Anda di halaman 1dari 28

BAB III

TEORI DASAR

3.1. Endapan Tembaga Porfiri

Endapan tembaga porfiri merupakan salah satu penyumbang terbesar sumber

mineral penghasil tembaga dan molybdenum dengan mineral ikutan utama seperti

emas, perak, dan tin, selain itu juga terdapat mineral sampingan berupa platinum,

paladium, dan tungsten. Endapan tersebut berasal dari aktivitas tektonik konvergen

antara lempeng samudra dan lempeng benua dimana lempeng samudra yang masa

jenisnya lebih rendah akan turun dan masuk ke bawah permukaan bumi. Endapan

porfiri merupakan salah satu endapan hidrotermal yang memiliki karakteristik

berupa jalinan rekahan – rekahan yang sangat halus (stockwork) dengan penyebaran

mineral yang tersebar (disseminated) secara merata yang berhubungan dengan

proses alterasi dan mineralisasi pasca terjadinya intrusi porfiri. Sistem endapan

porfiri terbentuk di sekitar intrusi yang dipengaruhi oleh busur vulkanoplutonik,

yaitu struktur busur normal atau busur paralel. Pendinginan intrusi yang berada

pada kerak bagian atas merupakan hasil dari proses konduktif yang kehilangan

panas serta merupakan ciri pembentukan zona kumpulan alterasi. Selanjutnya

aktivitas tersebut diikuti oleh proses naiknya sisa larutan magma dan pembentukan

stockwork di sekitar tubuh intrusi.

Mineralisasi terbentuk pada lingkungan konduktif yaitu lingkungan

pengendapan logam kondisinya yang terbentuk sebagai hasil dari pendinginan dan

31
32

pencampuran dengan air meteorik, logam tersebut berasal dari larutan magma yang

lebih besar dan dalam. Pusat mineralisasi tembaga porfiri terjadi pada zona

paleopermeabilitas yang terbesar, yaitu sepanjang daerah yang dikontrol oleh sesar

dari intrusi batuan induk dan sebelum terbentuknya rekahan stockwork veining.

Nama porfiri digunakan untuk menjelaskan intrusi batuan beku yang terjadi secara

intensif dan bukan selalu untuk tekstur porfiritik. Endapan tembaga porfiri

merupakan endapan tembaga yang berukuran sangat besar tetapi kadar tembaganya

agak rendah. Mineral bijih tersebar secara merata pada batuan dan berbentuk

stockwork dengan sedikit komposisi emas, molibdenum dan perak. Stockwork

merupakan bentuk dalam skala besar yang berupa percabangan yang tidak

beraturan dari rekahan yang kemudian diisi oleh material mineral. Menurut Corbett

dan Leach (1996) stockwork terbentuk sebagai hasil proses dari:

a. Pembentukan rekahan selama selama pendinginan pada daerah atas dari

sebuah intrusi batuan beku.

b. Rekahan yang tidak teratur terbentuk oleh kekuatan tensional atau torsional

stockwork biasanya terjadi pada intrusi batuan beku plutonik menengah

sampai asam, tapi dapat juga terjadi di sekitar kontak litologi.

Pada skala endapan bijih, struktur yang berhubungan dapat menghasilkan

variasi dari tipe mineralisasi, termasuk urat, set urat, stockwork, rekahan, crackled

zones, dan pipa breksi. Pada endapan porfiri yang besar dan ekonomis, urat yang

termineralisasi dan rekahan biasanya memiliki densitas yang sangat tinggi.


33

Orientasi dari struktur mineralisasi dapat dihubungkan dengan lingkungan yang

terkena tekanan lokal disekitar bagian atas dari pluton. Pada endapan porfiri Cu-

Au, mineralisasi akan terakomodasi bersama stockwork urat kuarsa, akibat kondisi

bawah permukaan dengan kondisi temperatur dan tekanan tinggi yang hanya

memungkinkan larutan hidrotermal untuk bergerak melalui rekahan. Kontrol

permeabilitas dalam kondisi tersebut akan sangat kecil, sehingga kecenderungan

larutan hidrotermal untuk melalui rekahan dalam batuan akan rendah. Akibat hal

ini, kelimpahan mineralisasi akan lebih banyak terdapat dalam urat-urat halus

daripada dalam bentuk sebaran dalam tubuh batuan.

3.1.1. Aspek – Aspek Pembentuk Endapan Porfiri

Dalam pembentukannya, sistem porfiri memiliki aspek – aspek seperti yang

dijabarkan oleh Lowell dan Guilbert (1970), Gustafsont dan Hunt (1975), Sillitoe

dan Gappe (1984) serta Corbett dan Leach (2002) sebagai berikut:

1. Aspek Tektonik dan Struktur Geologi Regional

Sistem porfiri berasosiasi dengan proses magmatisme dan

vulkanoputonisme di daerah batas lempeng lempeng tektonik konvergen,

baik pada lempeng benua maupun pada lempeng samudera yang

membentuk busur kepulauan. Rezim tektonik yang bekerja untuk

menghasilkan suatu sistem porfiri bervariasi mulai dari rezim tektonik

tumbukan dan rezim tektonik tegangan. Rezim – rezim inilah yang


34

kemudian membentuk zona – zona lemah pada kerak yang kemudian

menjadi jalan bagi magma untuk naik dan mengintrusi.

2. Aspek Komposisi Kimia Magma

Proses subduksi lempeng yang terjadi pada zona subduksi mengakibatkan

terbentuknya magma yang bersifat menengah hingga asam dengan

komposisi kimia berupa calc alkaline – alkaline. Mineralisasi pada sistem

porfiri dimulai saat magma yang terbentuk menjadi sangat jenuh oleh sulfur

yang tereduksi, sehingga untuk membentuk kestabilan, ion – ion sulfur

tersebut harus menangkap ion – ion bermuatan positif yang biasanya berasal

dari unsur – unsur logam Cu dan Au yang kemudian biasanya membentuk

sulfida tembaga.

3. Aspek Asosiasi Litologi

Reaksi kimia yang terjadi antara larutan hidrotermal dengan batuan samping

menghasilkan kumpulan mineral yang khas, misalnya pada batuan samping

yang berupa batuan karbonat akan terbentuk asosiasi mineral endapan

skarn, sementara pada sistem porfiri di busur kepulauan akan terlihat

karakter batuan dengan unusr Na dan K yang rendah sehingga

memungkinkan terbentuknya zona alterasi argilik yang relatif luas.

4. Aspek Kedalaman, Ukuran dan Tempo Intrusi

Kedalaman, ukuran dan tempo intrusi memegang peranan yang sangat

penting dalam mempengaruhi terjadinya perubahan temperatur dan tekanan

pada saat terjadinya proses mineralisasi. Sistem porfiri pada umumnya


35

terbentuk pada suatu tubuh intrusi yang berdiameter lebih kecil dari 2 km,

yang memungkinkan terjadinya akumulasi mineral dalam suatu dimensi

ruang yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan dimensi dari batolit di

bawah tubuh intrusi tersebut. Kemudian intrusi tersebut mengalami

perubahan pada kedalaman yang relatif dangkal (1-4 km), sehingga terjadi

perbedaan tekanan udara yang kontras antara material volatil dalam intrusi

dengan atmosfer. Pendinginan yang terjadi secara cepat akibat interaksi

antara intrusi dengan batuan samping yang lebih dingin dan adanya

pengaruh dari air meteorik menyebabkan bagian luar dari intrusi mengalami

pendinginan yang cepat. Kristalisasi yang terjadi secara cepat akan

menghasilkan peningkatan konsentrasi volatil dalam sisa magma yang akan

meningkatkan tekanan uap dari larutan sisa magma. Sehingga suatu saat

tekanan uap larutan sisa magma akan melampaui kekuatan dari batuan

bagian luar yang telah membeku terlebih dahulu, sehingga terjadilah proses

pelepasan larutan hidrotermal yang kaya akan mineral logam melalui

rekahan – rekahan dan sesar.

5. Aspek Kedalaman, Ukuran dan Tempo Intrusi

Batuan yang terbentuk pada proses intrusi di atas berupa batuan yang

bertekstur porfiritik dengan fenokris terdiri dari feldspar, kuarsa dan mineral

mafik pada massadasar berbutir halus hingga afanitik, dilanjutkan dengan

proses alterasi yang berasosiasi dengan pembentukan mineral – mineral

logam dan membentuk zona alterasi mulai dari potasik, filik, argilik, hingga

propilitik pada bagian yang paling luar.


36

3.1.2. Evolusi Sistem Porfiri Cu-Au

Corbett dan Leach (1998) membagi 3 tahap pembentukan zonasi alterasi

dan mineralisasi dalam konsep model evolusi sistem porfiri tembaga dan emas.

1. Tahap Perpindahan Panas dan Mulai Terbentuknya Alterasi

Tahap ini ditandai dengan tahap transfer panas dari gas-gas volatil sisa

pembekuan magma. Hal ini berhubungan dengan proses pendinginan serta

proses kristalisasi yang disertai oleh terbentuknya formasi kumpulan zona

alterasi. Akibat transfer panas tersebut sistem mengalami kenaikan

temperatur yang dikenal dengan proses progradasi. Pada Tahap ini, zona

alterasi potasik dan propilitik terbentuk. Pembentukan zona potasik dan

propilitik lebih dikontrol oleh perbedaan suhu antara tubuh intrusi dan pada

batuan samping. Hal ini ditunjukan pula oleh kumpulan mineral - mineral

yang terbentuk pada suhu tinggi seperti biotit, magnetit, feldspar sekunder

dan aktinolit.

2. Eksolusi Fluida Magmatik

Tahap ini merupakan suatu proses pendinginan dari sistem atau disebut

retrogradasi. Pembentukan tekanan gas dalam serta pendinginan magma

memungkinkan terjadinya rekahan-rekahan pada batuan induk yang rapuh.

Dalam banyak pergerakan tektonik yang cepat memberikan suatu

kesimpulan pada banyaknya rekahan-rekahan yang terjadi pada tudung

intrusi. Hal tersebut juga dihubungkan dengan penurunan tekanan secara


37

tiba-tiba. Perubahan dari tekanan litostatik ke hidrostatik pada kedalaman 2

km yang diikuti oleh penurunan tekanan di atas eksolusi volatil dapat

menyebabkan perubahan posisi pada rekahan yang terdapat pada tudung

intrusi. Pada tahap ini, yaitu pada saat sistem mendingin dan magma telah

terkonsolidasi sepenuhnya, terbentuk rekahan yang berupa stockwork yang

didominasi oleh kuarsa dan kekar berlembar, terutama pada batas terluar

intrusi. Pembentukan rekahan-rekahan tersebut selanjutnya akan menjadi

media pengendapan larutan hidrotermal yang membawa unsur logam.

3. Tahap Pendinginan dan Pengendapan Mineral

Tahap ini merupakan tahap akhir dari evolusi pembentukan endapan porfiri

Cu-Au. Tahap ini ditandai dengan semakin baiknya infiltrasi air meteorik

dan terbentuknya zona alterasi filik dan argilik. Mineralisasi terjadi dari

hasil perubahan secara cepat dari lingkungan yang didominasi oleh cairan

magmatik ke lingkungan yang lebih didominasi oleh proses pendinginan

serta banyaknya air metorik. Kelimpahan mineral lempung dan serisit

menandai larutan hidrotermal yang kaya akan air meteorik. Tahap ini pula

merupakan tahap penting dalam mineralisasi, yaitu larutan hidrotermal yang

membawa unsur-unsur logam akan terendapkan dalam rekahan-rekahan

siring dengan pendinginan dari sistem.


38

3.1.3. Zona Alterasi

Endapan tersebut dicirikan oleh tesktur batuan berupa porfiritik dimana

perbedaan ukuran fenokris dan matriksnya sangat terlihat, sedangkan komposisi

umumnya asam hingga intermediet. Terdapat zona-zona alterasi yang terjadi

selama proses pembekuan magma akibat kontak dengan lingkungan sekitarnya.

Zona alterasi yang terjadi terdiri dari zona potassium silikat (potassium feldspar

atau alterasi biotit) di dalam intrusi yang dikelilingi oleh zona alterasi phyllic.

Kemudian zona tersebut dikelilingi juga oleh zona alterasi propylitic yang terdiri

dari chlorite-epidote-calcite dan zona alterasi argillic yang kaya akan batuan

lempung. Sedangkan zona mineralisasi berada di dalam zona alterasi phyllic.

Sumber: Sillitoe, 1973 dengan modifikasi

Gambar 3.1 Zona alterasi pada sistem porfiri

Endapan tersebut dapat dijumpai mulai dari tepi samudra pasifik dan juga dari timur

eropa hingga asia seperti di Batu Hijau, Sumbawa.


39

Sumber: USGS, 2016

Gambar 3.2 Distribusi endapan tembaga porfiri di dunia

3.2. Klasifikasi Bahan Galian

Untuk memudahkan identifikasi suatu bahan galian, digunakan suatu

klasifikasi standar yang mencakup detail-detail dari tiap klasifikasi yang ada. Salah

satu standar yang digunakan di Indonesia adalah SNI 4726:2011 tentang Pedoman

Pelaporan, Sumberdaya, dan cadangan mineral dengan dasar klasifikasi dari tingkat

keyakinan geologi dan pengkajian layak tambangnya.

3.2.1. Endapan

Endapan merupakan seluruh bahan galian yang ada di permukaan baik yang

memiliki keyakinan geologi tinggi dan kelayakan tambang maupun yang belum.
40

3.2.2. Sumberdaya

Sumberdaya mineral adalah suatu konsentrasi atau keterdapatan dari material padat

memiliki nilai ekonomi yang berada di atas maupun yang berada di bawah

permukaan bumi dimana bentuk, kadar, dan kuantitasnya memiliki prospek secara

ekonomis untuk ditambang. Lokasi, kuantitas, kadar, kemenerusan dan

karakterisitik geologi lainnya dari sumberdaya mineral telah diketahui, diestimasi,

atau di intepretasi dari keyakinan dan pengetahuan geologi yang spesifik, termasuk

sampling.

Ketentuan dan peraturan klasifikasi sumberdaya dan cadangan mineral pada

industri pertambangan memiliki batasan-batasan yang bervariasi di masing-masing

perusahaan maupun negara. Namun saat ini telah ada usaha-usaha penyeragaman

pedoman standar pelaporan sumberdaya mineral oleh lembaga terkait di Indonesia

yang telah menjadi acuan perkembangan ilmu geologi dan pertambangan. Menurut

pedoman klasifikasi sumberdaya bijih yang dituangkan pada SNI 4726 tahun 2011

yang menyatakan bahwa beberapa pertimbangan penting harus dimasukkan dalam

menentukan klasifikasi sumberdaya ke dalam kategori terukur (measured),

terindikasi (indicated) dan tereka (inferred).

Berdasarkan pedoman tersebut, terdapat suatu metode tertentu pada tambang

bijih untuk membantu pengelompokan sumberdaya mineral dengan beberapa

pertimbangan sehingga menghasilkan tingkat kepercayaan yang dapat

dikorelasikan pada badan bijih dimana metode ini diteliti oleh ahli yang
41

berkompeten (competent person). Garis besar klasifikasi sumberdaya bijih adalah

sebagai berikut:

1. Sumberdaya tereka (inferred resources), yaitu pada area-area yang telah

dilakukan pemboran/sampling dengan spasi yang lebih besar dari 50 m atau

pada badan bijih yang sulit dilakukan interpretasi antar section. sumberdaya

mineral yang dimana tonase, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi

dengan tingkat keyakinan rendah. Pada tahapan ini dilakukan asumsi dari

fakta-fakta geologi yang ada, dan tidak ada verifikasi dari informasi geologi

dan/atau kemenerusan kadar. Informasiinfromasinya didapat dari lokasi

outcrop, paritan, test-pit, lubang bor dimana informasi yang didapat tebatas

dan kulaitasnya tidak pasti dan masih diragukan.

2. Sumberdaya terindikasi (indicated resources), yaitu apabila

pemboran/sampling dilakukan dengan jarak spasi 25 – 50 m dan pada badan

bijih yang cukup tebal / strukturnya cukup jelas. sumberdaya mineral

dimana tonase, densiti, bentuk, karakteristik fisik, kadar dan kandungan

mineral dapat diestimasi dengan range dari reasonable sampai confidence.

Estimasi didasarkan pada informasi eksplorasi, sampling, dan hasil

pengujian yang terkumpul melalui teknik-teknik tertentu yang teruji dari

lokasi pengambilan sample misalnya singkapan, trench (paritan), sumur uji

(test pit) atau lubang bor. Lokasi yang diteliti terlalu luas dibandingan

informasi-informasi yang dikumpulkan sehingga tidak cukup untuk

digunakan mengkonfirmasi geologi dan/atau kemenerusan kadar tetapi

cukup untuk melakukan asumsi kemenerusannya.


42

3. Sumberdaya terukur (measured resources), yaitu apabila pemboran

dilakukan pada jarak spasi 12.5 – 25 m. Sumberdaya mineral dimana tonase,

kerapatan, bentuk, karakteristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat

diestimasi dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Estimasi didasarkan pada

informasi detail yang didapat dari kegiatan eksplorasi, sampling, dan data-

data yang dikumpulkan dari lokasi-lokasi singkapan, trench (paritan), sumur

uji (test pit), lubang bukaan dan lubang bor dan telah teruji dengan

menggunakan teknik tertentu. Antar luas lokasi penelitian dengan data-data

yang dikumpulkan mempunyai relasi yang kuat sehingga cukup untuk

mengkonfirmasi kemenerusan geologi dan/atau kadar.

Sumber: SNI 4726, 2011

Gambar 3.3 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya, dan cadangan

menurut SNI 4726:2011


43

3.2.3. Cadangan

Cadangan merupakan klasifikasi tertinggi dari suatu bahan galian dimana

merupakan bagian dari sumberdaya mineral terukur dan/atau tertunjuk yang dapat

ditambang secara ekonomis termasuk tambahan material dilusi ataupun material

yang hilang, yang kemungkinan terjadi ketika material tersebut ditambang. Pada

klasifikasi ini, pengkajian dan studi yang tepat sudah dilakukan, dan termasuk

pertimbangan dan modifikasi dari asumsi yang realistis atas factor-faktor

penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan,

social, dan peraturan pemerintah. Cadangan dibagi kembali menjadi cadangan

terkira dan cadangan terbukti.

1. Cadangan mineral terkira, merupakan bagian sumberdaya mineral tertunjuk

yang ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa kondisi, juga

merupakan bagian dari sumberdaya mineral terukur. Ini termasuk material

dilusi dan material yang hilang yang kemungkinan terjadi pada saat material

ditambang. Pengkajian dan studi yang tepat harus sudah dilaksanakan,

termasuk pertimbangan dan modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang

realistis mengenai penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi,

pemasaran, hukum, lingkungan, social, dan peraturan pemerintah.

Cadangan mineral terkira memiliki tingkat keyakinan yang lebih rendah

dibandingkan cadangan mineral terbukti, tetapi sudah memiliki kualitas

yang cukup sebagai dasar membuat keputusan untuk pengembangan suatu

cebakan.
44

2. Cadangan mineral terbukti, merupakan bagian dari sumberdaya terukur

yang ekonomis untuk ditambang. Ini termasuk material dilusi dan material

yang hilang yang kemungkinan terjadi pada saat material ditambang.

Pengkajian dan studi yang tepat harus sudah dilaksanakan, termasuk

pertimbangan dan modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang realistis

mengenai penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi, pemasaran,

hukum, lingkungan, social, dan peraturan pemerintah.

3.3. Geostatistika

Dalam melakukan estimasi mineral, terdapat metode yang umum digunakan

yakni menggunakan geostatistika. Serangkaian analisis statistik dan variogram

diperlukan untuk mengestimasi suatu daerah dengan metode tersebut.

3.3.1. Statistika Dasar

Dalam melakukan estimasi dengan kriging, diperlukan analisis statistik

dasar terlebih dahulu dimana Statistik adalah suatu metode ilmiah dalam

mengklasifikasikan, meringkas, menyajikan, menginterpretasikan, dan

menganalisis data guna mendukung pengambilan kesimpulan yang valid dan

berguna sehingga dapat menjadi dasar pengambilan kesimpulan yang masuk akal.

Analisis tersebut merupakan statistik dasar seperti:


45

1. Rata-rata (Average), merupakan nilai yang mewakili sifat tengah dari suatu

kumpulan nilai data.


1
𝑥̅ = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 ….......................................... (3.1)

Keterangan:

𝑥̅ = rata-rata dari suatu populasi 𝑋𝑖 = nilai dari data (variabel x)

n = banyaknya data x dalam suatu populasi

2. Median, merupakan nilai tengah dari data-data yang telah disusun dari nilai

terkecil hingga terbesar ataupun sebaliknya.


𝑛
−∑ 𝑓𝑡
𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 𝐿𝑖 + 𝑓 2
× 𝑐 ……..…………… (3.2)
𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛

Keterangan:

𝐿𝑖 = batas bawah nyata kelas dari kelas median

n = banyaknya data

∑ 𝑓𝑡 = frekuensi seluruh kelas yang lebih rendah dari kelas median

𝑓𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = frekuensi kelas median

c = lebar interval kelas median

3. Modus (Mode), merupakan nilai yang paling sering muncul atau

frekuensinya terbesar

4. Simpangan baku (standard deviation), merupakan ukuran penyebaran dari

suatu populasi.
46

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
2
𝜎𝑥 = √ ……………….………… (3.3)
𝑛−1

Keterangan:

𝜎𝑥 = simpangan baku 𝑥𝑖 = nilai data di i

𝑥̅ = rata-rata suatu populasi n = jumlah data

5. Variansi (variance), merupakan kuadrat dari simpangan baku.

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝜎𝑥 2 ………………………… (3.4)

6. Koefisien variansi (Coefficient of Variation), merupakan perbandingan

antar simpangan baku terhadap rata-rata hitung.


𝜎𝑥
𝐶𝑉 = …………...………………… (3.5)
𝑥̅

Keterangan:

𝜎𝑥 = simpangan baku

𝑥̅ = rata-rata suatu populasi

Menurut Koch dan Link (1971), bila nilai Coefficient of Variation (CV)

kurang dari 0,5 maka data dianggap berdistribusi normal. Namun tidak

selalu CVdi bawah nilai tersebut berdistribusi normal.

7. Skewness, merupakan penyimpangan dari kesimetrisan suatu kurva

distribusi dimana bila kurva memiliki ekor yang lebih panjang disebalah kiri

menandakan skewness negatif dan begitupun sebaliknya.

8. Kurtosis, merupakan derajat keruncingan suatu kurva distribusi.


47

3.3.2. Variogram

Variogram merupakan suatu grafik yang menampilkan variasi spasial antar

data pada jarak tertentu. Dalam membuat variogram diperlukan arah pencarian

pasangan data (directional atau omni directional), toleransi jarak, toleransi sudut,

dan bandwith. Dalam menentukan arah pencarian data directional atau omni

directional, perlu memperhatikan variasi spasialnya apakah isotropi (variasi spasial

sama ke segala arah) atau anisotropi (variasi spasial berbeda di setiap arah).

Gambar 3.4 Variasi spasial yang (a) isotropi dan (b) anisotropi

Bentuk anistropi dapat berasal dari:

1. Anisotropi geometric, dimana pada satu populasi yang sama dan nilai sill

yang sama terdapat perbedaan range di setiap arah

2. Anisotropi zonal, dimana pada satu populasi yang sama terdapat perbedaan

nilai varians di setiap arah

Sedangkan untuk area pencarian data dalam dua dimensi terlihat pada gambar di

bawah.
48

Gambar 3.5 Variogram (a) directional dan (b) omni directional 2D

Sedangkan dalam bentuk tiga dimensi (3D), dimana umumnya digunakan pada

estimasi bijih, akan menjadi bentuk sebagai pada gambar di bawah.

Gambar 3.6 Variogram (a) directional dan (b) omni directional 3D

Setelah mendapatkan pasangan-pasangan data, nilai variasi antar data pada jarak h

dihitung berdasarkan persamaan berikut:

∑𝑁
𝑖=1(𝑋𝑖 −𝑋(𝑖+ℎ) )
2
𝛾(ℎ) = ……..….………………. (3.6)
2𝑁
49

Keterangan:

𝛾(ℎ) = nilai variogram pada jarak interval h 𝑋𝑖 = nilai di titik i

𝑋(𝑖+ℎ) = nilai suatu titik sejauh h dari titik I 𝑁 = jumlah pasangan data

Sumber: Oliver, 2015

Gambar 3.7 Contoh eksperimental variogram directional

Bila nilai-nilai 𝛾(ℎ) diplot pada variogram akan dihasilkan eksperimental

variogram yang mana perlu dimodelkan untuk dapat menghasilkan parameter-

parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan kriging. Permodelan variogram

dilakukan dengan membuat garis linear dari suatu persamaan. Dalam memodelkan

variogram terdapat dua metode yang umumnya digunakan, yakni:

1. Spherical, dimana bila jarak h (lag) lebih kecil dari jarak range (a) maka,

3ℎ ℎ3
𝜎02 (2𝑎 − 2𝑎3 ) , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾ℎ = { ……………… (3.7)
𝜎02 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎
50

2. Exponential,

𝛾ℎ = 𝜎02 (1 − 𝑒 −3ℎ/𝑎 ) ……………………… (3.8)

Keterangan:

𝛾ℎ = Variasi antar data pada jarak h 𝑎 = range

ℎ = Jarak antar data (lag) 𝜎02 = Total sill (C0 + C)

Sumber: Verly, 2010

Gambar 3.8 Eksperimental variogram setelah dimodel

Dari hasil permodelan tersebut, dapat diketahui tiga parameter utama yakni

sill (C), range (a), dan nugget effect (C0). Nugget effect adalah variasi yang terjadi

pada data di titik yang sama atau pada jarak nol, sill merupakan variasi maksimum

dari data dalam satu populasi, dan range merupakan jarak dimana data telah

mencapai variasi maksimum sehingga lebih dari jarak tersebut data-data menjadi
51

tidak saling berhubungan lagi. Selain itu, range juga menjadi batas searhing area

pada saat estimasi menggunakan kriging seperti pada contoh di bawah.

Gambar 3.9 Perbedaan ukuran searching area berdasarkan permodelan range

3.3.3. Cross Validation

Setelah variogram eskperimental dimodelkan dengan salah satu metode,

maka perlu dilakukan validasi agar variogram eskperimental yang dibuat dapat

digunakan dalam perhitungan kriging, dimana pengujian yang dilakukan

menggunakan metode cross validation. Metode tersebut menggunakan parameter-

parameter yang didapatkan dari variogram eksperimental dengan cara

mengestimasi kembali titik data seolah-olah nilainya tidak diketahui.


52

Gambar 3.10 Titik data

Hasil dari nilai estimasi dan nilai sebenarnya pada titik tersebut di plot pada grafik

x,y dengan garis linear dengan persamaan:

𝑥 = 𝑦 …………………………………... (3.9)

Sehingga akan dihasilkan grafik sebagai seperti pada gambar 3.8.

Gambar 3.11 Cross validation


53

Dalam estimasi kriging, dikenal dengan akronim BLUE (best linear unbiased

estimator) dimana dikatakan best bila titik-titik plot pada grafik tersebut mendekati

garis linear dan dikatakan unbiased bila titik-titik plot tersebut relative seimbang

antara yang berada di atas garis linear maupun dibawahnya.

3.3.4. Estimasi Sumberdaya

Estimasi sumberdaya pada bahan galian dapat menggunakan berbagai

metode, diantara metode tersebut ada yang menggunakan bobot sebagai pengontrol

dari titik-titik data disekitar titik yang akan diestimasi. dimana penjumlahan bobot

(∑ 𝜆) tersebut akan berjumlah 1. Persamaan umum estimasi tersebut dituangkan

dalam persamaan berikut:

𝑍(𝑥0 ) = ∑𝑛𝑖=1 𝜆𝑖 × 𝑌𝑖 ………………………… (3.10)

Dari persamaan di atas terdapat dua metode yang menggunakannya, yaitu:

1. Inverse distance squared (IDS) dimana bobotnya berasal dari jarak antar

titik data dengan titik estimasi. Bila semakin dekat jaraknya maka bobot titik

data untuk titik estimasi semakin besar, begitupun sebaliknya. Persamaan

untuk IDS adalah sebagai berikut:


𝑥𝑖
∑𝑛
𝑖=1 2
𝑑𝑖
𝑍(𝑥0 ) = 1 …………………………… (3.11)
∑𝑛
𝑖=1𝑑2
𝑖

Dimana bobot dalam persamaan tersebut berasal dari:


54

1
𝑑2
𝜆𝑖 = 𝑖
1 …………………………….. (3.12)
∑𝑛
𝑖=1𝑑2
𝑖

2. Kriging adalah salah satu dari estimator yang digunakan pada estimasi-

estimasi mineral pada umumnya. Bobot pada estimasi tersebut berasal dari

jarak dan variasi spasial antar data maupun antar data itu sendiri yang

didapatkan pada hasil permodelan eksperimental variogram yang telah

valid.

Gambar 3.12 Area pencarian data kriging omni directional (a) 2D dan (b) 3D

Untuk mendapatkan bobotnya, dibuat persamaan-persamaan sebagai berikut:

𝜆1 . 𝛾(𝑋1 , 𝑋1 ) + 𝜆2 . 𝛾(𝑋1 , 𝑋2 )+. . . +𝜆𝑘 . 𝛾(𝑋1 , 𝑋𝑘 ) + 𝜇 = 𝛾(𝑋0 , 𝑋1 ) …. (3.13)

𝜆1 . 𝛾(𝑋2 , 𝑋1 ) + 𝜆2 . 𝛾(𝑋2 , 𝑋2 )+. . . +𝜆𝑘 . 𝛾(𝑋2 , 𝑋𝑘 ) + 𝜇 = 𝛾(𝑋0 , 𝑋2 ) …. (3.14)

𝜆1 . 𝛾(𝑋3 , 𝑋1 ) + 𝜆2 . 𝛾(𝑋3 , 𝑋2 ) + ⋯ + 𝜆𝑘 . 𝛾(𝑋3 , 𝑋𝑘 ) + 𝜇 = 𝛾(𝑋0 , 𝑋3 ) …. (3.15)


55

𝜆1 + 𝜆2 +. . . +𝜆𝑘 + 0 = 1 …………………… (3.16)

Kemudian untuk mempermudah perhitungan dibuat dalam bentuk matriks:

𝑊×𝐴=𝐵

𝛾(𝑋1 , 𝑋1 ) 𝛾(𝑋1 , 𝑋2 ) … 𝛾(𝑋1 , 𝑋𝑘 ) 1 𝜆1 𝛾(𝑋0 , 𝑋1 )


𝛾(𝑋2 , 𝑋1 ) 𝛾(𝑋2 , 𝑋2 ) … 𝛾(𝑋2 , 𝑋𝑘 ) 1 𝜆2 𝛾(𝑋0 , 𝑋2 )
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ × ⋮ = ⋮ … (3.17)
𝛾(𝑋𝑘 , 𝑋1 ) 𝛾(𝑋𝑘 , 𝑋2 ) … 𝛾(𝑋𝑘 , 𝑋𝑘 ) 1 𝜆𝑘 𝛾(𝑋0 , 𝑋𝑘 )
[ 1 1 … 1 0] [ 𝜇 ] [ 1 ]

Elemen W dan B berasal dari persamaan spasial covariance atau semivariogram

model. Selanjutnya untuk mendapatkan bobot kriging, dibuat persamaan berikut:

𝐴 = 𝑊 −1 𝐵 …….……………………… (3.18)

Setelah didapatkan nilai-nilai pada matriks A, maka dengan menggunakan

persamaan 3.10 dapat dihitung nilai pada titik estimasi (x0). Selain itu dihitung juga

nilai kriging varians dengan rumus:

𝜎 2 (𝑥0 ) = 𝐵 ′ 𝐴 = 𝐵′(𝑊 −1 𝐵)…………………. (3.19)

3.4. Perangkat Lunak Geostatistika

Dalam estimasi bahan galian, digunakan dua perangkat lunak yang berfungsi

dalam perhitungan statistika dasar, pembuatan eksperimental variogram,

permodelan variogram eksperimental, pembuatan cross validation, dan estimasi

kriging. Perangkat lunak yang digunakan diantaranya Snowden Supervisor dan

SGeMS.
56

Snowden Supervisor merupakan perangkat lunak yang bergerak dalam bidang

geostatistika dimana Supervisor dapat menghitung statistika dasar hingga cross

validation. Sedangkan dalam estimasi kriging digunakan perangkat lunak SGeMS.

Gambar 3.13 Jendela kerja Snowden Supervisor

Gambar 3.14 Jendela kerja SGeMS


57

Dari hasil estimasi tersebut, tiap blok-blok dihitung tonnasenya dari tiap warna

(menandakan perbedaan nilai dari kadar yang dihitung) pada perangkat lunak

Microsoft Excel dengan rumus:

𝑇𝑜𝑛𝑛𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑖𝑗𝑖ℎ = ∑ 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑙𝑜𝑘 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑙𝑜𝑘 × 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑏𝑖𝑗𝑖ℎ × 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑗𝑖ℎ .. (3.20)

3.5. Klasifikasi Sumberdaya

Dalam mengklasifikasikan sumberdaya pada endapan tembaga porfiri dan

endapan emas epitermal yang besar menurut Blackwell (1998), dapat digunakan

rumus relative kriging standard deviation (RKSD) dimana nilai mutlak 1,96 dikali

dengan pembagian nilai standard variasi hasil estimasi (𝜎𝑥0 ) dengan nilai

estimasinya (𝑍𝑥0 ). Tahapan klasifikasi secara berurutan umumnya adalah:

1. Mengidentifiksai daerah mineralisasi

2. Mengidentifikasi daerah mineralisasi yang di atas cut of grade

3. Mengklasifikasi daerah di atas cut of grade berdasarkan nilai tertentu dari

perhitungan RKSD

Persamaan yang digunakan dalam klasifikasi tersebut dituangkan pada rumus

berikut:

𝜎𝑥
𝑅𝐾𝑆𝐷 = ±1,96 (𝑍 0 ) ……………………. (3.21)
𝑥0
58

Klasifikasi dengan RKSD dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Sumberdaya terukur (measured), bila nilai RKSD pada suatu blok kurang

dari atau sama dengan 0,3

2. Sumberdaya tertunjuk (indicated), bila nilai RKSD pada suatu blok lebih

dari 0,3 dan kurang dari atau sama dengan 0,5

3. Sumberdaya tereka (inferred), bila nilai RKSD pada suatu blok lebih dari

0.5

Anda mungkin juga menyukai