Pada dasarnya geodinamika adalah sebagai disiplin terpadu yang menggabungkan aspek-
aspek geologi, geofisika, geodesi dan geokimia. Geodinamika berkembang dilatarbelakangi oleh: (1).
perkembangan paradigma baru tentang teori tektonik lempeng (plate tectonics) sejak tahun 1960-an
telah mementahkan teori-teori dinamika bumi sebelumnya; (2). Berkembangnya teknologi
penginderaan jarak jauh (remote sensing) dari satelit, komputer, telekomunikasi dan penentuan
posisi di atas bumi dari satelit; (3). Berkembangnya Ilmu Sistem Bumi sejak 1996; (4). Kesadaran
manusia untuk mengatasi bencana kebumian, seperti gempa bumi, peletusan gunung api, tsunami,
dll; (5). meningkatkan usaha penelitian secara internasional dan interdisipliner untuk menjawab
proses-proses dinamis yang terjadi dalam tubuh bumi dan (6). Berkembangnya Ilmu Sistem Bumi
(Earth System Science).
Fisika dari Interior Bumi, sifat dan perilakunya, serta sumber energi yang
menggerakkannya
Pengetahuan tentang gerakan kerak bumi dalam wilayah seismik aktif serta
hubungannya dengan struktur bumi masakini (recent)
Pengetahuan tentang gerakan paleodinamika (dinamika masa purba) yang catatannya
terawetkan dalam batu-batuan dalam jalur orogenik (pegunungan)
Pengetahuan tentang gerakan, khususnya gerakan vertikal masa lalu dan masakini yang
terjadi dalam wilayah yang lebih stabil
Pengetahuan tentang mekanisme terjadinya gempa bumi dan usaha-usaha prediksi
bencana tektonik
Pengetahuan tentang rotasi bumi, magnetisme bumi dan gayaberat bumi
Gambar 5-1 Bagian bagian Interior Bumi : Inti Bumi; Mantel Bumi; Kerak
Bumi
Diperkenalkan dua lapisan baru dari bumi: (a) Litosfer (Lithosphere) dan (b)
Astenosfer (Astenosphere)
Lapisan-lapisan Bumi berdasarkan sifat reologi ada 2 atau mungkin 3 lapisan Bumi:
o Litosfer
Kerak bumi dan mantel bumi bagian atas (upper mantle); bersifat rigid
Tebalnya tidak uniform:
Di bawah benua : 30 km - 50 km
Di bawah barisan gunung : 65 km
Di bawah basin samudera : 5 km
Suhu bertambah dengan kedalaman bumi sampai kedalaman 80 km dalam mantel, suhu
mencapai 1400 0 C, adalah suhu yang dekat dengan titik cair.
Material yang terdiri dari satu mineral mencair dan kehilangan kekuatannya apabila dipanasi.
Material yang terdiri dari lebih dari satu mineral tidak mencair pada saat yang sama;
mungkin dalam rentan satu atau dua derajat perbedaannya.
Mantel terdiri dari kumpulan banyak mineral dengan titik cair yang berbeda-beda dan tidak
mencair sempurna pada kedalaman apapun juga.
Namun demikian pada kedalaman astenosfer, suhu mendekati titik cair dari mineral mantel
yang rendah titik cairnya dan hasilnya litosfer menjadi lunak dan mudah berobah bentuk
(bersifat plastis)
Ada 4 teori yang mencoba untuk menjelaskan tentang dinamika bumi, yaitu:
1. Teori Kontraksi dan Ekspansi (Contraction and Expansion Theory) – Teori “Big Bang”
2. Teori Pengapungan Benua (Continental Drift Theory) – berkembang sejak tahun 1912-
1930
3. Teori Perpindahan Kutub Magnet Bumi (1950) (Magnetic Polar Wandering Theory)
4. Teori Tektonik Lempeng (Theory of Plate Tectonics) berkembang sejak tahun 1960
Abad ke-19 orang percaya Bumi mula-mula panas dan kemudian dingin pelan-pelan. Terjadi
kontraksi
Kemudian Bumi makin memanas lagi secara internal oleh pelepasan radioaktif (radioactive
decay); Bumi membesar – terjadi crack (retak-retak) pada kerak benua dan ada yang pecah
berkeping-keping
Begitu ekspansi berlanjut, crack menjadi basin samudera – magma mengalir ke atas
membentuk kerak samudera baru
o Teori tidak menerangkan mengapa benua tidak hanya bergerak lateral tetapi juga
memutar
Tahun 1950 terjadi titik balik dari teori Wegener (1930), yaitu munculnya teori keluyuran
kutub magnetik bumi
Teori ini menyatakan bahwa begitu batu-batuan terbentuk, maka batu-batuan tersebut
termagnetisir dan arah dari magnetisasi merupakan catatan fosil dari arah magnetik bumi
dan posisi kutubnya pada waktu itu
Dari pengukuran paleomagnetik terbukti bahwa medan magnetik bumi telah ada semasa
batu-batuan terbentuk.
Informasi penting dari pengukuran ini membuktikan bahwa titik kutub magnetik berubah-
ubah posisinya (keluyuran)
Magnetisme terjadi karena inti bumi luar yang cair berputar karena rotasi bumi (bekerja
sebagai dinamo)
Titik kutub magnetik dapat saja “wobble”, (terhuyung-huyung) namun letak titik kutub tidak
akan jauh dari poros kutub bumi dan tidak jauh dari titik magnetik masa kini
Dibuktikan bahwa fosil-fosil yang sama dari binatang yang mengembara di Amerika Selatan,
India, Australia yang di masa lalu berada di wilayah tsb yang menyatu tsb.
Wegener meninggal tahun 1930, namun perdebatan hangat tentang teorinya masih terus
berlanjut
Konsep ini menganggap bahwa arus konveksi terbatas hanya pada permukaan
astenosfer saja, dimana sumber panas berada pada bagian bawah lapisan astenosfer yang
naik ke arah bagian litosfer dikarenakan masa jenisnya yang lebih rendah dibandingkan
dengan masa jenis material astenosfer bagian atas, sebaliknya material astenosfer bagian
atas yang memiliki masa jenis yang relatif lebih besar akan turun kebagian bawah lapisan
astenosfer. Proses ini terjadi secara terus menerus yang menjadikan terjadinya arus konversi
dan arus konverksi ini menggerakan litosfer bumi.
Konsep ini menganggap bahwa arus konveksi terjadi diseluruh mantel dengan sumber panas
berasal dari bagian inti bumi. Terjadinya arus konveksi dikarenakan material bagian bawah mantel
yang panas akan memiliki masa jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan material mantel yang
terdapat di bagaian atasnya, hal ini menyebabkan material bagian bawah akan naik ke bagian atas
dan bagian bagian atas yang relatif lebih dingin dengan masa jenis yang lebih berat akan turun ke
bagian bawah mantel. Proses ini berjalan secara terus menerus yang menimbulkan arus konveksi di
dalam mantel.
5.6.3 Adanya panas pada batas Inti Bumi dan Mantel yang muncul ke
permukaan bumi sebagai “hotspot”
Konsep ini menganggap bahwa arus konveksi terjadi karena adanya semburan panas
(thermal plumes) yang muncul ke permukaan bumi yang berasal dari batas inti bumi dan
mantel. Arus konveksi ini yang menggerakan litosfer bumi yang terdiri dari lempeng-
lempeng dan saling menjauh menghasilkan punggungan samudra, gunungapi pada lempeng
interior, palung samudra.
Gambar 5-6 Arus konveksi yang terjadi akibat semburan panas (thermal
plumes)
Tektonik lempeng merupakan konsep dari ilmu geologi yang relatif baru, yang diperkenalkan
sekitar tahun 1960-an dan konsep ini telah merubah pandangan dan pemahaman kita terhadap
planet bumi yang dinamis. Teori tektonik lempeng telah mempersatukan kajian-kajian tentang Bumi
dari berbagai sudut pandang keilmuan yang ada dalam cabang ilmu geologi, mulai dari cabang ilmu
yang mempelajari tentang fosil (paleontologi) sampai cabang ilmu yang mempelajari kegempaan
(seismologi). Konsep atau teori Tektonik lempeng mampu menjelaskan berbagai pertanyaan yang
saat itu belum terjawab dan masih bersifat spekulatif serta menjadi perdebatan selama berabad
abad, seperti misaalnya pertanyaan-pertanyaan tentang:
mengapa gempabumi dan erupsi gunungapi di dunia ini hanya terjadi di tempat
tempat tertentu saja?;
bagaimana dan mengapa rangkaian pegunungan yang besar-besar, seperti
pegunungan Alpin dan Himalaya terbentuk? ;
mengapa Bumi tidak diam? ;
apa yang menyebabkan permukaan bumi berguncang? ;
mengapa bisa terjadi erupsi gunungapi dengan letusan yang sangat dahsyat?; dan
mengapa rangkaian pegunungan berada pada ketingian yang sangat absurd ?
Para ilmuwan, filosof, dan teolog dengan pengetahuan yang dimilikinya berusaha untuk
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut selama hampir satu abad. Pada abad ke 17, para
pemikir di Eropa mengemukakan bahwa banjir merupakan faktor utama dan berperan penting dalam
pembentukan permukaan Bumi. Pemikiran ini kemudian dikenal sebagai faham “katatrofisme”, yaitu
faham yang didasarkan pada pemikiran bahwa semua perubahan yang terjadi dimuka bumi terjadi
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh serangkaian peristiwa katatrofisme. Namun demikian, pada
pertengahan abad ke 19, faham katatrofisme kemudian ditinggalkan dan beralih kepada faham
“uniformitarianisme” yaitu cara pandang baru tentang prinsip-prinsip keseragaman yang diajukan
oleh James Hutton pada tahun 1785, seorang akhli geologi Skotlandia. Prinsip-prinsip
uniformitarianisme menyatakan bahwa “The present is the key to the past”, yaitu suatu pemikiran
yang menganggap bahwa proses-proses dan gaya-gaya geologi yang bekerja dimuka Bumi saat ini,
secara berangsur sebagaimana katatrofisme, juga bekerja pada masa yang lampau .
Tektonik lempeng telah terbukti menjadi sangat penting dalam ilmu kebumian sama halnya
ketika diketahuinya struktur atom didalam ilmu fisika dan ilmu kimia atau teori evolusi dalam ilmu
biologi. Teori tektonik lempeng saat ini secara luas sudah diterima oleh komunitas ilmuwan, namun
demikian beberapa aspek dari teori ini masih menjadi perdebatan sampai hari ini. Ironisnya, satu
pertanyaan paling utama yang gagal dijelaskan oleh Wagener dan masih tersisa adalah pertanyaan
tentang asal gaya yang dapat menggerakan lempeng-lempeng bumi yang sangat besar itu ? Banyak
para ilmuwan juga berdebat tentang bagaimana tektonik lempeng bekerja pada awal dari sejarah
Bumi serta proses proses yang selalu bekerja pada planit-planit yang ada pada sistem tata surya kita.
Tektonik adalah cabang dari ilmu geologi yang mempelajari hubungan dan evolusi deformasi
skala besar di bagian luar bumi yang diakibat oleh gaya-gaya yang bekerja didalam bumi. Secara
umum arti kata tektonik sama dengan strukrur geologi yaitu membangun atau merekonstruksi dalam
skala yang lebih besar (global atau regional). Tektonofisik adalah bagian dari ilmu tektonik yang
mempelajari mekanisme tektonik dari sudut sifat fisika bumi.
Tektonik Lempeng adalah suatu kesatuan teori yang berdasarkan observasi serta bukti-bukti
dari fisika, kimia, biologi, mekanika serta kinematika dari bumi. Teori sebenarnya sudah dimulai
pada tahun 1920 dan baru dikembangkan secara luas sejak tahun 1960 oleh para ahli kebumian,
dimana teori ini dianggap sangat penting karena dapat menjelaskan phenomena alam seperti gempa
bumi, vulkanisme, palung, pegunungan lipatan dan juga pengapungan benua (Continental Drift).
Batasan umum dalam adalah bahwa bagian luar dari struktur bumi bersifat rigid yang
dinamakan lithosphere yang terpecah-pecah menjadi kira-kira 10 pecahan yang besar dan mungkin
20 pecahan yang kecil2. Pecahan ini dinamakan sebagai Lempeng (Plate) yang biasanya mempunyai
ketebalan rata-rata: 60 – 100 km.
5.8.1 Kerak Benua dan Kerak Samudra (Continental Crust and Oceanic Crust)
Kerak benua terdiri dari dominasi batuan granitik (felsic).
Kerak samudra terdiri dari batuan beku mafic (basalt dan gabro).
Batas bawah kerak dinamakan bidang Moho. Bidang Moho ditafsirkan sebagai pertemuan
(interface) antara batuan kerak yang mafik dengan batuan mantel yang ultra mafik
(Gambar 5-7).
Gambar 5-8. Litosfer dan astenosfer pada skala sebenarnya. Kurva di atas pada ukuran radius 30
cm. Garis hitam pada kurva menggambarkan ketebalan 10 km, dan mengandung 98 persen ciri
permukaan bumi, termasuk lantai samudra, pegunungan, dan plateau. Lingkaran di bawah
digambar sesuai skala sepersepuluh dari gambar kurva di atas. Pada skala sebenarnya, litosfer
merupakan kulit tipis bila dibandingkan dengan mantel dan inti bumi (Strahler, 1984).
Gambar 5-9. Shearing motion pada batuan lunak di astenosfer menyerupai bergesernya
tumpukan kartu. Kita membayangkan kartu di bagian atas dilekatkan sehingga bergerak
seperti lempeng, yang menggambarkan litosfer.
Litosfer Benua dan Litosfer Samudra (Continental Lithosphere and Oceanic Lithosphere)
Dasar benua adalah lapisan tebal dari litosfer benua.
Litosfer Benua mengandung Kerak Benua. Litosfer Benua lebih ringan dari Litosfer Samudra.
Dasar samudra adalah lapisan tipis Litosfer Benua.
Tektonik Lempeng dan Batas Lempeng (Plate Tectonic and Plate Boundaries)
Tektonik lempeng adalah teori mengenai lempeng litosfer, gerakannya dan interaksi
batasnya.
Istilah ‘aktivitas tektonik’ mengacu pada segala bentuk pecah dan melipatnya (bending)
batuan pada litosfer (Gambar 5-9).
Litosfer samudra bergerak menuju litosfer benua karena litosfer benua lebih ringan daripada
litosfer samudra sehingga litosfer samudra menunjam di bawah litosfer benua (Gambar 6).
Litosfer samudra terpanaskan oleh astenosfer sehingga melunak dan mencair menjadi
magma yang kemudian magma tersebut dapat bergerak ke atas (ke litosfer benua)
membentuk gunungapi.
Palung samudra (oceanic trench) adalah batas menunjamnya lempeng samudra.
Litosfer samudra mengalami akresi (accretion).
Terdapat tiga jenis utama batas lempeng aktif (Gambar 5-10).
Batas divergen adalah batas dua litosfer samudra bergerak terpisah dan litosfer samudra
baru dibentuk oleh magma
Batas konvergen adalah batas litosfer dikonsumsi di bawah mantel, terjadi zona subduksi
(zona penunjaman)
Batas transform adalah batas lempeng saling bergerak menyamping sepanjang trancurrent
fault / transform fault.
Gambar 5.10. Unsur penting dalam tektonik lempeng yang memperlihatkan jenis-jenis interaksi dan produknya.
Teori tektonik lempeng pada dasarnya adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat-
sifat bumi yang mobil/dinamis yang disebabkan oleh gaya yang berasal dari dalam bumi. Konsep dari
tektonik lempeng adalah bahwasanya lapisan kerak Bumi (litosfir) terpecah-pecah dalam 13 lempeng
besar dan beberapa lempeng kecil. Adapun lempeng-lempeng tersebut terlihat pada gambar 5-11
sebagai berikut:
1). Lempeng Pasifik (Pasific plate);
2). Lempeng Eurasia (Eurasian plate),
3). Lempeng India-Australia (Indian-Australian plate),
4). Lempeng Afrika (African plate),
5). Lempeng Amerika Utara (North American plate),
6). Lempeng Amerika Selatan (South American plate),
7). Lempeng Antartika (Antartic plate)
Batas-batas dari ke 13 lempeng tersebut diatas dapat dibedakan berdasarkan interaksi antara
lempengnya sebagai berikut (gambar 5-12):
(1) Batas Konvergen: Batas konvergen adalah batas antar lempeng yang saling bertumbukan.
Batas lempeng konvergen dapat berupa batas Subduksi (Subduction) atau Obduksi
(Obduction). Batas subduksi adalah batas lempeng yang berupa tumbukan lempeng dimana
lsalah satu empeng menyusup ke dalam perut bumi dan lempeng lainnya terangkat ke
permukaan. Contoh batas lempeng konvergen dengan tipe subduksi adalah Kepulauan
Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra
Hindia–Australia di sebelah selatan Sumatra-Jawa-NTB dan NTT. Batas kedua lempeng ini
berupa suatu zona subduksi yang terletak di laut yang berbentuk palung (trench) yang
memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Contoh lainnya adalah
kepulauan Philipina, sebagai hasil subduksi antara lempeng samudra Philipina dengan
lempeng samudra Pasifik. Obduksi adalah batas lempeng yang merupakan hasil tumbukan
lempeng benua dengan benua yang membentuk suatu rangkaian pegunungan. Contoh batas
lempeng tipe obduksi adalah pegunungan Himalaya yang merupakan hasil tumbukan
lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia.
(2) Batas Divergen: Batas divergen adalah batas antar lempeng yang saling menjauh satu dan
lainnya. Pemisahan ini disebabkan karena adanya gaya tarik (tensional force) yang
mengakibatkan naiknya magma kepermukaan dan membentuk material baru berupa lava
yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling menjauh. Contoh yang paling terkenal
dari batas lempeng jenis divergen adalah Punggung Tengah Samudra (Mid Oceanic Ridges)
yang berada di dasar samudra Atlantik, disamping itu contoh lainnya adalah rifting yang
terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk laut merah.
(3) Batas Transform: Batas transform adalah batas antar lempeng yang saling berpapasan dan
saling bergeser satu dan lainnya menghasilkan suatu sesar mendatar jenis Strike Slip Fault.
Contoh batas lempeng jenis transforms adalah patahan San Andreas di Amerika Serikat yang
merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua Amerika Utara.
Berdasarkan teori tektonik lempeng, lempeng-lempeng yang ada saling bergerak dan
berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng lempeng tersebut juga secara tidak
langsung dipengaruhi oleh rotasi bumi pada sumbunya. Sebagaimana diketahui bahwa
kecepatan rotasi yang terjadi bola bumi akan akan semakin cepat ke arah ekuator.
Tatanan tektonik yang ada disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh posisi tektonik yang
bekerja di wilayah tersebut. Sebagaimana sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, interaksi antar
lempeng yang terjadi pada batas-batas lempeng konvergen, divergen dan transform akan
menghasilkan tatanan tektonik tertentu (gambar 5-13).
Tatanan tektonik yang terjadi pada batas lempeng konvergen, dimana lempeng samudra dan
lempeng samudra saling bertemu akan menghasilkan suatu rangkaian busur gunungapi (volcanic arc)
yang arahnya sejajar / simetri dengan arah palung (trench). Cekungan Busur Belakang (Back Arc
Basin) berkembang dibagian belakang busur gunungapi (gambar 5-14). Contoh kasus dari model ini
adalah rangkaian gunungapi di kepulauan Philipina yang merupakan hasil tumbukan lempeng laut
Philipina dengan lempeng samudra Pasifik.
Pada batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng samudra dan
lempeng benua (gambar 5-15), maka tatanan tektoniknya dicirikan oleh Palung (Trench), Prisma
Akresi (Accretion Prism), Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Busur Kepulauan Gunungapi
(Volcanic Island Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).
Contoh klasik dari batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng
samudra dan lempeng benua adalah kepulauan Indonesia, khususnya jalur pulau-pulau: Sumatra,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan berakhir di kepulauan Banda. Pada
gambar 5-16 diperlihatkan batas konvergensi antara lempeng India-Australia dan lempeng benua
Eurasia (pulau Sumatra). Kedua lempeng dibatasi oleh suatu lajur yang dikenal sebagai Palung Laut
Subduksi (Subduction Trench) yang merupakan hasil subduksi antara kedua lempeng tersebut diatas.
Gambar 5-15 Komponen komponen pada Zona Subduksi (lempeng samudra dan
lempeng benua) : Palung (Trench), Struktur Tinggian / Prisma Akresi
(Structural High); Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Jalur Busur
Gunungapi (Volcanic Arc); dan Cekungan Busur Belakang (Back arc
Basin.
Gambar 5-17 memperlihatkan tatanan tektonik pulau Sumatra yang tersusun dari Prisma
Akrasi/Accretionary Wedge (Pulau Siemelue, P.Nias, P. Telo, P.Engganau, P. Batu, P. Mentawai);
Cekungan Busur Luar / Muka (Forearc Basin); Busur Gunungapi (Volcanic Arc) dan Cekungan Busur
Belakang (Backarc Basin). Batas lempeng konvergen yang berupa batas suture dapat kita lihat antara
pertemuan lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia. Kedua lempeng tersebut dibatasi
oleh suatu jalur pegunungan yang dikenal dengan pegunungan Himalaya. Pada gambar 5-18 ditandai
oleh garis warna biru.
Tatanan tektonik pada batas lempeng Divergen, dimana lempeng benua mengalami
pemekaran (continental rifting) dengan terbentuknya laut baru dapat kita lihat terutama di
Pematang Tengah Samudra (Pemisahan Benua Amerika dan Afrika), Laut Merah (Benua Afrika dan
Semenanjung Sinai / Jazirah Arab) serta Rifting yang terjadi di Afrika Timur Bagian Utara (gambar 5-
19).
Gambar 5-17. Tatanan Tektonik Pulau Sumatra: Palung Sunda (Sunda Trench),
Jalur Prisma Akresi (P.Simelue, P. Nias, P. Nias, P. Enggano),
Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Jalur Gunungapi (Volcanic
Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).
6.3 OROGENESA
Sebagaimana diketahui bahwa sifat bumi yang dinamis digerakan oleh energi yang berasal dari
dalam bumi (gaya endogen) yang merubah struktur kulit bumi melalui proses deformasi, yaitu
melalui gempabumi, volkanisme, orogenesa, dan epirogenesa. Bentuk-bentuk bentangalam yang
nampak mencuat tinggi secara tiba tiba dari dataran rendah disekitarnya tidak lain merupkan hasil
dari proses orogenesa. Kata orogenesa sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu Oros = Pegunungan
dan Gennao = menghasilkan. Dengan demikian orogenesa berarti pembentukan pegunungan.
Sebagaimana diketahui bahwa deformasi kerakbumi (batuan) dan pembentukan pegunungan
umumnya terjadi pada wilayah wilayah yang berada pada batas interaksi lempeng.
Menurut Gilbert (1890) orogenesa adalah pergeseran pergeseran yang berlangsung dalam
kerak bumi yang menghasilkan rangkaian pegunungan. Sebagai contoh, pegunungan “Rocky
Mountain” dan pegunungan “Cordillera” di Amerika Utara, sebagai hasil interaksi konvergen antara
lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara, dan pegunungan “Andes” di Amerika Selatan sebagai
hasil interaksi antara lempeng Pasifik (Nazca) dengan lempeng Amerika Selatan (Gambar 5-20 dan 5-
21).
Pegunungan Andes di
Amerika Selatan
Gambar 5-21 Pegunungan Rocky Mountains sebagai produk konvergensi lempeng Pasifik
dan lempeng Amerika Utara sedangkan pegunungan Andes merupakan
hasil konvergensi lempeng Pasifik (Nazca) dengan lempeng Amerika
Selatan.
Apabila kita perhatikan sebaran dari rangkaian pegunungan yang terdapat di permukaan bumi,
maka akan terlihat suatu rangkaian pegunungan yang mengitari laut Pasifik yang dikenal dengan
sirkum Pasifik dan yang tersebar disepanjang Mediterania. Pada gambar 5-22 terlihat sebaran jalur
orogen di dunia (warna coklat). Sifat sifat umum dari suatu jalur orogen adalah:
1. Terdiri dari lapisan lapisan sedimen tebal yang terlipat dengan arah sumbu lipatan yang
berbeda beda (gambar 5-23).
2. Dicirikan oleh proses deformasi yang berlangsung berkali kali
3. Merupakan pengaruh dari berbagai proses yang berbeda-beda, termasuk intrusi dan gejala
pelengseran gaya berat, yang bekerja pada suatu bahan yang berlainan sifat dan
kedalamannya (gambar 5-24).
Gambar 5-22 Jalur Orogen di Dunia (warna coklat) : Sirkum Pasifik (Peg. Andes-Peg. Cordillera-
Alaska-Semenanjung-Kamsatka-Korea-Jepang-Filipina-Tasmania) dan Rangkaian
Pegunungan Mediterania (Peg. Appalachian - Peg. Caledonia - Peg. Alpen - Peg.
Himalaya - Kep. Busur Gunungapi Indonesia-Laut Banda).
Gambar 5-23. Sumbu perlipatan yang berbeda beda dan ketidak selarasan.
Menurut Stille (1920), orogenesa adalah perubahan yang terjadi secara episodik pada pola
batuan. Disini secara jelas dinyatakan adanya suatu faktor waktu kejadian atau peristiwa, disamping
juga berlangsungnya suatu proses. Haarmann (1930) menyatakan bahwa pembentukan pegunungan
sebagai pembentukan bentuk tinggian tentang alam di permukaan bumi, sedangkan Upham (1984)
menekankan peran proses pembentukan pegunungan oleh gejala perlipatan, patahan dan
pensesaran yang menyebabkan terbentuknya punggungan punggungan yang sempit yang terangkat.
Dengan kata lain bahwa setiap pembahasan tentang orogenesa, harus dijelaskan dengan
menerapkan konsep tegasan pada kerak bumi untuk proses fisiknya, serta perubahan perubahan
fisiografi yang ditimbulkannya (gambar 5-25).
Setiap gejala orogenesa akan ditandai oleh suatu proses perlipatan atau pengangkatan yang
menghasilkan gejala ketidak-selarasan bersudut. Sifat umum suatu jalur orogen ditandai oleh poros
lipatan yang berbeda beda dan ketidak selarasan. Orogen yang telah diketahui lokasi dan waktu
terjadinya, lazimnya akan diberi nama. Ada beberapa cara yang diterapkan untuk menentukan umur
atau waktu berlangsungnya suatu orogen, antara lain: (1). Dengan cara menentukan umur gejala
ketidak selarasan; (b). Umur Radiometrik; (c). Umur Batuan Metamorfis; dan (d). Endapan-endapan
produk orogen (sedimen flysch atau mollase).
Zona dimana telah berlangsung terjadinya gejala orogenesa adalah suatu wilayah yang
sebelumnya merupakan suatu cekungan panjang, sempit yang mempunyai endapan sedimen yang
tebal. Geosinklin adalah suatu struktur lekukan yang sangat sangat panjang dimana di dalamnya
diendapkan sedimen yang sangat tebal.
(A) (B)
(C) (D)
(E)
(A)
(B)
4. Hingga saat ini para akhli kebumian masih memperdebatkan tentang arus konveksi
yang terjadi dalam tubuh bumi. Jelaskan 3 macam arus konveksi yang diperdebatkan
para ahli tersebut?