Anda di halaman 1dari 19

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5
• Putri Vidiarti
• Rissa Khoirunnisa
• Saeful Rahman
• Tasya Eliani S
• Tita Inge N
• Zhella Zoraydina
SIAPAKAH IBNU RASYD?

Abu Walid Muhammad Ibnu


Muhammad Ibnu Rusyd
dilahirkan di Cordova sebuah kota di
Andalus.
Ia terlahir pada tahun 510 H/126 M,
Ia lebih populer dengan
sebutan Ibnu Rusyd.
Sebagai seorang yang berasal dari keturunan terhormat,
dan keluarga ilmuan terutama fiqih, maka ketika dewasa
ia diberikan jabatan untuk pertama kalinya yakni sebagai
hakim pada tahun 565 H/1169 M, di Seville. Kemudian
iapun kembali ke Cordova, sepuluh tahun di sana, iapun
diangkat menjadi qhadi, selanjutnya ia juga pernah
menjadi dokter Istana di Cordova, dan sebagai seorang
filosof dan ahli dalam hukum ia mempunyai pengaruh
besar di kalangan Istana, terutama di zaman Sultan Abu
Yusuf Ya’qub al-Mansur (1184-99 M).
KARYA-KARYA IBNU RUSYD
• Tahafut at-Tahafut. Kitab ini berupaya menjabarkan dengan
menyanggah butir demi butir keberatan terhadap al-Ghazali.
• Fash al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal
(Kitab ini berisikan tentang hubungan antara filsafat dengan
agama)
• Al-Kasyf’an Manahij al-Adillat fi ’Aqa’id al-Millat, (berisikan kritik
terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi)
• Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, (berisikan uraian-
uraian di bidang fiqih).
PEMIKIRAN IBNU RUSYD DALAM FILSAFAT
Sebagai komentator Aristoteles tidak mengherankan jika
pemikiran Ibnu Rusyd sangat dipengaruhi oleh filosof
Yunani kuno. Ibnu Rusyd menghabiskan waktunya untuk
membuat syarah atau komentar atas karya-karya
Aristoteles, dan berusaha mengembalikan pemikiran
Aristoteles dalam bentuk aslinya. Di Eropa latin, Ibnu
Rusyd terkenal dengan nama Explainer (asy-Syarih) atau
juru tafsir Aristoteles.
Dalam beberapa hal Ibnu Rusyd tidak sependapat dengan tokoh-
tokoh filosof muslim sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina
dalam memahami filsafat Aristoteles, walaupun dalam beberapa
persoalan filsafat ia tidak bisa lepas dari pendapat dari kedua
filosof muslim tersebut. Menurutnya pemikiran Aristoteles telah
bercampur baur dengan unsur-unsur Platonisme yang dibawa
komentator-komentator Alexandria. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd
dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali filsafat
Aristoteles. Atas saran gurunya Ibnu Thufail yang memintanya
untuk menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada masa dinasti
Muwahhidun tahun 557-559 H.
Namun demikian, walaupun Ibnu Rusyd sangat
mengagumi Aristoteles bukan berarti dalam berfilsafat ia
selalu mengekor dan menjiplak filsafat Aristoteles. Ibnu
Rusyd juga memiliki pandangan tersendiri dalam tema-
tema filsafat yang menjadikannya sebagai filosof Muslim
besar dan terkenal pada masa klasik hingga sekarang.
PEMIKIRAN EPISTEMOLOGI IBN RUSYD

Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, ibn Rusyd


berpandangan bahwa mempelajari filsafat bisa dihukumi
wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tak
ubahnya mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas
orang berusaha menarik pelajaran / hikmah / ’ibrah
darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya Tuhan
Sang Maha Pencipta.
Ibn Rusyd berpendapat ada 3 macam cara manusia
dalam memperoleh pengetahuan yakni:
• Lewat metode al- Khatabiyyah (Retorika)
• Lewat metode al-Jadaliyyah (dialektika)
• Lewat metode al-Burhaniyyah (demonstratif)
METAFISIKA
Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa Allah
adalah Penggerak Pertama (muharrik al-awwal).
• Dalam pembuktian terhadap Tuhan, Ibn Rusyd menerangkan
dalil-dalil yang menyakinkan:
 Dalil wujud Allah.
 Dalil ‘inayah al-Ilahiyah (pemeliharan Tuhan).
 Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan)
 Dalil Harkah (Gerak.)
 Sifat-sifat Allah.
TANGGAPAN TERHADAP AL-GHAZALI

Perdebatan panjang antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd, kiranya tidak


akan pernah usai. Karena keduanya memiliki pengikut setia dalam
mempertahankan pendapat-pendapat dari kedua pemikir Islam
tersebut.
Al-Ghazali adalah sebagai golongan filsafat Islam di dunia Islam
Timur, sedangkan Ibn Rusyd adalah sebagai salah satu pemikir
dari golongan filsafat Islam di dunia Islam Barat. Walau pun kita
tidak membaca keseluruhan, hanya melihat dari pembagian dalam
daftar isi dalam buku itu, kita sudah menilai bahwa pemikir Islam
Timur dan Barat jelas-jelas akan mengalami perbedaan pendapat
satu dengan yang lainnya.
Sehubungan serangan dan pengkafiran Al-Ghazali, Ibn Rusyd
tampil membela para filsuf dari serangan dan pengkafiran tersebut.
Dalam rangka pembelaan itulah ia menulis buku Tahafut al-Tahafut
(Kekacauan dalam Kekacauan). Berikut perdebatan Al-Ghazali dan
Ibn Rusyd. Perincian 20 persoalan di atas adalah sebagai berikut:
• Alam qadim (tidal bermula),
• Keabadian (abadiah) alam, masa dan gerak,
• Konsep Tuhan sebagai pencipta alam dan bahwa alam adalah
produk ciptaan-Nya; uangkapan ini bersifat metaforis,
• Demonnstrasi/ pembuktian eksistensi Penciptaan alam,
• Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu dan tidak mungkin
pengandaian dua wajib al wujud,
• Penolakan akan sifat-sifat Tuhan,
• Kemustahilan konsep genus (jins) kepada Tuhan,
• Wujud Tuhan adalah wujud yang sederhana, wujud murni, tanpa kuiditas
atau esensi
• Argumen rasional bahwa Tuhan bukan tubuh (jism),
• Argumen rasional tentang sebab dan Pencipta alam (hukum alam
tak dapat berubah),
• Pengetahuan Tuhan tentang selain diri-Nya dan Tuhan mengetahui species
dan secara universal,
• Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri,
• Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu (juziyyat) melainkan
secara umum,
• Langit adalah mahluk hidup dan mematuhi Tuhan dengan gerak putarnya,
• Tujuan yang menggerakkan,
• Jiwa-jiwa langit mengetahui partikular-partikular yang bermula,
• Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa,
• Jiwa manusia adalah substansi spiritual yang ada dengan
sendirinya, tidak menempati ruang, tidak ter pateri pada tubuh
dan bukan tubuh,
• Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, dan watak
keabadiannya membuatnya mustahil bagi kita membayangkan
kehancurannya.
• Penolakan terhadap kebangkitan Jasmani
DARI 20 PERSOALAN INI ADA 3 HAL YANG DIANGGAP PALING
MEMBAHAYAKAN “KESTABILAN” UMAT
1. Pedapat Filosuf tentang Qadimnya Alam
Ibn Rusyd, berpendapat bahwa creatio ex nihilio tidak mungkin terjadi. Dari yang tidak ada
(al-‘adam), atau kekosongan, tidak mungkin berubah menjadi ada (al-wujud). Yang mungkin
terjadi ialah “ada” yang berubah menjadi “ada” dalam bentuk lain.

Pendapat ini didukung oleh beberapa ayat Alquran yang mengandung pengertian bahwa
Tuhan menciptakan sesuatu dari sesuatu yang sudah ada, bukan dari tiada. Dalam hal ini
mereka merujuka pada al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 47-48:

“Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-
rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari
(ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka
semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi
Maha Perkasa.” (Q.S. Ibrahim: 47-48).
2. PENDAPAT FILOSUF TENTANG PENGETAHUAN
TUHAN
Masalah Kedua yang digugat oleh Al-Ghazali adalah tentang pengetahuan
Tuhan. Golongan filsuf berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal
(peristiwa-peristiwa) kecil, kecuali dengan cara yang umum.
Ibnu Rusyd menyangkal bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil,
tidaklah seperti yang ditudingkan. Semuanya harus dilihat apakah pengetahuan
Tuhan itu bersifat qadim atau hadis terhadap peristiwa kecil itu. Dalam hal ini,
Ibnu Rusyd membedakan ilmu qadim dan ilmu baru terhadap hal kecil tersebut.
Menurut Ibn Rusyd, Al-Ghazali dalam hal ini salah paham, sebab para filsuf tidak
ada yang mengatakan demikian, yang ada ialah pendapat mereka bahwa
pengetahuan tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan
pengetahuan manusia tentang perincian itu. Jadi menurut Ibn Rusyd,
pertentangan antara Al-Ghazali dan para filsuf timbul dari penyamaan
pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan manusia.
3. PEDAPAT FILOSUF TENTANG KEBANGKITAN
JASMANI
Masalah yang ketiga yang digugat oleh al-Ghazali adalah
kebangkitan jasmani. Masalah yang terakhir ini, para filosof
menolak konsep kebangkitan jasmani, karena mereka
menganggap hal tersebut mustahil.
Al-Ghazali tidak sepaham dengan pendapat para filosof di atas.
Dia mengatakan bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah mati
(berpisah dengan badan) karena ia merupakan substansi yang
berdiri sendiri.
Dalam membantah gugatan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd mencoba untuk
menggambarkan kebangkitan rohani melalui analogi tidur. Ketika
manusia tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula ketika manusia mati,
maka badan akan hancur, jiwa tetap hidup bahkan jiwalah yang
akan dibangkitkan.
GERAKAN AVERROISME DI EROPA
Averroisme merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
penafsiran filsafat Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd oleh
pemikir-pemikir Barat-Latin, atau juga disebut gerakan intelektual
yang berkembang di Barat pada abad ke 13-17.
Gerakan Averroisme yang ditandai oleh semangat rasional yang
melahirkan renaisans di Eropa, artinya kebangkitan Eropa dalam
bidang ilmu pengetahuan warisan Yunani dan Romawi yang
pernah padam. Sekaligus melepaskan keterikatan dengan gereja
sebagai agama mayoritas Eropa. Era renaisans Eropa muncul
pada abad ke-14 hingga sekitar pertengahan abad ke-17

Anda mungkin juga menyukai