Kalimat singkat dan jelas


2) Tujuan jelas
3) Setiap pertanyaan hanya satu masalah
4) Mendorong anak untuk berfikir kritis
5) Jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak
6) Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa, dan
7) Tidak menimbulkan tafsiran ganda.”31

Kompetensi guru dalam mengelola interaksi belajar mengajar

ditandai dengan guru mampu berperan sebagai motivator, inspirator,

organisator, fasilitator, evaluator, membantu penyelenggaraan

administrasi kelas serta sekolah, ikut serta dalam layanan BK di sekolah.

7. Menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran

Yang dimaksud kemampuan menilai prestasi belajar mengajar

siswa adalah “kemampuan mengukur perubahan tingkah laku peserta didik

dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam

membuat program".32

Keahlian guru dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar siswa

mempunyai dampak yang luas, data penilaian yang akurat sangat membantu

untuk menentukan arah perkembangan diri siswa, memandu usaha,

optimalisasi dan integrasi perkembangan diri siswa.


Yang pertama-tama perlu dipahami oleh guru secara fungsional

adalah bahwa penilaian pengajaran merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pengajaran. Jadi kegiatan penilaian yang meliputi

penyusunan alat ukur (tes), penyelenggaraan tes, koreksi jawaban siswa

serta pemberian skor, pengelolaan skor, dan menggunakan norma tertentu,

pengadministrasian proses serta hasil penilaian dan tindak lanjut penilaian

hasil belajar berupa pengajaran remedial serta layanan bimbingan belajar

dan seluruh tahapan penilaian tersebut perlu diselaraskan dengan

kemampuan sistem pengajaran.

8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan

M. Surya berpendapat bahwa bimbingan adalah “suatu proses

pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari

pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang

optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan”.33

Sedangkan menurut pendapat Miller menyatakan bahwa

‘Bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai

pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan

penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk

madrasah), keluarga dan masyarakat.”34

Pelayanan bimbingan dan penyuluhan bisa berupa layanan

bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan pribadi, dan bimbingan

karier. Allah SWT berfirman dalam surah Al Qashash ayat 22:

َّ َ‫ َعسى َرىِّب ْ اَ ْن َّي ْه ِد يَىِن َس َواء‬...


.... ‫السبِْي ِل‬
35
Menurut Achmad Juntika Nurihsan, minimal ada empat fungsi

bimbingan yaitu:

a. Fungsi pengembangan merupakan fungsi bimbingan dalam


mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki individu.
b. Fungsi penyaluran merupakan fungsi bimbingan dalam membantu
individu memilih dan memantapkan penguasaan karier atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan cirri-ciri kepribadian lainnya.
c. Fungsi adaptasi yaitu fungsi yang membantu para pelaksana pendidikan
khususnya guru/dosen dan wali kelas untuk mengadaptasikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan dan
kebutuhan individu.
d. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu
menemukan penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal.36

Pelayanan bimbingan dan penyuluhan sangat penting dalam dunia

pendidikan, karena itu seorang guru harus mengenal fungsi serta program

pelayanan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyelenggarakan program

pelayanan bimbingan dan penyuluhan, mampu menjadi partisipan yang baik

dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah, sehingga

diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mengenali serta menerima

diri serta potensinya, membantu menentukan pilihan-pilihan yang tepat

dalam hidup, membantu siswa berani menghadapi masalah hidup, dan lain-

lain.

9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah/administrasi

pendidikan

Seorang guru dituntut mengenal atau mengetahui bagaimana

penyelenggaraan administrasi sekolah dan mampu menyelenggarakan

administrasi sekolah.
Menurut Abin Syamsudin dan Nanang Budiman, berpendapat

bahwa administrasi pendidikan adalah ”keseluruhan kegiatan yang

dilakukan di semua pihak yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan

pendidikan”.37

Guru dituntut ikut serta berpartipasi menyelenggarakan

administrasi sekolah secara luas. Jadi tidak hanya terbatas pada pengajaran

dan penyelenggaraan pendidikan di kelas. Terhadap penyelenggaraan

administrasi pendidikan seluruh sekolah guru tidak lagi sebagai penonton

saja melainkan sebagai subjek, pemain atau partisipan.

Menurut Yusak Burhanudin administrasi pendidikan adalah

”tindakan mengkoordinasikan perilaku manusia dalam pendidikan, agar

semua daya yang ada dapat ditata sebaik mungkin, sehingga tujuan

pendidikan dapat dicapai secara produktif”.38

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa administrasi pendidikan

adalah usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

kebijaksanaan dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Administrasi sekolah merupakan salah satu bagian dari

administrasi pendidikan, yaitu administrasi pendidikan yang dilaksanakan di

sekolah. Salah satu administrasi sekolah adalah tata usaha. Secara sederhana

dapat dikemukakan bahwa administrasi sekolah adalah semua kegiatan yang

dijalankan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil pendidikan guna

keperluan pengajaran
Prinsif-prinsif pendidikan perlu dipahami oleh guru, karena dengan

memahaminya seoarang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik dan benar. Prinsip-prinsip pendidikan menurut Alqur’an surah Al-Alaq,

ada 3 macam yaitu:

a. Ikhlas yaitu dalam mengerjakan tugasnya untuk memajukan

pendidikan dilakukannya dengan ikhlas semata-mata karena mengharap

ridha Allah SWT.

b. Pendidikan seumur hidup yaitu tidak ada batasan seseorang

untuk mulai belajar dan sampai kapan. Allah hanya menyuruh manusia

untuk membaca dan belajar. Dengan demikian, manusia perlu belajar

setinggi-tingginya walaupun sampai keluar negeri. Hal ini sesuai dengan

sabda Rasulullah SAW:

ِّ ِ‫ اُطْلُبُ وا الْعِْل َم َولَ ْو ب‬: ‫ قال رسول اهلل ص لّى اهلل عليه وس لّم‬: ‫عن انس رضي اهلل عنه قال‬
َ ‫الص نْي‬
39 )
‫(رواه ابن ادي و البيهقي‬

c. Efektivitas Pendidikan yaitu setelah memperoleh ilmu

pengetahuan, llmu pengetahuan itu tidak membuat mereka bersikap

angkuh, sombong dan bertindak sewenang-wenang karena merasa

dirinya cukup serta tidak membutuhkan pertolongan orang lain.

Menafsirkan hasil-hasil pendidikan adalah sangat penting dalam

pengembangan kemajuan pengajaran, karena itu seorang guru harus mampu

melakukannya. Menafsirkan hasil-hasil pendidikan berguna untuk

mengetahui bagaimana prestasi pembelajaran yang dilakukannya dan

sebagai umpan balik terhadap proses pembelajaran secara keseluruhan.


D. Prestasi Belajar dan Hubungannya dengan Profesionalisme Guru dalam
Proses Belajar Mengajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu “prestasi” dan

“belajar”. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan

prestasi adalah “Hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan

sebagainya)”.40

Adapun belajar menurut pengertian secara psikologis adalah

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek

tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar dapat didefinisikan

sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.41

M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan

mengemukakan bahwa belajar adalah tingkah laku yang mengalami

perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik

maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu

masalah atau berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.42


Dalam rumusan H. Spears yang dikutip oleh Dewa Ketut sukardi

mengemukakan bahwa belajar itu mencakup berbagai macam perbuatan

mulai dari mengamati, membaca, menurun, mencoba sampai mendengarkan

untuk mencapai suatu tujuan.43

Selanjutnya, definisi belajar yang diungkapkan oleh Cronbach

didalam bukunya Educational Psychology yang dikutip oleh Sumardi

Suryabrata menyatakan bahwa: belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan

mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca

inderanya.44

Berdasarkan definisi yang dikemukakan beberapa tokoh diatas,

maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa belajar adalah

suatu proses perubahan tingkah laku yang merupakan sebagai akibat dari

pengalaman atau latihan.

Sedangkan pengertian prestasi belajar sebagaimana yang tercantum

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan atau

keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.45

Prestasi belajar dapat bersifat tetap dalam sejarah kehidupan

manusia karena sepanjang kehidupannya selalu mengejar prestasi dan

kemampuan menurut bidang masing-masing. Prestasi belajar dapat

memberikan kepuasan kepada orang yang bersangkutan, khususnya orang

yang sedang menuntut ilmu di sekolah.


Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah

sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan.

Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:

a. Penilaian Formatif

Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan

untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian

tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar

yang sedang atau yang sudah dilakukan.

b. Penilaian Sumatif

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk

memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau

pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah

dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.46

2.   Jenis-jenis Prestasi Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap

ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses

belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah mengambil

cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang

berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh

ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar

indikator (petunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis

prestasi yang hendak diukur.47


Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom, yang

dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan belajar

siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah

ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar,

maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa

dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam

penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur

melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka

untuk lebih spesifiknya, dapat dijabarkan ketiga ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik sebagaimana dalam teori Bloom berikut :

a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-

perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,

pengertian, dan keterampilan berpikir.

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri

dari dua bagian. Bagian pertama adalah berupa pengetahuan (kategori 1)

dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual

(kategori 2-6).

1) Pengetahuan (knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,

definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar

dan sebagainya.48

Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-

hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.49


2) Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman didefenisikan sebagai kemampuan untuk menangkap

makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari. 50 Pemahaman juga

dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran,

laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.51

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi atau penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk

menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau

problem yang konkret dan baru.52 Di tingkat ini, seseorang memiliki

kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus,

teori dan sebagainya dalam kondisi kerja.53

4) Analisis (Analysis)

Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu

kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau

organisasinya dapat dipahami dengan baik.54 Di tingkat analisis,

seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan

membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang

lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu

mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dar sebuah

skenario yang rumit.55

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu

kesatuan atau pola baru.56 Sintesis satu tingkat di atas analisa.


Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau

pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu

mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan

solusi yang dibutuhkan.57

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu

pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan

pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.58

Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian

terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria

yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas

atau manfaatnya.59

b. Affective Domain (Ranah Afektif), yang berisi perilaku-

perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,

sikap, apresiasi, dan cara penyucian diri. 60 Tujuan pendidikan ranah

afektif adalah hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan

sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari

aspek :

1) Penerimaan (Receiving/Attending)

Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan

kesediaan untuk memperhatikan rangsangan, seperti buku pelajaran

atau penjelasan yang diberikan oleh guru.61

2) Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya.

Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan

tanggapan.62

3) Penghargaan (Valuing)

Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan

penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian

itu, mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan,

sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten

dengan sikap batin.63

4) Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di

antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.64

Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-

nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai

mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak

begitu penting.65

5) Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai (Characterization by a value or

value complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga

menjadi karakteristik gaya hidupnya.66 Karakterisasinya mencakup

kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa,


sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan

nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.67

c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor), yang berisi

perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti

tulisan tangan, mengetik, berenang, mengoperasikan mesin.68

Alisuf Sabri dalam bukunya Psikologi Pendidikan menjelaskan, secara

langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar

berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampilan motorik,

mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam uirutan tertentu

dengan mengkoordinasikan gerakan-gerakan anggota tubuh secara

terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya

kemampuan “Automatisme”, yaitu gerakan gerik yang terjadi

berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes tanpa

harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal

itu dilakukan. Keterampilan motorik lainnya yang kaitannya dengan

pendidikan agama ialah keterampilan membaca dan menulis huruf arab,

keterampilan membaca dan melagukan ayat-ayat Al-Qur’an,

keterampilan melaksanakan gerakan-gerakan shalat. Semua jenis

keterampilan tersebut diperoleh melalui proses belajar dengan prosedur

latihan.69

Demikianlah tiga ranah yang harus dimiliki oleh siswa sebagai ciri

dan yang menunjukkan dari prestasi belajar siswa, sehingga menunjang

dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Indikator prestasi belajar siswa


dalam penelitian ini akan diperoleh dari penilaian yang ditinjau dari aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang dirangkum dalam nilai raport siswa

dalam bidang studi Fiqih.

3.  Hubungan Profesionalisme Guru dengan Prestasi Belajar Siswa

Dari penjelasan diatas, penulis memberikan kesimpulan bahwa

yang menjadi alasan adanya hubungan profesionalisme guru dengan prestasi

belajar siswa pada mata pelajaran fiqih dalam penelitian ini, dapat dilihat

dalam dua hal sebagai berikut:

a. Karena keberadaan guru dalam kelas adalah sebagai manajer bidang

studi, yaitu orang yang merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi

hasil belajar di sekolah.

b. Karena guru di sekolah bertugas menentukan keberhasilan siswa. Oleh

karena itu, apabila siswa belum berhasil, maka guru perlu mengadakan

remedial.

Untuk itu, guru yang mampu merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi hasil belajar adalah guru yang profesional.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa

Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap siswa, karena melalui belajar

mereka memperoleh pengalaman dari situasi yang dihadapinya. Dengan

demikian, belajar berhubungan dengan perubahan dalam diri individu sebagai

hasil pengalamannya di lingkungan. Secara global, faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam :


1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni

keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa, meliputi dua aspek, yakni :

a. Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai

tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta

(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak

membekas.

b. Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa.

Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya

dipandang lebih esensial itu adalah, sebagai berikut :

1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan

psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan

lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan

persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh

lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam

hubungan dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari peran

organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara

pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia. Tingkat kecerdasan


atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin

tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar

peluangnya untuk memperoleh sukses.

2) Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdeminsi afektif berupa

kecenderungan untuk meraksi atau merespon (response tendency)

dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, barang, dan

sebagainya, baik secara positif maupun negatif.70

Sikap merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar.

Dalam hal ini, sikap yang akan menunjang belajar seseorang ialah

sikap positif (menerima) terhadap bahan atau pelajaran yang akan

dipelajari terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan

tempat di mana ia belajar seperti : kondisi kelas, teman-temannya,

sarana pengajaran, dan sebagainya.71

3) Bakat siswa

Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada yang akan datang.

Dengan demikian, sebenarnya setiap orang mempunyai bakat dalam

arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu

sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat

mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang


berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very

superior) disebut juga gifted, yakni anak berbakat intelektual.

4) Minat siswa

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi seseorang terhadap sesuatu. Minat dapat

mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa daalam bidang-

bidang tertentu.72

2. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri

dari faktor lingkungan dan faktor instrumental sebagai berikut :

a. Faktor-faktor Lingkungan

Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor

lingkungan alam/non sosial dan faktor lingkungan sosial. Yang termasuk

faktor lingkungan non sosial/alami ini ialah seperti : keadaan suhu,

kelembaban udara waktu (pagi, siang, malam), tempat letak gedung

sekolah, dan sebagainya. Faktor lingkungan sosial baik berwujud

manusia dan refresentasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi

proses dan hasil belajar siswa.

3. Faktor-faktor instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat

pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta

strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan

hasil belajar siswa.73


Dari semua faktor di atas, dalam penelitian ini akan diarahkan pada faktor

instrumental yang di dalamnya guru profesional itu akan ditunjukan. Faktor-

faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya : seorang siswa

yang conserving terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung mengambil

pendekatan yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya seorang siswa

yang memiliki kemampuan intelegensi yang tinggi (faktor internal) dan

mendapat dorongan positif dari orang tua atau gurunya (faktor eksternal)

akan lebih memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas

hasil belajar. Akibat pengaruh faktor-faktor tersebut di atas muncul siswa-

siswa yang berprestasi tinggi, rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal ini,

seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik dan profesional

diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya

siswa yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan

mengatasi faktor-faktor yang menjadi penghambat proses belajar siswa.


SUMBER KUTIPAN BAB II

1
Jhon M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:
PT. Gramedia, 1996), hlm. 449.
2
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), hlm. 105.
3
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 45.

Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implemantasi KTSP,


4.

(Yogyakarta: CV. Kompetensi Terapan Sinerga Pustaka, 2007), hlm. 3.


5
M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan
Pengajaran Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hlm. 29.
6
Kunandar, Op.cit, hlm. 46.
7
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hal. 14-15.
8
H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), hlm. 86.
9
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), hlm. 105.
6
Kunandar, Op.cit, hlm. 46-47.

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan


11
Pendekatan
Kompetensi, (Jakarta: PT. Bumu Aksara, 2006), hlm. 27.

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru


12

dan Dosen. Op.Cit, hal. 8.

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru


13

dan Dosen. Loc.Cit, hal. 48.


14
Tim Instruktur, Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (LPTK), (Banjarmasin: Departemen Pendidikan Nasional,
Unlam, 2009), hal. 25.
15
Mungin Eddy Wibowo,M Pd, Sertifikasi Profesi Pendidik
http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/06/opi04.htm

16
Mungin Eddy Wibowo, Ibid.
17
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar
Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2007), hlm. 46.
18
Jufrisyahruddin, Empat Kompetensi yang Harus Dimiliki Guru, /http://
jufrisyahruddin. wordpress.com/ 2007/07/18/ empat–kompetensi–yang-harus-
dimiliki-guru/
19
Tim Instruktur, Op. Cit, hlm 19.
20
Saliman, Standar Kompetensi Guru - Presentation Transcript
http://www.slideshare.net/guestc6f390/standar-kompetensi-guru/
21
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Op. Cit, hlm. 45-46.
22
Tim Instruktur, Op. Cit, hlm. 22
23
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Op. Cit, hlm. 103.
24
Mansur, dkk, Materi Pokok Pembinaan Kompetensi Guru Agama
Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan
Universitas Terbuka, 1996), hlm. 91.
25
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Op. Cit, hlm. 65.
26
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Ibid, hlm. 67.
27
Tim Instruktur, Op. Cit, hlm. 23.
28
Tim Instruktur, Ibid, hlm. 21.
29
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006), hlm. 119-120.
30
Interaksi Belajar,
http://beni64.wordpress.com/2008/12/30/keterampilan-mengadakan-variasi-gaya-
mengajar/. << on: mey 25, 2011, 10:35:34 am >>
31
Interaksi Belajar,
http://www.jambiekspres.co.id/index.php/guruku/2506-pentingnya-guru-
menguasai-keterampilan-mengajar.html. << on: mey 25, 2011, 11:05:32 am >>
32
Tim Instruktur, Op. Cit, hal. 24.
33
Pelayanan Binbingan dan Konseling Bagi Anak Berkesulitan Belajar,
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=16234. « on: January 29, 2012,
08:52:34 am »
34
Moh. Uzer Usman, Op.cit, hal. 23.
35
Departemen Agama RI, Al Qur’an & Terjemahannya, diterjemahkan
oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, (Semarang, CV Asy Syifa,
1998), hlm. 79.
36
Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai
Latar Kehidupan, Bandung, PT Refika Aditama, 2006), hal 8-9.

Abin Syamsudin, dan Nanang Budiman, Materi Pokok Profesi


37

Keguruan 2, (Jakarta: Univ Terbuk, 2005),cet 9, hal 25.

Yusak Burhanudin, Administrasi Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah


38

Komponen MKMD, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hal 13.

Imam Al-Gazali, Terjemahan Ihya ’Ulumuddin, (Semarang: CV. ASY-


39

SYIFA, 2003), hal 27.

Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa


40

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 895.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta:


41

Rineka Cipta, 2003), hlm. 2.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja


42

Rosadakarya, 2003), hlm. 85.

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah,


43

(Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 17.


44
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 231.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa


45

Indonesia, Op.cit, hlm. 895.

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,


46

(Bandung: PT. Remaja Rosadkarya, 2001), hlm. 26.


Muhibbinsyah, Psikologi dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
47

Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 150.


48 
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
49
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1996), Cet. Ke-
4, hlm. 247.
50
Loc.cit, hlm. 247.
51
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
52
W.S. Winkel, Loc.cit, hlm. 247.
53
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
54
W.S. Winkel, Loc.cit, hlm. 247.
55
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
56
W.S. Winkel, Loc.cit, hlm. 247.
57
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
58
W.S. Winkel, Loc. cit, hlm. 247.
59
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
60
Ibid
61
W.S. Winkel, Loc. cit, hlm. 247.
62
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
63
W.S. Winkel, Op. cit, hlm. 248.
64
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
65
W.S. Winkel, Loc. cit, hlm. 248.
66
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
67
W.S. Winkel, Loc. cit, hlm. 248.
68
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 
69

Cet. Ke-2, hlm. 99-100.
70
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Op.cit, 
hlm. 135.
71
Alisuf Sabri, Op. cit, hlm. 84.
72
Muhibbinsyah, Op. cit, hlm. 136.
73
Alisuf Sabri, Op. cit, hlm. 59-60.

Anda mungkin juga menyukai