Anda di halaman 1dari 4

Nama : A.

Putri Aulia
Nim : G031201012
Prodi : Ilmu dan Teknologi Pangan (Kelas A)

EKSISTENSI TUHAN
Dalam kitab-kitab suci agama, termasuk Al-Quran hamper tidak ditemukan ayat yang
membicarakan secara khusus tentang eksistensi (wujud) Tuhan. Seakan-akan eksistensi
Tuhan ini tidak perlu dibahas lagi, karena dianggap sudah sangat jelas dan hanya tinggal
terima jadi.

Dalam teks agama bangsa Arya Eksistensi Tuhan diterima begitu saja tanpa
mensyaratkan bukti dan demontrasi logis. Demikian pula dalam kitab suci agama Hindu
yaitu Upanishad. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa keyakinan tentang eksistensi
(wujud) Tuhan merupakan hal yang tidak dapat diragukan lagi dan hamper seluruh umat
manusia mempercayai adanya.

Dalam Kandungan ayat surah Al-Ankabut, 29: 61-63 dapat dipahami bahwa bangsa
Arab sesungguhnya telah memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai
penciptaan langit dan bumi serta pengaturannya. Namun, menurut Al-Quran ada segelintir
anak manusia yang menolak eksistensi Tuhan. Penolakan akan eksistensi Tuhan oleh
sebagian kecil manusia itu hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak didasarkan
pada pengetahuan yang menyakinkan, seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24
Q.S Al-Jasyiah (45) tersebut, yaitu : “ mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahua
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga.”

Oleh karena itu sangat logis jika Al-Quran mempertanyakan sikap dan penolakan
manusia akan eksistensi Tuhan serta kekafiran manusia kepada Tuhan dan kesyirikan
manusia. Dalam penutup surah Al-Ankabut ayat 61 menggambarkan sebuah keheranan,
yakni mengapa manusia setelah mengakui akan adanya Tuhan sebagai pencipta langit dan
bumi berpaling dari jalan yang benar? begitupula dalam Q.S Al-Baqarah (2): 28:
”Bagaimana kalian bisa kafir kepada Allah.? padahal kalian sebelumnya tidak ada,
kemudian Dia menciptakan kalian, lalu kemudian Dia mematikan kalian, kemudia Dia
menghidpkan kalian kemabali dan akhirnya kepada Dialah kalian kembali.” Berdasarkan
ayat ini prilaku kufur dan syirik adalah tidak pantas terjadi bagi manusia.
Dari Q.S Fushshilat (41) 53 mengemukakan dua metode pembuktian eksistensi Tuhan
yaitu:
• Pertama metode pembuktian Tuhan lewat perenungan terhadap alam raya dan diri
manusia. Metode ini relavan dengan dalil sebab akibat. Artinya penelitian, pemikiran,
dan perenungan terhadap eksistensi alam raya dan diri manusia akan mengantar
seseorang memahami Tuhan sebagai sebab pertama.
• Sedangkan metode kedua adalah menjadikan eksistensi Tuhan sebagai bukti
eksistensi-eksistensi lainnya bukan sebaliknya yakni segala sesuatu yang ada dalam
alam dan manusia sengai bukti eksistensi Tuhan. Metode ini disebut dengan Burhan
Shiddiqin. Metode ini relavan dengan ayat 53 surah Fushshilat yang menyatakan :
“Tidakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Metode ini merupakan metode terbaik dalam membuktikan eksistensi Tuhan,
dibandingkan dengan metode pertama.

Tuhan adalah sesuatu yang telah diketahui manusia secara inheran pada dirinya
sendiri bahkan diri manusia adalah salah satu bukti eksistensi Tuhan. Pembuktian
eksistensi Tuhan juga sangat jelas dan tegas pada dalil sebab akibat seperti yang
digunakan dan disimpulkan oleh para filosof baik muslim maupun non muslim. Adapun
kelompok manusia yang menolak eksistensi Tuhan. Menurut Al-Quran penolakan meraka
tidak berdasarkan pada keyakinan dan pengetahuan, hanya dugaan semata yang juga
mereka tidak yakini kebenarannya.

DALIL-DALIL BUKTI EKSISTENSI TUHAN


• Bangsa Arab penyebah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit dan bumi.
Jika meraka ditanya siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan serta siapakah yang menurunkan air dari langit dan mengidupkan
dengan air itu bumi sesudah matinya? mereka pasti menjawab Allah.
(Q.S Al-Ankabut, 29: 61-63).
• Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala
wilayah bumi dan apad diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran
itu adalah benar. Tidakah cukup bahwa sesungguhnys Tuhanmu menjadi saksi atas
segala sesuatu?
(Dalil sebab akibat dari Q.S Fushshilat (41)53)
Ibnu Rusyd menggunakan dua cara, yaitu:
• Dalil Inayah ( the prof of providence), yaitu mengarahkan manusia untuk mengamati
alam semesta sebagai ciptaan Allah. yang mempunyai tujuan/manfaat bagi manusia.
(Q.S Luqman/31:20, Q.S An-Naba/78:6-16, Q.S Ali Imran/3:190-191)
• Dalil Ikhtira, yaitu mengarahkan manusia untuk mengamati makhluk yang beraneka
ragam yang penuh keserasian atau keharmonisan khususnya alam hayat.
(Q.S Al-Ghasyiyah/88:17-22, Q.S Al-Hajj/22:73)
Teori Kefilsafatan antara lain:
• Dalil Cosmological, yang sering dikemukakan berhubungan dengan ide tentang sebab
(causality). Plato dalam bukunya “tomeaus” mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang
terjadi mesti ada yang menjadikan. Dalam dunia kita tiap-tiap kejadian mesti
didahului oleh sebab-sebab dalam benda-benda yang terbatas (finite) rangkaian sebab
adalah terus menerus, akan tetapi dalam logika rangkaian yang terus menerus itu
mustahil.
• Dalil Moral, argument ini sering dihubungkan dengan nama Immanuel kant. Menurut
Kant, manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam hati sanubarinya.
Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan yang buruk
dan melaksanakan perbuatan yang baik. Manusia melakukan hal itu hanya semata-
mata karena perintah yang timbul dari dalam lubuk hati nuraninya. Perintah ini
bersifat universal dan absolute. Dorongan seperti ini tidak diperoleh dari pengalaman,
akan tetapi manusia lahir dengan perasaan itu.

MENGAPA MANUSIA BERTUHAN


Pada Q.S Ath-Thur (52): 35-36, Al-Quran mempertanyakan; “Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
ataukah mereka menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya tidak meyakini (apa yang
mereka katakana).
Dari kandungan ayat 35-36 tersebut setidaknya ada tiga urutan pertanyaan yang harus
dijawab dengan tepat, yaitu:
1. Apakah manusia tercipta tanpa pencipta?
2. Apakah manusia menciptakan diri mereka sendiri?
3. Apakah manusia yang menciptakan langit dan bumi, padahal langit dan bumi telah
ada sebelum manusia?
Coba kita lihat pada pertanyaan pertama, jika jawaban pertanyaan pertama adalah
tidak, maka manusia adalah makhluk yang membutuhkan pencipta. Dengan demikian,
maka jawaban untuk pertanyaan kedua sudah pasti tidak, karena makhluk tidak mungkin
dapat menciptakan dirinya sendiri. Tegasnya semua makhluk termasuk manusia tidak
akan mengkin menjadi pencipta.
Demikian pula untuk pertanyaan ketiga, jawabannya bersifat negasi, karena diri
manusia saja tidak dapat diciptakan oleh manusia itu sendiri, lalu bagaimana mungkin
manusia menciptakan sesuatu yang telah ada sebelum dirinya ada. Karena itu sangat
menggelikan jika manusia mengklaim dirinya sebagai Tuhan dan berkata bahwa dirinya
adalah pencipta adalah penguasa langit dan bumi, seperti yang dilakukan dan diakui oleh
Fir’aun. Oleh karena itu pertanyaan megapa manusia bertuhan sama seperti menanyakan
mengapa manusia memakai baju? Jawabannya sama-sama manusia membutuhka
pelindung.

Anda mungkin juga menyukai