Anda di halaman 1dari 5

ULTRA METAMORFISME

Proses metamorfisme di bumi ini agaknya terkonentrasi pada batas lempeng konvergen dan
batas lempeng divergen. Hal ini disebabkan karena pada kedua tatanan tektonik tersebut arus
perpindahan massa dan aliran panas memiliki intensitas yang paling tinggi, sehingga sangat
memugkinkan untuk terjadinya perubahan sistem dalam lingkup geologi. Batas lempeng
konvergen sebagai tatanan tektonik, proses metamorfisme merujuk pada subduksi dan kolisi,
atau sering disebut dengan orogen. Orogen berarti pembentukan barisan pegunungan dalam
kurun waktu geologi yang relatif cepat dan prosesnya aktif, sehingga dapat mempertahankan
kelangsungannya hingga batas tertentu.
Tipe metamorfisme yang terbentuk merupakan metamorfisme regional, mengingat proses ini
terjadi dalam skala yang sangat luas yakni sepanjang batas lempeng konvergen atau orogen
itu sendiri. Perkembangan dan karakter proses metamorfisme dikontrol oleh dinamika
tektonik pada batas lempeng konvergen meliputi kecepatan pergerakan lempeng,
geometrinya, serta proses termal pada litosfer dan astenosfer yang berasosiasi dengan batas
lempeng konvergen tersebut (Best, 2003, p. 564). Batuan pada tatanan ini mengalami tekanan
yang bersifat non – hidrostatis atau directed pressure karena tegangan maksimum akan
memiliki arah tegak lurus dengan sabuk orogen atau sejajar dengan arah pergerakan lempeng
yang saling bertumbukan. Batuan metamorf yang dihasilkan disebut dengan tectonite, atau
batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi dan ketidakseragaman pada teksturnya
(anisotropic fabric). Tectonite pada batas lempeng konvergen umumnya akan mengalami
lebih dari satu proses metamorfisme yang spesifik, atau polymetamorphism. Sehingga batuan
akan mengalami beberapa tahap rekristalisasi seiring dengan meningkatnya
deformasi ductile yang berasosiasi dengan pembentukan lipatan kontraksional dan sesar anjak
(thrusting) dalam skala regional.
METAMORFISME DI ZONA SUBDUKSI
Zona subduksi merupakan batas lempeng konvergen dimana satu kerak menunjam dibawah
kerak yang lain karena densitasnya. Zona subduksi terjadi pada pertemuan antara kerak benua
dengan kerak samudra, maupun pertemuan antar kerak samudra. Metamorfisme regional
yang terjadi pada zona subduksi akan mengikuti jalur P – T – t seperti yang telah dibahas
sebelumnya.

Gambar di atas merupakan persebaran fasies metamorfik pada zona subduksi secara
keseluruhan. Terdapat dua deret dalam perkembangan fasies metamorfik pada zona subduksi
yakni deret Fransiscan (Fransiscan facies series) yang dicirikan oleh gradien P/T yang tinggi
pada diagram P – T, serta deret Barovian (Barovian facies series) yang dicirikan oleh gradien
P/T yang sedang.
Deret Fransiscan (fasies Zeolite, Prehnite – Pumpellyite, dan Blueschist) terbentuk
pada accretionary prism dan di sekitar palung dimana tekanan yang ditimbulkan oleh gaya
tektonik merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Fasies yang lebih tinggi derajatnya
seperti Eclogite terbentuk pada subduction slab yang lebih dalam di bawah palung samudra.
Kesetimbangan mineralogi fasies Eclogite diawali dengan isograd akhir kemunculan
atau mineral – out reaction isograd untuk mineral – mineral hydrous karena Eclogite
umumnya tersusun atas Omphacite dan Pyrope garnet. Pada deret Fransiscan, kenaikan suhu
tidak terlalu berpengaruh karena bagian kerak samudra yang menunjam di bawah kerak
benua berperan sebagai heat sink. Heat sink sendiri diatrikan sebagai substansi atau materi
yang berfungsi sebagai penyerap kelebihan panas. Subduction slab atau bagian kerak
samudra yang menunjam memiliki suhu yang lebih rendah dari lingkungannya dan berfungsi
sebagai penyerap panas dari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian perubahan suhu tidak
terlalu ekstrim dan menyebabkan defleksi isotherm sepanjang subduction slab pada
model tectonothermal.
Deret Barovian (Zeolite – Greenschist – Amphibolite – Granulite) menunjukkan gradien P/T
yang sedang. Deret Barovian memiliki letak semakin dekat dengan pusat orogen (orogen
center) di bawah busur magmatik dimana kerak pada umumnya mengalami penebalan.
Perbedaannya dengan deret Fransiscan adalah bahwa pada deret ini pengaruh tekanan
berkurang dan pengaruh suhu bertambah. Bertambahnya pengaruh suhu dapat dilihat melalui
defleksi dari isotherm yang mencembung ke atas (ke arah permukaan) pada
model tectonothermal. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas
magmatisme. Underplating magma dapat menjadi sumber panas yang ideal, serta banyaknya
intrusi magma pada tubuh kerak juga akan meningkatkan aktivitas termal pada kerak. Sumber
panas lain adalah hasil dari peluruhan unsur radioaktif (pada umumnya U, Th, dan K) yang
terkayakan pada bagian atas kerak benua. Derajat metamorfik dari deret fasies akan
meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman.

Proses metamorfisme retrograde kemudian terjadi setelah jalur P – T – t mencapai puncak,


yang ditandai dengan tercapainya kestabilan untuk fasies metamorfik yang berderajat paling
tinggi. Metamorfisme retrograde dicirikan dengan exhumation dimana batuan metamorf
dengan fasies berderajat tinggi terbawa dan tersingkap ke
permukaan. Exhumation disebabkan karena penipisan kerak oleh erosi serta gaya apung dari
batuan. Proses metamorfisme retrograde akan menghasilkan batuan metamorf dengan fasies
yang berderajat lebih rendah, hanya jika aktivitas fluida berperan. Tanpa hadirnya fasa fluida,
maka mineral metamorfik yang berderajat tinggi akan bersifat metastabil pada kondisi P dan
T yang lebih rendah (metastable persistence). Hadirnya fluida pada proses
metamorfisme retrograde menyebabkan fasies yang terbentuk tersusun oleh mineral –
mineral hydrous, hasil ubahan dari mineral metastabil.
PROTOLITH YANG DAN FASIES METAMORFIK YANG BERKEMBANG PADA
ZONA SUBDUKSI
Pembahasan mengenai perkembangan fasies metamorfik difokuskan pada deret Fransiscan
karena sebagai penciri dari metamorfisme pada zona subduksi. Sebagaimana telah diketahui
sebelumnya, protolith yang berkembang pada zona subduksi merupakan campuran dari
sedimen laut dalam yang dapat berupa pelitic (shale dan mudstone) dan quartzo –
feldspathic yang dapat berasal dari batuan sedimen laut dalam yang tersusun atas silika
seperti rijang, dan juga batuan sedimen hasil denudasi busur magmatik yang banyak
mengandung Feldspar dan fragmen batuan (lithic fragments). Semua protolith tersebut di atas
terakumulasi dan mengalami deformasi pada accretionary prism  bersama dengan
protolith mafic yang berasal dari sebagian massa batuan beku mafik penyusun kerak
samudra. Protolith batuan karbonat (calcareous) juga dapat hadir pada accretionary prism.
Kenampakan jenis batuan yang beragam yang saling berasosiasi dalam skala yang sempit
disebut dengan zona mélange. Protolith pada zona mélange akan mengalami tingkat
metamorfisme yang berbeda sehingga menghasilkan asosiasi fasies metamorfik yang
berbeda, tergantung dari letak kedalamannya dan posisinya relatif terhadap palung.
 FASIES ZEOLITE
Fasies dengan derajat paling rendah ini terbentuk pada kedalaman paling dangkal.
Dicirikan dengan hadirnya mineral Zeolite seperti Analcime dan Heulandite sebagai
hasil dari diagenesis material vulkanik, serta mineral lain seperti Albite dan
Laumontite. Material vulkanik berasal dari erupsi gunung api pada busur magmatik.
 FASIES PREHNITE-PUMPELLYITE
Fasies ini terletak pada tatanan yang lebih dalam dari fasies Zeolite dan membentuk
sabuk yang berada lebih dekat ke arah pusat subduksi pada daerah palung laut,
menandakan terbentuk pada kondisi P yang lebih tinggi. Asosiasi mineralnya adalah
Prehnite, Pumpellyite, Chlorite, Albite, dan Epidote.
 FASIES BLUESCHIST
Fasies berada pada pusat dari zona subduksi yakni pada dasar palung
dan accretionary prism atau tepat berada pada lokasi dimana kerak samudra
(subduction slab) terkonsumsi di bawah kerak benua. Pengaruh tekanan sangat tinggi
terhadap suhu karena subduction slab berfungsi sebagai penyerap panas atau heat
sink. Asosiasi mineral penciri fasies metamorfik berderajat tinggi adalah
Glaucophane, Lawsonite, dan Jadeite.
 FASIES ECLOGITE
Fasies ini berada pada tatanan yang lebih dalam dari fasies Blueschist. Terbentuk
pada tekanan yang tidak jauh berbeda dari fasies Blueschist namun berada dalam suhu
yang lebih tinggi. Fasies Eclogite pada umumnya tidak terbentuk pada kerak samudra
yang menunjam namun pada bagian bawah dari litosfer kerak benua yang ditunjam.
Reaksi yang menyerai evolusi fasies ini dari fasies sebelumnya adalah proses
dehidrasi. Proses dehidrasi akan membuat mineral hydrous termasuk di dalamnya
mineral grup Amphibole yang terbentuk pada tekanan tinggi sekalipun seperti
Glaucophane akan tidak stabil. Sehingga kondisi ini merupakan isograd akhir
kemunculan untuk mineral hydrous (hydrous mineral – out isograd). Fasies Eclogite
dengan demikian tersusun oleh mineral Clinopyroxene yakni Omphacite dan Garnet
yang terbentuk stabil pada tekanan tinggi seperti Pyrope.
 FASIES GREENSCHIST
Pada deret Fransiscan, fasies Greenschist pada umumnya merupakan fasies yang
dicapai selama proses metamorfisme retrograde. Reaksi metamorfik dapat
berlangsung karena ada fluida metamorfik yang dilepaskan selama proses
metamorfisme prograde. Fluida tersebut akan bereaksi dengan mineral yang bersifat
metastabil seiring dengan berjalannya proses exhumation. Fasies Greenschist biasanya
merupakan evolusi dari fasies Blueschist

Anda mungkin juga menyukai