Anda di halaman 1dari 9

SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

Oleh:
Yogi Prayudha
18913042

Abstrak

Suatu kajian mengenai menuntu ilmu merupakan suatu tradisi yang sudah sejak
lama dan sangat mengakar. Hal ini dibuktikan dengan karya-karya yang dihasilkan
oleh tokoh-tokoh atau ulama-ulama intelektual yang berasal dari dunia pesantren.
Adapun Salah satu ulama intelektual yang sangat masyhur dan memiliki peran
penting dalam penyebaran islam di bumi nusantara ialah Syaikh Muhammad
Arsyad Al Banjari yang berasal dari Martapura. Adapun makalah ini membahas
tentang bagaimana biografi Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, karya-karya
intelektualnya, kiprahnya dalam bidang pengembangan agama Islam baik di Tanah
Indonesia, dan seberapa besar pengaruhnya.

Pendahuluan

Kajian seorang tokoh atau ulama memilki urgensi yang sangat penting bagi

satu generasi ke generasi berikutnya. Adapun keluarga, zaman dan lingkungan

dimana tokoh tersebut hidup dapat membentuk watak serta pola pikir dari

tokoh tersebut.

Islam telah masuk ke kerajaan Banjar sejak raja Banjar VIII yaitu pangeran

Samudera memeluk agama islam beserta seluruh rakyatnya. Setelah masuk

islam beliau pun mengganti namanya dengan Sultan Suriansyah dimana

nantinya Sultan inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya dinasti Islam

Banjar.1

1
Depdikbud Ri, Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta : Depdikbud Ri, 1978). Hlm.
30

1
Pada tahun 1710 M, lahirlah seorang tokoh yang bernama Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari di desa Lok Gabang, Martapura. Pada umur

kurang lebih 8 tahun, beliau diasuh dan dididik oleh sultan Banjar di istana.

Kemudian pada umur 30 tahun beliau berangkat ke Mekah untuk

memperdalam ilmu Agama Islam.

Sebelum hadirnya Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai ulama’

diwilayah kerajaan Banjar, masyarakat Islam itu sudah ada namun pada masa

itu belum banyak dipimpin oleh ulama’. Sehingga dalam sejarah sebelum islam

masuk pada Kerajaan Banjar, masyarakatnya menganut agama Hindu dan

sebagian menganut paham Animisme dan Dinamisme. Dan sejak islamnya

Sultan Suriansyah tahun 1595 M menandakan bahwa sebelum kembalinya

Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari dari menuntu ilmu di Makkah dan

Madinah itu Islam sudah masuk ke Kerajaan Banjar.2

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari merupakan tokoh intelektual yang

memiliki pemikiran yang cukup berpengaruh bagi kehidupan keagamaan di

Banjar. Beliau kembali ke Martapura pada tahun 1186 H (1772 M). Beliau

kembali setelah menguasai keahlian khusus dalam ilmu Tauhid, Fiqih, ilmu

Falak dan ilmu Tasauf.3 Penyebaran agama islam pun beliau lakukan dengan

cara melakukan kegiatan pengajian secara intensif dengan masyarakat-

masyarakat sekitar, lalu beliau juga menyebarkan murid-muridnya ke pelosok-

pelosok daerah guna memahamkan masyarakat tentang norma-norma

2
Yusuf Halidi, Ulama’ Besar Kalimantan Syeikh Muhamamad Arsya AL Banjari,
(Banjarmasin : Auia, 1980). Hlm. 34
3
Muhammad Saghir Abdullah, Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, (Matahari Islam :
Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islamiyah al Fathanah, 1983). Hlm. 99

2
keislaman, bahkan beliau juga menulis kitab-kitab agama dalam bahasa melayu

dengan aksara arab.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812) adalah ulama fiqih

mazhab Syafi’i, beliau juga merupakan pengarang Kitab Sabilul Muhtadin

yang berasal dari kota Martapura di tanah Banjar (Kesultanan Banjar)

Kalimantan Selatan. Karya beliau banyak menjadi rujukan hukum fiqih

mazhab Syafi’i di Asia Tenggara dna sekitarnya. Beliau pun dikenal sebagai

tokoh ulama’ yang banyak memusatkan perhatiannya di bidang hukum Islam

(Fiqh).4

Karya-karya Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari

Karya-karya beliau banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi

yang mmemang diperuntukkan untuk bangsanya. Beliau juga mengajarkan

kitab-kitab seperti Ihyaa Ulumuddin karya Imam Ghozali kepad para murid-

muridnya.

Beberapa kitab karangan beliau ialah :

a. Tuhfah Ar Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin Wa Ma

Yufsiduhu Riddah al-Murtaddin, selesai tahun 1188 H/1774 M.

b. Luqtah al-‘Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas wa an-

Nisyan, selesai tahu 1192 H/1778 M.

c. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, selesai pada 12

Rabi al-akhir 1995 H/1780 M.

4
Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari dikenal banyak mencurahkan perhatian di bidang
hukum dibandingkan tauhid dan tasawuf. Tokoh ulama’ Banjar yang banyak perhatiannya di bidang
tauhid dan tasawuf adalah Syaikh Muhammad Nafis Al Banjari pengarang kitab Durar an Nafis,
lihat Depag Ri, Jilid II. Hlm. 614

3
d. Risalah Qaul al-Mukhtasar, selelsai pada 22 Rabi al-Awal. Selesai

pada 1196 H/1781 M ( Kitab Bab Nikah).

e. Bidayah al-Mubtadi wa ‘Umdah al-Auladi Kanzu al-Ma’rifah Ushul

ad-Din.

f. Kitab al-faraid Hasyiyah Fath al-Wahhab

g. Mushaf al-Qur’an al-Karim Fath ar-Rahman Arkanu Ta’lim as-

Shibyan.

h. Bulugh al-Maram fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’.5

Peran Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari

Peran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sangat vital dalam

islamisasi di wilayah Banjar terutama pada golongan masyarakat awam.

Terutama saat menyelamatkan masyarakat banjar dari kesesatan tasawuf

yang dibawa oleh Abdul hamid Abulung, yang mana pada akhrinya Sultan

Banjar menghukum mati Abdul Hamid Abulung kemudian meminta fatwa

Syekh Muhammadn Arsyad untuk menjadi referensi keilmuan pada masa

itu. Beliau dan keturunannya juga berhasil menjadikan penguasa kerajaan

Banjar bersama rakyatnya berjiwa juang saat berhadapan dengan penjajah

belanda.

Adapun salah satu peninggalan Syaikh Muhammaad Arsyad al Banjari

yaitu membentuk Mahkamah Syar’iyyah pada abad ke 19 dengan direstui

oleh Sultan atas pilihan rakyat.6 Selama abad 19 ini selalu dipilih mufti dari

5
Muhammad Saghir Abdullah, Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, (Matahari Islam :
Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islamiyah al Fathanah, 1983). Hlm. 41-58
6
Saifudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia,
(Bandung : al-Ma’arif, 1979). Hlm. 408

4
keturunan Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari dikarenakan keturunan

beliau banyak menguasai masalah agama.7

Adapun salah satu kitab karangan beliau yang termasyhur ialah kitab

sabiilul muhtadiin li at-tafaqquh fi amr ad-dien, kitab ini terbagi kepada dua

juz, juz pertama berjumlah 252 halaman, sedangkan juz kedua berjumlah

253 halaman.8

Kitab ini secara keseluruhan membahas tentang masalah-masalah fiqih.

Dalam kitab ini terdapat delapan pembahasan, yaitu:

1. Kitab Thoharoh.

2. Kitab Zakat.

3. Kitab as-Sholat.

4. Kitab Shiyam.

5. Kitab al-I’tikaf.

6. Kitab al-Hajj wa al-Umrah.

7. Kitab al-Sayid wa al-Zabaih.

8. Kitab al-Ath’imah.

Metode istinbath hukum

Dalam istinbath hukum, Syekh Muhammad Arsyad al-banjari memiliki

produk pemikiran yang khusus. Terdapat 12 pemikiran beliau yang

memiliki ciri khas tertentu sehingga beliau tidak hanya dikenal piawai

dalam hal fiqih, namun juga piawai dalam penguasaan epistimologi fiqih

7
Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, Tuhfathurraghibin, di transliterasi oleh Abu
Daudi, (Martapura : Yayasan Pendidikan Islam Dalam Pagar (YAPIDA), 2000). Hlm. 39
8
Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, (Jakarta : Departmen Agama RI, 1988). Hlm.
807

5
dan telah diaplikasikannya secara tepat sesuai dengan kondisi dan situasi

umat dikala beliau hidup.

Sebagai seseorang pengikut mazhab Syafi’I, al-Banjari dalam

menghadapi suatu masalah atau kasus, beliau sangat mengikuti seperti

umumnya cara syafi’iyah, yaitu mencari dasarnya didalam al-Qur’an dan

Hadis. Secara metodologis, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

menggunakan tiga model ijtihad deduktif, induktif dan gabungan antara

keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa beliau bukan seorang mujtahid

mutlak, tetapi hanya mujtahid fi mazhab.

Salah satu contoh kasusnya yaitu mengenai binatang – binatang yang

hidup di sungai menyamakan hukumnya dengan binatang yang hidup di laut

yaitu halal dimakan, akan tetapi kalau binatang yang di sungai beracun

sehingga menimbulkan mudharat kalau dimakan maka hukum memakannya

itu haram, karena menurut Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari Islam

mengharamkan memakan yang memudharatkan.9

Dalam penerapan metode induktif, intelektualitas al-Banjari sangat

sukses dengan menggunakan teori maslahat dan saad al-zari’ah, dalam

kasus pengentasan kemiskinan melalui konsep distribusi zakat, larangan

bersuara nyaring dalam membaca al-qur’an jika dikhawatirkan akan

mengganggu orang lain, dan hukum melaksanakan sholat berjama’ah di

tempat khusus ( masjid, mushola dan langgar atau surau ).

9
Syaik Muhammad Arsyad Al banjari, Sabilul Muhtadiin, Jilid II, (Semarang : Toha
Putera). Hlm. 256-257

6
Kajian epistimologi fiqih secara umum dapat dirumuskan sebagai

penetapan hukum dengan menggunakan metode deduktif induktif dan

campuran antara keduanya. Deduktif dalam istinbath hukum biasanya

membicarakan hukum selalu bermula dari nash, dimulai dengan analisis

Bahasa nash yang biasa disebut dengan teori-teori penetapan hukum dengan

menggunakan paradigma kebahasaan (al-qhowa’id al-ushuliyyat al-

lughowiyat). Dalam pendekatan ini, nash dijadikan sentral hukum.

Metode induktif (istidlali) biasanya dirumuskan oleh seorang mujtahid

yang berorinetasi sosiologis antropologis. Karenanya kenyataan-kenyataan

sosial dapat mempengaruhi suatu hukum (taghoyyural –ahkam bi taghoyyur

al-amkinah wa al-ahwal wa al-azminah) dimana hukum dapat berubah

sesuai perubahan zaman dan tempat.

Adapun beberapa metode deduktif-induktif pada kitab sabilul muhtadin

ialah:

1. Memakan anak wanyi.

2. Kakus terapung (jamban).

3. Membaca al-Qur’an dengan suara nyaring.

4. Cara menentukan arah kiblat.

5. Hukum sholat berjama’ah

6. Hukum bersembayang di belakang pengikut jabariyah, qodariyah,

wujudiyah dan rafidhoh.

7. Hukum penguburan mayit memakai tabala

7
Kesimpulan

Dalam Penyebaran ajaran islam di Kalimantan itu tidek terlepas dari peran

seorang ulama utusan dari kerajaan Demak yang bernama Khatib Dayyan yang

bertujuan untuk menyebarkan ajaran islam di Banjar. Pada saat itu pangeran

Samudra meminta bantuan dengan Kerajaan Demak untuk melawan kalangan

elit di Kerajaan Daha dan merebut kembali tahta kerajaannya, maka Kerajaan

Demak pun menyetujui akan membantu Pangeran Samudera dengan syarat

Pangeran Samudera harus masuk Agama Islam. Dan akhirnya Pangeran

Samudera menyetujui syarat tersebut dan berhasil dalam merebut kembali tahta

kerajaannya. Dan nama Pangeran Samudera pun diganti menjadi Sultan

Suriansyah.

Penyebaran Islam di Kerajaan Banjar juga tidak lepas dari peran beberapa

Ulama yang sangat berpengaruh, antara lain yaitu Syekh Muhammad Arsyad

al-Banjari dan Syekh Muhammad Nasif al-Banjari. Beliau berdua merupakan

pendakwah yang memilik metode masing-masing dalam menyebarkan ajaran

islam, yaitu dimana Syekh Muhammad Arsyad mendirikan pusat pendidikan

sedangkan Syekh Nafis lebih suka berkelana ke pelosok-pelosok.

8
DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud RI, 1978, Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, Jakarta : Depdikbud RI

Departemen Agama RI, 1988, Ensiklopedia Islam, Jakarta : Departmen Agama RI

Muhammad Saghir Abdullah, 1983, Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari,

Matahari Islam : Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islamiyah al Fathanah.

Saifudin Zuhri, 1979, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di

Indonesia, Bandung : al-Ma’arif,

Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari dikenal banyak mencurahkan perhatian di

bidang hukum dibandingkan tauhid dan tasawuf. Tokoh ulama’ Banjar yang banyak

perhatiannya di bidang tauhid dan tasawuf adalah Syaikh Muhammad Nafis Al Banjari

pengarang kitab Durar an Nafis, lihat Depag Ri, Jilid II,

Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, 2000, Tuhfathurraghibin, di transliterasi

oleh Abu Daudi, Martapura : Yayasan Pendidikan Islam Dalam Pagar (YAPIDA).

Syaik Muhammad Arsyad Al banjari, Sabilul Muhtadiin, Jilid II, Semarang : Toha

Putera.

Yusuf Halidi, 1980, Ulama’ Besar Kalimantan Syeikh Muhamamad Arsya AL Banjari,

Banjarmasin : Auia

Anda mungkin juga menyukai