Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo (bumi) dan logos (ilmu). Jadi Geologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang Bumi, meliputi proses-proses yang berlangsung atau
dinamika, dan pengaruhnya terhadap Bumi itu sendiri.

Secara lebih terperinci, geologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari material penyusun
kerak bumi, proses-proses yang berlangsung selama dan atau setelah pembentukannya, serta makhluk
hidup yang pernah ada atau hidup di bumi.

Cabang-cabang ilmu geologi:

• Petrologi

Studi tentang batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf), asal mula
pembentukannya, klasifikasinya, tempat pembentukan dan pengendapannya, serta penyebarannya
baik di dalam maupun di permukaan bumi.

• Mineralogi

Studi tentang mineral, cara mendeskripsi suatu mineral pembentuk batuan secara megaskopis (melalui
sifat fisiknya, seperti belahan, goresan, kilap, dan lain-lain) dan menentukan nama mineral dari hasil
deskripsi tersebut dan kegunaan mineral.

• Sedimentologi

Studi yang mempelajari batuan sedimen, meliputi pembentukan batuan sedimen dan proses
sedimentasinya. Mempelajari, mengenali dan menafsirkan struktur sedimen, macam model fasies, dan
lingkungan pengendapannya.

• Geomorfologi

Studi tentang bentang-alam (morfologi alam), mempelajari prinsip-prinsip geomorfologi dalam


kaitannya dengan geologi serta mengidentifikasi ragam

bentang-alam, juga mempelajari deskripsi bentang-alam dan aplikasi geomorfologi untuk penelitian
dan pemetaan.

• Geologi struktur
Studi mengenai perubahan bentuk-bentuk kerak bumi yang diakibatkan oleh adanya proses gerak
pada bumi itu sendiri sehingga menghasilkan struktur geologi berupa lipatan, patahan, kekar dan lain-
lain.

• Paleontologi

Studi tentang segala aspek kehidupan masa lampau berupa fosil, baik makro maupun mikro, yang
ditemukan dalam batuan. Dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dan lingkungan
pengendapan serta menjelaskan perubahan-perubahan geologi sepanjang sejarah bumi.

• Stratigrafi

Studi tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya, dan proses-proses sepanjang sejarah
pembentukan perlapisan batuan tersebut.

• Geologi Terapan

Penerapan geologi untuk kepentingan manusia pada bidang tertentu, misalnya: Geologi
Pertambangan, Geologi Batubara, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Hidrogeologi, Geofisika,
Geotermal, Geologi Teknik, dan sebagainya.

Gambar 1. 1 Bagan geologi beserta cabang-cabang ilmu lainnya


1.1 Sejarah Ilmu Geologi

Bangsa Yunani sejak 2300 tahun yang lalu telah menulis tentang fosil, batu permata,
gempabumi, dan gunungapi. Filsuf yang paling menonjol adalah Aristoteles. Beliau mengatakan
bahwa batuan terbentuk karena pengaruh bintang-bintang dan gempabumi terjadi akibat meledaknya
udara yang padat di bumi karena adanya proses pemanasan oleh pusat api. Frank D. Adams
mengatakan dalam “Geological Sciences” (New York: Devor, 1938) bahwa : “Selama masa-masa
pertengahan Aristoteles dihormati sebagai kepala dan pimpinan semua filosof, yang pendapatnya pada
subyek apapun merupakan hokum dan merupakan hasil akhir.”

a. Katastrofisme
Baron Georges Cuvier (1810), berkebangsaan Perancis, melihat adanya kenyataan bahwa pada masa
lampau telah terjadi kepunahan beberapa spesies flora dan fauna yang kemudian timbul kembali
spesies flora dan fauna yang baru. Semua peristiwa tersebut terjadi karena adanya bencana
(catastroph) secara mendadak dengan sangat dahsyat dan berlangsung di seluruh muka bumi. Konsep
ini dikenal sebagai teori Malapetaka atau Katastrofisme (Catastrophism).

b. Uniformitarianisme
Akhir abad ke-18 dianggap sebagai permulaan geologi modern. James Hutton (1795), seorang ahli
fisika Skotlandia, bapak geologi modern, menerbitkan buku Theory of the Earth. Dimana ia
mencetuskan: “The present is the key to the past.” Kejadian yang terjadi sekarang ini, berlangsung
pula pada masa lalu. Proses di Bumi terjadi secara berulang-ulang. Maka saat ini ditambahkan pula :
The present is the key to the future.

Charles Lyell (1797–1875) membuat sebelas edisi dari hasil pekerjaan besarnya, antara lain :
Principles of Geology (Prinsip-prinsip Geologi). Buku ini berusaha menjelaskan perubahan-
perubahan lebih lanjut dari permukaan bumi, dengan referensi dari sebab-sebab yang berlaku
sekarang. Ia mengilustrasikan konsep-konsep kesamaan dari alam sesuai dengan waktu. Ia dapat
memperlihatkan bahwa proses-proses geologi yang dapat diamati sekarang dapat disimpulkan berlaku
juga pada masa lalu. Walaupun teori uniformitarianisme tidak dimulai dari Lyell, dia adalah orang
yang lebih sukses dalam menginterpretasi dan mempublikasikan pada masyarakat luas.

1.2 Interior Bumi


Secara umum, bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-pulau, lembah-lembah, dan
pegunungan) serta lautan (lembah, palung, dan pegunungan bawah laut). Puncak gunung tertinggi
8,850 m dpl (Mount Everest, Pegunungan Himalaya), sedangkan palung yang terdalam mencapai
kedalaman 11.033 m di bawah permukaan laut (Palung Mariana).
Susunan interior bumi diketahui berdasarkan informasi seismologi. Berdasarkan penyelidikan H.
Jeffreys dan K. E. Bullen (1932-1942) yang mengacu pada penyelidikan E. Wiechert (1890-an)
dengan menggunakan cepat rambat gelombang P dan S, didefinisikan pembagian bentuk dalam
(lapisan-lapisan) dari interior bumi. Struktur dalam bumi dibedakan secara komposisi dan rheologi.

Struktur dalam bumi berdasarkan komposisinya:

1. Inti bumi (Core)


Terletak mulai dari kedalaman 2.883 km sampai ke pusat bumi. Densitasnya berkisar dari 9,5 gr/cc di
dekat mantel dan membesar kea rah pusat hingga 14,5 gr/cc. Berdasarkan besarnya densitas ini, inti
bumi diperkirakan memiliki campuran dari unsur-unsur yang memiliki densitas besar, yaitu Nikel
(Ni) dan besi (Fe). Oleh karena itu, inti bumi juga sering disebut sebagai lapisan Nife.

1) Inti dalam (inner core)


Kedalaman 5.140-6.371 km. Berfasa padat, berat, dan sangat panas.

2) Inti luar (outer core)


Kedalaman 2.883-5.140 km. Berfasa cair dan sangat panas.

2. Mantel (Mantle)
Merupakan lapisan yang menyelubungi inti bumi. Merupakan bagian terbesar dari bumi, 82.3 % dari
volume bumi dan 67.8 % dari massa bumi. Ketebalannya 2.883 km. Densitasnya berkisar dari 5.7
gr/cc di dekat inti dan 3.3 gr/cc di dekat kerak bumi.

3. Kerak bumi (Crust)


Merupakan lapisan terluar yang tipis, terdiri batuan yang lebih ringan dibandingkan dengan batuan
mantel di bawahnya. Densitas rata-rata 2.7 gr/cc. Ketebalannya tidak merata, perbedaan ketebalan ini
menimbulkan perbedaan elevasi antara benua dan samudera. Pada daerah pegunungan ketebalannya >
50 km dan pada beberapa samudera < 5 km. berdasarkan data kegempaan dan komposisi material
pembentuknya, para ahli membagi menjadi kerak benua dan kerak samudera.

a. Kerak benua, terdiri dari batuan granitik, ketebalan rata-rata 45 km, berkisar antara 30–50 km.
Kaya akan unsur Si dan Al, maka disebut juga sebagai lapisan SiAl.

b. Kerak samudera, terdiri dari batuan basaltik, tebalnya sekitar 7 km. Kaya akan unsur Si dan
Mg, maka disebut juga sebagai lapisan SiMa.

Bumi berdasarkan kajian rheologi:

1. Mesosfir

Lapisan padat dalam mantel yang memiliki kekuatan relatif tinggi dinamakan mesosfir (lapisan
menengah, intermediate or middle sphere). Lapisan ini terletak antara batas inti dan mantel
(kedalaman 2.883 km) hingga kedalaman sekitar 350 km.
2. Astenosfir

Lapisan mantel bagian atas, pada kedalaman antara 350 km – 100 km di bawah permukaan bumi,
adalah lapisan yang dinamakan asthenosphere (lapisan lemah, weak sphere). Keseimbangan suhu dan
tekanan di sini sedemikian rupa sehingga menjadikan materialnya dalam keadaan mendekati titik
leburnya.

Para ahli geologi menyatakan bahwa batuan di mesosfir dan astenosfir mempunyai komposisi yang
sama. Perbedaan satu-satunya hanyalah pada sifat fisiknya, kekuatan.

3. Litosfir

Terletak di atas astenosfir, lapisan setebal 100 km dari permukaan bumi ini merupakan lapisan yang
batuannya lebih dingin, lebih kuat, dan lebih kaku (rigid) dibandingkan astenosfir yang plastis.
Lapisan terluar yang keras ini meliputi mantel bagian atas dan seluruh kerak bumi. Komposisi kerak
dan mantel memang berbeda, namun yang membedakan litosfir dan astenosfir adalah kuat batuan
(rock strength), bukanlah komposisinya.

Bidang-bidang diskontinu

1. Bidang Moho

Seorang ahli seismologi Yugoslavia, Andrija Mohorovicic, mempelajari data gempa dan menjumpai
kecepatan gelombang gempa yang naik dengan tiba-tiba di bawah kedalaman 50 km. Bidang batas
perubahan atau bidang diskontinuitas ini ternyata merupakan bidang batas antara lapisan kerak bumi
dan mantel atas. Maka, bidang batas ini dikenal dengan sebutan Bidang Mohorovicic atau Bidang
Moho.

2. Bidang Gutenberg

Beberapa tahun kemudian, seorang ahli gempa Jerman, Beno Gutenberg, menemukan batas lain.
Bidang dimana gelombang P dibelokkan, atau bidang antara mantel dengan inti bumi disebut bidang
diskontinu Gutenberg atau bidang Gutenberg.
Gambar 1. 2 Interior dalam bumi (Skinner et al., 2004)

Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi yang langsung kontak dengan
oksigen dan merupakan tempat akumulasi mineral-mineral batuan merupakan sasaran utama dari ilmu
genesa endapan bahan galian untuk dapat mengetahui sebaran mineral-mineral berharga.
Keterdapatan mineral-mineral berharga tersebut sangat bergantung pada jumlah (konsentrasi) mineral-
mineralnya, serta letak dan bentyk endapannya.

Kerak bumi merupakan padatan yang relative dingin, rapuh, dan kaku (rigid) dengan massa
jenis lebih rendah sehingga seolah-olah mengapung di atas mantel. Ini adalah bagian yang berada di
permukaan bumi hingga kedalaman ± 100 km. Karena adanya perbedaan panas yang sangat tinggi
antara bagian bumi yang tengah dengan bagian bumi yang lebih luar, maka akan terjadi perbedaan
tekanan dimana tekanan pada bagian dalam lebih besar, sehingga pergerakan magma akan
menghasilkan aliran konveksi di dalam mantel. Lelehan magma yang lebih panas akan bergerak ke
atas dan lelehan magma yang lebih dingin akan tenggelam (seperti gerakan aliran konveksi air pada
waktu kita memanaskan air di atas kompor).
Gambar 1. 3 Aliran konveksi pada air di atas kompor dan aliran konveksi magma

Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut, lapisan kerak bumi yang padat dan relative
rapuh yang ada di atasnya (mengapung) ikut bergerak sesuai dengan gerakan lelehan magma. Pada
suatu tempat tertentu, lapisan kerak bumi akan retak dan bergerak saling menjauh, dan rekahan yang
ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan magma yang kemudian juga akan membeku (disebut
sebagai daerah regangan dimana lempengan kerak bumi yang saling berdekatan menjauh), contoh
Mid Oceanic Ridges yang berada di dasar samudra Atlantik, dan rifting yang terjadi antara benua
Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk Laut Merah.

Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempeng-lempeng yang saling mendekat.
Lempeng yang relatif lebih tipis (lempeng samudera) akan menunjam ke bawah lempeng benua yang
relatif lebih tepal, zona ini disebut sebagai zona subduksi (subduction zone). Contohnya adalah zona
subduksi yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Pada bagian yang
menunjam akan meleleh menjadi magma dan bagian dari lempeng yang lain akan mengalami
perlipatan, pengangkatan, dan pensesaran.

Dengan adanya retakan/bukaan akibat terbentuknya sesar-sesar tersebut, maka pada bagian-
bagian tertentu pada zona tersebut kadang-kadang diterobos oleh lelehan magma panas dari mantel
dan membentuk kantong-kantong magma, yang disebut sebagai dapur magma (magma chamber).

Jika penerobosan tersebut berlangsung hingga mencapai permukaan bumi, maka terjadilah
pembentukan deretan gunungapi. Magma yang keluar akan menghasilkan material hasil letusan
gunungapi yang berupa tuff, lahar, maupun menghasilkan aliran lava panas yang akan membentuk
batuan lava di permukaan. Magma yang tidak mencapai permukaan akan membeku di dalam bumi
membentuk bermacam-macam jenis batuan beku.
1.3 Teori Tektonik Lempeng
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang
dikemukakan Alfred Wegener (1912), dan dikembangkan lagi dalam bukunya “The Origin of
Continents and Oceans” (1915). Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu
adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti
bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan
basal yang lebih padat.

Teori ini mengatakan bahwa kerak-kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi bergerak secara
mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad ke-20. Setelah melalui berbagai perdebatan selama
beberapa tahun, teori ini awalnya ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu bumi. Namun, selama periode
tahun 1950-an hingga 1960-an banyak bukti-bukti yang ditemukan oleh para peneliti yang
mendukung teori tersebut, sehingga teori yang sudah pernah ditinggalkan ini mulai diperhatikan
kembali. Pada tahun 1968, teori tentang kontinen mengapung telah diterima secara luas, dan
selanjutnya disebut Teori Tektonik Lempeng “Plate Tectonic”. Teori tektonik lempeng mempelajari
hubungan antara deformasi dengan keberadaan dan pergerakan lempeng di atas mantel atas yang
plastis.

Batas-batas Lempeng

Batas-batas lempeng ada tiga macam, dibedakan dari jenis pergerakannya, yaitu:

1. Divergen
Lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, menyebabkan naiknya material dari mantel bumi dan
membentuk lantai samudera baru yang luas. Contoh: Mid Oceanic Ridges yang berada di dasar
samudra Atlantik, dan rifting yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk
Laut Merah.

2. Konvergen
Lempeng-lempeng bergerak saling mendekat.

a. Subduksi (Subduction)
Lempeng benua dengan lempeng samudera. Pada peristiwa ini, lempeng samudera menunjam ke
bawah dengan sudut 45° atau lebih, menyusup di bawah lempeng benua. Contoh: palung (trench)
yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur akibat tumbukan antara
lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra Hindia– Australia.

b. Obduksi (Obduction)
Kenampakan dimana kerak benua menunjam di bawah kerak samudera. Ada beberapa hipotesis
tentang mula terjadi obduksi, yang paling memungkinkan adalah bahwa diawali oleh penunjaman
kerak samudera dengan kerak benua di belakangnya. Penunjaman bisa terjadi karena perubahan dari
batas lempeng divergen menjadi konvergen. Kelanjutan penunjaman membawa kerak benua
berbenturan dengan kerak samudera dan pada awalnya, kerak samudera naik ke atas kerak benua,
sebelum akhirnya penunjaman di tempat itu berhenti dan berpindah ke tempat lain yang dapat
mengakomodasi konvergensi antar lempeng.

c. Collision

Lempeng benua bertemu dengan lempeng benua. Kedua lempeng tersebut tidak ada yang tertunjam
karena keduanya memiliki massa jenis yang sama, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan
lipatan yang biasanya sangat tinggi. Contoh : pegunungan Himalaya yang diakibatkan interaksi antara
lempeng Eurasia dengan India.

3. Transform
Lempeng-lempeng bergerak saling berpapasan, tanpa membentuk atau merusak litosfir, menghasilkan
suatu sesar mendatar jenis Strike Slip Fault. Contoh : sesar San Andreas di Amerika Serikat yang
merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua Amerika Utara.

Gambar 1. 4 Tipe-tipe batas lempeng


Gambar 1. 6 Batas lempeng di bumi
B A B II
BATUAN DAN MINERAL

Dalam The Penguin Dictionary of Geology, yang dinamakan dengan batuan (rock) adalah
material penyusun kerak bumi yang tersusun baik oleh satu jenis mineral (monomineralic) maupun
oleh banyak jenis mineral (polymineralic).

Berdasarkan proses terjadinya batuan dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Batuan beku (Igneous rock)


2. Batuan sedimen (Sedimentary rock)
3. Batuan metamorf/malihan (Metamorphic rock)

Gambar 2. 1 Siklus Batuan

2.1 Batuan Beku (Igneous Rock)


Batuan ini adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan
atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan maupun di atas permukaan. Magma
merupakan cairan silikat kental dan pijar yang bersifat mobile dengan suhu berkisar 1500-2500ºC
terdapat pada kerak bumi bagian bawah.
Jenis Batuan beku berdasarkan genetiknya :

2.1.1 Batuan beku intrusif


Batuan beku yang berasal dari pembekuan magma di dalam bumi, disebut juga dengan batuan
plutonik. Berdasarkan kontak dengan batuan sekitarnya, tubuh batuan beku intrusi dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu:

a) Konkordan, yaitu intrusi yang sejajar dengan perlapisan batuan di sekitarnya, antara lain:
1) Sill: intrusi yang melembar (sheetlike) sejajar dengan batuan sekitar dengan ketebalan beberapa
milimeter sampai beberapa kilometer.

Gambar 2. 2 Bentuk tubuh Sill

2) Laccolith: sill dengan bentuk

kubah (planconvex) di bagian atasnya.


3) Lopolith: bentuk lain dari sill dengan ketebalan 1/10 sampai 1/12 dari lebar tubuhnya dengan
bentuk seperti melensa dimana bagian tengahnya melengkung ke arah bawah karena elastisitas
batuan di bawahnya lebih lentur.

Gambar 2. 4 Bentuk tubuh Lopolith


4) Phacolith: massa intrusi yang melensa yang terletak pada sumbu lipatan.

Gambar 2. 5 Bentuk tubuh Phacolith

b) Diskordan, intrusi yang memotong perlapisan batuan di sekitarnya, antara lain:


1) Dike: intrusi yang berbentuk tabular yang memotong struktur lapisan batuan sekitarnya.

Gambar 2. 6 Bentuk tubuh dike


2) Batholith: intrusi yang tersingkap di permukaan, berukuran >100km2, berbentuk tak beraturan,
dan tak diketahui dasarnya.
3) Stock: intrusi yang mirip dengan batholith, dengan ukuran yang tersingkap di permukaan
<100km2.

Gambar 2. 7 Bentuk tubuh intrusi secara umum


1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2. Batuan beku ekstrusi
Batuan beku yang berasal dari pembekuan magma baik di daratan maupun di bawah
permukaan laut yang disebut juga dengan batuan vulkanik.

Berdasarkan kandungan silikanya, batuan beku terbagi atas:

1. Batuan beku asam: silika > 65%

2. Batuan beku menengah: silika 65-52%

3. Batuan beku basa: silika 52-45%

4. Batuan beku ultrabasa: silika < 45%

Berdasarkan indeks warna/komposisi mineral gelapnya (mafic), maka batuan beku terbagi
atas:

1. Leucocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 0-30%


2. Mesocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 30-60%

3. Melanocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 60-90%

4. Hypermelanic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 90-100%

1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
2.1.3. Reaksi Deret Bowen
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka
mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran.
Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh N.L. Bowen (kanada) disusun suatu
seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.

Gambar 2. 8 Deret Reaksi Bowen


Catatan :

 Apabila temperatur magma turun hingga mencapai titik jenuhnya maka magma tersebut mulai
mengkristal
 Unsur-unsur yang sukar larut akan mengkristal terlebih dahulu, misalnya mineral asesoris
(apatit, zirkon, ilmenit, magnetit, rutil, titanit, chromit dll)
 Mineral utama pembentuk batuan yang mula-mula mengkristal adalah olivin, Mg piroksen
(ortho piroksen), klino piroksen, amfibol, plagioklas dst
 Unsur-unsur yang mudah larut akan mengkristal paling akhir dan akan terjebak di sekitar
kristal yang telah terbentuk dahulu.

Dari Deret Bowen ini dikenal dua kelompok mineral utama pembentuk batuan, yaitu:

1. Mineral mafic, mineral-mineral utama pembentuk batuan yang bewarna gelap, hal ini
disebabkan oleh kandungan kimianya, yaitu Magnesium dan Ferrum (Mafic=Magnesium Ferric).
Yang termasuk mineral ini adalah: olivin, piroksen, amfibol, dan biotit.

2. Mineral felsic, mineral-mineral utama pembentuk batuan beku yang bewarna terang, hal ini
disebabkan oleh kandungan kimianya, yaitu feldspar + lenad (mineral-mineral feldsparthoid) + silika.
Yang termasuk mineral ini adalah: plagioklas, kalium feldspar (potassium feldspar), muskovit dan
kuarsa.

Mineral pembentuk batuan beku berdasarkan kejadiannya, dibedakan menjadi:

1. Mineral Primer: Terjadi pada saat proses pembentukan batuan.

2. Mineral Sekunder: Terbentuk pada saat setelah proses pembekuan batuan (leburan silikat)
berakhir.

Tabel 2. 1 Klasifikasi Batuan Beku


Nama Batuan Kandungan
Kandungan Indeks
Sifat Mineral

Intrusi Ekstrusi Silika (%) Warna


Mafic (%)

Granit Ryolit
Adamelit Ryodasit
Asam >65 0-30 Leucocratic
Granodiorit Dasit

Syienit Trachyt

Diorit Andesit
Menengah 65-52 30-60 Mesocratic
Monzonit Trachyt andesit

Gabro Basalt Basa 52-45 60-90 Melanocratic

Peridotit Dunit Ultrabasa < 45 90-100 Hypermelanic

2.1.4. Deskripsi Batuan Beku


Berikut adalah bagian yang di deskripsi bila ditemui batuan beku di lapangan.

1. Nama batuan
2. Warna
Warna terbagi dua, yaitu:

 Warna Segar : warna segar adalah warna yang belum terkontaminasi oleh lingkungan sekitar
(warna di bagian dalam batu).
 Warna Lapuk : warna lapuk adalah warna yang telah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar
(warna dibagian luar batu).
3. Komposisi mineral
Dapat ditentukan berdasarkan indeks warnanya, apakah leucocratic, mesocratic, melanocratic, atau
hypermelanic. Lihat juga komposisi mineral pembentuk batuannya, misalnya: kuarsa, plagioklas, dll.

4. Tekstur (properties of individual grain) Tekstur dibagi lagi menjadi:


a. Granularitas (grain size) Granularitas terbagi tiga, yaitu:

i. Afanitik: berbutir halus atau besar butiran (phenocryst) < 1mm, tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang.

ii. Porfiritik: berbutir sedang atau besar butiran (phenocryst) 1-5mm, dapat dilihat dengan
bantuan loupe.
iii. Faneritik: berbutir kasar atau besar butiran (phenocryst) > 5mm, dapat dilihat dengan
mata telanjang.

b. Derajat Kristalisasi

Umumnya menunjukkan kecepatan pendinginan. Derajat Kristalisasi terbagi tiga, yaitu:

i. Holohyalin: secara keseluruhan tersusun atas gelas/massa dasar. Hal ini terjadi karena
pendinginan cepat.

ii. Hipokristalin/Hipohyalin: tersusun atas kristal (phenocryst) dan gelas (groundmass).

iii. Holokristalin: secara keseluruhan tersusun atas kristal (phenocryst). Hal ini terjadi
karena pendinginan lambat.

c. Bentuk Kristal

Umumnya menunjukkan rangkaian kristalisasi. Bentuk kristal terbagi tiga, yaitu:

i. Euhedral: bentuk kristalnya masih utuh (apakah ia kubik, monoklin, triklin atau yang
lainnya).

ii. Subhedral: bentuk kristalnya sebagian tidak utuh.

iii. Anhedral: bentuk kristalnya sudah tidak utuh lagi sehingga tidak dapat dilihat apakah ia
kubik, monoklin, atau yang lainnya.

5. Struktur
 Masif: secara keseluruhan kenampakan batuan terlihat seragam/ monoton.
 Vesikuler: pada massa batuan terdapat lubang-lubang kecil yang berbentuk bulat atau elips
dengan penyebaran yang tidak merata. Lubang ini merupakan ruang tempat gas terperangkap
pada waktu magma membeku.
 Amigdaloidal: vesikuler yang telah terisi oleh mineral sekunder.
 Scorius: vesikuler yang penyebarannya merata.
 Lava bantal (Pillow lava): lava yang memperlihatkan struktur seperti kumpulan bantal, Ini
disebabkan karena ia terbentuk di laut (gunungapi bawah laut).
 Columnar joint: struktur yang memperlihatkan bentuk seperti kumpulan tiang, ini disebabkan
adanya kontraksi saat proses pendinginannya.

6. Bentuk tubuh/kenampakan di lapangan


Apakah ia intrusi atau ekstrusi, lihat perbedaannya dari tekstur batuan dan strukturnya.
2.2 Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)
Kata sedimen berasal dari bahasa latin sedimentum, yang berarti “penenggelaman” atau
secara sederhana dapat diartikan dengan “endapan”, yang digunakan untuk material padat yang
diendapkan oleh fluida.

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari rombakan batuan lainnya
(batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri) melalui proses pelapukan
(weathering), erosi, pengangkutan (transport), dan pengendapan, yang pada akhirnya mengalami
proses litifikasi atau pembatuan. Mekanisme lain yang dapat membentuk batuan sedimen adalah
proses penguapan (evaporasi), longsoran, erupsi gunungapi.

Batuan sedimen hanya menyusun sekitar 5% dari total volume kerak bumi. Tetapi karena
batuan sedimen terbentuk pada permukaan bumi, maka meskipun jumlahnya relatif sedikit akan tetapi
dalam hal penyebaran batuan sedimen hampir menutupi batuan beku dan metamorf. Batuan sedimen
menutupi sekitar 75% dari permukaan bumi.

Pelapukan

Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit bumi karena
pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena itu pelapukan adalah
penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran yang lebih kecil bahkan menjadi hancur
atau larut dalam air.

Pelapukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

 Pelapukan fisika, adalah proses dimana batuan hancur menjadi bentuk yang lebih kecil oleh
berbagai sebab, tetapi tanpa adanya perubahan komposisi kimia dan kandungan mineral
batuan tersebut yang signifikan.
 Pelapukan kimia, adalah proses dimana adanya perubahan komposisi kimia dan mineral dari
batuan.
 Pelapukan biologi, Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan
manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah, serangga.

Erosi

Erosi adalah suatu pengikisan dan perubahan bentuk batuan, tanah atau lumpur yang
disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat dan organisme hidup. Erosi tidak sama
dengan pelapukan, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses
kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.

Transportasi
Transportasi adalah pengangkutan suatu material (partikel) dari suatu tempat ke tempat lain
oleh suatu gerakan media (aliran arus) hingga media dan material terhenti (terendapkan). Media
transportasi (fluida) antara lain gravitasi, air, es, dan udara.

Gerakan fluida dapat terbagi ke dalam dua cara yang berbeda.

 Aliran laminar, semua molekul-molekul di dalam fluida bergerak saling sejajar terhadap yang
lain dalam arah transportasi. Dalam fluida yang heterogen hampir tidak ada terjadinya
pencampuran selama aliran laminar.
 Aliran turbulen, molekul-molekul di dalam fluida bergerak pada semua arah tapi dengan
jaring pergerakan dalam arah transportasi. Fluida heterogen sepenuhnya tercampur dalam
aliran turbulen.

Partikel semua ukuran digerakkan di dalam fluida oleh salah satu dari tiga mekanisme

 Menggelinding (rolling) di dasar aliran udara atau air tanpa kehilangan kontak dengan
permukaan dasar.
 Saltasi (saltation), bergerak dalam serangkaian lompatan, secara periode meninggalkan
permukaan dasar dan terbawa dengan jarak yang pendek di dalam tubuh fluida sebelum
kembali ke dasar lagi.
 Suspensi (suspension), turbulensi di dalam aliran dapat menghasilkan gerakan yang cukup
untuk menjaga partikel bergerak terus di dalam fluida.

Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen oleh media air, angin, atau es pada suatu
cekungan pengendapan pada kondisi P dan T tertentu. Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi
sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari
material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan
berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.

Litifikasi

Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan disebut litifikasi. Salah satu proses litifikasi
adalah kompaksi atau pemadatan. Pada waktu material sedimen diendapkan terus– menerus pada
suatu cekungan. Berat endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang ada di bawahnya.
Akibatnya, butiran sedimen akan semakin rapat dan rongga antara butiran akan semakin kecil.

Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen adalah sementasi. Material
yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran,
kemudia larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir dan mengikat butiran
– butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan oksida besi.
Klasifikasi Batuan Sedimen

Berdasarkan proses terjadinya, maka batuan sedimen terbagi menjadi empat kategori, yaitu :

 Terrigeneous Clastics
Terbentuk dari hasil rombakan batuan lainnya melalui proses pelapukan, erosi, transportasi,
sedimentasi dan pembatuan (litifikasi). Pelapukan yang berperan disini adalah pelapukan yang
bersifat fisika. Contoh: breksi, konglomerat, batupasir, batulempung.

 Biochemical-Biogenic-Organic Deposits
Batuan sedimen ini terbentuk dari akumulasi bahan-bahan organik (baik flora maupun fauna)
dan proses pelapukan yang terjadi pada umumnya bersifat kimia. Contoh: batugamping,
batubara, rijang, dll.

 Chemical Precipitates-Evaporates
Batuan sedimen jenis ini terbentuk dari akumulasi kristal-kristal dan larutan kimia yang
diendapkan setelah medianya mengalami penguapan. Contoh: gipsum, batugaram, dll.

 Volcaniclastics (Pyroclastic)
Batuan sedimen jenis ini dihasilkan dari akumulasi material-material gunungapi. Contoh:
agglomerat, tuf, breksi, dll.

Deskripsi Batuan Sedimen Klatika (pasir sangat kasar – pasir sangat halus)

Berikut adalah hal yang dideskripsi apabila menemukan batuan sedmien klastika dengan ukuran butir
pasir sangat halus – sangat kasar

1. Nama batuan

2. Warna

Terdiri dari warna segar dan warna lapuk, sertakan pula variasi warnanya untuk memperjelas
pemerian. Contoh: batupasir berwarna segar kelabu kehijau-hijauan. Pemerian warna ini
mencerminkan tingkat oksidasi, kandungan mineral, dan lingkungan pengendapan batuan itu sendiri.
- Warna merah: menunjukan keadaan oksidasi > non marine, mengan-dung Fe (umumnya
hematit).

- Warna hijau: merupakan reduksi dari warna merah, mengandung glaukonit, zeolit atau
chamosite.

- Warna kelabu: menunjukan keadaan reduksi > marine, kaya akan bahan organik.

- Warna, kuning-coklat: menunjukan keadaan oksidasi, mengandung limonit, goethite, dan


oksida besi.

3. Tekstur (properties of individual grain/sifat-sifat butiran)

Meliputi:

a. Besar butir (grain size), ditentukan dengan cara membanding-kannya dengan Skala
Wentworth, kalau perlu bisa dibantu dengan manggunakan loupe, untuk breksi dan konglomerat dapat
ditentukan dengan bantuan mistar kecil, kemudian tentukan pula ukuran minimal dan maksimal dari
butiran atau komponennya. Contoh: batupasir berbutir sedang (114mm-112mm). Breksi dengan
ukuran butir 7cm-12cm (Berangkal, 64mm-256mm). Besar butir ini mencerminkan energi hidrolik
lingkungannya, dalam artian jika ia berbutir kasar maka dahulunya ia diendapkan dengan arus yang
cepat dan begitu pula sebaliknya.
b. Bentuk Butir (grain shape), ditentukan dengan bantuan chart yang telah tersedia pada
komparator dan gunakan istilah:

- Sangat menyudut (very angular)

- Menyudut (angular)

- Menyudut tanggung (subangular)

- Membundar tanggung (subrounded)

- Membundar (rounded)

- Sangat membundar (very Rounded)

Untuk melihat bentuk butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan loupe (terutama untuk batupasir),
dan tentukan pula kisarannya. Contoh: batupasir menyudut-menyudut tanggung. Bentuk butir ini
mencerminkan tingkat transportasi butirannya, dalam artian bahwa jika ia memiliki bentuk butir yang
membundar maka ia cenderung telah tertranspor jauh dari batuan asalnya.

Tabel 2. 2 Skala Wentworth


c. Kemas (fabric/grain packing), adalah derajat keterkaitan antar butiran penyusun batuan atau
hubungan antar butir, dan ini dapat mencerminkan viscositas (kekentalan) medianya. Bila butirannya
saling bersentuhan maka dinyatakan dengan kemas tertutup (berarti dia diendapkan oleh media yang
cair/encer, sehingga kemungkinan mengandung semen-matrik). Bila butirannya tidak saling
bersentuhan maka dinyatakan dengan kemas terbuka (berarti dia diendapkan oleh media yang pekat).
Selain itu perhatikan pula apakah butirannya memperlihatkan pengarahan (imbrikasi) atau tidak.
Kemas merupakan salah satu hal penting terutama dalam pen-deskripsian breksi atau konglomerat,
dan bisa langsung diten-tukan tanpa menggunakan loupe.

4. Struktur Sedimen

Berguna dalam menentukan top & bottom suatu lapisan, arah arus-purba (Paleocurrent) dan
lingkungan pengendapan.

Secara garis besar struktur sedimen terbagi menjadi dua katagori, yaitu:

a. Struktur sedimen primer (depositional structures), struktur sedimen yang terbentuk bersamaan
dengan terbentuknya suatu batuan, contohnya adalah: graded bedding, parallel lamination, ripple
mark, dune and sand wave, cross stratification, shrinkage crack (mud crack), flacer, lenticular, dll.

b. Struktur sedimen sekunder (post-deposition structures), struktur sedimen yang terbentuk


setelah proses litifikasi.

Struktur sedimen sekunder meliputi:

- Struktur erosional, terbentuk karena erosi, contohnya: flute cast, groove cast, tool marks,
scour marks, channel, dll.

- Struktur deformasi, terbentuk oleh adanya gaya, contohnya: slump, convolute, sand dyke,
dish, load cast, nodule, dll.

- Struktur biogenik, terbentuk oleh adanya aktivitas makhluk hidup, contohnya: bioturbation,
trace fossils, rootlet bed, dll.

5. Permeabilitas

Adalah kemampuan batuan untuk meloloskan fluida. Bila cairan diserap dengan cepat, maka
nyatakanlah bahwa permeabilitasnya baik. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah
bahwa permeabilitasnya sedang. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya buruk.
6. Porositas

Adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan, dan
dinyatakan dalam persen,

Volume Pori− pori


Ø= ×100 %
Volume total batuan

Sedangkan dalam penentuannya di lapangan gunakan istilah porositas baik jika permeabilitasnya baik,
porositas sedang jika permebilitasnya sedang, dst.

7. Pemilahan (Sorting)

Adalah tingkat keseragaman besar butir penyusun batuan, mencer-minkan viskositas media
pengendapan serta energi mekanik/arus ge-lombang medianya. Jika pemilahannya baik maka ia
diendapkan oleh media yang cair/encer dengan energi arus yang kecil, dan begitu pula dengan
sebaliknya. Gunakan istilah:

a. Terpilah baik (well sorted) jika besar butirannya seragam.

b. Terpilah sedang (medium sorted) jika besar butirannya relatif sera-gam.

c. Terpilah buruk (poorly sorted) jika besar butirannya tidak seragam.

Dan untuk menentukan pemilahan ini dapat dibantu dengan menggu-nakan loupe (misalnya untuk
Batupasir).

8. Kandungan CaC03

Ditentukan dengan jalan meneteskan larutan HCl 0,1 Normal pada permukaan sampel batuan yang
masih segar, jika ia berbuih/bereaksi maka batuan tersebut bersifat karbonatan (calcareous), dan
begitu pula sebaliknya.

9. Kandungan mineral

Mineral-mineral sekunder yang umum terdapat dalam batuan sedimen misalnya kalsit (bereaksi bila
di teteskan HCl, sedangkan kuarsa tidak), aragonit (memiliki habit yang menjarum), pirit (kuning
pucat seperti emas de-ngan bentuk kristal kubik), glaukonit (berwarna hijau kotor), kaolinit (serbuk
putih seperti bedak), dll.

10. Kandungan fosil

Yang dapat ditentukan di lapangan tentu saja fosil-fosil yang bersifat makro (besar). Dalam
penentuannya, sebutkan minimal kelas atau filumnya, jika ia berongga atau bolong-bolong maka itu
adalah koral (filum coelenterata, artinya rongga), jika ia memiliki dua cangkang yang tidak sama
besar (memiliki bagian ventral dan dorsal) maka itu adalah brachiophoda, jika ia memiliki dua
cangkang yang sama besar, maka itu adalah moluska. Jika ia berbentuk menyerupai keong mas, maka
itu adalah gastrophoda, dan jika ia berbentuk seperti bintang laut, maka itu adalah echinodermata, dll.

11. Kekerasan

Merupakan tingkat kekuatan partikel batuan terhadap disagregasi.

Gunakan istilah:

a. Kompak, bila tidak dapat dicukil dengan jarum penguji.

b. Keras, bila masih dapat dicukil dengan jarum penguji.

c. Agak keras, bila dapat hancur ketika ditekan dengan jarum penguji.

d. Lunak, bila dapat dipotong-potong dengan mudah menggunakan jarum penguji.

e. Dapat diremas, bila dapat diremas dengan jari tangan.

f. Spongi, bila sifatnya seperti karet busa. Jika ditekan balik lagi ke asal.

12. Kontak (hubungan dengan batuan sekitarnya)

Perhatikan hubungan tiap satuan batuannya, apakah ia selaras (tentukan kontaknya apakah tegas,
gradasi, atau interkalasi) atau tak selaras (ditandai dengan bidang erosi: angular unconformity,
disconformity, paraconformity, atau nonconformity).

II. Deskripsi Batuan Sedimen Klatika (Batulanau dan batulempung)

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah batulanau, batulempung, napal, serpih. Pada kelompok in
yang tidak dideskripsi adalah tekstur, pemilahan, porositas, dan permeabelitas.

Namun ada pula yang harus ditabahkan dalam pendeskripsiannya, yaitu kilap (luster). Kilap dapat
membantu pembedaan asal warna. Istilah – istilah yang dipakai untuk ini adalah :

 Dull: Mati atau warnanya gelap


 Earthy: Seperti tanah
 Scoty: Seperti jelaga (katel gosong)
 Oily: Seperti minyak
 Silky: Seperti sutra
 Velvel: Seperti beludru
 Resinous: Seperti lemak
 Waxy: Seperti lilin
 Soapy: Seperti sabun
III. Deskripsi Konglomerat, Breksi, Breksi Gunungapi, Agglomerat.

Untuk breksi, konglomerat, begitu pula breksi gunungapi dan agglomerat (detritus kasar), yang harus
di deskripsi adalah komponen dan matriknya.

Komponen

Dalam pendeskripscan komponen dalam breksi dan konglomerat, dilakukan secara biasa, namun yang
perlu diperhatikan:

a) Komposisi, apakah monomik (jika klastika terdiri dari satu tipe litologi), Oligomik (terdiri
dari 2-3 tipe klastika), polimik (klastika terdiri lebih dari 3 jenis litologi). Dan tentukan pula
jenis – jenis batuannya, jika batuan beku tentukan sifatnya apakah basaltis atau andesitis.
b) Ukuran komponen, tentukan ukuran maksimal dan minimal dari besar komponennya.
c) Kemas, tentukan kemasnya (terbuka atau tertutup). Dan lihat jika ada imbrikasi
d) Kekompakan, apakah komponennya lepas – lepas, atau monolitik (komponen dan matriks tak
dapat dipisahkan)

Matriks

Dalam pendeskripsian matrik pada breksi dan konglomerat, dilihat apakah terdiri satu jenis batuan
atau campuran, kemudian deskripsi seperti biasa.

IV. Deskripsi Batuan Karbonat (Batugamping)

Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%. Pada
umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2). Batuan karbonat
umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit (dolostone).

Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen
karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:

1. Kedalaman yang cukup (umumnya pada laut dangkal <40m)

2. Hangat dengan penetrasi cahaya yang baik (25 – 30 C)

3. Kadar garam yang relatif stabil (27 – 40 /mil)

4. Aliran air yang jernih, agar proses fotosintesis sempurna

Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini belum ada satu klasifikasi
yang dapat memuaskan semua pihak, seperti halnya pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya).
Beberapa klasifikasi yang akan disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai
oleh para ahli geologi.

Gambar 2. 9 Klasifikasi Folk (1959/1962)

Gambar 2. 10 Klasifikasi Dunham (1962)


.

Gambar 2. 11 Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Secara konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut ukuran butiranya, seperti
klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran butir Wentworth. Batuan karbonat dengan
ukuran butir >2 mm dinamakan kalsirudit (disebut konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63
mikron - 2 mm disebut kalkarenit (disebut batupasir pada sedimen non-karbonat), dan yang ukuran
butirnya <63 mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung).

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsi batugamping antara lain:

1. Nama Batuan, disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan


2. Warna, deskripsikan warna segar dan warna lapuknya.
3. Feature, dari lapangan tentukan apakah batugamping berlapis atau terumbu
4. Dominasi, deskripsikan didominasi oleh skletal atau Non skletal
5. Organisme, deskripsikan organisme dari batuan per kelas, (Gastropoda, Alga, Coral, Bivalve,
Foram)
6. Tekstur, penentuan tekstur mengunakan klasifikasi Folk, Dunham, Embry & Klovan, atau
secara konvensional.
7. Struktur, kenali struktur yang terdapat pada batugamping tersebut.

A B

C D

Gambar 2. 12 Struktur sedimen pada Batugamping, A : Cavity Structures, B :

Stromatolites, C : Tepees, D : Hardground


Grafik Log

Metode standar yang digunakan untuk merekonstruksi dalam pengumpulan data lapangan pada batuan
sedimen adalah dengan menggunakan grafik log. Grafik log memberikan kenampakan visual suatu
singkapan (stasiun), dan merupakan cara yang mudah untuk membuat korelasi dan perbandingan
antara suatu singkapan (stasiun) yang berbeda (pengulangan fasies, siklus sedimen, dll).

Gambar 2. 13 Grafik Log (Tucker, 1993)


Gambar 2. 14 Simbol yang digunakan dalam pembuatan grafik log (Tucker, 1993)
BAB III
Struktur Geologi

Geologi struktur adalah bagian dari geologi yang mempelajari bangun/rupa (arsitektur) batuan
dari kerak bumi, yang meliputi :

- geometri : bentuk, ukuran, kedudukan, sifat simetri, dan

- komponen atau unsur yang membentuknya

Pada berbagai ukuran (skala) dari skala batuan, singkapan hingga regional, yang merupakan
hasil dari proses pembentukannya (kejadian) atau karena perubahan akibat deformasi. Didalam
geologi struktur terutama mempelajari bentuk batuan akibat deformasi serta proses yang
menyebabkannya. Deformasi adalah perubahan dalam tempat dan/atau orientasi dari tubuh batuan
akibat pengaruh gaya (tektonik) yang bekerja pada batuan tersebut. Deformasi didefinisikan menjadi
empat pergerakan :

a. Dilatasi, adalah perubahan volume (gambar 3.1A)


b. Translasi, adalah perubahan posisi (gambar 3.1B)
c. Rotasi, adalah perubahan orientasi (gambar 3.1C)
d. Distorsi, adalah perubahan bentuk (gambar 3.1D)
Gambar 3. 1 Jenis-jenis Deformasi
(Structural Geology of Rock and Region. Davis, 1984)
Ada dua cara suatu batuan terdeformasi, yaitu, deformasi brittle (getas pecah) dan Deformasi ductile
(kenyal plastis).

Gambar 3. 2 Jenis deformasi batuan

(Structural Geology of Rock and Region. Davis, 1984)

Arah dari gaya yang bekerja pada atau dalam kulit bumidapat bersifat:

1. Berlawanan arah tetapi bekerja dalam satu garis.

Gaya seperti ini dapat bersifat, tarikan (tension) dan tekanan (compression)

Gambar 3. 3 Gaya yang berlawanan arah tapi bekerja dalam satu garis

(Structural Geology, Billings, 1972)


2. Berlawanan arah tetapi bekerja dalam satu bidang (couple)

Gambar 3. 4 Gaya yang berlawanan arah tapi bekerja dalam satu bidang

(Structural Geology, Billings, 1972)

3. Berlawanan arah tetapi bekerja pada kedua ujung bidang (torsion)

Gambar 3. 5 G aya yang berlawanan arah tapi bekerja pada kedua ujung bidang

(Structural Geology, Billings, 1972)


4. Gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda, yang umumnya berlangsung
dalam kerak bumi (tekanan lithostatis)

Tegasan dan keterakan (Stress dan Strain)

Stress atau tegasan adalah suatu gaya yang dapat menyebabkan perubahan pada batuan. Strain
atau keterakan adalah perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam wujud, bentuk maupun volume,
yang terjadi pada suatu bahan (batuan yang diakibatkan oleh adanya tegasan. Secara garis besar
terdapat dua gejala tegasan yang dapat terjadi di alam, yaitu berupa tarikan dan lainnya berupa
tekanan.

Analisis Struktur Geologi

Dalam geologi struktur kita mengenal apa yang dinamakan analisis yang bertujuan untuk
merekontruksi struktur-struktur geologi. Analisis- analisis tersebut adalah :

a) Analisis deskriptif, yaitu mengenal unsur struktur geologi, memerikan (mendeskripsi) yang
meliputi sifat fisik dan geometrinya, mengukur kedudukan dan menggambarkannya pada peta
dan penampang.
b) Analisis kinematik, yaitu mengamati perubahan yang terjadi pada batuan (deformasi), yang
berhubungan dengan pembentukan struktur.
c) Analisis dinamik, yaitu mempelajari proses deformasi yang bekerja/yang berpengaruh pada
batuan, membahas tentang besaran dan arah gaya (force) dan tegasan (stress), serta
interpretasi tentang mekanisme yang membentuk unsur struktur geologi.

DESKRIPSI GEOMETRI

Dalam menganalisis geometri batuan, kita harus mengukur kedudukan unsur-unsur struktur
(garis, bidang, dan sudut).
Gambar 3. 6 Kedudukan bidang, garis, dan sudut dalam ruang.

Strike : garis yang dibentuk oleh perpotongan suatu bidang miring (bidang miring perlapisan, kekar,
sesar) dengan bidang horizontal.

Dip : Sudut terbesar yang dibentuk antara perpotongan bidang miring dan bidang horizontal yang
mempunyai arah lateral 90° dari arah strike.

3.

1.
2.
3.
3.1. Lipatan
Struktur lipatan merupakan salah satu struktur geologi yang paling mudah dijumpai di
lapangan disamping struktur kekar. Struktur ini umumnya berkembang pada batuan sedimen klastika
(kadang pada batuan volkanik dan metamorf). Salah satu ciri khas dari batuan sedimen klastik adalah
dijumpainya bidang perlapisan batuan yang terbentuk pada saat proses sedimentasi. Apabila kita
perhatikan pada singkapan batuan di lapangan, bidang perlapisan tersebut mempunyai kedudukan
yang bervariasi tergantung akibat tektonik yang melatarbelakanginya.

Struktur lipatan disamping mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari yang terkecil (mikro
fold) hingga berukuran regional (Mega fold), juga memiliki bentuk yang bermacam-macam. Adanya
variasi ukuran dan bentuk tersebut tergantung pada sifat fisik batuan yang terlipat, sistem tegasan
(dinamika) dan mekanisme pembentukannya serta waktu dan besarnya gaya yang bekerja.

Beberapa definisi ‘struktur Lipatan’, menurut beberapa pendapat para ahli geologi struktur,
antara lain:
 Hill (1953)
Struktur lipatan merupakan pencerminan dari suatu bentuk lengkungan yang mekanismenya
disebabkan oleh 2 (dua) proses, yaitu Bending (Melengkung) dan Buckling (Melipat). Pada gejala
Buckling , gaya yang bekerja sejajar dengan bidang perlapisan. Sedangkan pada gejala Bending, gaya
yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan bidang lapisan.

Gambar 3. 7 Mekanisme terjadinya perlipatan

 Billing (1960),
Lipatan merupakan bentuk undulasi atau bentuk gelombang pada batuan di kulit bumi.

 Hobs (1971),
Struktur lipatan akibat Bending, terjadi apabila gaya penyebabnya tegak lurus terhadap bidang
lapisan, sedangkan pada proses Buckling, terjadi apabila gaya penyebabnya sejajar dengan bidang
lapisan. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pada proses Buckling terjadi perubahan pola keterikan
batuan, dimana pada bagian puncak lipatan antiklin, berkembang suatu rekahan yang disebabkan
akibat adanya tegasan tensional (tarikan) sedangkan di bagian bawah bidang lapisan terjadi tegasan
kompresi yang menghasilkan shear joint. Kondisi ini akan terbalik pada lipatan sinklin.

 Park (1980),
Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (Curve) dari suatu bidang.

Berdasarkan genetiknya, struktur lipatan dapat terbentuk akibat tektonik dan non tektonik.
Perbedaan diantara keduanya, antara lain adalah lipatan yang dibentuk akibat aktifitas tektonik
seringkali pola lipatannya teratur, pada permukaan bidang lapisan batuan sering dijumpai sejumlah
slicken side dan peristiwa pembentukannya setelah batuan tersebut terbentuk. Lipatan yang terbentuk
akibat non tektonik, umumnya pola lipatan tidak beraturan, tidak dijumpai slicken side pada
permukaan bidang lapisan batuan dan pembentukannya dapat terjadi pada saat pengendapan (slump
structure) atau dapat juga terjadi setelah batuannya terbentuk. Untuk kasus yang terakhir ini,
pembentukan struktur lipatan terjadi akibat gejala geologi berupa proses Diapirik dan gravity slidding.

Struktur lipatan akibat tektonik pada dasarnya dapat terbentuk akibat tegasan kompresi dan
tegasan ektensi. Namun kenyataan di lapangan seringkali struktur lipatan disebabkan oleh tegasan
kompresi. Terbentuknya struktur lipatan akibat tegasan kompresi umumnya menghasilkan pola lipatan
yang lebih rumit dibandingkan dengan akibat tegasan ekstensional.

Terbentuknya struktur lipatan akibat tegasan ekstensional sebenarnya bukan merupakan


akibat langsung dari aktifitas tektoniknya, namum merupakan akibat sekunder karena adanya gaya
berat dari tubuh batuan itu sendiri (gaya gravitasi). Struktur lipatan ini selalu terjadi pada zona sesar
normal dan selalu terbentuk di bagian hanging wall.

Gambar 3. 8 Unsur geometri lipatan


Istilah-istilah dalam struktur lipatan

 Anticline (antiforms), merupakan unsur struktur lipatan, dengan bentuk yang konvex ke atas,
sedangkan syncline (sinforms) adalah lipatan yang konkav ke atas.
 Limb (sayap), adalah bagian dari lipatan yang terletak downdip , dimulai dari lengkungan
maksimum suatu anticline atau updip bila dari lengkung sayap yang curam pada bentuk
lipatan yang tidak simetri. Back Limb adalah sayap lipatan yang landai, Fore Limb adalah
sayap lipatan yang curam
 Axial Line (garis poros), merupakan garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari
lengkungan maksimum pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lipatan. Kedudukan
dari pada axial line dinyatakan dengan cara menyebutkan arahnya, atau bearing dan besarnya
plunge.
 Axial Surface, permukaan khayal dimana terdapat semua axial line dari suatu lipatan. Pada
beberapa lipatan, permukaan ini dapat merupakan suatu bidang planar, dan dinamakan axial
plane.
 Crestal Line (garis puncak), suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada
setiap permukaan lapisan dari suatu antiklin.
 Hinge adalah pelengkungan maksimum dari lipatan
 Crest adalah puncak tertinggi dari lipatan
 Trough adalah titik dasar terendah dari lipatan
 Trough line adalah garis khayal yang menghubungkan titik terendah pada suatu sinklin
Plunge adalah sudut penunjaman dari axial line terhadap bidang horisontal dan diukur pada
bidang vertikal
 Rake adalah sudut antara axial line/hinge dengan bidang/garis horizontal yang diukur pada
axial plane/surface
 Bearing adalah sudut horizontal dihitung terhadap arah tertentu dan merupakan arah
penunjaman axial line
Gambar 3. 9 Jenis-jenis lipatan

3.2. Sesar
Sistem tegasan yang bekerja pada suatu material/batuan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan atau deformasi. Apabila tegasan tersebut menyebabkan batuan pecah dan pecahannya
relatif saling bergerak maka bidang patahannya dinamakan sebagai struktur patahan atau struktur
sesar (“brittle failure”). Pada ujung atau tepi jalur patahan, umumnya batuan terdeformasi berupa
lipatan yang mencerminkan semi brittle/ductile.

Gerak suatu batuan akibat proses pensesaran terjadi disepanjang bidang sesarnya, sedangkan
arah geraknya dapat diketahui dari jejak-jejak pergeserannya berupa gores garis (Slicken line), atau
indikasi lainnya seperti drag fault dsb.
Secara garis besarnya, gerak sesar ini dibedakan menjadi gerak mendatar (strike slip), gerak
vertikal (dip slip) dan gerak miring (oblique slip). Strike slip terjadi apabila Pembentukan masing-
masing jenis gerak sesar ini dipengaruhi oleh sistem tegasan.

Beberapa ahli geologi struktur secara umum mengartikan struktur sesar sebagai bidang
rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran. Beberapa definisi yang lengkap dari sebagian ahli
geologi struktur tersebut, antara lain :

 Billing (1959),
Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif
(displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya
beberapa milimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran
beberapa centimeter hingga puluhan kilometer.

 Ragan (1973),
Sesar merupakan suatu bidang rekahan yang telah mengalami pergeseran.

 Park (1983) ,
Sesar adalah suatu bidang pecah (fracture) yang memotong suatu tubuh batuan dengan disertai oleh
adanya pergeseran yang sejajar dengan bidang pecahnya.

Unsur-unsur geometri sesar penting dipelajari untuk mengetahui sifat gerak dari proses
pensesaran, disamping digunakan sebagai dasar dalam penamaan jenis sesar sesuai dengan klasifikasi
sesar yang ada.

Gambar 3. 10 Unsur geometri sesar


Untuk mempelajari sesar terlebih dahulu harus mengetahui unsur-unsur geometri dari sesar itu sendiri.
Beberapa unsur geometri sesar yang perlu diketahui, antara lain :

 Fault surface (Bidang Sesar) adalah bidang pecah pada batuan yang disertai oleh adanya
pergeseran
 Fault line (Garis Sesar) adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar dengan
permukaan bumi.
 Fault trace adalah jejak sesar
 Fault outcrop adalah singkapan sesar
 Fault scarp adalah gawir sesar
 Fault zone adalah zona sesar
 Fault wall adalah dinding sesar
 Hanging Wall adalah blok yang berada di atas bidang sesar
 Foot Wall adalah blok yang berada di bawah bidang sesar
 Hade adalah sudut lancip antara bidang sesar dengan bidang vertikal
 Slip adalah pergeseran relatif antara dua titik yang sebelumnya saling berimpit.
 Strike slip fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang sejajar dengan jurus bidang
sesarnya.
 Dip slip fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang tegak lurus terhadap jurus
bidang sesarnya atau sejajar dengan arah kemiringan bidang sesarnya.
 Heave adalah jarak pergeseran pada bidang horisontal
 Throw adalah jarak pergeseran pada bidang vertikal
 True displacement adalah arah dan besarnya jarak pergeseran blok yang sebenarnya
 Dip of fault adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan bidang horisontal
 Strike of fault adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar dengan bidang
horisontal.
 Sense of displacement adalah gerak relatif suatu blok terhadap blok yang berada di
hadapannya ( Untuk strike slip adalah sinistral atau dekstral, sedangkan untuk dip slip adalah
normal atau naik).
 Separation atau pergeseran semu adalah jarak tegak lurus antara dua blok yang bergeser dan
diukur pada bidang sesar.
 Strike separation adalah komponen separation yang diukur sejajar terhadap jurus bidang
sesar.
 Dip separation adalah komponen separation yang diukur sejajar dengan kemiringan bidang
(dip) sesar.
 Slicken side atau cermin sesar adalah bidang sesar yang permukaannya licin.
 Slicken line atau gores garis adalah jejak pergeseran berupa garis-garis lurus (kadang
melengkung) yang disebabkan oleh gerusan antar blok yang saling bergesekan.
 Pitch adalah sudut lancip yang dibentuk antara gores garis dengan jurus bidang sesar.

Anderson (1951), membuat klasifikasi sesar berdasarkan pada pola tegasan utama sebagai
penyebab terbentuknya sesar (Gambar 3.13). Berdasarkan pola tegasannya ada 3 (tiga) jenis sesar,
yaitu sesar naik (thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar (wrench fault).

 Normal fault, jika tegasan utama atau tegasan maksimum (σ1) posisinya vertikal.
 Wrench fault, jika tegasan menengah atau intermediate (σ2) posisinya vertikal.
 Thrust fault, jika tegasan minimum (σ3) posisinya vertikal.

Gambar 3. 11 Arah tegasan yang bekerja pada patahan (Anderson, 1951)


Jenis-jenis sesar utama

Secara umum ada 3 (tiga) kelompok sesar utama, yaitu sesar naik, sesar normal dan sesar
mendatar. Sebenarnya ada satu jenis sesar lainnya, yaitu sesar miring (Oblique fault), yang merupakan
kombinasi dari beberapa jenis sesar.

 Sesar naik atau Thrust fault, terjadi apabila hanging wall relatif bergerak naik terhadap foot
wall. Berdasarkan sistem tegasan pembentuk sesarnya, posisi tegasan utama dan tegasan
minimum adalah horizontal dan tegasan menengah adalah vertical
 Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap foot wall.
Gerah sesar normal ini dapat murni tegak, atau disertai oleh gerak lateral (sinistral atau
dekstral). Berdasarkan sistem tegasanya, posisi tegasan utamanya adalah vertikal sedangkan
tegasan menengah dan minimum adalah lateral. Kedudukan tegasan utama yang vertikal ini
menyebabkan gaya gravitasi menjadi dominan, sehingga dan pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya amblasan yang lazim dikenal sebagai sesar normal.
 Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar yang
pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar
ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi tegasan
menengah adalah vertikal.

Catatan :

Yang harus dilakukan jika di lapangan menemukan bidang sesar adalah:

1. Ukur strike/dip bidang sesarnya,

2. Ukur pitch-nya denga busur atau kompas, dan jangan lupa arah pitch-nya. Contoh pitch : 45°
tenggara,

3. Tentukan arah pergerakannya, baik itu yang searah strike (dekstral/sinistral) ataupun yang
searah dip (normal/naik)

Contoh : bidang sesar, strike/dip: N125° E/30°, pitch : 45° tenggara, arah pergerakan normal-sinistral.
1.
2.
3.
3.1.
3.2.

3.3. Kekar
Kekar merupakan struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali
mengalami pergeseran. Struktur kekar merupakan salah satu struktur geologi yang paling mudah
ditemukan hampir disemua batuan yang tersingkap di permukaan. Terbentuknya struktur kekar ini
dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuannya atau sesudah batuan terlitifikasi dan dapat
terjadi setiap saat.

Walupun struktur kekar ini paling mudah diketemukan, namun merupakan bagian yang
tersulit dalam menganalisinya. Kesulitan utama dalam menganalisi struktur kekar ini, antara lain :

- Dapat terbentuk kapan saja baik akibat tektonik maupun non- tektonik

- Sulit menentukan pergeseran relatif bidang kekar

- Sulit menentukan urutan pembentukan kekar yang saling berpotongan.

- Sulit menentukan jenis-jenis kekar di lapangan.

Proses terbentuknya kekar :

 Pada saat pengendapan (batuan sedimen) atau pada saat pembekuan/ pendinginan
(batuan beku) ››› Nontectonic Joint.
 Setelah pengendapan (batuan sedimen) atau setelah pembekuan/ pendinginan (batuan
beku) ››› Tectonic joint.
Proses tersebut diatas dipengaruhi oleh faktor luar, seperti pelapukan (weathering) maupun gaya-gaya
yang menyebabkan terjadinya perubahan atau deformasi.
Tectonic Joint

Kekar akibat proses deformasi sangat berhubungan dengan gaya yang menyebabkannya, yaitu tegasan
dan keterakan (stress dan strain) dibagi menjadi tiga jenis, yakni:

a. Kekar gerus (shear joint/Compression joint), kekar yang terjadi akibat tekanan/kompresi.

Ciri-ciri di lapangan :

- Mempunyai pola sejajar dengan arah yang jelas

- Bidang kekar rata dan lurus

- Rekahan tertutup

b. Kekar tegangan (tension joint), kekar yang terbentuk akibat tarikan. Disebut juga extension
fracture, tension gashes (terisi mineral)

Cirri-ciri di lapangan :

- Tidak mempunyai pola dan arah yang jelas

- Bidang kekar tidak rata

- Rekahan terbuka.

c. Kekar hybrid (hybrid Joint), merupakan campuran dari kedua kekar diatas, dan umumnya
terisi mineral sekunder.

Gambar 3. 12 Hubungan kekar dengan arah gaya yang bekerja


Gambar 3. 13 Jenis-jenis kekar

Nontectonic Joint

- Columnar joint
Terjadi pada pembekuan magma, yaitu batuan beku membentuk seprti tiang atau pilar. Sheeting joint
(release joint). Terjadi akibat hilangnya atau pengurangan tekanan saat batuan beku membeku, cirinya
yaitu berlembar.
Gambar 3. 14 Struktur Columnat Joint

Berdasarkan ukurannya, kekar dibagi menjadi:

1. Master joint (puluhan hingga ratusan kaki) biasanya sampai memotong beberapa lapisan.
2. Major joint (lebih kecil, tapi masih bisa dilihat dengan baik)
3. Minor joint (lebih kecil lagi dan kurang penting)
4. Micro joint (lebih kecil dari yang lain)
BAB IV
STRATIGRAFI

Stratigrafi dalam arti sempit merupakan ilmu yang mempelajari perlapisan atau urut-urutan
batuan berdasarkan karakteristik batuan yang membedakan waktu pengendapan yang berbeda.
Sedangkan dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari lapisan – lapisan batuan serta hubungannya
satu dengan yang lain (umur, hubungan lateral/vertikal, ketebalan, penyebaran serta terjadinya)
dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan pengetahuan lainnya dari lapisan
batuan yang mempunyai arti ekonomis (misal minyak bumi) ataupun tidak.

Selain itu stratigrafi terkait dengan hubungan antar perlapisan batuan, succession of beds,
korelasi perlapisan suatu daerah bahkan perlapisan dalam cakupan yang lebih luas seperti antar benua
dan penyusunan urutan lapisan-lapisan dalam kolom geologi.

Pengertian mengenai prinsip dan terminologi dalam stratigrafi sangatlah penting dalam studi
geologi secara keseluruhan, karena stratigrafi menyediakan kerangka yang sistematik dalam
pembelajaran geologi khususnya studi sedimentologi. Stratigrafi dapat menjadi alat bantu geologist
dalam merangkum komposisi sedimen, tekstur, struktur, dan kenampakan lainnya dalam suatu
pemahaman, untuk kemudian dapat diinterpretasikan kedalam aspek-aspek yang lebih luas. Seperti
studi sejarah bumi, pencarian minyak dan gas, mineral tambang dsb.

Selain itu stratigrafi penting dalam studi rekonstruksi lempeng (plate tectonics), dan penjelasan
tentang sejarah pergerakan kerak benua dan samudera, pergerakan batas garis pantai (transgresi dan
regresi).

Sejarah Perkembangan Stratigrafi

Pada tahun 1960an, disiplin ilmu stratigrafi masih banyak membahas tentang penamaan stratigrafi itu
sendiri; konsep yang masih klasik adalah penamaan hubungan litostratigrafi, kronostratigrafi dan
biostratigrafi pada suatu wilayah; serta korelasinya antar satu wilayah dengan yang lainnya.

a) Litostratigrafi

Berhubungan dengan litologi atau ciri fisik dari suatu lapisan dan hubungan satuan-satuan
stratigrafinya berdasarkan karakteristik litologi.

b) Kronostratigrafi

Berhubungan dengan umur lapisan batuan dan hubungan waktunya.

c) Biostratigrafi

Merupakan studi tentang batuan berdasarkan kandungan fosilnya.

Kemudian masih pada 1960an, pendekatan klasik terhadap stratigrafi diperbaharui oleh Weller
dengan bukunya ”Stratigraphic Principle and Practice”. Prinsip-prinsip yang ia kembangkan
merupakan tulang punggung dari stratigrafi sekarang ini. Kita harus mengerti hubungan antara
stratigrafi dengan sistem pengendapan serta hubungan antara aplikasi stratigrafi dengan prinsip
sedimentologi untuk menginterpretasikan lapisan dalam konteks lempeng tektonik global.

Pada 1970an, berkembang konsep urut-urutan pengendapan, yang membahas paket lapisan yang
dibatasi oleh ketidakselarasan, yang kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu sekuen stratigrafi.

Selain itu ada pula perkembangan dari stratigrafi yang memberikan kontribusi penting dalam
pembelajaran hubungan fisik stratigrafi, umur, dan lingkungan dari lapisan dibawah permukaan serta
sedimen di samudera, yaitu magnetostratigrafi, yang berhubungan dengan ciri fisik magnet dari suatu
batuan sedimen dan batuan vulkanik yang berlapis, dan seismik stratigrafi, yang merupakan studi
stratigrafi dan fasies pengendapan berdasarkan interpretasi data seismik.
Prinsip-prinsip Dasar Stratigrafi

Dalam pembelajaran stratigrafi permulaannya adalah pada prinsip-prinsip dasar yang sangat penting
aplikasinya sekarang ini.

Sebagai dasar dari studi ini Nicolas Steno membuat empat prinsip tentang konsep dasar perlapisan
dikenal sekarang dengan “Steno’s Law” Empat prinsip Steno tersebut adalah :

• Principle of Initial Horizontality

Lapisan terendapkan secara horizontal dan kemudian terdeformasi menjadi beragam posisi.

"Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun miring terhadap horizon, pada awalnya pararel
terhadap horizon." Steno, 1669.

• The Principles of Superposition (Prinsip Superposisi)

Dalam suatu urutan perlapisan, lapisan yang lebih muda berada diatas lapisan yang lebih tua.

"...pada waktu suatu lapisan terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua masa yang berada
diatasnya adalah fluida, maka, pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk, tidak ada
keterdapatan lapisan diatasnya." Steno, 1669.

• Lateral Continuity

Suatu lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan berkelanjutan jauh sebelum akhirnya
terbentuk sekarang.

"Material yang membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan bumi
walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat mengalami transportasi." Steno,
1669

• Principle of Cross Cutting Relationship

Suatu hal (sesar atau tubuh intrusi) yang memotong perlapisan selalu berumur lebih muda dari batuan
yang diterobosnya.
"Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh tersebut pasti terbentuk setelah
perlapisan tersebut terbentuk." Steno, 1669.

Unsur-Unsur Stratigrafi

Stratigrafi terdiri dari beberapa elemen penyusun, yaitu :

1. Elemen Batuan, secara umum stratigrafi menyangkut semua macam batuan, baik batuan
sedimen , metamorf maupun beku. Meskipun demikian batuan yang lebih diperdalam untuk dipelajari
adalah batuan sedimen, karena batuan ini memiliki perlapisan, terkadang batuan beku dan metamorf
juga dipelajari dalam kapasitas yang sedikit.

2. Unsur Perlapisan (Waktu), merupakan salah satu sifat utama batuan sedimen yang disebabkan
oleh proses pengendapan sehingga menghasilkan bidang batas antara lapisan satu dengan yang
lainnya yang merepresentasikan perbedaan waktu/periode pengendapan.

Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang yang
sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi.

Bidang perlapisan adalah bidang yang merupakan perlapisan dan dapat diwujudkan berupa
amparan dari suatu mineral tertentu/besar butir, atau bidang sentuh (batas) yang tajam antara dua jenis
litologi yang berbeda)

Bidang perlapisan merupakan hasil dari suatu proses sedimentasi yang berupa:

• Berhentinya suatu pengendapan sedimen dan kemudian dilanjutkan oleh pengendapan


sedimen yang lain.

• Perubahan warna material batuan yang diendapkan.

• Perubahan tekstur batuan (misalnya perubahan ukuran dan bentuk butir).

• Perubahan struktur sedimen dari satu lapisan ke lapisan lainnya.

• Perubahan kandungan material dalam tiap lapisan (komposisi mineral, kandungan fosil, dll).
Gambar 3. 15 Contoh perlapisan batuan

Beberapa kriteria yang bisa dijadikan dasar untuk


pengenalan lapisan pada suatu singkapan di lapangan,
antara lain :

 Perubahan susunan mineralogi


 Perubahan tekstur (besar butir, bentuk butir,
pemilahan)
 Perubahan macam batuan/litologi
 Perubahan warna
 Penyebaran kerikil atau fosil ataupun mineral
tertentu menurut suatu bidang
 Perubahan kekerasan/pelapukan dari batuan
 Perubahan struktur sedimen

Pada suatu bidang perlapisan, terdapat bidang batas antara satu lapisan dengan lapisan yang lain.
Bidang batas itu disebut sebagai kontak antar lapisan.
Kontak Stratigrafi

Satuan-satuan litologi yang berbeda terpisahkan satu sama lainnya oleh kontak, yang
permukaannya dapat berupa bidang datar atau tidak beraturan (ireguler) diantara tipe batuan yang
berbeda. Lapisan yang berurutan secara vertikal dapat dikatakan selaras atau tidak selaras tergantung
dari kemenerusan pengendapan. Lapisan yang memiliki kontak selaras dicirikan dengan susunan
pengendapan yang tidak rusak (menerus), umumnya terendapkan secara pararel.

Permukaan yang memisahkan lapisan yang selaras ini disebut keselarasan (conformity), yang
merupakan suatu permukaan yang memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan batuan yang
lebih tua namun disepanjang bidangnya tidak terdapat bukti dari periode non deposisi. Karena kontak
yang selaras mengindikasikan tidak ada jeda pengendapan yang signifikan atau hiatus.

Hiatus merupakan jeda atau pemotongan kontinuitas dari pengendapan pada suatu rekaman
waktu geologi. Hiatus mewakili periode waktu geologi dimana tidak terdapat sedimen atau lapisan
yang terbentuk.

Sementara kontak antara lapisan yang tidak menerus dengan lapisan dibawahnya pada rentang
waktu tertentu, atau tidak sesuai kemenerusannya sebagai satu bagian, disebut tidakselaras. Suatu
ketidakselarasan meripakan permukaan yang terbentuk sebagai hasil erosi atau nondeposisi, yang
memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan yang lebih tua, yang mewakili adanya hiatus.
Ketidakselarasan menunjukkan sedikitnya kontinuitas dari pengendapan dan berkaitan dengan periode
nondeposisi, pelapukan atau erosi, baik secara subaerial maupun subakueous.

Selain terdapat secara vertikal, kontak juga terdapat secara lateral pada satuan litostratigrafi
yang saling berbatasan. Kontak ini terbentuk antara satuan batuan dari umur yang sama dan terdiri
dari litologi yang berbeda serta menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan yang berbeda. Selain
itu ada pula kontak secara lateral yang disebabkan oleh patahan setelah terjadinya pengendapan.
Kontak antara tubuh yang berbatasan secara lateral dapat bergradasi, melidah (intertonguing) ;
pinching atau wedging.

1. Kontak Selaras

Kontak antara lapisan yang selaras dapat berupa :

a) Kontak Tegas, merupakan hasil dari perubahan yang jelas dan tiba-tiba dari litologi yang
berbeda. Umumnya terjadi pada pengendapan bidang perlapisan primer yang terbentuk sebagai hasil
dari perubahan kondisi pengendapan lokal. Kontak tegas juga dapat disebabkan oleh alterasi kimia
setelah pengendapan yang mengakibatkan perubahan warna dikarenakan proses oksidasi dan reduksi
dari mineral yang mengandung besi, serta perubahan ukuran butir disebabkan oleh rekristalisasi atau
dolomitisasi atau perubahan yang diakibatkan sementasi oleh mineral silika atau karbonat.

b) Kontak Gradasional, disebut kontak gradasional jika perubahan dari satu litologi ke yang lain
memiliki tanda yang kurang jelas dibanding kontak tegas. Kontak gradasional dapat terbagi lagi
menjadi beberapa tipe :

 Kontak Progresif, terjadi ketika satu litologi bergradasi dengan litologi lainnya secara
progresif, kurang lebihnya bergradasi secara seragam pada ukuran butir, komposisi mineral,
atau karakteristik fisika. Contohnya : Batupasir secara progresif bergradasi menjadi
batulempung kearah atas atau batupasir kuarsa berubah menjadi batupasir arenit secara
progresif kearah atas.
 Kontak Interkalatif, merupakan kontak gradasional yang terjadi karena bertambahnya
perselingan antara beberapa litologi.

2. Kontak Tidak Selaras

Terdapat empat tipe dari kontak tidak selaras yang dapat dikenali, antara lain :

a) Angular Unconformity
b) Paraconformity
c) Disconformity
d) Nonconformity

Gambar 3. 16 Tipe Ketidakselarasan


Ketidakselarasan dikenali berdasarkan keterdapatan suatu hubungan yang menyudut antara
lapisan yang tidak selaras, keterdapatan permukaan erosional yang memisahkan lapisan, dan keaslian
batuan dibawah permukaan ketidakselarasan. Berikut akan dibahas satu persatu tipe ketidakselarasan,
3 tipe pertama terjadi antara tubuh batuan sedimen dan tipe terakhir (nonconformity) terjadi antara
batuan sedimen dan metamorf atau batuan beku.

a) Angular Unconformity

Merupakan suatu tipe ketidakselarasan dimana sedimen yang lebih muda terendapkan diatas
permukaan erosi dari batuan yang lebih tua dimana sebelumnya batuan tersebut mengalami
pengangkatan atau perlipatan, maka, batuan yang lebih tua tersebut memiliki dip yang berbeda,
umumnya lebih curam, membentuk sudut dengan batuan yang lebih muda.

b) Disconformity

Kenampakannya berupa suatu permukaan ketidakselarasan atas dan bawah dari bidang perlapisan
yang secara umum pararel dan kontak antara lapisan yang lebih tua dan mudanya ditandai oleh
permukaan erosional yang jelas, ireguler, atau tidak lazim.

c) Paraconformity

Merupakan ketidakselarasan yang tidak tampak dengan jelas, karena dicirikan oleh lapisan atas dan
bawah bidang ketidakselarasan yang pararel dan tidak terdapat permukaan erosional atau bukti fisik
lainnya dari suatu ketidakselarasan yang jelas. Paraconformity tidak dapat dengan mudah dikenali dan
harus diidentifikasi berdasarkan jeda antara rekaman batuan (disebabkan periode nondeposisi atau
erosi). Ditentukan dari bukti paleontologi seperti keterdapatan suatu zona fauna atau perubahan fauna
yang jelas tampak.

d) Nonconformity

Nonconformity terbentuk antara batuan sedimen dan batuan beku yang berumur lebih tua atau batuan
metamorf yang masif, yang telah terekspos, tererosi, sampai akhirnya tertimbun oleh sedimen.
3. Kontak Lateral

Satuan stratigrafi juga memiliki batas lateral yang jelas. Batasan tersebut tidaklah selalu terbentang
secara lateral dan planar tapi dapat pula berterminasi (menunjukkan pola-pola tertentu), baik secara
jelas sebagai hasil dari erosi atau bergradasi oleh perubahan litologi yang berbeda. Macam-macam
kontak lateral antara lain :

a. Pinch Out

Perubahan litologi secara lateral yang dicirikan oleh penipisan litologi tertentu secara progresif
sampai akhirnya hilang dan berganti menjadi litologi lainnya.

b. Intertonguing

Pemisahan lateral dari satuan litologi pada banyak satuan-satuan stratigrafi yang tipis dan menjorok
kedalam litologi lainnya secara tidak beraturan.

c. Gradasi Lateral Progresif

Sama dengan gradasi vertikal progresif pada kontak vertikal.

Anda mungkin juga menyukai