Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan Geokimia berasal dari dua buah disiplin ilmu yaitu ilmu Geologi
dan Kimia, tetapi bukan merupakan penggabungan ilmu, namun Geokimia
merupakan disiplin ilmu yang membantu menjelaskan fenomena Geologi yang
terjadi. Dengan perkataan lain, pengetahuan mengenai bumi yang dilihat dari
aspek kimianya. Nah, untuk itu tentu saja kita harus mengerti dan memahami ilmu
geologi terlebih dahulu. Yang mana “geologi” adalah ilmu yang mempelajari
segala sesuatu yang berkenan dengan gejala-gejala yang terjadi di bumi, baik yang
diakibatkan oleh gerakan bumi maupun penyusunan kimia di alam secara mandiri.
Intinya geologi (geo= bumi dan logos= ilmu atau pengetahuan), yakni
pengetahuan bumi yang menyelidiki struktur bumi dengan tiga lapisan, yaitu
kerak bumi, mantel, dan inti bumi. Bahkan geologi pun merupakan pengetahuan
yang mempelajari sejarah perkembangan bumi serta makhluk yang pernah hidup
di bumi. Oleh karenanya geologi itu sendiri terdiri dari banyak cabang juga,
seperti: Mineralogi, Petrologi, Palaentologi, Sedimentologi, Geomorfologi,
Geofisika, dan Geoteknik.

Geokimia ialah pengetahuan yang mempelajari bentuk, sifat dan fungsi serta
aksi reaksi kimia alam yang ada dibumi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan geokimia?


2. Bagaimana sejarah perkembangan geokimia beserta tokoh-tokohnya?
3. Apa saja cabang dari geokimia?

1
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan geokimia


2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan geokimia beserta tokoh-
tokohnya
3. Untuk mengetahui apa saja cabang dari geokimia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Geokimia

Pengetahuan geokimia berasal dari dua buah disiplin ilmu yaitu ilmu geologi
dan kimia, tetapi bukan merupakan penggabungan ilmu, namun geokimia
merupakan disiplin ilmu yang membantu menjelaskan fenomena geologi yang
terjadi. Geokimia adalah sains yang menggunakan prinsip dan teknologi bidang
kimia untuk menganalisis dan menjelaskan mekanisme di balik sistem geologi
seperti kerak bumi dan lautan yang berada di atasnya. Cakupan geokimia melebar
hingga ke luar geo (bumi), melingkupi seluruh sistem pergerakan bebatuan di tata
surya dan memiliki kontribusi penting dalam memahami proses di balik konveksi
mantel, pembentukan planet, hingga asal muasal bebatuan seperti granit dan basal.

Geokimia ialah pengetahuan yang mempelajari bentuk, sifat dan fungsi serta
aksi- reaksi kimia alam yang ada di bumi. Hakikinya, Geokimia adalah ilmu yang
mempelajari kandungan unsur dan isotop dalam lapisan bumi, terutama yang
berhubungan dengan kelimpahan (abundant), penyebaran serta hukum-hukum
yang mengaturnya.

Pada dasarnya, geokimia dari sudut ilmu banyak membicarakan tentang


perubahan kimia secara alamiah bertalian dengan prinsip termodinamika dan
kinetika reaksi kimia. Praktisnya geokimia berasal dari pengetahuan geologi dan
kimia, kemudian para ahli seperti: Georg Bauer dan Nicolas Steno (1800-an)
memperluas kedua pengetahuan ini untuk tujuan meneliti kejadian-kejadian di
bumi selain secara fisika tetapi reaksi kimia yang terjadi. Dalam pengembangan
ilmu ini turut terlibat para ahli geologi, kimiawan, fisikawan, metematikawan dan
para ahli biologi.

3
2.2 Sejarah Perkembangan Geokimia

Istilah geokimia pertama kali digunakan oleh Ahli kimia Swiss-


Jerman Christian Friedrich Schonbein pada tahun 1838. Dalam tulisannya
Schonbein memprediksikan kelahiran sebuah bidang studi baru,
menyatakan:“Dalam sebuah kata, suatu komparatif geokimia seharusnya
diluncurkan, sebelum geokimia dapat menjadi geologi, dan sebelum misteri
genesis planet kita dan materi anorganik mereka dapat terungkap.”
Bidang studi ini mulai untuk direalisasikan segera setelah pekerjaan Schonbein,
namun istilahnya –‘geochemistry (geokimia)’- awalnya tidak digunakan oleh ahli-
ahli geologi atau pun ahli-ahli kimia. Ada beberapa perdebatan mengenai ilmu
pengetahuan yang mana yang harus menjadi bagian yang dominan. Ada sedikit
kolaborasi antara ahli-ahli geologi dan ahli-ahli kimia dan bidang studi geokimia
tetap menjadi bidang yang kecil dan tidak terkenal. Selama abad ke 20, beberapa
ahli geokimia menghasilkan karya yang mulai mempopulerkan bidang ini,
termasuk Frank Wigglesworth Clarke yang mulai menginvestigasi kelimpahan
berbagai elemen di dalam Bumi dan bagaimana kuantitas tersebut berhubungan
dengan berat atom. Komposisi meteorit2 dan perbedaan –perbedannya pada
batuan terestrial sedang diselidiki sejak tahun 1850 dan pada tahun 1901, Oliver
C. Farrington membuat hipotesis bahwa meskipun ada perbedaan, bahwa jumlah
relatifnya tetap harus sama. Ini adalah awal mula bidang Kimia Alam Semesta
(cosmochemistry) dan telah banyak berkontribusi pada apa yang kita ketahui
tentang pembentukan bumi dan tata surya.
Sebelum masuk ke pengetahuan dan perkembangan geokimia, kita ketahui
lebih dahulu bagaimana bumi yang kita tempati, struktur lapisannya dan zat-zat
apa yang mendominasinya. Bumi tempat kita tinggal saat ini merupakan salah
satu anggota tata surya dengan matahari sebagai pusatnya. Jarak bumi dengan
matahari sekitar 150 juta km. Bumi berbentuk bulat pepat dengan jari-jari ± 6.370
km. Bumi merupakan planet dengan urutan ketiga dari delapan planet yang dekat
dengan matahari. Bumi diperkirakan telah terbentuk sekitar 4,6 milyar tahun yang
lalu, dan merupakan satu-satunya planet yang dapat dihuni oleh berbagai jenis

4
mahluk hidup. Permukaan bumi terdiri dari daratan dan lautan. Jika bumi diiris
maka akan tampak lapisan-lapisan seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.2 Struktur lapisan bumi


Sumber: Ensiklopedia

Lapisan bumi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

1.) Kerak bumi


Kerak bumi adalah lapisan terluar bumi yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu
kerak samudera dan kerak benua. Kerak samudera mempunyai ketebalan sekitar
5-10 km dan dapat di ketahui bahwa kerak samudra memiliki unsur dan proses
terbentuknya batuan basalt yang menjadi penyusun utama kerak samudera dengan
komposisi kimia Silika yang tinggi dengan presentase mencapai 45%-55%, selain
itu juga mempunyai unsur Besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca) yang sangat
tinggi dan Kalium (K), Natrium (Na) yang sangat rendah. Sedangkan kerak
benua mempunyai ketebalan sekitar 20-70 km.

5
Dari table di atas Granit sebagai penyusun utama kerak Benua memiliki
kandungan Kimia Silika yang tinggi hingga 72% selain itu juga Alumina dengan
13%, Kalium oksida sebanyak 5%, Natrium Oksida 3%.

Tebal lapisan kerak bumi mencapai 70 km dan merupakan lapisan tanah


dan batuan . Lapisan ini menjadi tempat tinggal bagi seluruh mahluk hidup. Suhu
di bagian bawah kerak bumi mencapai 1.100 derajat Celcius. Lapisan kerak bumi
dan bagian di bawahnya hingga kedalaman 100 km dinamakan litosfer. Unsur-
unsur kimia utama pembentuk kerak bumi adalah: Oksigen (46,6%), Silikon
(27,7%), Aluminium (8,1%), Besi (5,0%), Kalsium (3,6%) Natrium (2,8%),
Kalium (2,6%) dan Magnesium (2,1%). Unsur–unsur tersebut membentuk satu
senyawa yang disebut dengan batuan (Skinner dan Brian, 1976).

Para ahli dapat merekonstruksi lapisan-lapisan yang ada di bawah


permukaan Bumi berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap seismogram yang
direkam oleh stasiun pencatat gempa yang ada di seluruh dunia.

Kerak Bumi purba sangat tipis, dan mungkin mengalami proses daur ulang
oleh lempengan tektonik yang jauh lebih aktif dari saat ini dan dihancurkan
beberapa kali oleh tabrakan asteroid, yang dulu sangat umum terjadi pada masa
awal terbentuknya tata surya. Usia tertua dari kerak samudra saat ini adalah 200
juta, namun kerak benua memiliki lapisan yang jauh lebih tua. Lapisan kerak
benua tertua yang diketahui saat ini adalah berusia 3,7 hingga 4,28 miliar tahun

6
dan ditemukan di Narryer Gneiss Terrane di Barat Australia dan di Acasta
Gneiss, Kanada.

2.) Selimut atau Selubung Mantel.


Selimut merupakan lapisan yang terletak di bawah lapisan kerak bumi.
Lapisan ini dikenal juga sebagai lapisan Pyrosphere. Tebal selimut bumi
mencapai 2.900 km dan merupakan lapisan batuan padat. Suhu di bagian bawah
selimut bumi mencapai 3.000 derajat Celcius. Mantel ini terdiri dari besi dan
mineral SIMA. Density sekitar 3.5 SG. Tekanan dari lapisan diatasnya membuat
lapisan ini selalu dalam kondisi solid, tapi tetap bisa melelehkan batuan. Lapisan
mantle paling luar sekitar 200 km dinamai dengan asthenosphere. Pada lapisan
ini tekanan dan suhu berada pada kondisi berimbang sehingga lapisan ini bersifat
plastis.
3.) Inti Bumi.
Inti bumi terdiri dari material cair, dengan penyusun utama logam besi
(90%), nikel (8%), dan lain-lain yang terdapat pada kedalaman 2900–5200 km.
Lapisan ini dibedakan menjadi lapisan inti luar dan lapisan inti dalam. Lapisan
inti luar tebalnya sekitar 2.000 km dan terdiri atas besi cair yang suhunya
mencapai 2.200 oC. Inti dalam merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan
diameter sekitar 2.700 km. Inti dalam ini terdiri dari nikel dan besi yang suhunya
mencapai 4500oC.
Berdasarkan penyusunnya lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan
mesosfer. Litosfer adalah lapisan paling luar bumi (tebal kira-kira 100 km) dan
terdiri dari kerak bumi dan bagian atas selubung. Litosfer memiliki kemampuan
menahan beban permukaan yang luas misalkan gunung api. Litosfer bersuhu
dingin dan kaku. Di bawah litosfer pada kedalaman kira-kira 700 km terdapat
astenosfer. Astenosfer hampir berada dalam titik leburnya dan karena itu bersifat
seperti fluida. Astenosfer mengalir akibat tekanan yang terjadi sepanjang waktu.
Lapisan berikutnya mesosfer. Mesosfer lebih kaku dibandingkan astenosfer
namun lebih kental dibandingkan litosfer. Mesosfer terdiri dari sebagian besar
selubung hingga inti bumi. Permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan
besar yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng

7
kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang
padat. Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan
lempeng-lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair. Arus konveksi
memindahkan panas melalui zat cair atau gas, yang membuat lempeng-lempeng
dapat bergerak, yang dapat menimbulkan getaran yang terjadi dipermukaan bumi.
Pergerakan dan pembentukan senyawa kimia pada lapisan-lapisan tersebut
yang terjadi secara alamiah merupakan dasar utama pengembangan ilmu
geokimia. Dengan mengetahui jenis lapisan dan ketebalannya maka sudah dapat
diperkirakan besaran potensi energi, mineral dan gas yang tersedia di bumi.
Perkembangan geokimia, historisnya diawali dari sejarah perkembangan
geologi, dimana pengetahuan purbakala apa yang terjadi di muka bumi selalu
dihubungkan dengan kepercayaan tahyul. Misalnya peristiwa gempa bumi yang
terjadi di daerah pedalaman Afrika, bangsa Mozambigue beranggapan bahwa
bumi karena kedinginan dan demam. Demikian juga penduduk pedalaman di
Peru (Amerika Selatan) menduga gempa bumi yang terjadi karena dewa bumi
sedang menari. Semua anggapan-anggapan itu digugurkan dengan munculnya
ahli geologi, seperti Hution (1726-1729); Cuvier (1830) dan Lyell (1830). Para
ahli geologi menjabarkan secara jelas perkembangan evolusi bumi dan peristiwa
di bumi adalah akibat gerakan bumi yang mengelilingi matahari. Gerakan bumi
ini berjalan lambat tetapi dapat memisahkan pulau yang satu dengan yang lain.
Pengetahuan “geologi” menceritakan segala fosil-fosil sejak purbakala yang
mendiami bumi, fosil-fosil itu merupakan sedimen yang terendap dalam waktu
lama jutaan tahun silam, sehingga membentuk lapisan-lapisan keras sampai bisa
terbentuknya pebatuan/kerak. Sedimen tersebut dapat berasal dari bahan mineral
yang ada di atmosfir jatuh ke bumi dan ada juga makhluk hidup (flora dan fauna)
yang mati dan mengendap sejak ribuan tahun silam. Sehingga dalam geologi
dikenal lapisan strata menurut waktu pengendapan (periode). Seperti
Prakambrium dan Kambrium. Istilah “Kambrium” menunjukan batuan-batuan
yang tertua yang mengandung fosil berlimpah. Pembagian prakambrium dan
kambrium, bertolak dari waktu nol, yaitu dihitung dari tahun kelahiran Jesus
Kristus (Isa Al-masih). Periode prakambriun di asumsikan hanya satu lapisan

8
batu tertua yang biasanya berada di bawah lapisan batuan yang berfosil (Katili
dan Marks, 1959).
Bertolak teori geologi berbagai jenis bebatuan yang ada menurut stratifikasi,
pembentukan lapisan itu tidak lepas dari suatu reaksi kimia alam yang
berlangsung lama. Reaksi kimia menjadikan sedimen yang mengeras jadi batu
dikarenakan mengandung kapur (kalsium/Ca), silikat dan fosfat. Demikian pula
karena fosil yang mengendap dari mahkluk hidup maka di dalamnya ada unsur
karbon, misalnya teori minyak bumi menjelaskan bahwa minyak bumi itu
terbentuk berasal dari fosil plankton yang mengendap cukup lama di kerak bumi.
Karena pembentukan bebatuan, nodul (bongkahan) dan gas-gas yang ada di
bumi akibat interaksi kimia satu dengan yang lain membentuk senyawa baru
yang berfaedah bagi kehidupan, itulah pengetahuan geokimia. Oleh karenanya
akar ilmu geokimia (geochemistry) adalah geologi dan kimia, kemudian
dikembangkan oleh praktisi ilmuan, seperti Georg Bauer, Nicolas Steno dan
beberapa ahli geologi. Mereka mempelajari sifat elemen kimia dan
mengembangkan daya nalarnya untuk mengetahui proses reaksinya yang terjadi
secara alamiah di bumi.
Akhir abad ke 18 pengetahuan geologi dan kimia moderen tumbuh secara
cepat, seorang ilmuan bernama Antoine Lavoisier menulis hasil risetnya dalam
sebuah buku yang menceritakan keberadaan kimia yang masuk ke laut, atmosfir,
tanah dan di bebatuan, dan terjadi modifikasi menjadi unsur kimia tertentu. Dasar
temuan ilmu geokimia itu dikembangkan oleh ilmuan kimia moderen, antara lain:
Humphry Davy dan John Dalton. Walaupun terjadi perdebatan serius oleh para
ilmuan geologi, akhirnya mereka mencoba mempelajari sifat dan struktur kimia
kristal serta timah dalam mineralogy.
Awal memperkenalkan terminologi Geokimia adalah kimiawan Swiss CF
Schonbein di tahun 1838, ilmu ini merupakan disiplin ilmu tersendiri yang dapat
dipakai untuk berbagai bidang, kini pengetahuan geokimia dipakai dimana-mana
dan telah menjadi cabang ilmu yang berfaedah pada pengetahuan ilmu alam.
Hasil survey beberapa laboratorium geofisika seperti : “Geological Survey”
Amerika Serikat pada tahun 1884; Carnegie Institution of Washington , DC ,

9
pada tahun 1904 dan di beberapa negara Eropa ,terutama Norwegia dan Uni
Soviet , antara sekitar 1910 dan 1925. Data-data hasil survey mereka membuka
khazanah riset dan dipakai oleh ahli geologi untuk memperkirakan komposisi
rata-rata kerak lapisan bumi.
Abad kedua puluh , jalannya geokimia telah dipandu oleh beberapa kemajuan
teknologi . Yang pertama adalah penemuan dari seorang pakar bernama Max von
Laue di tahun 1912 dia membuktikan bahwa dalam kristal ada substansi atom
dapat berfungsi sebagai kisi difraksi untuk menyebarkan seberkas sinar - X .
Bertolak hasil temuan ini, ilmuan William L. Bragg mencoba membuktikan
struktur kimia garam yang ada dikarang . Selanjutnya di tahun 1920, Victor M.
Goldschmidt dan rekan-rekannya di University of Oslo berhasil menentukan
struktur sejumlah besar mineral umum , dan dari struktur ini dirumuskan prinsip-
prinsip tentang kimia dan distribusi unsur-unsur dalam senyawa alami.
Akhir-akhir ini banyak pengetahuan geokimia dimanfaatkan oleh ahli
perminyakan, tidak hanya digunakan untuk memprediksi kandungan minyak dan
gas tetapi segi pemanfaatan produk itu lebih luas. Oleh karenanya mereka
menggunakan istilah geokimia petroleum. Geokimia petroleum (minyak dan gas
bumi) adalah penerapan prinsip-prinsip kimia yang mempelajari tentang asal,
migrasi, akumulasi dan alterasi dari petroleum, selain itu menerapkan konsep-
konsepnya dalam rangka eksplorasi petroleum yang lebih efektif.
Walaupun sebenarnya pengetahuan dan eksplorasi minyak dan gas bumi telah
berlangsung sejak zaman dahulu, namun seiring berkembangnya waktu ilmu
semakin berkembang dengan lahirnya teknologi-teknologi terbarukan sehingga
semakin memudahkan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan energi.
Dengan kemajuan teknologi , akhirnya pengetahuan geokimia mampu
menyelidiki dan memprediksi bahwa kimia adalah bagian lapisan bumi yang
tidak dapat diakses, sampai saat ini ilmu ini lebih banyak dipergunakan
ketimbang geofisika. Geokimia laut memiliki objek studi yang lebih luas,
termasuk penguraian elemen utama ; gas-gas terlarut, organik, radionuklida,

10
padatan tersuspensi, zat yang dikeluarkan dari gunung api di dasar laut, sedimen
dan mineral di dasar dan tanah dibawah laut.
Disamping itu geokimia diaplikasikan pada teknologi terapan radioaktif.
Perkembangan kimia nuklir (radio aktif isotop) bermula pada akhir abad
kesembilan belas, oleh Marie dan Pierre Curie. Oleh karena itu satuan mengukur
radioaktif menggunakan satuan curie. Peneliti bernama Alfred O.C. Nier dari
Minnesota universitas melakukan penelitian selama 3 tahun (1936-1939) telah
menemukan kandungan isotop dari 25 elemen, akhirnya di tahun 1947 isotop
diaplikasikan pada massa spektrometer. Sampai saat ini prinsip-prinsip dari
pengetahuan geokimia masih relevan pada penerapan isotop, seperti pada
spektrofotometer dan radiologi kedokteran, penggunaan kimia nuklir di berbagai
senjata yang mematikan manusia. Bahkan sampai saat ini pengetahuan geokimia
terus berkembang.
Masuk keabad dua puluh pengetahuan geokimia lebih khusus geokimia laut
makin berkembang pesat, terutama diaplikasikan pada eksplorasi kerak samudera
yang mengandung kobalt kaya akan manganese. Pebatuaan tersebut sangat
tersohor sebagai sumberdaya alam laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
banyak diminati oleh negara-negara maju. Sering mereka menyebut pebatuan Fe-
Mn adalah pengganti minyak bumi sebagai penghasil devisa negara.

2.3 Cabang-Cabang Geokimia

Beberapa sub kumpulan dari geokimia adalah :

1. Geokimia isotop mencakup penetapan konsentrasi relatif dan absolut dari


unsur-unsur dan isotop-isotop mereka di dalam bumi dan pada permukaan
bumi.
2. Pemeriksaan distribusi dan gerakan unsur-unsur di berbagai belahan bumi
(kerak, mantel, hidrosfer dll.) dan didalam mineral-mineral dengan tujuan
untuk menentukan sistem yang mendasari distribusi dan gerakan.
3. Kimia Alam Semesta (Cosmochemistry) meliputi analisis distribusi unsur-
unsur dan isotop mereka dalam alam semesta.

11
4. Biogeokimia adalah bidang studi yang berfokus pada efek kehidupan
terhadap kimiawi bumi.
5. Geokimia organik melibatkan studi tentang peran proses-proses dan
senyawa-senyawa yang berasal dari organisme-organisme hidup atau yang
pernah hidup.
6. Studi-studi geokimia dalam air mempelajari peran berbagai unsur di
daerah aliran sungai, termasuk tembaga, belerang, merkuri, dan bagaimana
unsur fluk-fluk yang dipertukarkan melalui interaksi atmosfer-terestrial-
akuatik.
7. Geokimia regional, lingkungan dan eksplorasi meliputi aplikasi-aplikasi
pada studi-studi lingkungan, hidrologi dan eksplorasi mineral.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengetahuan Geokimia berasal dari dua buah disiplin ilmu yaitu ilmu
Geologi dan Kimia, tetapi bukan merupakan penggabungan ilmu, namun
Geokimia merupakan disiplin ilmu yang membantu menjelaskan fenomena
Geologi yang terjadi. Geokimia ialah pengetahuna yang mempelajari bentuk, sifat
dan fungsi serta aksi reaksi kimia alam yang ada di bumi. Hakikatnya Geokimia
yang mempelajari kandungan unsure dan isotop dalam lapisan bumi, terutama
yang berhubungan dengan kelimpahan (abundant), penyebaran serta hukum-
hukum yang mengaturnya. Dari dasar ini berkembang beberapa cabang ilmu
Geokimia diantaranya, Geokimia Panas Bumi, Geokimia Mineral, Geokimia
Petroleum dan Geokimia Lingkungan. Oleh karenanya akar ilmu geokimia
(geochemistry) adalah geologi dan kimia, kemudian dikembangkan oleh praktisi
ilmuan, seperti Georg Bauer, Nicolas Steno, Humphry Davy, John Dalton,
Antoine Lavoisier, Victor M. Goldschmidt, CF Schonbein dan beberapa ahli
geologi lainnya.

3.2 Saran

Sebaiknya materi Geokimia lebih dikembangkan lagi sehingga cakupan


ilmu Geokimia lebih luas.

13
DAFTAR PUSTAKA

repo.unsrat.ac.id/817/4/GEOKIMIA.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Geokimia

samuderabenua.blogspot.com/2010/12/geokimia-itu-apa-sih.html

www.academia.edu/11960247/Tugas_Geokimia_Ian

14

Anda mungkin juga menyukai