Anda di halaman 1dari 9

Mencari Sumber Air Tanah dengan

Tepat

Masyarakat acap kali menemui kegagalan ketika hendak membuat sumur gali maupun
sumur pompa. Sementara itu, mereka telah menggali atau memasukkan pompa ke
dalam tanah cukup dalam.

Kegagalan itu umumnya dikarenakan masyarakat belum mengetahui karakteristik tanah


dan zona air tanah. Hal itu dapat dimaklumi. Perlu diketahui bahwa di daerah dengan
batuan dan ketinggian tertentu, sulit ditemukan air tanah.

Pada tanah dengan sifat fisik kedap air atau permeable, akan sangat sulit ditemukan air
tanah bebas, yaitu air tanah yang dapat ditemukan dengan membuat sumur gali.

Untuk mencapai lapisan akuifer, yaitu jenis lapisan batuan/tanah pembawa air dan air
tersebut berkumpul dan membuat genangan atau aliran yang ada di bawah permukaan
bumi, terletak di bawah lapisan kedap air, umumnya dilakukan dengan cara
pengeboran, agar menembus lapisan kedap air.

Sayangnya, cara itu kurang efektif karena air tanah tidak ditemukan pada kondisi tanah
seperti itu. Oleh karena itu, agar air tanah dapat dengan mudah ditemukan tanpa perlu
menggali lebih dalam, sebaiknya terlebih dahulu diketahui zonasi air tanah.
Secara teori, air tanah dengan mudah ditemukan di wilayah luahan atau discharge
zone. Wilayah luahan ialah daerah tempat tertampungnya air, dan air tersebut relatif
terus berdiam di tempat tersebut.

Pada daerah itu, biasanya terdapat mata air, namun pada daerah resap an air tidak
ditemukan air tanah.

Menurut Rachmat Fajar Lubis, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), secara umum peresapan air tanah dimulai ketika air
hujan jatuh ke tanah yang memiliki kemampuan menyerap.

Daerah itu merupakan recharge zone bagi air hujan untuk masuk ke dalam tanah lewat
bantuan gravitasi Bumi. Air hujan itu masuk melalui pori-pori tanah, celah batuan, atau
rekahan pada batuan atau tanah.

Proses penyerapan itu akan terakumulasi pada titik kedap air. Pada titik itu, air tidak
menembus ke bawah karena tidak ada lagi pori-pori atau rekahan sebagai jalan masuk.

Karena banyaknya air yang terkumpul, area tersebut kerap disebut dengan zona jenuh
air atau saturated zone. Fajar menjelaskan pergerakan atau aliran air tanah itu menjadi
kunci dalam menentukan apakah suatu daerah mengandung banyak air tanah atau
tidak.

Perlu dicatat, tidak seluruh daerah memiliki potensi air tanah alami yang baik, ujarnya.
Namun, sayangnya, zona air sepertinya sering hilang akibat ulah manusia.

Di beberapa wilayah, semisal wilayah padat penduduk dan kawasan industri, air tanah
mengalami eksploitasi berlebihan. Setiap hari, dari siang hingga malam, masyarakat
mengambil air tanah dengan menggunakan pompa-pompa listrik.
Akibatnya, daerah tersebut kehilangan banyak air dan menjadi kering. Selain
kekeringan, eksploitasi yang berlebihan terhadap air tanah bisa menyebabkan
penurunan muka tanah.

Tanah menjadi ambles beberapa sentimeter ke bawah. Kondisi itu terjadi di beberapa
kota pantai, seperti Semarang dan Jakarta. Menurut Fajar, daerah resapan air
merupakan tempat masuknya air ke dalam zona jenuh.

Air itu akan membentuk garis khayal yang disebut dengan muka air tanah. Dengan kata
lain, air masuk ke daerah luahan. Bisanya cara untuk menentukan luahan air ialah
dengan melihat tekanan air berlawanan dengan daerah luahan yang akan mengalami
kenaikan tekanan.

Kondisi itu dapat diaplikasikan pada saat mengukur tekanan air di suatu lubang bor
secara vertikal, kata Fajar. Namun, Fajar mengatakan untuk mengaplikasikan konsep
yang sudah ada masih sulit.

Teori lama yang menyebutkan bahwa air akan mengalir dari daerah dengan topografi
tinggi ke rendah tidak selalu berlaku. Pasalnya, selain topografi , air tanah dikendalikan
oleh kondisi geologis.

Misalnya, air laut yang kini mengalir ke daratan yang lebih tinggi bisa menjadi contoh
bahwa topografi rendah mampu mengalirkan air ke topografi tinggi.

Tiga Kelompok

Lantaran beberapa fenomena terbaru itulah Fajar kemudian mempelajari model aliran
air tanah. Agar proses analisis lebih akurat, dia mengklasifikasikan air tanah ke dalam
tiga kelompok, yakni aliran air tanah regional, transisi, dan lokal.

Aliran air tanah regional adalah aliran air tanah secara umum. Aliran itu turun langsung
ke daerah luahan dan berada di satu cekungan yang sama.
Di daerah antara dua pegunungan dan di bibir-bibir sungai, sering terdapat aliran air
tanah regional yang ber ujung pada daerah luahan.

Aliran air tanah lokal terjadi karena adanya perbedaan kondisi alam yang bervariasi.
Dengan demikian, pola alirannya pun berbeda-beda atau acak. Luas wilayah dari aliran
tanah lokal itu sangat bervariasi sehingga perlu ketelitian untuk mengetahui aspek-
aspek yang memengaruhinya.

Aliran air tanah transisi merupakan aliran yang dapat berfl uk tuasi mengikuti aliran
regional atau lokal, bergantung pada beberapa parameter alam yang ada yang
dihubungkan dengan jejaring air tanah atau flow net.

Fajar yang menyandang gelar doktor dari Universitas Chiba, Jepang, itu mengatakan
daerah lokal yang memiliki pola sangat bervariasi menunjukkan aliran air tanahnya
dipengaruhi oleh gravitasi, topografi , dan geologi.

Secara geologi, struktur batuan dan rekahan tanah di daerah tersebut memengaruhi
kondisi aliran air.

Daerah regional, yang memiliki aliran teratur dari daerah resapan di wilayah atas
mengalir ke bawah hingga ke luahan air, menunjukkan bahwa aliran air tanah hanya
dipengaruhi oleh kondisi gravitasi.

Agar seseorang dapat menentukan mana daerah aliran, daerah resapan, dan daerah
luahan, diperlukan kajian yang lebih mendalam. Artinya pengetahuan tentang pengaruh
topografi , gravitasi, dan geologi daerah seyogianya dimiliki.

Metode fisika merupakan salah satu metode untuk merekonstruksi pola sebaran lapisan
akuifer. Cara nya melalui pengukuran geolistrik seperti pengukuran tanah, induce
polarization atau polarisasi listrik pada permukaan mineral, dan peng ukur an seismik
dengan georadar.
Metode lain yang bisa diterapkan ialah metode kimia dengan cara merunut pola
pergerakan air tanah. Ketika air tanah melawati suatu media, air akan membawa
mineral dari batuan atau tanah yang dilewatinya.

Perunutan dilakukan dengan menganalisis mineral yang dibawa air tanah. Sebelum
melakukan pengeboran, kedua metode itu hendaknya dipakai agar penentuan area air
tanah bisa lebih akurat.

Dengan demikian, upaya pengeboran pun tidak akan sia-sia dan merusak lingkungan
sekitar. hay/L-2

Koran Jakarta, 14 Juli 2010

Sivitas Terkait : Rachmat Fajar Lubis


Pengertian Akuifer – Sistem – Klasifikasi –
Jenis
 Post authorBy Kidhot Kasjuaji
 Post dateApril 21, 2018

akuifer

Dalam kehidupan, manusia tidak lepas dari


air sebagai unsur vital dalam menjalani aktifitas sehari-hari, mulai dari mandi,
memasak, minum, mencuci baju, pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya. Air
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup manusia, dan tubuh manusia
mengandung air hampir kurang lebih 70% persen. Serta, 60% persen
permukaan planet Bumi dilapisi oleh air, baik air permukaan dan air bawah tanah.
Sehingga, peranan air sangat dominan dalam kelangsungan hidup mahkluk di planet
Bumi ini. Berbicara mengenai air, salah satu jenis air adalah akuifer. Akuifer secara
umum merupakan jenis lapisan tanah pembawa air dan air tersebut berkumpul dan
membuat genangan atau aliran yang ada di bawah permukaan bumi. Penjelasan
mengenai akuifer lebih lanjut dapat dilihat dalam beberapa paragraf berikut ini.

Pengertian

Secara epistemologi, akuifer merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yang
terdiri dari kata aqui atau aqua, yang bermakna air, dan kata ferre, yang berarti
membawa. Selanjutnya, dari beberapa ahli pengertian akuifer adalah sebagai berikut:
akuifer adalah lapisan tanah yang memiliki kandungan air yang mengalir melalui
ronga-rongan udara kedalam bawah tanah (Herlambang, 1996). Selain itu,
berdasarkan sifat batuan terhadap air, akuifer adalah lapisan batuan jernih air di
bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam kuantitas
yang mencukupi dan ekonomis. Menurut ilmu tanah, akuifer adalah lapisan tanah
pembawa air yang memiliki daya ekonomis dalam mengalirkan atau merembaskan air
ke dalam tanah. Sebagai contoh lapisan tanah sebagai pembawa air atau akuifer dapat
terjadi pada jenis lapisan tanah dan batuan sebagai berikut ini:
 bahan-bahan yang belum terkonsolidasi dengan baik, seperti tanah pasir, tanah
aluvial, bekas sungai purba, dataran pantai
 batuan endapan, tanah kapur, gamping, dan kerikil, yang secara strukturnya
memiliki rekahan atau pori.

Sehingga, akuifer dapat terjadi jika suatu media, baik tanah atau batuan memiliki
ronga atau pori atau ruang yang dapat mengalirkan jumlah air dalam kuaantitas yang
memadai dan berlangsung secara efisien.

Sistem Akuifer

Dari pengertian mengenai akuifer tersebut di atas, menurut Puradimaja (1993), dilihat
dari tipologinya di Indonesia, sistem akuifer memiliki lima tipologi sistem akuifer,
antara lain sebagai berikut:

1. Sistem Akuifer Endapan Gunungapi. Sistem ini terjadi pada area gunung berapi
dimana lapisan pembawa air mulai dari permukaan gunung yang terdiri dari batuan
piroklastik yang turun ke bagian dalam gunung berapi menuju aliran lava dan
selanjutnya masuk kedalam batuan dasar gunung berapi;
2. Sistem Akuifer Endapan Aluvial. Sistem ini terdapat pada jenis tanah endapan
aluvial yang terdapat di sepanjang aliran sungai yang jenis tanahnya masih muda dan
belum terkonsolidasi dengan sempurna sehingga lapisan tanah ini dapat mengalirkan
air atau meresapkan air menuju permukaan dalam lapisan tanah;
3. Sistem Akuifer Batuan Sedimen. Sistem ini mengalami prosesnya pada lapisan
batuan sedimen yang memiliki ronga atau pori atau rekahan dan meneruskan air di
atas permukaan menuju ke bagian dalam atau bawah permukaan tanah;
4. Sistem Akuifer Batuan Kristalin dan Metamorf; dan
5. Sistem Akuifer Endapan Glasial.

Klasifikasi Akuifer

Dalam menentukan klasifikasi akuifer sendiri ada tiga pengukuran dalam menentukan
jenis akuifer yang ada. Adapun pengukuran tersebut meliputi sebagaimana berikut ini:

 tingkat ketebalan akuifer. tingkat ketebalan ini diukur dari permukaan air tanah
hingga lapisan yang berkarakteristik semi kedap air, yang meliputi akuiklud dan
akuifus.
 tingkat permeabilitas. pengukuran ini dilihat dari kemampuan suatu akuifer
dalam meneruskan kuantitas air melalui penampang sebesar 1 m persegi. Tingkat
permeabilitas ini ditentukan berdasar tekstur dan struktur mineral atau partikel-
partikel atau butiran-butiran penyusun batuannya.
 koefisiensi lolos. Koefisiensi ini menunjukkan seberapa besar kemampuan
batuan dalam meloloskan aliran air tanah.

Jenis-jenis akuifer

Berdasarkan pengertian, sistem, dan klasifikasi akuifer yang telah dijelaskan di bagian
sebelumnya, maka akuifer dapat dibedakan kedalam beberapa jenis akuifer. Menurut
Kodoatie (2012), jenis akuifer terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Akuifer bebas, atau unconfined aquifer. Akuifer yang lapisan pembatasnya


hanya pada bagian bawah saja dan tidak ada lagi sekat dengan lapisan atasnya, yaitu
pada muka air tanah.
2. Akuifer tertekan, atau confined aquifer. Akuifer yang pembatas pada lapisan
atas dan bawahnya merupakan pembatas yang tidak tembus air sehingga
menyebabkan air muncul di atas formasi tertekan pad abagian bawahnya sehingga
akuifer ini terisi penuh oleh air tanah.
3. Akuifer semi tertekan, atau leaky aquifer. Akuifer yang memiliki air yang
jenuh dan dibatasi oleh lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawah yang
merupakan akuiklud. Jenis akuifer ini merupakan jenis akuifer yang sempurna karena
pada lapisan atas dibatasi oleh lapisan semi-lolos air dan lapisan bagian bawah adalah
lapisan lolos air atau semi-lolos air.

Selain ketiga jenis akuifer tersebut, ada satu akuifer lagi yang merupakan akuifer
buatan. Akuifer ini merupakan lapisan tanah yang sengaja dibuat atau ditata ulang
untuk menyimpan dan mengalirkan air dari dalam tanah sehingga dapat menjadi
sumber air yang berkelanjutan. Tujuan dibuatnya akuifer buatan ini adalah sebagai
sumber penyediaan air baku bagi penduduk yang daerahnya sangat minim sekali
terdapat aliran air dan sering mengalami kekeringan dalam jangka waktu yang lama.
Proses akuifer buatan ini melalui beberapa tahapan.

Pertama, air permukaan dialirkan ulang ke dalam akuifer buatan yang selanjutnya
akan mengalir dengan kecepatan yang sangat lamban menuju lapisan tanah batuan
pembentuk akuifer. Selanjutnya, kuantitas air akan terpenuhi oleh akuifer selama
perjalanan menuju tempat penampungan atau pengambilan. Semakin lamban
kecepatannya semakin baik akuifernya. Akuifer ini merupakan solusi bagi
ketersediaan air yang berkelanjutan dan dapat menjadi sumber air tanah yang dapat
diperbaharui dan dikembangkan pada daerah yang rawan air untuk digunakan dalam
kegiatan atau aktifitas sehari-hari. Selain itu, akuifer buatan ini dapat menjadi
prasarana dalam program konservasi daerah aliran sungai.

 Tagsakuifer, tanah

Anda mungkin juga menyukai