Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geologi merupakan ilmu yang mempelajari bumi serta proses yang
terjadi langsung pada bumi, baik yang berada didalam bumi maupu di
permukaan bumi, seperti terjadinya gunung api, gempa bumi, dan dinamika
pergerakan bumi. Proses yang terjaidi dipermukaan seperti erosi, pengendapan
dan perubahan lain terhadap batuan. Didalam pemanfaatan sumber daya alam,
geologi juga mempelajari secara khusus tentang batuan dan mineral.
Studi mengenai geologi suatu daerah merupakan studi yang mencakup
penerapan dari berbagai aspek ilmu geologi yang bertujuan untuk memahami
kondisi geologi daerah penelitian. Ilmu geologi tersebut mencakup
geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, petrologi, dan petrografi. Aspek-
aspek tersebut dapat digunakan pada saat melakukan pemetaan lapangan yang
merupakan dasar utama melakukan interpretasi terhadap kondisi geologi suatu
daerah.
Pulau Kalimantan adalah bagian dari Sundaland dan didominasi oleh
perbukitan hingga perbukitan terjal pada bagian tengahnya, sedangkan daratan
terdapat pada daerah sepanjang pantai. Perbukitan hingga perbukitan terjal
tersusun oleh batuan berumur Pra Tersier dan Tersier, sedangkan morfologi
dataran tersusun oleh batuan berumur Kuarter. Struktur geologi pulau
Kalimantan didominasi oleh sesar dan lipatan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kondisi geologi.
Peta geologi merupalan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh
batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan
antar satyuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya. Peta geologi juga
merupakan gambaran teknis permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan
yang mempunya arah, serta unsur-unsur yang merupakan gambaran geologi,
dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang pasti (Noor, 2008).
Oleh karena itu hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk
melakukan penelitian secara detail baik penyebaran litologinya, geomorfologi,
stratigrafi maupun struktur geologi dan sejarah geologi. Berdasarkan hal tersebut

1
penulis melakukan penelitian mengenai keadaan geologi Daerah Paser dan
sekitarnya,
1.2. Maksud dan Tujuan
Ekskursi besar ini dimaksudkan untuk memenuhi kurikulum akademik
jurusan teknik geologi STT Migas Balikpapan. Dengan tujuan agar mahasiswa/i
dapat memahami penelitian singkapan dan batuan, mendeskripsikan batuan,
menentukan bentang alam, mempelajari orientasi medan. Praktikum secara
langsung seperti ini sangat berguna bagi mahasiswa untuk mengembangkan
teori-teori yang telah dipelajari yang nantinya digunakan sebagai dasar pada
praktek di lapangan sehingga mahasiswa dapat membuktikan teori yang telah
dipelajari dengan kondisi yang ada di lapangan.
1.3. Ruang Lingkup (Teori Dasar)
Geologi meliputi studi tentang mineral, batuan, fosil , tidak hanya
sebagai objek, tetapi menyangkut penjelasan tentang teknik pembentukannya.
Geologi juga mempelajari dan menjelaskan gambaran fisik serta proses yang
berlangsung di permukaan dan dibawah permukaan bumi, pada saat sekarang
dan juga pada masa lalu. Geologi fisik didalam hal ini merupakan dasar untuk
mempelajari kesemuanya ini, dengan dimulai mempelajari unsur utama, yaitu
batuan sebagai penyusun kerak bumi, mengenal proses pembentukannya, serta
menjelaskan kehadiran serta sifat fisik-fisiknya di bumi.
Ilmu geologi memiliki ruang lingkup yang sangat luas,dalam
pengkajiannya lebih dalam berkembang sebagai cabang ilmu yang bersifat lebih
khusus dan terinci. Beberapa cabang ilmu geologi seperti petrologi yang
mempelajari tentang batuan, asal mulanya serta penjelasan lingkungannya.
Kemudian ada yang namanya statigrafi yang mempelajari tentang urutan
perlapisan pada batuan. Selanjutnya ada paleontologi yang mempelajari tentang
fosil dan aspek kehidupan purba di dalam batuan. Dan terakhir ada geologi
struktur yang mempelajari tentang bentuk batuan dan kerak bumi, sebagai hasil
dari proses perubahan akibat tektonik.
Didalam perkembangannya, geologi sebagai dasar dari ilmu kebumian,
sangat berhubungan dengan ilmu dasar lain yaitu ilmu-ilmu fisika dan kimia.
Geofisika adalah ilmu yang membahas tentang sifat-sifat fisika bumi. Demikian

2
pula geokimia yang mempelajari beberapa sifat kimia dari batuan dan kerak
bumi. Selain itu geologi berhubungan dengan ilmu sebagai dasar ilmu terapan.
Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis batuan, batuan dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar yaitu batuan beku, batuan sedimen
dan batuan metamorf. Penelitian penelitian yang dilakukan oleh ahli geologi
terhadap batuan,menyimpulkan bahwa antara ketiga kelompok batuan tersebut
terdapat hubungan yang erat satu dengan lainnya. Dari sejarah pembentukan
bumi, Diperoleh gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari bumi
ini terdiri dari batuan beku. Dengan perjalanan waktu serta perubahan keadaan,
maka terjadilah perubahan-perubahan yang disertai dengan pembentukan
kelompok-kelompok batuan lainnya. Proses perubahan dari suatu kelompok
batuan ke kelompok batuan lainnya merupakan suatu siklus yang dinamakan
dengan siklus batuan/daur batuan.

Gambar 1.3.1. Siklus batuan (Abdillah, 2023)


Melalui siklus batuan ini, juga dapat diruntut proses-proses
geologi yang bekerja dan mengubah kelompok batuan satu ke lainnya. Konsep
siklus batuan ini merupakan landasan utama dari geologi fisik yang diutarakan
oleh James Hutton.

3
1.3.1 Batuan Beku
A. Pengertian

Gambar 1.3.2. Contoh batuan beku (Arhusaini, 2018)


Batuan beku atau batuan igneous(dari bahasa
latin:ignis,”api”)adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di
bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun diatas
permukaan bumi sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan
yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses
pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: Kenaikan
temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari
700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar
terbentuk di di bawah permukaan kerak bumi.
Dalam pembentukan batuan beku urutan kristalisasi dari mineral
pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian dan seri reaksi
bowen menjelaskan bagaimana batuan beku terbentuk. Jadi batuan beku
terbentuk melalui beberapa seri reaksi yang berantai.
Dalam gambar dibawah terlihat, seri terputus-putus ada di sebelah
kiri dan mengandung mineral yang tinggi kadar besi dan magnesium.
Kita juga dapat memahami bahwa rangkaian reaksi ini berkembang
selama penurunan suhu.

4
Gambar 1.3.3. Seri reaksi bowen (Dicky muslim, 2022)
Lihat gambar diatas, ketika mengikuti cabang di sebelah kiri,
kita melihat bahwa pada suhu yang sangat tinggi olivin adalah mineral
pertama yang terbentuk. Dengan kata lain, mineral olivin tinggi yang
kadar besi dan magnesium cenderung membeku pada suhu yang sangat
tinggi. Kemudian saat magma mulai mendingin, beberapa olivin
menjadi piroksen, seiring kemajuan dalam urutan pendinginan, piroksen
berubah menjadi amphibol berubah menjadi biotit. Dengan
terbentuknya biotit maka seri diskontinyu secara resmi berakhir namum
bisa saja ada kelebihan magma yang belum sepenuhnya mengkristal
dan tergantung pada karakteristik kimia magma.
Seri reaksi kontinyu terjadi bersamaan dengan seri diskontiyu.
Dengan cabang yang terus-menerus, kita melihat reaksi tersebut
memilikki lebih banyak reaksi aliran atau berkelanjutan.
B. Tekstur batuan beku
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat
antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-
mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh empat hal
penting,yaitu:
1.Kristalinitas
Kristalitinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku
pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam
fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang

5
berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga
dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma.
Apabila magma selama pembekuaannya berlangsung lambat
maka kristalnya kasar, sedangkan jika pembekuannya berlangsung
cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya
berlangsung dengan sangat cepat maka kristalnya akan berbentuk
amorf. Dalam pembetukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi
yaitu:
-Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun kristal,
Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu
mikrokristalin yang telah membeu di dekat permukaan.
-Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas
dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
-Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa
gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava(obsidian),
dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2.Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada
batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran
butir, yaitu:
a.Fanerik/Fanerokristalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama
lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis
fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
-Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
-Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1–5 mm.
-Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5–30 mm.
-Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari
30 mm
b.Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan
dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan

6
dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau
keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat dibedakan:
-Mikrokristalin,
apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan
bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
-Kriptokristalin
apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk
diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran
berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
-Amorf/glassy/hyaline,
apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3.Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi
bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua
dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
-Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
-Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat
lagi.
-Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal
asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal,
yaitu:
-Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama
panjang.
-Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi yang lain.
-Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua
dimensi yang lain.
-Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

7
4.Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal (relasi) didefinisikan sebagai hubungan
antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua:
a. Equigranular
Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan
kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
-Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
-Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
-Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
b.Inequigranular
Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk
batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan
yang lain (yang lebih kecil) disebut massa dasar yang bisa berupa
kristal atau gelas. Inequigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
-Faneroporfiritik, yaitu apabila kristal-kristal penyusun massa
dasar dapat terlihat jelas dengan mata atau lup.
-Porfiroafanitik, yaitu apabila kristal penyusun massa dasar tidak
dapat terlihat dengan mata atau lup.
C. Struktur batuan beku
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi
kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan
beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya:
-Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan
vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
-Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar
yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur

8
yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample),
yaitu: masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak
gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan
adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku; vesikuler,
yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya
gas pada waktu pembekuan magma, lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur; skoria, yaitu struktur yang sama dengan
struktur vesikuler, tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah
yang tidak teratur; amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang
gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat
atau karbonat; xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang
mengintrusi.
Pada umumnya, batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan
struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint)
atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint
(kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
D. Komposisi mineral batuan beku
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup
dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar
warna, mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
-Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama
terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
-Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama
biotit, piroksen, amfibol dan olivin.
Klasifikasi Batuan Beku
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya,
kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan
nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang
sama, menurut dasar klasifikasinya.
1. Klasifikasi Berdasarkan Cara Terjadinya

9
Menurut Rosenbusch (1877–1976) batuan beku dibagi menjadi:
Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di
permukaan.Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat
permukaan.Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam
bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik,
sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
2. Klasifikasi Berdasarkan Kandungan SiO2
Menurut C.L. Hugnes (1962), yaitu:
-Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%.
Contohnya adalah riolit, granit dan dasit.
-Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52%–66%.
Contohnya adalah andesit dan diorit.
-Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45%–
52%Contohnya adalah basalt dan gabro.
-Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contohnya adalah peridotit, dunit, dan komatiit.
3. Klasifikasi Berdasarkan Indeks Warna
Menurut S.J. Shand (1943), yaitu:
-Batuan leukokratik, apabila mengandung kurang dari 30% mineral
mafik.
-Batuan mesokratik, apabila mengandung 30%–60% mineral mafik.
-Batuan melanokratik, apabila mengandung lebih dari 60% mineral
mafik.
Adapun menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku
berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:
-Holofelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari
10%.
-Felsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
-Mafelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
-Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
1.3.2. Batuan Sedimen
A. Definisi

10
Batuan sedimen terbentuk dari material (bahan) lepas dan
material terlarut, hasil proses mekanisme dan kimia dari batuan yang
telah ada sebelumnya. Batu Proses yang dialami yaitu pelapukan, erosi,
transportasi (angin,air,atau es) dan pengendapan atau deposisi material
sedimen dilaut maupun di daratan. Kemudian mengalami proses
pemadatan (compaction), Sementasi (cementation), dan terakhir litifikasi
yaitu proses material sedimen yang telah terendapkan berubah menjadi
batuan sedimen. Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara,yaitu:
Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang
sangat kecil ukurannya (Seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh
aliran air atau angin yang ada.
Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir,kerikil,bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak
dapat memindahkan partikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari
butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebii kekuatan
inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen
tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong
sedimen yang satu dengan yang lainnya.
Saltation: dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi
pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu
menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya
gravitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke
dasar.

11
Gambar 1.3.4. Contoh batuan sedimen (Arhusaini, 2018)

B. Tekstur batuan sedimen


Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan
ukuran dan bentuk butir serta susunan butir. Butiran yang tersusun terikat
oleh semen dan rongga di antara butirnya. Pembentukannya dikontrol
oleh media dan cara tertrasnportnya.
1.Besar butir
Besar butir adalah ukuran. Skala yang dipakai adalah “Skala
wenworth”.
Tabel 1.3.1.Skala wenworth
Nama Ukuran
butir (mm)
Boulder Lebih besar
(Bongkah) dari 256
Cobble 64-256
(berangkal)
Pebble 4-64
(Kerakal)
Granule 2-4
(Kerikil
Sand 1/16-2
(Pasir)

12
Silt 1/256-1/16
(Lanau)
Clay Lebih kecil
(Lempung) dari 1/256
2.Pemilahan
Pemilahan adalah tingkat keseragaman besar butir. istilah istilah
yang dipakai adalah terpilah baik, terpilah sedang dan terpilah buruk
3.Derajat kebundaran
Kebundaran adalah tingkat kelengkungan dari setiap
fragmen/butiran. istilah -istilah yang dipakai adalah membundar baik,
membundar, membundar tanggung, menyudut tanggung, menyudut.
4.Kemas
Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa
dasar atau di antara semennya. Istilah-istilah yang dipakai adalah kemas
terbuka digunakan untuk butiran yang tidak saling bersentuhan, dan
kemas tertutup untuk butiran yang saling bersentuhan.
5.Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan
volume keseluruhan dari satu batuan. Dalam hal ini dapat dipakai
istilah-istilah kualitatif yang merupakan fungsi daya serap batuan
terhadap cairan.
6.Semen dan masa dasar
Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Masa dasar adalah
masa dimana butiran berada dalam satu kesatuan. Masa dasar terbentuk
bersama-sama fragmen pada saat sedimentasi, dapat berupa bahan
semen atau butiran yang lebih halus
C. Struktur sedimen
Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer, yaitu
struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan. Beberapa struktur
sedimen yang dapat diamati antara lain:
1.Perlapisan

13
Perlapisan adalah bidang kemasan waktu yang dapat
ditunjukkan oleh perbedaan besar butir atau warna dari bahan
penyusunnya
2.Perlapisan bersusun
Sisipan perlapisan dari butir yang kasar berangsur menjadi
halus pada satu satuan perlapisan. Struktur ini dapat dipakai sebagai
petunjuk bagian bawah dan bagian atas dari perlapisan tersebut.
3.Perlapisan silang-siur
Bentuk lapisan yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan
berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan perlapisan.
4.Flute cast
Struktur sedimen berbentuk suling dan terdapat pada dasar
suatu lapisan yang dapat dipakai untuk menentukan arus purba.
5.Load cast
Struktur sedimen yang terbentuk akibat pengaruh beban
sedimen diatasnya.
D. Komposisi Batuan Sedimen
Batuan sedimen dibentuk dari materila batuan lain yang telah
mengalami pelapukan dan stabil dalam kondisi temperatur dan tekanan
permukaan. Batuan sedimen dibentuk oleh 4 material utama yaitu kuarsa,
kalsit, lempung, dan fragmen-fragmen batuan.
1.3.3. Batuan Metamorf
A. Pengertian
Kata metamorfosa berasal dari bahasa yunani, yaitu
metamorpishm dimana meta yang artinya berubah dan morph yang
artinya bentuk. Dengan demikian pengertian metamorfosa dalam geologi
merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan yang
terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan temperatur yang
berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan tersebut pertama
kalinya terbentuk. Metamorfisme merupakan perubahan komposisi
kimia, mineralogi dan stuktur batuan yang disebabkan temperatur dan
tekanan yang terjadi pada kerak dan mantel bumi.

14
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal
(batauan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan
temperatur (T), tekanan (P), atau temperatur (T) dan tekanan (P) secara
bersamaan yang berakibat pada pembentukan mineral-mineral baru dan
tekstur batuan yang baru.
Batuan metamorf merupakan batuan yang telah mengalami
perubahan mineralogi dan karakteristik struktur yang disebabkan oleh
proses metamorfisme. Faktor yang mempengaruhi metamorfisme secara
langsung adalah tekanan, temperatur dan fluida metamorf .

Gambar 1.3.5.Contoh batuan metamorf (Arhusaini, 2018)


B. Tipe Metamorfosa
1.Metamorfosa kataklastik yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh
deformasi mekanis.
2.Metamorfosa burial yaitu metamorfosa yang terjadi apabila batuan
sedimen yang berada pada kedalaman tertentu dengan temperaturnya
diatas 300 celcius serta absennya tekanan diferensial.
3.Metamorfosa kontak yaitu metamorfosa yang terjadi didekat intrusi
batuan beku dan merupakan hasil dari kenaikan temperatur yang tinggi
dan berhubungan dengan intrusi batuan beku

15
4.Metamorfosa regional yaitu metamorfosa yang terjadi pada wilayah
yang sangat luas dimana tingkat deformasi yang tinggi dibawah tekanan
diferensal
C. Faktor yang mengendalikan metamorfosa
Pada dasarnya metamorfosa terjadi karena beberapa mineral
hanya akan stabil pada kondisi tekanan dan temperatur tertentu. Ketika
tekanan dan temperaturnya berubah, reaksi kimia terjadi akan
menyebabkan mineral-mineral yang terdapat dalm batuan berubah
menjadi sekumpulan mineral yang stabil pada kondisi tekanan dan
temperatur yang baru .
D. Struktur dan tekstur batuan metamorf
Struktur batuan metamorf merupakan kenampakan batuan yang
berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan
tersebut. Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi
1.Struktur foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi
ini dapat terjadi karena adanya penjajaran-penjajaran mineral menjadi
lapisan-lapisan, orientasi butiran, permukaan belahan planar, atau
kombinasi dari dari ketiga hal tersebut. Struktur foliasi yang ditemukan
adalah slaty cleavage, phylitic, schistonic,gneissic.
2.Struktur non foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran-butiran. Struktur non foliasi yang ditemukan adalah
hornfelsic, kataklastik, milonitic, dan phylonitic.

16
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
Geologi regional merupakan informasi tentang tatanan geologi suatu daerah
dengan cakupan dan skala relatif luas.Penggambaran geologi regional dapat dilihat
melalui peta regional yang menggambarkan tatanan geologi suatau daerah seperti
penyebaran batuan tertentu.

Gambar 2.1.Peta regional balikpapan (S. Hidayat & L.Umar, 1994)


2.1. Fisiografi Regional
Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di
indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan.
Sebagian besar daerah pegunungan berada di bagian tengah pulau, sedangkan
daerah dataran berada di bagian tepi pulau. Pegununngan dibagi menjadi empat
bagian. Pada bagian utara terdapat zona pegunungan kinabalu sampai ke arah
baratlaut berjajar pegunungan muller dan pegunungan Schwanner. Pada bagua
selatan terdapat zona pegunungan meratus Pada bagian barat dibagi menjadi dua
yaitu Pegunungan kapuas atas, berada antara lembah rejang di utara, cekungan
kapuas atas dan lembah batang luoar di selatan. Madi plateu, berada antara
cekungan kapuas atas dan sungai melawi. Sedangkan pada bagian timur juga
dibagi menjadi dua yaitu rangkaian pegunungan di kalimantan bagian utara,
berakhir di semenanjung antara teluk darvel. Rangkaian pegunungan lainnya,

17
berakhir di semenanjung mangkalihat. Daerah penelitian termasuk pada dataran
yang berada bagian selatan pulau kalimantan. Beberapa sungai besar di
antaranya sungai barito, sungai kapuas dan sungai kahayan yang mengalir
didaerah ini. Sungai-sungai tersebut mengalir dari utara menuju ke selatan dan
bermuara di laut jawa. Daerah sungai-sungai ini memiliki ketinggian antara 0-
200 m dpl. Sungai sungai ini berhulu di bagian tengah pulau kalimantan, yaitu
pada pegunungan schwaner dan pegunungan muller.
2.1.1. Fisiografi Cekungan Kutai

Gambar 2.1.1.Fisiografi cekungan kutai (Agus Karmadi, 2020)


Indonesia yang menutupi daerah seluas kurang lebih 60.000 km2
dan mengandung endapan berumur tersier dengan ketebalan mencapai 14
km. Cekungan ini merupakan cekungan terbesar dan terdalam di
indonesia bagian timur. Cekungan kutai terletak di tepi bagian timur dari
paparan sunda, yang dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di
bagian selatan lempeng eurasia.
Cekungan kutai dibatasi bagian utara oleh suatu daerah tinggian
batuan dasar yang terjadi pada oligosen, yaitu tinggian mangkalihat dan

18
sesar sangkulirang yang memisahkannya dengan cekungan tarakan. Di
bagian timur daerah cekungan ini, terdapat delta mahakam yang terbuka
ke selat makassar. Di bagian barat, cekungan dibatasi oleh daerah
tinggian kuching (Central Kalimantan Ranges) yang berumur kapur. Di
bagian tenggara cekungan ini,terdapat paparan paternoster yang
dipisahkan oleh gugusan pegunungan meratus. Di bagian selatan
cekungan ini, dijumpai cekungan barito yang dipisahkan oleh sesar
adang.
2.1.2. Fisiografi Cekungan Barito

Gambar 2.1.2.Cekungan barito (Agus karmadi, 2020)


Pulau kalimantan terletak di sebelah tenggara lempeng eurasia,
sebelah utara berbatasan dengan laut cina selatan, sebelah timur
berbatasan dengan sabuk aktif filipina, dan sebelah barat berbatasan
dengan busur banda dan sunda, serta bagian barat berbatasan dengan
paparan sunda dan semenanjung malaya.
Cekungan barito merupakan cekungan berumur tersier yang
terletak di bagian tenggara schwaner shield di daerah kalimantan selatan.
Cekungan ini dibatasi pegunungan meratus pada bagian timur dan bagian
utaranya berbatasan dengan cekungan kutai. Cekungan barito pada
bagian selatan berbatasan dengan laut jawa dan bagian barat dibatasi oleh
paparan sunda.

19
Cekungan barito termasuk di dalamnya meratus range yang
dicirikan dengan endapan berumur paleogen yang terdiri dari batupasir
kuarsa, konglomerat, serpih, batulempung, lapisan batubara dan pada
bagian atasnya berupa napal dan batugamping yang telah mengalami
perlipatan dan pensesaran secara intensif pada akhir zaman tersier.

2.2. Stratigrafi Regional


Berdasarkan statigrafinya pulau kalimantan terbagi dari cekungan tersier
utama yang terdapat di bagian timur continental margin kalimantan dari utara ke
selatan.Cekungan tarakan, cekungan kutai dan cekungan barito. Statigrafi
cekungan barito dari tua kemuda yaitu formasi tanjung, terendapkan di eosen
oligosen awal. Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung,
batubara, dan basalt. Formasi ini diendapkan pada lingkungan literal neritik.
Formasi berai disusun oleh batugamping berselingan dengan batulempung/serpih
di bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari batugamping masif dan pada
bagian atas kembali berulang menjadi perselingan batugamping, serpih, dan
batupasir. Formasi ini terendapkan pada umur oligosen akhir-miosen awal.
Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-neoritik tengah dan menutupi
secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian bawahnya.
2.2.1. Stratigrafi Cekungan Kutai
Menurut Allen dan Chambers (1998), Cekungan kutai tersusun
atas endapan-endapan sedimen berumur tersier yang memperlihatkan
endapan fase transgresi dan regresi laut, yaitu:
1)Fase transgresi Palogen
Fase sedimentasi paleogen dimulai ketika terjadi fase tektonik
ekstensional dan pengisian rift pada kala eosen. Pada masa ini,
Cekungan barito, kutai, dan tarakan merupakan zona subsidence yang
saling terhubungkan, kemudian sedimentasi paleogen mencapai puncak
pada fase pengisian pada saat cekungan tidak mengalami pergerakan
yang signifikan, sehingga mengendapkan serpih laut dalam secara
regional dan batuan karbonat pada oligosen akhir.
2)Fase Regresi Neogen

20
Fase ini dimulai pada miosen awal hingga sekarang, yang
menghasilkan progradasi delta (deltaic progradation) yang masih
berlanjut hingga sekarang. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-
lapisan sedimen klastik delta hingga laut dangkal dengan progradasi
dari barat kearah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara (lignite).
Berdasarkan peta geologi lembar samarinda, statigrafi cekungan
kutai dibagi menjadi (dari tua ke muda) : Formasi pamaluan, Formasi
bebuluh, Formasi Pulau balang, Formasi balikpapan, Formasi kampung
baru
-Formasi Pamaluan
Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih,
batugamping, dan batulanau, berlapis sangat baik, Batupasir kuarsa
merupakan batuan utama, kelabu kehitaman-kecoklatan, berbutir halus-
sedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat,
karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang
siur dan perlapisan sejajar, tebal lapisan antara 1-2 m. Batulempung
dengan ketebalan rata-rata 45cm. Serpih, kelabu kehitaman, kelabu tua,
padat, dengan ketebalan sisipan antara 10-20cm. Batugamping
berwarna kelabu, pejal, berbutir sedang-kasar. setempat berlapis dan
mengandung foraminifera besar. Batulanau berwarna kelabu tua-
kehitaman. Tebal formasi kurang lebih 2000m.
-Formasi Bebuluh
Batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan
serpih. Batugamping berwarna kelabu, padat, mengandung foraminifera
besar, berbutir sedang. Setempat batugamping menghablur, terkekar tak
beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir
halus kelabu tua kehitaman. Tebal formasi sekitar 300m diendapkan
selaras dibawah formasi pulau balang.
-Formasi pulau balang
Perselingan batupasir greywackle dan batupasir kuarsa sisipan
batugamping, batulempung, batubara, dan tuf dasit. Batupasir
greywackle berwarna kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50-

21
100cm. Batupasir kuarsa berwarna kelabu kemerahan, setempat tufan
dan gampingan, tebal lapisan antara 15-60 cm.
Batugamping berwarna coklat muda kekuningan, mengandung
foraminifera besar, Batu gamping terapat sisipan atau lensa dalam
batupasir kuarsa, ketebalan lapisan 10-40 cm. Batulempung, kelabu
kehitaman, tebal lapisan 1-2 cm. Setempat berselingan dengan
batubara, tebal ada yang mencapai 4 m.Tuf dasit, putih merupakan
sisipan dalam batupasir kuarsa.
-Formasi Balikpapan
Perselingan batupasir dan batulempung sisipan batulanau,
batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal
lapisan 1-3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 5-10 cm. Batupasir
Gampingan, coklat, berstruktur sedimen laposan sejajar dan silang siur,
tebal lapisan 20-40 cm, mengandung foriminifera kecil disisipi lapisan
tipis karbon. Batulempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung
sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan, setempat
mengandung lensa batupasir gampingan, batulanau gampingan,
berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran,
mengandung foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur miosen
akhir bagian bawah-miosen tengah bagian atas, tebal formasi 1000-
1500 m
-Formasi Kampung Baru
Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batulanau
dan lignit, pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa,
putih setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah
hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi, tufan atau
lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan
komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0,5-1
cm, mudah lepas, batulempung, kelabu kehitaman mengandung sisa
tumbuhan, kepingan batubara, koral, batulanau, kelabu tua, menyerpih,
laminasi, lignit,tebal 1-2 m, diduga berumur miosen akhir-plioplistosen,
lingkungan pengendapan delta-laut dangkal, tebal lebih dari 500 m.

22
Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap
formasi balikpapan.
-Alluvial
Kerikil, pasir dan lumpur diendapkan pada lingkungan sungai,
rawa, delta dan pantai.

Gambar 2.2.1.Statigrafi cekungan kutai (Agus karmadi, 2020)


2.2.2 Stratigrafi Cekungan Barito
Secara umum pada cekungan barito terdapat dua kelompok batuan
utama, yaitu kelompok batuan alas dengan kelompok batuan sedimen pengisi
cekungan. Kelompok batuan alas terdiri atas batuan yang kompleks, diantaranya
batuan ultrabasa, rijang, batuan vulkanik, batugamping dan batuan
metamorf.Sedangkan kelompok batuan sedimen pengisi cekungan terdiri atas
batupasir, batulempung, batugamping dan batubara.

23
Gambar 2.2.2.Statigrafi cekungan barito (Agus karmadi, 2020)
1.Batuan Alas Cekungan Barito
Batuan alas yang menempati Cekungan Barito di sisi barat dan timur
sangat berbeda, di sisi timur didominasi oleh batuan campuran antara kerak
samudera dengan kerak benua, sedangkan di sisi barat hanya didominasi oleh
batuan kerak benua. Batuan alas Cekungan Barito di sisi timur dapat dibagi
menjadi dua kelompok batuan, yaitu kelompok batuan Pra-Kapur dan batuan
Kapur Akhir.
2.Batuan Pra-Kapur
Batuan Pra-Kapur terdiri atas batuan granitan, malihan, ofiolit, dan
sedimen. Batuan ini berumur Karbon-Permo hingga Kapur Awal.
-Granit
Terdapat tiga jenis granit yang menjadi batuan alas Cekungan Barito,
granit ini dibedakan berdasarkan penanggalan radiometri. Kelompok Granit
Lumo yang 7 berdasarkan penanggalan radiometri K-Ar memiliki umur 260
jtl (Permian Awal) . Granit Puruidalam memiliki umur 155,27 jtl (Jura

24
Tengah), batuan ini memiliki asosiasi dengan ofiolit yang menunjukkan
batuan ini termasuk ke dalam ofiolit. Granit Belawaiyan yang merupakan
granit plutonik tersusun atas batuan granit, tonalit dan diorit, memiliki umur
101-131,10 jtl. Pada stratigrafi regional, granit ini masuk kedalam Formasi
Granit Mesozoik (Mgr) .
-Batuan Malihan
3.Batuan Sedimen
Kelompok batuan ini terdiri atas Formasi Paniungan dan
Batununggal, keduanya berumur Kapur Awal. Formasi Paniungan (Kpn)
terdiri atas batulumpur dengan sisipan batupasir. Pada lokasi tipe formasi ini
terdapat fosil moluska yang menunjukkan umur Jura Akhir sampai Kapur
Awal. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan paparan luar
(outer-shelf). Formasi Batununggal (Klb) mengandung fosil Orbitolina spp.
4.Batuan Kapur Akhir
-Formasi Pudak
Formasi Pudak (Kap) diajukan oleh Sikumbang dan Heryanto (1994)
terdiri atas batupasir vulkarenit berbutir kasar yang sebagian konglomeratan
dengan sisipan breksi mengandung bongkah besar batugamping. Satuan ini
diendapkan dengan mekanisme gaya berat atau olisostrom menunjukkan
suatu endapan lereng bawah laut sebagai flexo turbidite dan bagian atasnya
bercirikan dengan struktur sedimen saluran yang mencirikan endapan bawah
laut sebagai turbidit proximal dan distal
-Formasi Keramaian
Formasi Keramaian (Kak) terdiri atas litologi batupasir vulkanik
(vulkarenit) bervariasi dari sangat halus hingga sedang, berselingan dengan
batulanau dan batulempung, setempat bersisipan dengan batugamping
klastik halus, setempat memiliki struktur turbidit. Batupasir yang
merupakan rombakan dari produk vulkanik yang terdiri atas mineral
plagioklas, piroksen, kuarsa dan sedikit batugamping dan batuan malihan.
Diendapkan pada sistem kipas bawah laut.
-Formasi Manunggul

25
Formasi Manunggul (Km) terdiri atas litologi batulumpur berwarna
cokelat kemerahan dengan batupasir berbutir sedang, juga terdapat
konglomerat polimik. Diendapkan pada lingkungan pengendapan kipas
bawah laut.
-Formasi Pitanak
Formasi Pitanak (Kvpi) ini terdiri atas litologi lava andesit warna
kelabu kecokelatan yang berasosiasi dengan breksi vulkanik. Lava
bertekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas, umumnya diisi oleh zeolit
dan kuarsa, setempat dijumpai struktur bantal.
-Formasi Paau
Formasi Paau (Kvp) terdiri dari litologi breksi vulkanik berwarna
kelabu kehitaman dengan komponen andesit-basalt dengan masa dasar
batupasir.
5.Batuan Pengisi Cekungan
- Formasi Tanjung
Formasi Tanjung (Tet) terdiri atas litologi konglomerat, batupasir,
batulempung, batubara, dan lensa batugamping. Satuan ini diendapkan pada
Eosen sebagai endapan syn-rift dimana ketebalan sangat bervariasi. Bagian
bawah dari formasi ini didominasi oleh litologi konglomerat dengan
lingkungan pengendapan kipas aluvial, kemudian berangsur beralih ke
lingkungan pengendapan delta dicirikan dengan perlapisan batupasir yang
berseling dengan batulempung dengan suksesi batuan mengasar ke atas,
bagian atas formasi ini terdiri dari litologi batulempung dengan lingkungan
pengendapan laut .
-Formasi Berai
Formasi Berai (Tomb) terdiri atas litologi batugamping berwarna putih,
di beberapa tempat memiliki sifat chalky, diendapkan pada Oligosen-
Miosen. Pembentukan Formasi Berai diawali dengan proses penurunan
(sagging) yang semakin berkurang lajunya, kemudian dilanjutkan
pengendapan Formasi ini di Cekungan dalam kondisi sagging hingga akhir
dari pengendapan Formasi Berai. Formasi ini memiliki batas yang berangsur
dengan formasi yang diendapkan di atasnya, yaitu Formasi Warukin.

26
-Formasi Warukin
Formasi Warukin (Tmw) terdiri atas litologi batupasir, batulempung dan
batubara. Formasi ini diendapkan pada Miosen. Beberapa penulis meyakini
bahwa endapan ini diendapkan sebagai endapan syn-inversion, pada saat ini
diendapkan rezim tektonik yang terjadi adalah rezim kompresi. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan delta, dicirikan dengan suksesi litologi dan
struktur sedimennya.
-Formasi Dahor
Formasi Dahor (Tqd) terdiri atas litologi konglomerat dan batupasir,
endapan ini belum terkonsolidasi hingga hari ini. Endapan ini merupakan
endapan syn-inversion dari proses kompresi lanjut yang terjadi pada
cekungan.
2.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
Tatanan tektonik adalah sebuah tatanan terhadap dinamika bumi yang
memuat tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa
bumi, dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan
lempeng.Struktur geologi adalah gambaran bentuk arsitektur batuan-batuan
penyusun kerak bumi.
2.3.1. Struktur Tektonik Cekungan Kutai
Struktur tektonik yang berkembang pada cekungan kutai berarah
timur laut-barat daya (NE-SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium
Samarinda, yang berada di bagian timur-tenggara cekungan (Supriatna
dkk,1995). Antiklinorium Samarinda tersebut memiliki karakteristik
terlipat kuat,antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin yang
terisi oleh sedimen siliklastik Miosen (Satyana dkk,1999).

27
Gambar 2.3.1.Struktur tektonik cekungan kutai (Agus karmadi, 2020)
Teori mengenai asal terbentuknya struktur-struktur pada
Cekungan Kutai masih dalam perdebatan. Beberapa peniliti mengajukan
teori seperti Vertical Diapirism, gravititaional gliding oleh rose dan
hartone, 1978.
Secara umum digambarkan bahwa sesar-sesar dan stuktur yang
mempengaruhi pembentukan Cekungan kutai dapat dilihat dalam
gambar. Pulau kalimantan merupakan tempat dengan mikrokontinen,
busur kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit,
membentuk batuan menjadi dasar cekungan kutai selama kapur tengah
sampai eosen awal. Pada eosen tengah, cekungan kutai terbentuk oleh
proses pemekaran selat makassar bagian utara dan laut sulawesi
(Chambers&Moss,2000).
Pada eosen akhir, sejumah half grabben terbentuk sebagai respon
dari terjadinya fasa ekstensi regional. Fasa ini terlihat juga di tempat
lain, yaitu berupa pembentukan laut dan selat makassar. Half grabben ini
terisi dengan cepat oleh endapa synrift pada eosen Tengah-Eosen Akhir
dengan variasi dari beberapa fasies litologi.
Tektonik inversi terjadi pada miosen awal, menyebabkan
pengangkatan pada pusat cekungan yang terbentuk selama Eosen dan
Oligosen, sehingga cekungan mengalami pendangkalan (Allen dan

28
Chambers,1998).
Inversi berlanjut dan mempengaruhi cekungan selama Miosen
tengan dan Pliosen. Inversi tersebut mempengaruhi daerah yang terletak
di bagian timur Cekungan Kutai, sehingga mempercepat proses
progradasi delta (Allen dan Chambers,1998).
2.3.2. Struktur Tektonik Cekungan Barito
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian
tenggara dari Schwanner shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini
dibatasi oleh tinggian meratus pada bagian timur dan pada bagian utara
terpisah dengan cekungan kutai oleh pelenturan berupa sesar adang, ke
selatan masih membuka ke laut jawa, dan ke barat dibatasi oleh paparan
sunda.
Cekungan barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki
cekungan depan (foredeep) pada bagian paling timur dan berupa platform
pada bagian barat. Cekungan barito mulai terbentuk pada kapur akhir,
setelah tumbuhan (collision) antara microcontinent Paternoster dan
baratdaya kalimantan (Metcalfe,1996;Satyana,1996).
Pada tersier awal terjadi deformasi ekstensional sebagian dampak
dari tektonik konvergen, dan menghasilkan pola rifting baratkayt-
tenggara. Rifting ini kemudian menjadi tempat pengendapan sedimen
lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari formasi tanjung bagian
bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben,
kemudian diikuti oleh pengendapan formasi tanjung bagian atas dalam
hubungan transgresi.
Pada awal oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh
pengendapan formasi berai bagian bawah yang menutupi formasi tanjung
bagian atas secara selaras dalam hubungan regresi. Pada miosen awal
diikuti oleh pengendapan satuan batugamping masif formasi berai.
Selama miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks
meratyus yang mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan
diendapkannya formasi warukin bagian bawah, dan pada beberapa tempat

29
menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal (hiatus) antara formasi
warukin bagian atas dan formasi warukin bagian bawah.
Pengangkatan ini berlanjut hingga akhir miosen tengah yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara
formasi warukin atas dengan formasi dahor yang berumur miosen atas-
pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh
wilayah terangkat, terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar
dengan tinggian meratus. Sesar-sesar naik terbentuk dengan kemiringan
arah timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah
tinggian meratus.

30
BAB III
HASIL OBSERVASI LAPANGAN DAN BATUAN
3.1. Lintasan Hari ke-1

Gambar 3.1. Peta Topografi Kuaro Lintasan hari pertama


Pada hari pertama lintasan melewati jalan kuaro sepanjang
kurang lebih 7,75 km dengan estimasi waktu kurang lebih 20 menit dari
basecamp menuju ke stasiun pertama di sungai muru. Lintasan hari pertama
ditandai dengan garis berwarna ungu dan dan titik awalnya sendiri ditandai
dengan warna pink sebagai basecamp. Untuk stasiun pertama ditandai dengan
hijau. Untuk jalan ditandai dengan garis oren, Untuk sungai ditandai dengan
garis biru dan hitam sebagai garis kontur. Peta ini sendiri memiliki skala
1:80.000.
3.1.1. Stop site 1
Lokasi ini berada di sungai muru, kecamatan kuaro, kabupaten
paser. Dengan titik koordinat -1˚50’55’’S 116˚ 3’4’’E.Dan pada lokasi
ini mahasiswa melakukan pengamatan terhadap empat singkapan. Untuk
bentang alamnya sendiri sama yaitu lembah berbentuk u dan sungai yang
berkelok-kelok. Pada pengamatan di singkapan pertama yang memiliki

31
kedudukan 002˚ E/86˚ dengan azimuth 335˚ dengan litologi pertama
yaitu batulanau yang berwarna segar abu-abu dengan tekstur silt,
kemasnya terbuka dan pemilahan yang baik. Dan litologi kedua yaitu
batulempung dengan warna segar abu-abu, teksturnya clay, kemasnya
tertutup dan pemilahan yang baik.

Gambar 3.1.1. Singkapan pertama stop site 1


Selanjutnya singkapan kedua yang berjarak kurang lebih 10m
dari singkapan pertama. Singkapan ini memiliki kedudukan N184˚ E/01˚
dan berada di hulu sungai muru dengan litologi batulanau yang berwarna
segar abu-abu, tekstur silt, kemas tertutup, dan pemilahan baik.

Gambar 3.1.2. Singkapan kedua stop site 1


Selanjutnya singkapan ketiga yang berjarak kurang lebih 50m
dari singkapan kedua dan singkapan ini berada di hulu sungai muru dan
memiliki kedudukan N134˚E/03˚ dan azimut 189˚ dengan litologi
pertama yaitu batubara yang berwarna hitam, bertekstur kasar, kemas

32
tertutup dan pemilahan baik. Dan litologi kedua yaitu batulanau dengan
warna abu-abu, tekstur silt, kemas tertutup dan pemilahan baik.

Gambar 3.1.3. Singkapan ketiga stop site 1


Selanjutnya singkapan keempat yang berjarak kurang lebih 20m
dari singkapan ketiga dan memiliki kedudukan N348˚E/180˚ dengan
azimuth 190˚. Di lokasi ini terjadi perulangan litologi yaitu
serpih,pasir,serpih,dan seterusnya sampai keatas.

Gambar 3.1.4. Singkapan keempat stop site 1


3.2. Lintasan hari ke-2
Pada hari kedua lintasan melewati jalan poros kalimantan timur-
kalimantan selatan dimulai dari kuaro hingga ke muara komam. Arah
lintasannya sendiri ditandai dengan garis berwana merah, warna hitam
menandakan garis kontur, biru menandakan sungai. Pada hari kedua melewati
sebanyak 6 stasiun. Untuk stasiun 2 sampai 4 ditunjukkan di gambar pertama.

33
Gambar 3.2.1. Peta Topografi Kuaro lintasan hari kedua stasiun 2,3,4
Gambar pertama ini merupakan data lintasan hari kedua stasiun 2 sampai
4. Untuk stasiun k edua ditandai dengan titik coklat yang berada di daerah jalan
poros kuaro area serpentinite. Untuk stasiun ketiga ditandai dengan titik ungu
gelap yang berada di sungai lolo. Untuk stasiun ke empat ditandai dengan titik
ungu yang berada di daerah gunung rambutan. Dan peta ini memiliki skala
1:80.000.

Gambar 3.2.2. Peta Topografi Kuaro Lintasan hari kedua stasiun 5

34
Gambar kedua ini merupakan data lintasan hari kedua stasiun 5.
Ditandai dengan titik berwarna hitam yang berada di daerah batu soppang.
berada berseberangan dengan pegunungan yang curam. Daerah ini merupakan
daerah batuan sedimen gamping. Dan peta ini memiliki skala 1:25.000.

Gambar 3.2.3. Peta Topografi Kuaro Lintasan hari kedua stasiun 6


Gambar ketiga ini merupakan data lintasan hari kedua stasiun 6 yang
berada di gua losan desa batu butok, kecamatan muara komam. Arah lintasannya
sendiri ditandai dengan garis berwarna merah. dan untuk stasiunnya ditandai
dengan titik berwarna hitam. Dan peta ini memiliki skala 1:25.000.
3.2.1. Stop site 2
Lokasi ini berada di daerah kecamatan kuaro, kabupaten paser
dengan titik koordinat -1˚51’9”S 116˚2’43”E . Berada di pinggir jalan
raya dan merupakan lokasi bekas tambang. Di lokasi ini melimpah ruah
batuan metamorf yaitu serpentinite. Dari hasil pengamatan yang dilakukan
di daerah singkapan litologi yang ditemukan yaitu berwarna hijau kelabu
dengan tekstur kasar dan struktur kekar serta komposisi mineral serpentine
dan olivin dan juga kedudukan azimuth yaitu 350˚

35
Gambar 3.2.4. Singkapan stop site 2
3.2.2. Stop site 3
Lokasi stasiun pengamatan ketiga berada di daerah sungai lolo
kecamatan kuaro dengan titik koordinat -1˚50’51”S 116˚2’28”E. Lokasi
stasiun ini berada di area perkebunan sawit dan berada sekitar 100 m dari
pemukiman warga. Lokasi berada di sungai dengan air surut dan aliran
sungai mengarah mengikuti strike. Di stasiun terdapat zona hancuran yaitu
struktur geologi yang hilang sehingga tidak ada kontak antara basalt dan
serpih sekitar kurang lebih 15 m. Dan litologi yang di temukan yaitu
batuan basalt dengan tekstur afanitik dan struktur bantal serta mineral
pelapukannya yaitu piroksen. Kemudian di zona hancuran tadi terdapat
mineral silika dan kuarsa yang mana ketika diteteskan hcl hanya sedikit
berbuih

Gambar 3.2.5. Singkapan stop site 3

36
Gambar 3.2.6. Zona hancuran stop site 3
3.2.3. Stop site 4
Lokasi stasiun pengamatan keempat berada di gunung rambutan
kecamatan batu soppang dengan titik koordinat -1˚48’48”S 116˚0’5”E. Di
area ini para mahasiswa hanya melakukan diskusi mengenai struktur
geologi dan juga pengamatan geomorfologi. Dalam pengamatan
geomorfologi diuraikan bahwa daerah ini berada di pinggir jalan raya,
dikelilingi oleh banyak pohon. Daerah ini merupakan air terjun dengan
debit air yang rendah dikarenakan musim kemarau. Kemudian struktur
geologinya adalah struktur geologi sekunder berupa sesar.

Gambar 3.2.7. Singkapan stop site 4


3.2.4. Stop site 5
Lokasi stasiun pengamatan kelima berada di kecamatan
batusoppang, berada di pinggir jalan raya berseberangan dengan
pegunungan yang curam. Lokasi ini berada pada koordinat -1˚48’40”S
115˚51’10”E dengan kedudukan azimuth 229˚. Di stasiun ini terdapat

37
singkapan batuan sedimen gamping dengan tinggi kurang lebih 3 meter
dan singakapan ini mengarah ke barat. Di daerah ini batuan gamping
terbagi menjadi dua macam yaitu batugamping fosil dan batugamping
kristal. Di singkapan ini tekstur batugampingnya lebih kompak
dibandingkan yang berada di sungai muru atau stasiun pertama. Hal ini
menjelaskan bahwa singkapan ini lingkungan pengendapannya di laut
dangkal. Litologi yang di temukan di singkapan ini yaitu batugamping
dengan warna segar abu abu, warna lapuk kuning dan hitam, tekstur
kasar, kemas tertutup, dan sorting buruk.

Gambar 3.2.8. Singkapan sedimen batuan gamping stop site 5


3.2.5. Stop site 6
Lokasi stasiun pengamatan ke enam berada di dalam gua losan
desa batu butok kecamatan muara komam dengan koordinat -1˚41’39,6”S
115˚48’59,950”E. Di stasiun ini para mahasiswa mempelajari dan
mengamati batuan gamping lingkungan kars. Di dalam gua sendiri
terdapat stalaktit dan stalakmit. Stalaktit dan stalakmit terbentuk dari
berbagai mineral yang diendapkan dari larutan dengan air yang menetes
perlahan. Stalaktit sendiri berposisi di langit langit gua menjulang ke
bawah dan stalakmit dari lantai menjulang ke atas. Di dalam goa terdapat
air dibawah tanah akan tetapi kualitas air disini buruk karena mengandung
fosfat yang berasal dari kotoran.

38
3.3. Lintasan Hari ke-3

Gambar 3.3.1. Peta Lintasan hari ke 3


Lintasan hari ketiga atau lintasan hari terakhir ini merupakan arah balik
menuju balikpapan dan berada di desa jemparing, kecamatan long ikis. Untuk
arah lintasan diwarnai dengan warna hitam dan untuk stasiun ditandai dengan
titik berwarna biru. Garis biru menandai sungai,garis oren menandakan jalan
dan peta ini memiliki skala 1:30.000.
3.3.1. Stop site 7
Lokasi stasiun pengamatan ketujuh atau yang terakhir berada di
desa jemparing kecamatan long ikis dengan koordinat -1˚33’34,488”S
116˚15’18,732”E. Lokasi ini berada sekitar 20 m dari jalan poros dan
tertutupi oleh beberapa pohon dan memiliki kedudukan azimuth 0˚.
Daerah ini memiliki singkapan batuan sedimen dengan batuan yang lebih
mudah lapuk dan pelapukannya lebih besar dibandingkan singkapan
sebelumnya. Dari hasil pengamatan litologi yang dilakukan terhadap
singkapan untuk lapisan satu yaitu batulempung yang berwarna segar abu-
abu, warna lapuk coklat, bertekstur clay, kemas tertutup, dan sorting baik
dengan tinggi lapisan kurang lebih 160 cm. Kemudian litologi lapisan
kedua yaitu batulanau yang berwarna segar abu-abu, warna lapuk coklat,
bertekstur silt, kemas tertutup dan sorting baik dengan tinggi lapisan
kurang lebih 95 cm. Kemudian lapisan ketiga dengan litologi batupasir
yang berwarna segar coklat dan berwarna lapuk merah kehitaman dengan

39
tekstur medium sand, kemas terbuka dan sorting buruk dengan tinggi
lapisan kurang lebih 90 cm-2,6 m.

Gambar 3.3.2. Singkapan stop site 7

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Komparasi Geologi Regional Terhadap Daerah Penelitian
Kemiringan wilayah Kabupaten Paser diklasifikasikan atas 4 kelas
berdasarkan keadaan topografi, yaitu kemiringan 0%-2% terdapat di kecamatan
tanah grogot, Paser belengkong, Kuaro, Long ikis, Tanjung Aru yang terletak
pada bagian timur/pantai menghadap selat makassar. Kemiringan 2%-13%
terdapat di kecamatan kuaro, Paser belengkong dan kecamatan tanah grogot.
Kemiringan <40% terdapat di kecamatan waru, muara komam, long ikis dan
long kali. Kemiringan >40% umumnya tersebar luas di daerah kecamatan batu
soppang, long kali, muara komam, long ikis dan kuaro.
Statigrafi batuan yang berada di daerah ini terdiri atas batuan endapan
tersier,adapun urutan statigrafi dari satuan batuan yang ada di cekungan barito
dan kutai akan dijelaskan dibawah ini:
 Formasi Pamaluan:
Batulempung, dan serpih dengan sisipan napal, batupasir dan batugamping.
 Formasi Tanjung:
Perselingan batupasir, batulempung, konglomerat, batugamping dan napal
dengan sisipan tipis batubara. Batupasir dan batugamping menunjukkan
struktur perlapisan bersusun dan simpang siur
 Formasi Haruyan:
Lava, breksi dan tuf. Lava bersusunan basalt, breksi beraneka bahan,
berkomponen andesit dan basal tidak memperlihatkan perlapisan.

Gambar 4.1.1. Perbukitan difoto ke arah selatan

41
Satuan bentang alam ini menempati bagian tengah daerah penelitian dari
utara ke selatan yang terletak pada daerah batusoppang. Bentuk bentang alam ini
dikontrol oleh proses geomorfologi berupa erosi, sedimentasi, dan struktur
geologi. Batuan yang menyusun dari satuan bentang alam ini sebagian besar
terdiri dari batugamping.

Gambar 4.1.2. Singkapan batupasir dan batulempung telah lapuk


Kenampakan lapangan memperlihatkan warna segar kuning kecoklatan
hingga coklat kekuningan dan bila lapuk berwarna coklat kemerahan.
Sedangkan batulempung pada pengamatan lapangan menunjukkan warna segar
abu-abu kehitaman dan bila lapuk berwarna kuning kecoklatan sampai coklat
kehitaman.
4.2. Potensi Geologi Daerah Penelitian
Kabupaten Paser terletak di bagian selatan provinsi kalimantan timur.
Dan memiliki kondisi alam yang unik dan potensi untuk menjadi objek wisata
geologi. Setiap stasiun yang diteliti memiliki potensinya masing-masing.
Berikut merupakan potensi yang dimiliki oleh tiap stasiun:
1.Stasiun pertama (Sungai Muru)
Pada stasiun pertama yang terletak di sungai muru kecamatan kuaro
memiliki potensi untuk menjadi tempat wisata dan rekreasi dikarenakan
memiliki sungai yang airnya jernih dan mengalir dengan tenang sehingga
aman untuk menjadi tempat wisata bagi anak-anak maupun orang tua apabila
dapat dikelola oleh pihak setempat.
2.Stasiun Kedua (Serpentinite)
Pada stasiun kedua yang terletak di jalan poros kuaro memiliki
kandungan serpentinite yang melimpah ruah. Serpentinite merupakan

42
indikator yang baik untuk eksplorasi mineral untuk mineralisasi platinum,
nikel, kromium, dan kobalt. Warna dan sifat ini membuatnya menjadi batu
permata yang populer dan digunakan sebagai bahan arsitektur, dan batu
hias.Yang terakhir adalah kemampuan serpentine untuk menahan perpindahan
panas dan menjadikannya isolator yang berharga. Sehingga lokasi ini bisa
menjadi area tambang dan meningkatkan sektor ekonomi pemerintah.
3.Stasiun ketiga (Sungai lolo)
Pada stasiun ketiga yang terletak di sungai lolo kecamatan kuaro
memiliki air yang berbau dikarenakan daerah ini merupakan rawa sehingga
tidak memiliki potensi menjadi tempat wisata. Akan tetapi, stasiun ini dapat
menjadi objek pembelajaran geologi karena adanya batuan beku dan zona
retakan yang masuk kedalam kurikulum pembelajaran studi teknik geologi.
Dan juga lokasi ini memiliki kandungan batubara yang melimpah dan sudah
masak sehingga bisa dijadikan tambang dan dikelola oleh pihak yang
bersangkutan.
4.Stasiun keempat (Gunung rambutan)
Pada stasiun keempat yang terletak di gunung rambutan kecamatan batu
soppang merupakan tempat wisata dan rekreasi yang dikelola oleh pihak
setempat. Lokasi ini juga dapat membantu sektor ekonomi dikarenakan
banyaknya pengunjung sehingga masyarakat setempat dapat melakukan
kegiatan ekonomi. Lokasi ini juga bisa menjadi objek pembelajaran studi
teknik geologi.
5.Stasiun kelima (Jalan Poros Batu soppang)
Pada stasiun kelima yang terletak di kecamatan batusoppang memiliki
batuan sedimen gamping yang mana kegunaan batugamping antara lain untuk
campuran pembuatan semen, bahan pupuk, bahan campuran industri
metalurgi, bahan industri karbonndioksda, bahan keramik, dan marmer buatan.
Sehingga lokasi ini bisa menjadi sektor tambang yang nantinya dikelola oleh
pemerintah. Lokasi ini juga bisa menjadi objek pembelajaran studi teknik
geologi.
6.Stasiun ke enam (Gua losan)

43
Pada stasiun keenam yang terletak di desa batu butok kecamatan muara
koma. Stasiun ini merupakan sedimen gamping lingkungan kars yaitu goa.
Goa losan sendiri dapat menjadi geowisata dan merupakan kawasan wisata
bersejarah. Goa losan juga dapat membantu perekonomian warga sekitar.
Lokasi ini juga dapat menjadi objek pembelajaran studi teknik geologi.
7.Stasiun ketujuh (Desa Jemparing)
Pada stasiun ketujuh yang terletak di desa jemparing kecamatan long
ikis.
Stasiun ini memiliki batuan sedimen yang lebih mudah lapuk yaitu pasir dan
lempung. Akan tetapi ,jumlahnya hanya sedikit sehingga pasir di wilayah ini
tidak dapat dikelola. Akan tetapi, bisa menjadi tempat untuk pembelajaran
studi teknik geologi.

44
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Melalui kegiatan ekskursi besar mahasiswa dapat menerapkan ilmu-ilmu
yang telah diperolehnya dengan melalukan pengamatan atau percobaan langsung di
lapangan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan memjelaskan bahwa keadaan suatu
daerah saat ini adalah merupakan hasil dari proses-proses geologi yang telah
dialami masa lampau. Setiap keadaan lingkungan sekitar itu dapat dijadikan
indikator dalam menentukan proses apa yang telah dialami oleh lingkungan
tersebut. Terdapat berbagai jenis mineral serta batuan yang ditemukan selama
perjalanan antara lain batugamping dan mineral serpentine. Jenis-jenis batuan yang
tersebar selama perjalanan ialah batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kabupaten paser memiliki banyak variasi mineral
serta batuan dan banyak mengalami perubahan struktur geologi yang diakibatkan
oleh faktor-faktor tertentu. Kemudian dalam mendeskripsikan batuan juga bisa
dilihat dari beberapa aspek yaitu tekstur, besar butiran, tingkat kelengkungan Dan
juga Menentukan bentang alam yaitu dengan melihat sekitar dan disesuaikan
dengan peta topografi.
5.2. Saran
Berdasarkan kegiatan ekskursi besar yang telah dilakukan, ada kelemahan
atau kekurangan yang harus diperbaiki seperti akomodasi waktu pada saat praktek
di lapangan agar mahasiswa tidak terburu-buru untuk melakukan pengamatan
geomorfologi sekitar, pendeskripsian batuan, sampling batuan dan lain-lain,
sehingga pada saat penyusunan laporan mahasiswa dapat menyusun laporan dengan
maksimal. Begitupun sarana transportasi yang harus lebih disiapkan sehinga tidak
terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

45
DAFTAR PUSTAKA
ITB.(2013).PEDOMAN PRAKTIKUM.Bandung
Lembang,K,R.(2023).LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PETROLOGI.Balikpapan
Mulyaningsih,S.(2018).KRISTALOGRAFI&MINERALOGI.AKPRIND PRESS.
Noor,D.(2015).Pengantar Geologi
Prabowo, I.(2023).Paleontologi.Balikpapan

46
LAMPIRAN

47
48
49
50
51
52
53

Anda mungkin juga menyukai