Anda di halaman 1dari 12

BAB V

BATUAN METAMORF

5.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf

Definisi metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineral batuan

yang berlangsung pada fasa padatan, sebagai tanggapan atas kondisi kimia fisika

yang berbeda dari kondisi batuan tersebut sebelumnya. Perubahan yang

berlangsung di dalam proses pelapukan dan diagenesa umumnya tidak termasuk

didalamnya. Wilayah proses metamorfosa berada antara suasana akhir proses

diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma

(ditampilkan pada gambar 5.1).

KBAR

10

Gambar 5.1. Skema diagram suhu- tekanan pada proses metamorfosa. Metamorfisme
dibatasi oleh proses diagenesa dan proses peleburan magma, pada suhu
yang lebih tinggi (Winkler,1957).
Berikut ini gambar yang menunjukan range kehadiran mineral terhadap
masing-masing jenis faciesnya berdasarkan temperaturnya dan distribusi
facies metamorfosa dari lempeng aktif konvergen. (Ditampilkan pada gambar
5.2 dan gambar 5.3)

Gambar 5.2. Skema diagram resistensi mineral dari facies metamorfosa berdasarkan
temperaturnya.

Gambar 5.3. Distribusi facies metamorfosa dari lingkungan tektonik lempeng konvergen
(Ernest, 1974).

Petrografi Batuan Metamorf V-2


Berdasarkan penyebarannya, dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Tipe dengan penyebaran terbatas, dibagi 2 yaitu:

 Metamorfisme kontak (sering disebut metamorfisme thermal)

Terjadi pada batuan yang terpanasi oleh intrusi magma yang besar. Pancaran

panas tersebut akan semakin menurun bila semakin jauh dari tubuh intrusinya. Hal

ini berakibat adanya perbedaan pengaruh suhu pada batuan sampingnya antara

baguan yang dekat dengan tubuh intrusi dan yang lebih jauh. Tentunya demikian

juga dengan hasil perubahan mineraloginya. Zona aureole yang melingkari tubuh

intrusi merupakan gambaran ada perubahan tersebut.

 Metamorfisme kataklastik

yang cirinya berbeda dari jenis sebelumnya tebatas pada sekitar sesar.

Penghancuran mekanik dan tekanan shear menyebabkan perubahan fabric batuan.

Batuan hasil kataklastik seperti breksi sesar, milonit, filonit, dinamai berkaitan

dengan ukuran butirnya.

2. Tipe mempunyai penyebaran luas, tipe ini terbagi dalam 2 jenis:

 Metamorfisme regional dinamotermal

Sering dikaitkan dengan jalur orogenesa, kenyataan menunjukkan bahwa pada

jalur tersebut dijumpai penyebaran batuan metamorf yang luas yang disebabkan

oleh beberapa kali proses orogenesa, artinya bahwa beberapa diantaranya telah

terbentuk oleh satu kali atau lebih metamorfisme sebelumnya.

Berbeda dengan metamorfisme kontak, metamorfisme regional dinamotermal

berlangsung berkaitan dengan gerak gerak penekanan (“penetrative movement”).

Hal ini dibuktikan dengan struktur sekistos. Jika metamorfisme thermal terjadi

pada tekanan rendah antara 100 sampai 1000 bar atau mencapai 3000 bar ( terjadi

Petrografi Batuan Metamorf V-3


pada kedalaman 11- 12 km ), maka metamorfisme regional dinamotermal terjadi

dalam pengaruh tekanan antara, paling tidak 2000 sampai 10.000 bar. Hal ini akan

memperlihatkan perbedaan fabric batuan pada kedua metamorfisme tersebut.

Suhu yang berpengaruh pada keduanya umumnya sama dimulai diatas 150°C

sampai maksimum sekitas 800°C.

 Metamorfisma regional beban

Tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen pada

cekungan yang dalam akan terbebani oleh material di atasnya. Suhunya, bahkan

sampai pada kedalaman yang besar, lebih rendah dibandingkan pada

metamorfisme dinamotermal, berkisar antar 400°- 450°C. gerak- gerak penetrasi

yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak biasanya

tidak hadir. Oleh karena itu, fabric batuan asal tetap tampak sedangkan yang

berubah adalah komposisi meneraloginya. Perubahan metamorfismenya tidak

teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan tipisnya

dibawah mikroskop. Metamorfisme beban memperlihatkan batuan - batuannya

mengandung Seolite Ca Allaumontite dan lawsonite disatu pihak dan mengandung

glaukofan dan jadeit dipihak lain. Keduanya terbentuk pada kondisi suhu yang

dianggap sama, perbedaan itu lebih cenderung diakibatkan oleh adanya tekanan

yang tinggi sampai sangat tinggi.

Para peneliti sekarang ini cenderung memisahkan metamorfisme regional

tersebut berdasarkan dominasi faktor pengaruh tekanan atau suhu yang

berlangsung. Metamorfisme regional yang dipengaruhi gradient geothermal yang

rendah dengan tekanan yang tinggi sering disebut tipe Barrow¸ sedangkan yang

dipengaruhi geothermal yang tinggi dikenal dengan tipe Abukoma.

Petrografi Batuan Metamorf V-4


Meskipun perbedaan antara metamorfisme beban bersuhu sangat rendah dan

metamorfisme dinamotermal bersuhu rendah sampai tinggi dapat dibuat dan telah

dipergunakan secara luas dengan melihat derajat metamorfosanya. Namun,

hendaknya istilah - istilah tersebut dipertimbangkan penggunaannya oleh karena

alasan - alasan berikut ini :

1. Metamorfisme beban dan metamorfisme derajat sangat rendah pada jalur

orogenesa dapat menghasilkan batuan yang sama secara mineraloginya.

2. Peningkatan suhu metamorfisme yang menerus ( dimulai dari sebagai

metamorfisme beban ) sampai suhu tinggi yang ini dikenal dengan

metamorfisme dinamotermal dapat terlihat pada satu jalur orogensa.

3. Istilah “beban” dan “dinamotermal” masing- masing mengisyaratkan gerak

epirogenesa dan orogenesa. Tipe pergerakan bagaimanapun tidak memiliki arti

reaksi mineral. Reaksi mineral diatur sendiri untuk komposisi batuan tertentu

oleh tekstur dan suhu, komposisi kimia dan bahkan oleh sejumlah fase gas.

Berikut ini adalah pembagian derajat metamorfisme dengan memperlihatkan

perkembangan suhunya:

 Metamorfisme derajat sangat rendah

 Metamorfisme derajat rendah

 Metamorfisme derajat menengah

 Metamorfisme derajat tinggi

Petrografi Batuan Metamorf V-5


5.2. Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur batuan metamorf sendiri ditentukan berdasarkan bentuk kristal dan

hubungan antar mineralnya (ditampilkan pada gambar 5.4.).

Gambar 5.4. Skema pembagian tekstur batuan metamorf

Berdasarkan teksturnya diantaranya dapat dklasifikasikan nama batuan

metamorf sebagai berikut tertera pada (tabel 5.1.).

Tabel 5.1. Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan tekstur

Petrografi Batuan Metamorf V-6


1. Tekstur palimset, yaitu tekstur yang masih memperlihatkan tekstur batuan

asalnya, tekstur ini dibedakan atas:

 Blastopsefitik, yaitu tekstur dengan ukuran butir lebih besar dari pasir.

(kenampakannya ditampilkan pada gambar 5.5.)

Gambar 5.5. Blastopsefitik in thin section

 Blastopsamit, yaitu tekstur dengan ukuran butir pasir. (kenampakannya

ditampilkan pad agambar 5.6.)

Gambar 5.6. Blastopsamit in thin section

 Blastopellitik, yaitu tekstur dengan ukuran butir lempung.

 Blastoporfiritik, yaitu tekstur sisa dari batuan asal yang bersifat poifiritik,

(kenampakannya ditampilkan pada gambar 5.7.)

Petrografi Batuan Metamorf V-7


Gambar 5.7. Blastoporfiritik in thin section

2. Tekstur heteroblastik, yaitu tekstur yang dimiliki batuan metamorf, dimana

tekstur yang dimaksud lebih dari satu, seperti dari sayatan tipis mempunyai 2

tekstur mixing granobalstik dan lepidoblastik, (kenampakannya ditampilkan

pada gambar 5.8.)

Gambar 5.8. Heteroblastik in thin section

3. Tekstur homeoblastik, yaitu tekstur yang dijumpai dalam tubuh batuan

metamorf, dimana batuan metamorf yang dimaksud hanya mempuyai satu

tekstur saja, seperti tekstur granoblastik, (kenampakannya ditampilkan pada

gambar 5.9.)

Petrografi Batuan Metamorf V-8


Gambar 5.9. Tekstur batuan metamorf

5.3. Struktur Batuan Metamorf

5.3.1. Struktur Foliasi

Struktur dalam batuan metamorf terdiri atas struktur foliasi dan non-foliasi.

Struktur foliasi adalah struktur yang terbentuk atau struktur yang memperlihatkan

adanya orientasi dari mineral, struktur ini umumnya terbentuk dari hasil

metamorfosa dinamothermal, beban dan kataklastik. Jenis-jenis struktur foliasi

yang umum adalah sebagai berikut :

1. Phylitic, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya atau dijumpainya proses

pemisahan mineral pipih denga mineral granular namun tidak begitu jelas, dimana

orientasi mineral pipih tiodak menerus atau dipotong oleh mineral yang bersifat

granular. (Kenampakan struktur phylitic ditampilkan pada gambar 5.10.)

Petrografi Batuan Metamorf V-9


Gambar 5.10. Phylitik in thin section

2. Scistose, yaitu struktur yang memperlihatkan perulangan antara mineral pipih

dengan mineral-mineral granular, dimana orientasi mineral pipih dan granular

secara menerus (selang - seling antara tekstur lepido dan granoblastik),

(kenampakannya ditampilkan pada gambar 5.11.)

Gambar 5.11. Scistose in thin section

3. Gneisstosa, yaitu struktur poliasi yang ditunjukkan oleh orientasi mineral-

mineral granular yang berulang dengan mineral pipih, tetapi orientasi mineral

pipihnya tidak menerus atau disebut juga dengan “open scistosa”. (Kenampakan

struktur gneisstosa ditampilkan pada gambar 2.12.)

Petrografi Batuan Metamorf V - 10


Gambar 5.12. Gneisstosa in thin section
4. Slaty cleavage, yaitu struktur foliasi dimana dijumpai atau umumnya terdiri

dari mineral pipih dan sangat halus (mineral lempung). Kenampakan slaty

cleavage ditampilkan pada gambar 5.13.

Gambar 5.13. Slaty cleavage in thin section

5.3.2. Struktur Non-Foliasi

Struktur batuan metamorf yang lain adalah adalah struktur non poliasi yang

umumnya terbentuk dari hasil metamorfosa thermal atau kontak, struktur ini

terdiri dari mineral-mineral yang berbentuk mozaik atau equidimensional dan

tidak menunjukkan cleavage. Contoh struktur non poliasi adalah struktur

granulose atau hornfelsik. Bentuk kristal dari batuan metamorf yang terbentuk

dalam fase padat dibedakan atas :

 Idioblastik, yaitu bila mineral penyusun batuan metamorf mempuyai bentuk

euhedral.

Petrografi Batuan Metamorf V - 11


 Hipidioblastik, yaitu bila mineral penyusun batuan metamorf mempuyai bentuk

subhedral.

 Xenoblastic, yaitu bila mineral penyusun batuan metamorf mempuyai bentuk

anhedral.

Petrografi Batuan Metamorf V - 12

Anda mungkin juga menyukai