Anda di halaman 1dari 285

MATERI GEOLOGI DASAR

A. Bentuk Bumi
Bentuk planet Bumi sangat mirip dengan bulat pepat (oblate spheroid), sebuah
bulatan yang tertekan ceper pada orientasi kutub-kutub yang menyebabkan buncitan pada
bagian khatulistiwa. Buncitan ini terjadi karena rotasi Bumi, menyebabkan ukuran
diameter katulistiwa 43 km lebih besar dibandingkan diameter dari kutub ke kutub.
Diameter rata-rata dari bulatan Bumi adalah 12.742 km, atau kira-kira 40.000 km/π.
Karena satuan meter pada awalnya didefinisikan sebagai 1/10.000.000 jarak antara
katulistiwa ke kutub utara melalui kota Paris, Perancis.
Topografi lokal sedikit bervariasi dari bentuk bulatan ideal yang mulus, meski pada
skala global, variasi ini sangat kecil. Bumi memiliki toleransi sekitar satu dari 584, atau
0,17% dibanding bulatan sempurna (reference spheroid), yang lebih mulus jika
dibandingkan dengan toleransi sebuah bola biliar, 0,22%. Lokal deviasi terbesar pada
permukaan bumi adalah gunung Everest (8.848 m di atas permukaan laut) dan palung
Mariana (10.911 m di bawah permukaan laut). Karena buncitan khatulistiwa, bagian
bumi yang terletak paling jauh dari titik tengah bumi sebenarnya adalah gunung
Chimborazo di Ekuador.
Proses alam endogen/tenaga endogen adalah tenaga Bumi yang berasal dari
dalam Bumi. Tenaga alam endogen bersifat membangun permukaan Bumi ini. Tenaga
alam eksogen berasal dari luar Bumi dan bersifat merusak. Jadi kedua tenaga itulah yang
membuat berbagai macam relief di muka Bumi ini seperti yang kita tahu bahwa
permukaan Bumi yang kita huni ini terdiri atas berbagai bentukan seperti gunung,
lembah, bukit, danau, sungai, dan sebagainya. Adanya bentukan-bentukan tersebut,
menyebabkan permukaan Bumi menjadi tidak rata. Bentukan-bentukan tersebut dikenal
sebagai relief Bumi.

B. Interior Bumi
Bagian interior planet kita sudah menjadi kotak hitam "black box" dalam waktu
yang sangat lama, dan masih menyimpan banyak misteri. Ilmuan kebumian pada jaman
dulu telah memodelkan interior bumi yang sangat berbeda dari yang disajikan dalam
textbook modern. Kita semua tahu tentang buku yang berjudul "A Journey to the Center
of the Earth" yang ditulis oleh Jules Verne, pada saat itu pengetahun tentang interior
bumi masih sangat terbatas. Berbeda dengan sekarang, ilmu kebumian yang terus
berkembang membuat kita tahu banyak hal, meskipun masih ada hal-hal lain yang belum
diekplorasi.
Isaac Newton adalah salah satu ilmuwan pertama yang berteori tentang struktur
Bumi. Berdasarkan studinya tentang gaya gravitasi, Newton menghitung densitas rata-
rata Bumi dan hasilnya adalah interior bumi memiliki nilai densitas dua kali lebih besar
daripada batuan permukaan.
Ada dua pandangan fundamental dalam pembagian stratifikasi interior planet
bumi. Yang pertama didasarkan dari perbedaan mineralogi dan komposisi kimia,
misalnya minyak yang mengambang di atas air dikarenakan komposisi kimia yang
berbeda. Berikutnya didasarkan pada perubahan sifat fisik batuan/material dari pusat
sampai bagian terluar planet bumi. Misalnya, minyak dan air memiliki sifat mekanik
yang sama (fluida). Di sisi lain, air dan es memiliki komposisi yang sama, tapi air adalah
fluida dengan sifat mekanik yang jauh berbeda dari es yang bersifat padat.
Susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat-sifat fisika bumi
(geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat fisik seperti
misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang
(seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli geofisika
mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi bumi
(gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat
menghantarkan gelombang seismik. Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam
ilmu geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam
bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P) atau
gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang Transversal. Sifat
rambat kedua jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang
dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada material berfasa padat maupun cair,
sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada materi yang berfasa cair. Perpedaan
sifat rambat kedua jenis gelombang inilah yang dipakai untuk mengetahui jenis material
dari interior bumi.

C. Lapisan Bumi
Gambar 1. Lapisan Bumi
a. Kerak Bumi (Crust)
Kerak Bumi memiliki sifat kaku dan padat (solid), dengan ketebalan 5 – 40
kilometer. Kerak bumi Dibagi atas :
- Kerak Samudra (Oceanic Crust)
Kerak samudra merupakan 0,099% dari masa bumi; Kedalaman 0 - 10
kilometer (0 - 6 mil). Lempeng samudra mengandung 0,147% masa mantel-
kerak. Sebagian besar kerak bumi terbentuk melalui aktivitas vulkanik. Sistem
Punggung Samudra (oceanic ridge system), yaitu sebuah jaringan gunung api
selebar 40.000 kilometer (25.000 mil) , membentuk kerak samudra
3
baru dengan kecepatan 17 km per tahun, menutupi lantai samudra dengan
basalt. Hawaii dan Iceland adalah contoh akumulasi onggokan basalt.
- Kerak Benua (Continental Crust)
Kerak benua merupakan 0,374% dari masa bumi; kedalaman 0-50 kilometer
(0 - 31 mil). Kerak Benua mengandung 0,554% masa mantel-kerak. Lapisan
ini adalah bagian terluar dari bumi dan berupa batuan crystalline.Terdiri dari
3
mineral berdensitas rendah yaitu berkisar ~2.7 g/cm dengan didominasi oleh

kwarsa (SiO2) dan feldspars (metal-poor silicates). Kerak bumi (Kerak


samudra dan benua) adalah permukaan bumi; yang merupakan bagian
terdingin dari planet ini. Karena batuan dingin mengalami deformasi secara
perlahan, kita menyebut lapisan ini sebagai lithosphere (lapisan yang kuat).
b. Mantel Bumi (mantle)
tersusun dari batuan yang densitasnya tinggi, peridotit (~3.4 g/cm3).
Mengandung sebagian besar olivin. Bagian atas mantel bersifat kaku seperti
kerak, dan bagian bawahnya bersifat lunak. mantel bumi memiliki ketebalan 2885
kilometer. Mantel bumi terbagi atas :
- Mantel Atas
Merupakan 10,3% dari masa bumi; kedalaman 10-400 kilometer (6 - 250 mil).
Mantel atas mengandung 15,3% masa mantel-kerak. Fragmen dari lapisan ini
pernah diamati pada sabuk pegunungan yang tererosi dan pada letusan gunung
api. Olivine (Mg,Fe)2SiO4 dan pyroxene (Mg,Fe)SiO3 adalah mineral utama
yang ditemukan disini. Bagian atas Mantel Atas disebut asthenosphere.
- Daerah Transisi
Merupakan 7,5% dari masa bumi; kedalaman 400-650 kilometer (250-406
mil). Daerah Transisi atau mesosphere ,kadang-kadan disebut juga fertile
layer, mengandung 11,1% masa mantel-kerak, sumber magma basaltik.
Daerah Transisi juga mengandung kalsium, aluminum, dan garnet, yaitu
mineral kompleks aluminum-bearing silikat. Adanya garnet pada lapisan ini
menyebabkan mudah padat jika dingin dan mengapung jika meleleh karena
panas. Bagian yang meleleh bisa naik ke lapisan lebih tinggi sebagai magma.
- Mantel bawah
Terdiri dari 49,2% masa bumi; kedalaman 650-2.890 kilometer (406 -1.806
mil). Mantel bawah mengandung 72,9% masa mantel-kerak dan komposisinya
sebagian besar silikon, magnesium, dan oksigen. Mungkin juga mengandung
besi, kalsium, dan aluminium.

c. Inti Bumi (Core)


Inti bumi tersusun dari besi dan nikel dengan densitas yang sangat tinggi (10-
13 g/cm3). Inti bumi terbagi atas :
- Inti luar (Outer core)
merupakan 30,8% masa bumi; kedalaman 2.890-5.150 kilometer (1.806 -
3.219 mil). Inti luar panas dengan ketebalan 2270 kilometer,
merupakan fluida konduktif (Bersifat Liquid) serta terjadi gerakan konveksi.
Perpaduan lapisan konduktif dan rotasi bumi menghasilkan efek dinamo yang
memelihara sistem kemagnetan bumi. Inti luar juga bertanggung jawab untuk
menghaluskan lonjakan rotasi bumi.
- Inti dalam (Inner core)
merupakan 1,7% masa bumi; kedalaman 5.150-6.370 kilometer (3.219 - 3.981
mil). Inti dalam padat (solid) dengan ketebalan 1216 kilometer, terlepas dari
mantel, melayang di dalam inti luar yang melebur. Di percaya merupakan
bagian padat akibat tekanan dan pendinginan.

D. Teori tektonik Lempeng dan Gempa Bumi


Bumi adalah satu-satunya planet di sistem tata surya yang sampai saat ini masih
diakui sebagai planet yang memiliki kehidupan di dalamnya. Berbagai makhluk hidup
tinggal dibumi dan hidup dengan sumber daya alam yang berlimpah di dalamnya.
Makhluk hidup tinggal di lapisan paling atas bumi yang disebut Litosfer . Litosfer atau
kerak bumi adalah lapisan paling keras yang mengandung materi-materi yang
kaku.Litosfer bukanlah sebuah dataran yang menyelimuti lapisan di dalamnya secara
keseluruhan layaknya kulit telur yang menyelubungi intinya. Litosfer terpecah menjadi
lempeng-lempeng yang terapung di atas lapisan yang lebih lunak di bawah litosfer yang
disebut Astenosfer .Oleh karena astenosfer ini lunak, litosfer ini bergerak mengikuti
pergerakan materi yang ada di astenosfer. Karena posisinya yang sangat rapat,
pergerakan lempeng-lempeng tersebut acap menimbulkan benturan. Namun,tak jarang
pula lempeng-lempeng bergerak saling menjauhi atau menggeseki. Pergerakan-
pergerakan litosfer ini dipelajari di dalam Teori Tektonik Lempeng. Tidak hanya
pergerakannya, fenomena yang ditimbulkan akibat pergerakan tersebut juga dipelajari.
Pengemuka Teori Tektonik Lempeng pertama kali adalah dua orang ahli Geofisika dari
Inggris, yaitu McKenzie dan Robert L. Parker. Mereka mengemukakan teori ini pada
tahun 1967 setelah menyempurnakan teori-teori yang ditemuknan ahli-ahli sebelumnya.
Salah satunya adalah Teori Uniformitas dari Charless Lyell yang dikemukakannya pada
1830. Teori ini menerangkan bahwa permukaan bumi tidak mengalami perubahan secara
lempeng, tetapi hanya mengalami perubahan pada permukaannya karena proses-proses
klimatologis seperti hujan, angin, atau perubahan suhu. Kemunculan teori ini berawal
dari Teori Arus Benua (Continental Drift) yang dikemukakan oleh Meteorologis Alfred
Wegener (1912) dalam bukunya, The Origins of Continents and Oceans , yang
menyatakan bahwa dahulu seluruh benua yang ada sekarang saling menempel dan
membentuk suatu benua besar yang oleh Wegener disebut Pangea (dalam bahasa Inggris
disebut all earth). Pangea kemudian pecah dan pecahannya merambat ke posisi seperti
yang ada sekarang. Rambatan tersebut membentuk palung-palung besar yang membentuk
samudra samudra yang ada sekarang. Teori yang mendukung Teori Tektonik Lempeng
yang selanjutnya adalah Teori Arus Konveksi ( Convection Current Theory ) yang
dikemukakan oleh Vening Meinesz-Hery Hess. Dalam sumber nomor tiga teori tersebut
menerangkan bahwa perpecahan benua danpergerakan lempeng litosfer bumi diakibatkan
oleh pergerakan yang dipicu oleh adanya arus konveksi yang berasal dari dalam
astenosfer bumi. Arus tersebut muncul karena adanya peluruhan unsur radioakif Uranium
menjadi Timbal yang menghasilkan energi, gradien geotermis, serangan benda
asing(seperti meteor), dan simpanan panas pada saat bumi terbentuk. Teori ketiga yang
mendukung kemunculan Teori Tektonik Lempeng adalah teori Sea FloorGrowth (1963).
Teori ini adalah teori yang menerangkan terbentuknya punggungan memanjang di sekitar
dasar samudra.

Gambar 2. Tektonika Lempeng

bumi ini ada 7 lempeng yang besar yaitu Pacific, North America, South
America, African, Eurasian (lempeng dimana Indonesia berada), Australian, dan
Antartica. lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng
India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng
Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia. Di bawah lempeng-
lempeng inilah arus konveksi berada dan astenosphere (lapisan dalam dari lempeng)
menjadi bagian yang terpanaskan oleh peluruhan radioaktif seperti Uranium, Thorium,
dan Potasium. Bagian yang terpanaskan inilah yang menjadi sumber dari lava yang
sering kita lihat di gunung berapi dan juga sumber dari material yang keluar di pematang
tengah samudera dan membentuk lantai samudera yang baru. Magma ini terus keluar
keatas di pematang tengah samudera dan menghasilkan aliran magma yang mengalir
kedua arah berbeda dan menghasilkan kekuatan yang mampu membelah pematang
tengah samudera. Pada saat lantai samudera tersebut terbelah, retakan terjadi di tengah
pematang dan magma yang meleleh mampu keluar dan membentuk lantai samudera yang
baru.
Kemudian lantai samudera tersebut bergerak menjauh dari pematang tengah
samudera sampai dimana akhirnya bertemu dengan lempeng kontinen dan akan
menyusup ke dalam karena berat jenisnya yang umumnya berkomposisi lebih berat dari
berat jenis lempeng kontinen. Penyusupan lempeng samudera kedalam lempeng benua
inilah yang menghasilkan zona subduksi atau penunjaman dan akhirnya lithosphere akan
kembali menyusup ke bawah astenosphere dan terpanaskan lagi. Kejadian ini
berlangsung secara terus-menerus. Pada zona pertemuan lempeng tersebut akan
menghasilkan gempa bumi, Yang juga menghasilkan tsunami.

Gempabumi merupakan peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dengan


fenomena-fenomena alamiah lainya terutama aktivitas gunung berapi (vulkanic). Kedua
fenomena ini berkaitan erat dengan proses- proses internal yang terjadi dalam bumi.
Secara fisis fenomena ini merupakan peristiwa pelepasan energi yang dikumpulkan
sebelum akibat tegangan yang bekerja di dalam bumi. Energi yang dilepaskan pada saat
terjadi nya gempabumi dapat berupa deformasi, energi gelombang atau energi–energi
lainya.
Energi deformasi yang dilepaskan suatu gempa bumi dapat dilihat dari bentuk
topografi suatu daerah.Perubahan bentuk ini dapt dilihat dari bentuk topografi suatu
daerah. Perubahan bentuk ini di sebabkan oleh pergeseran – pergeseran lempeng tektonik
(tektonik plates) atau dapat juga disebabkan aktivitas gunung berapi serta menuasia yang
menyebabkan naik turunya lapisan bumi. Studi yang mendalam tentang proses gempa
bumi disertai analis–analisis catatan penyabaran daerah gempa menunjukan bahwa
energi gelombang yang dipancarkan oleh suatu gempa akan menjalar dan menggetarkan
medium elastik yang dilewatinya.
Besar kecilnya akibat yang dirasakan karena gempa bumi berkorelasi fositif
dengan jarak suatu daerah dengan hiposenter suatu gempa. Hiposenter adalah lokasi
nyata terjadinya gempa bumi sedangkan episenter adalah proyeksi hiposenter di
permungkaan bumi (guttenber, 1954) Gempabumi merupakan fenomena alam yang
bersifat merusak dan menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yait
- Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi
sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya
gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
- Gempabumi Tektonik
Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng lempeng tektonik mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang
sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam
dibumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi
- Gempabumi Runtuhan
Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

E. Pergerakan Lempeng
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu
dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan
transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan
simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.

1. Batas Divergen

Gambar 3. Gerak Lempeng Divergen


Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break
apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah,
membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan
pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses
ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara
kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh
divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra
Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen

Gambar 4. Gerak Lempeng Konvergen

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan ke arah kerak bumi yang
mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain. Wilayah dimana
suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra
lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona inilah sering terjadi
gempa. Pematang gunung api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenhes)
juga terbentuk di wilayah ini.Batas konvergen ada 3 macam, yaitu:

a. Konvergen Lempeng Benua - Samudra (Oceanic - Continental)


Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua,
lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian
meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung
berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi
penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan
yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara
Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.

b. Konvergen Lempeng Samudra - Samudra (Oceanic - Oceanic)


Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra
lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi
yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung
berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau
vulkanik (volcanic island chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari
proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan
Lempeng Amerika Utara.

c. Konvergen Lempeng Benua - Benua (Continental - Continental)


Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya.
Karena keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak
cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di
bagian yang bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan
pegunungan non vulkanik (mountain range).
Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh
pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari
konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia.

3. Batas Transfrom
Gambar 5 Gerak Lempeng Transform

Terjadi apabila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar, yaitu


bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun
saling menumpu. Batas transfrom umumnya berada didasar laut, namun ada juga yang
berada didaratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas di California, USA. Sesar
ini meruppakan pertemuan antara Lempeng Amerika Utara yang bergerak ke
Tenggara, degan lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.

F. Batuan
Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk secara
alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang terubah, dan
kombinasi semua komponen tersebut. Mineral adalah zat padat anorganik yang
mempunyai komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang terjadi
tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan
dibentuk oleh alam (Warsito Kusumoyudo, 1986). Kristal adalah zat padat yang
mempunyai bentuk bangun yang beraturan yang terdiri dari atam-atom dengan susunan
yang teratur. Berzelius mengklasifikasikan mineral menjadi 8 golongan, yaitu:
1. Elemen native, contohnya emas, perak, tembaga dan intan
2. Sulfida, contohnya Galena, pirit
3. Oksida dan Hidroksida, contohnya korondum
4. Halida, contohnya Halite
5. Karbonat, Nitrat, Borat, Lodat, contohnya Kalsit
6. Sulfat, Khromat, Molibdenat, dan Tungstat, contohnya Barit
7. Fosfat, Arenat dan Vanadat, contohnya Apatit
8. Silikat, contohnya kuarsa, Feldspar, Piroksen.
Mineral memiliki sifat-sifat khusus yang dapat kita jadikan sebagai penciri
mineral tertentu. Sifat-sifat mineral diantaranya Warna, Goresan, Kilap, Belahan,
Pecahan, Kekerasan.

Tabel 1. Skala Mohs

Pembagian Batuan Berdasarkan pembentukannya batuan dibedakan menjadi tiga


yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk
dari kristalisasi (pembekuan) magma. Batuan sediment terbentuk dibawah kondisi
permukaan dan terdiri dari kumpulan (1) presipitasi kimia dan biokimia; (2) fragmen
atau butiran batuan, mineral dan fosil; (3) kombinasi material-material tersebut. Batuan
metamorf adalah batuan yang asalnya adalah batuan beku, sediment atau metamorf yang
berubah secara mineralogy, tekstur atau keduanya tanpa mengalami peleburan yang
diakibatkan oleh panas, tekanan, atau cairan kimia aktif. Panas dan tekanan disini
berbeda dengan kondisi dipermukaan. Penyebaran Batuan di Bumi Bumi adalah tubuh
padat, kecuali pada inti luar, dan beberapa tempat yang relative kecil didalam mantel atas
dan kerak, yang cair. Kebanyakan dari material yang padat merupakan batuan metamorf,
ini dikarenakan batuan di inti dalam, mantel dan kerak telah terubah dikarenakan tekanan
dan temperature yang tinggi. Magma yang terbentuk pada mantel atas naik ke level yang
lebih tinggi didalam kerak dan mengalami kristalisasi. Batuan sediment terbentuk di
permukaan atau dekat permukaan. Di daratan, batuan sediment menutupi sekitar 66 %
dari total batuan yang tersingkap (Blatt dan Jones, 1975). Sisanya sekitar 34 % adalah
batuan kristalin yang berupa batuan beku dan metamorf. Di bawah samudra kebanyakan
ditutupi oleh material sediment atau batuan sediment yang tipis. Dibawah tutupan
sediment, didominasi oleh batuan beku dan metamorf.
Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk,
dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai
hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu
dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak benua
(geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh
energi panas internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari. Kerak bumi
yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan mengalami transformasi
menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer.
Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan kemudian mengendapkannya
sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun dan mengalami
kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-proses tektonik
yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan batuan
sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen
menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat batuan
metamorfik meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk
batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat
kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan
dan erosi. Dengan demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti. Dari
kesimpulan Tersebut, jika di hubungkan siklus batuan dengan sedimentologi, maka batua
sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu batuan beku, batuan metamorf,
ataupun batuan sedimen itu sendiri
Gambar 6. Siklus Batuan
MATERI MINERALOGI

A. Latar belakang
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas
secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.Secara umum, zat cair
membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa
berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau
struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan
sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui
sehari-hari merupakan polikristal.
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia
cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya
struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan
tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi
karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi
kisinya.Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas.Terkadang
bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara
padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa
Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan
gelas sebagai cairan, bukan padatan.Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas untuk
pembahasan lebih lanjut.Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan
dalam ilmu material dan fisika zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada
benda padat yang menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata.
Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini
bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan
juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh-
contoh kristal.
Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan sifat-sifat elektrik khas, seperti
efek feroelektrik atau efek piezoelektrik.Kelakuan cahaya dalam kristal dijelaskan dalam
optika kristal. Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis unik dapat
ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik.

B. Maksud dan tujuan


Adapun maksud dan tujuan diadakan praktikum Kristalografi dan Mineralogi adalah sebagai
berikut :
1. Mempelajari dan menentukan sistem Kristalografi dan Mineralogi dari bermacam-
macam bentuk Kristal baik bentuk dasar maupun bentuk kombinasi dan letak posisi
dan panjang sumbu kristalografi.
2. Mempelajari dan menentukan kelas simetri dari bermacam-macam bentuk Kristal
berdasarkan jumlah unsure-unsur simetri yang dimilikinya.
3. Mencari hubungan dalam proyeksi stereogram.
4. Mengetahui sfat dari mineral itu sendiri.
5. Menentukan hubungan antara Kristal dan mineral.
DASAR TEORI

A. Kistalografi
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajadi tentang Kristal. Sedangkan Kristal itu
sendiri adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara
teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi .Dalam mempelajari kristalografi
kita mengenal ada 7 macam sistem ,antara lain :
1. Sistem Isometrik/Reguler/Kubus
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya.Perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.Sistem
Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite
(H2S), galena, halite, Fluorite(Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang(perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30˚ terhadap sumbu bˉ. Sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b :
c=1:3:6
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c.Pada
penggambaran, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada
sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

4. Sistem monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendekPada penggambaran dengan menggunakan proyeksi
orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada
sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini


adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

5. Sistem triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu d.Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

7. Sistem trigonal
 Mempunnyai 4 buah sumbu

 Sudut sumbu (aɅbɅd) tegak lurus c

 Panjang sumbu a = b =d ≠c
+ - 0 + - 0
 Sudut antara a dengan b = 20 dan b dengan d = 40
 Perbandingan sumbu a : b: c : d = 1 : 3 : 3 :1

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
B. MINERALOGI
Mineralogi merupakan ilmu bumi yang berfokus pada sifat kimia, struktur kristal,
dan fisika (termasuk optik) darimineral. Studi ini juga mencakup proses pembentukan dan
perubahan mineral,sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, keterdapatannya, cara terjadinya, dan
kegunaannya. Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tertentu, tetapi juga
mempunyai bentuk tertentu yang di sebut bentuk kristal.
CARA PEMBERIAN NAMA MINERAL
1. PENENTUAN BERDASARKAN SIFAT-SIFAT MINERAL
Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik
mineral antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya. Sifat fisik suatu
mineral ini sangat diperlukan di dalam mendeterminasi atau mengenal mineral secara
megaskopis atau tanpa menggunakan mikroskop. Dengan cara ini seseorang dapat
mendeterminasi mineral lebih cepat dan biasanya langsung di lapangan tempat di man
sampel tersebut ditemukan. Sifat-sifat mineral tersebut meliputi:
a. Warna (Color)

Warna adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Bila suatu permukaan
mineral dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang mengenai permukaan mineral
tersebut sebagian akan diserap dan sebagian dipantulkan. Warna mineral dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Idiokromatik; Yaitu warna mineral yang selalu tetap. Umumnya
dijumpai pada mineral-mineral yang tidak tembus cahaya (opak), seperti
galena, magnetit,pirit, dan lain sebagainya.

 Alokromatik; Yaitu warna mineral yang tidak tetap, tergantung dari
material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang
tembus cahaya, seperti kuarsa, kalsit,dan lain sebagainya.
Tapi ada pula warna yang ditentukan oleh kehadiran sekelompok ion asing yang
dapat memberikan warna tertantu pada mineral, yang disebut dengan nama
chomophores. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna antara lain:
1. Komposisi mineral
2. Struktur kristal dan ikatan ion
3. Pengotor dari mineral
b. Perawakan Kristal
Perawakan kristal adalah bentuk khas mineral di tentukan oleh bidang
yang membangunnya, termasuk bnetuk dan ukuran relative bidang-bidang
tersebut. Kita perlu mengenal perawakan yang terdapat pada beberapa jenis
mineral, walaupun perawakan kristal bukan merupakan cirri tetap mineral.
Contoh: mika selalu menunjukan perawakan kristal yang mendaun (foliated),
amphibol, selalu menunjukan perawakan kristal meniang (columnar) perawakan
kristal di bedakan menjadi 3 golongan (Richard peart, 1975) yaitu:
1. Elongated habits (meniang/berserabut)
2. Fattened habits (lembaran tipis)
3. Rounded habits

(membutir) c. Kilap (Luster)

Kilap adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan


padanya. Kilap dibedakan menjadi 2, yaitu kilap logam (metallic luster) dan
kilap bukan logam (non metallic luster). Kilap logam memberikan kesan seperti
logam bila terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral
bijih, seperti emas, galena, pirit, dan kalkopirit. Sedangkan kilap bukan logam
tidak memberikan kesan logam jika terkena cahaya. Selain itu, adapula kilap
sub-metalik (sub-metallic luster), yang terdapat pada mineral-mineral yang
mempunyai indeks bias antara 2,6-3. Kilap bukan logam dapat dibedakan
menjadi:
1. Kilap Kaca (Vitreous Luster); Memberikan kesan seperti kaca atau gelas bila
terkena cahaya. Contohnya: kalsit, kuarsa, dan halit.
2. Kilap Intan (adamantine Luster); Memberikan kesan cemerlang seperti intan.
3. Kilap Sutera (Silky Luster); Memberikan kesan seperti sutera.Umumnya
terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat. Seperti asbes,
aktinolit, dan gipsum.
4. Kilap Lilin (Waxy Luster); Merupakan kilap seperti lilin yang khas.
5. Kilap Mutiara (Pearly Luster); Memberikan kesan seperti mutiara atau
seperti bagian dalam dari kulit kerang. Kilap ini ditimbulkan oleh mineral
transparan yang berbentuk lembaran. Contohnya talk, dolomit, muskovit,
dan tremolit.
6. Kilap Lemak (Greasy Luster); Menyerupai lemak atau sabun. Hal ini
ditimbulkan oleh pengaruh tekanan udara dan alterasi. Contohnya talk dan
serpentin.
7. Kilap Tanah (Earthy Luster); Kenampakannya buram seperti tanah.
Misalnya kaolin, limonit,dan bentonit.

d. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Penentuan
kekerasan relatif mineral ialah dengan jalan menggoreskan permukaan mineral
yang rata pada mineral standar dari skala Mohs yang sudah diketahui
kekerasannya, yang dimulai dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10
untuk mineral yang paling keras.

Kekerasan Kekerasan
Mineral Formula kimia Gambar
Mohs absolut

1 Talk Mg3Si4O10(OH)2 1

2 Gipsum CaSO4·2H2O 3

3 Kalsit CaCO3 9

4 Fluorit CaF2 21


Ca5(PO4)3(OH
5 Apatit 48
– –
,Cl ,F )
Kekerasan Kekerasan
Mineral Formula kimia Gambar
Mohs absolut

Feldspar
6 KAlSi3O8 72
Ortoklas

7 Kuarsa SiO2 100

– –
8 Topaz Al2SiO4(OH ,F )2 200

9 Korundum Al2O3 400

10 Intan C 1600

Misalnya suatu mineral di gores dengan kalsi (H=3) ternyata mineral itu
tidak tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4), maka mineral tesebut
mempunyai kekerasan antara 3 dan 4. Dapat pula penentuan kekerasan mineral
dengan memepergunakan alat-alat yang sederhana misalnya:
 Kuku jari manusia H = 2,5
 Kawat tembaga H =3
 Pecahan kaca H = 5,5
 Pisau baja H = 5,5
 Kikir baja H = 6,5
 Lempeng baja H = 7
Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku manusia tetapi oleh kawat
tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.
e. Gores (Streak)
Gores atau cerat adalah warna mineral dalam bentuk bubuk. Cerat dapat
sama atau berbeda dengan warna mineral. Umumnya warna cerat tetap. Gores
ini di pertanggungjawabkan karena stabil dan penting untuk membedakan 2
mineral yang warnanya sama tetapi goresnya berbeda. Gores ini di peroleh
dengan cara mengoreskan mineral pada permukaan keeping porselin, tetapi
apabila mineral mempunyai kekerasan lebih dari 6, maka dapat di cari mineral
yang berwarna terang biasanya mempunyai gores berwarna putih. Mineral
bukan logam dan berwarna gelap akan memberikan gores yang lebih terang dari
pada warna mineralnya sendiri. Mineral yang mempunyai kilap metallic
kadang-kadang mempunyai warna gpres yang lebih gelap dari warna
mineralnya sendiri contoh : Pyrite (H2S) berwarna emas metallic dan warna
ceratnya hitam. Ada beberapa mineral warna dan gores sering menunjukan
warna yang sama yaitu Emas (Au).

f. Belahan (Cleavage)
Belahan adalah kenampakan mineral berdasarkan kemampuannya
membelah melaluibidang-bidang belahan yang rata dan licin.Bidang
belahanumumnya sejajar dengan bidang tertentu dari mineral tersebut.Belahan
dapat di bedakan menjadi:
1. Sempurna (perfect)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang
merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang
belahannya.
2. Baik (good)
Yaitu apabila mineral muidah terbelah melalui bidang belahannya yang rata,
tetapi dapat juga terbelah tidak melalui bidang belahannya.
3. Jelas (distinct)
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral
tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.
4. Tidak jelas (indistinct)
Yaitu apabila arah belahannya masih terlihat, tetapi kemungkinan untuk
membentuk belahan dan pecahan sama besar.
5. Tidak sempurna (imperfect)
Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral akan
pecah dengan permukaan yang tidak rata.

g. Pecahan (Fracture)
Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yangtidak rata
dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi:
1. Pecahan konkoidal (Choncoidal): Pecahan yang memperlihatkan
gelombang yang melengkung di permukaan. Bentuknya menyerupai
pecahan botol atau kulit bawang.
2. Pecahan berserat/fibrus (Splintery): Pecahan mineral yang
menunjukkan kenampakanseperti serat, contohnya asbes, augit;
3. Pecahan tidak rata (Uneven): Pecahan mineral yang
memperlihatkanpermukaan bidang pecahnya tidak teratur dan kasar,
misalnya pada garnet;
4. Pecahan rata (Even): pecahan mineral yang permukaannya rata dan
cukup halus. Contohnya minerallempung.
5. Pecahan Runcing (Hacly): Pecahan mineral yang permukaannya tidak
teratur, kasar,dan ujungnya runcing-runcing. Contohnya mineral
kelompok logam murni.
6. Pecahan tanah (Earthy), bila kenampakannya seperti tanah, contohnya
mineral lempung.

h. Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)


Tenacity adalah suatu reksi atau daya tahan mineral terhadap gaya yang
mengenainya, seperti penekanan, pemecahan, pembengkokan, pematahan,
pemukulan, penghancuran, dan pemotongan. Tenacity dapat dibagi menjadi:
1. Brittle (Rapuh); apabila mineral mudah hancur menjadi tepung halus.
2. Sectile (Dapat Diiris); apabila mineral mudah dipotong dengan pisau
dengan tidak berkurang menjadi tepung.
3. Ductile (Dapat Dipintal); dapat ditarik dan diulur seperti kawat. Bila
ditarik akan menjadi panjang, dan apabila dilepaskan akan kembali
seperti semula.
4. Malleable (Dapat Ditempa); apabila mineral ditempa dengan palu akan
menjadi pipih.
5. Elastis (Lentur); dapat merenggang bila ditarik, dan akan kembali seperti
semula bila dilepaskan.
6. Flexible; apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana dengan
mudah.

i. Berat Jenis (Specific Grafity)


Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral
dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama. Dalam penentuan berat
jenis dipergunakan alat-alat seperti: piknometer, timbangan analitik, dan gelas
ukur.

j. Sifat Kemagnetan
Sifat kemagnetan yang perlu dicatat dalam praktikum mineral fisik adalah
sifat dari mineral yang diselidiki, apakah paramagnetit ataukah diamagnetit.
§ Paramagnetit (magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tarik
terhadap magnet.
§ Diamagnetit (non-magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tolak
terhadap magnet.

k. Derajat Ketransparanan
Sifat Transparan dari suatu mineral tergantung pada kemampuan mineral
tersebut mentransmit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai dengan hal ini, variasi
mineral dibedakan atas:
§ Opaque mineral; yaitu mineral-mineral yang tidak tembus cahaya meskipun
dalam bentuk lembaran tipis. Mineral-mineral ini permukaannya
mempunyai kilauan metalik dan meninggalkan berkas hitam atau gelap.
§ Transparant mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus pandang seperti
kaca.
§ Translucent mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus cahaya tapi tidak
tembus pandang.
§ Mineral-mineral yang tidak tembus pandang dalam bentuk pecahan-pecahan
tetapi tembus cahaya pada lapisan yang tipis.
Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari proses pembekuan
magma baik secaa ekstrusif (membeku di luar permukaan bumi) maupun secara
intrusif (membeku di dalam permukaan bumi), yaitu proses perubahan fase dari face
cair menjadi HCl (Thorpe dan Browm, 1990).

1. Struktur Batuan Beku


Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan
lapisan yang jelas atau umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar
hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya :
a. Pillow Lava, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentuk struktur seperti bantal.
b. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.
Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh batuan (hand specimen sample),
yaitu :
a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen
lain yang tertanam dalam batuan.
b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
d. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh
mineral-mineral sekunder, biasanya mineral karbonat atau silikat.
e. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

2. Tekstur Batuan Beku


Tekstur merupakan keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral
sebagai bagian dari batuan dan antar mineral-mineral dengan massa gelas yang
membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan
oleh tiga hal penting, yaitu :
1. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada
waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas menunjukkan berapa banyak
yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, serta mencerminkan
kecepatan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat,
maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembentukannya berlangsung cepat,
maka kristalnya akan halus.
Dalam pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
 Holokristalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun oleh kristal.

 Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas
dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

 Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa
gelas.


2. Granularitas
Granularitas yaitu sebagia besar butir (ukuran) pada batuan beku.
Granularitas dibagi menjadi :
a. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Tekstur ini dibagi menjadi
dua, yaitu :
 Fanerik, yaitu kristal-kristalnya terlihat jelas, sehingga dapat
dibedakan satu dengan yang lain secara megaskopis.

 Afanitik, yaitu kristal-kristalnya sangat halus sehingga antara
satu mineral dengan mineral lain sulit dibedakan dengan mata
telanjang.

b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir dari masing-masing kristal tidak
sama besar atau tidak seragam. Tektur ini dibagi menjadi :
 Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi oleh
kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata
telanjang.
 Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar
yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang.

 Vitrovirik, yaitu bila massa dasar berupa gelas.


3. Bentuk Butir
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan. Berdasarkan
atas kejelasan bidang batas kristal, dilihat dari pandangan dua dimensi,
meliputi :
a. Euhedral, yaitu apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh
bidang batas yang jelas.
b. Subhedral, yaitu apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi
oleh bidang batas yang tidak begitu jelas.
c. Anhedral, yaitu apabila bentuk krisstal dibatasi oleh bidang kristal
tidak sempurna atau tidak jelas.

3. Komposisi Mineral
Secara garis besar mineral pembentuk batuan beku dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu :
1. Mineral utama, yaitu mineral-mmineral utama penyusun kerak bumi disebut
mineral pembentuk batuan, terutama mineral golongan silikat. Berdasarkan
warna dan densitas dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit,
piroksen, amphibol, dan olivin. Mineral mafik termasuk mineral yang
kaya akan unsur Mg dan Fe.
b. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama kuarsa,
feldspar, feldspatoid dan muscovit. Mineral felsik termasuk mineral
yang miskin akan unsur Mg dan Fe.
2. Mineral sekunder, adalah mineral-mineral yang dibentuk kemudian dari
mineral-mineral utama oleh proses pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan
metamorfosa. Mineral ini terdapat pada batuan-batuan yang telah lapuk dan
batuan sedimen juga batuan metamorf. Mineral sekunder terdiri dari kelompok
kalsit, serpentine, klorit, dan lain sebagainya.
3. Mineral tambahan, yaitu mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi
magma, terdapat dalam jumlah yang sedikit sekali umumnya kurang dari 5%,
sehingga kehadiran atau ketidakhadirannya tidak mempengaruhi sifat dan
penamaan batuan tersebut.

4. Macam Batuan Beku


Berdasarkan macam tekstur mineralnya batuan beku ini bisa dibedakan
menjadi dua, batuan beku plutonik dan batuan beku vulkanik. Perbedaan antara
keduanya bisa dilihat dari tekstur besar mineral penyusun batuannya. Macam dari
batuan beku diatas adalah :
a. Batuan beku plutonik, umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang
relatif lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contohnya
yaitu gabbro, diorite, dan granit.
b. Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang
sangat cepat sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah
basalt, andesite, dan dacite.

5. Mineral pada Batuan


Mineral pada batuan beku dapat dikelompokan menjadi mineral utama dan
mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan
nama berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan melimpah.
Contoh : orthoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen, dan olivine.
Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak
menlimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau
hornblende.
Gambar 1. Klasifikasi Batuan Beku berdasarkan Thorpe and Brown, 1985

Bowen’s Reaction Series


Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan
mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut
mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam
pembentukan mineral.
Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa
mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal
sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan
menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang
lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas
mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret
reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi
yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).
1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan
feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan
peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–
Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar
9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh
pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C
feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.
2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu
mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan
melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral
Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah
18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk).
Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan
pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin
di 6000C Biotit mulai terbentuk.

Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah
ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral
yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah
terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene. Deret ini berakhir dengan
mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan
dalam pembentukan mineral.
Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium,
kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan
silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium
Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi.
Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan
membentuk Quartz (kuarsa). Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk
dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan
independent.

Sifat Optik Rock Forming Minerals


1. KUARSA
- Colorless, relief rendah
- Bentuk tak beraturan, dalam batuan umumnya anhedral
- Tidak punya belahan
- Gelapan bergelombang
- Warna interferensi abu2 orde1
- TO sumbu I (+)

Gambar 1. Kuarsa
2. ORTOKLAS
- Colorles tapi agak keruh, relief rendah
- Pada sayatan 001 terlihat kembaran carlsbad
- WI abu2 terang orde I
- TO sumbu 2 (-)

3. PLAGIOKLAS
- Colorles tapi agak keruh, relief rendah-sedang
- kembaran albit atau carlsbad-albit
- WI abu2 terang orde I
- TO sumbu 2 (-) dan (+)

4. OLIVIN
- Abu2 agak kehijauan-transparan
- Relief tinggi
- Bentuk poligonal/prismatik
- Pecahan tak beraturan, tanpa belahan
- WI orde II
- Pada bidang pecahan/rekahan sering teralterasi menjadi serpentin

5. KLINO PIROKSEN (AUGIT, DIOPSID)


- Warna bening, abu-abu kecoklatan, prismatik, sayatan//c belahan
1arah, sayatan tegak lurus c belahan 2 arah 90o
- Gelapan miring, augit 45-54o diopsid 37-44o
- TO (+) sb2

Gambar 5. Augit

6. HORNBLENDE
- Warna kehijauan/kecoklatan,
- relief tinggi,
- pleokroisme kuat (dikroik/trikroik),
- belahan 1 arah atau 2 arah 1200,
- bentuk prismatik (biasanya memanjang),
- gelapan miring 12-300

Gambar 6. Hornblende

7. BIOTIT
- Warna coklat, kemerahan, kehitaman
- Bentuk berlembar
- Pleokroisme kuat
- Gelapan sejajar
Gambar 7. Biotit

8. MUSCOVIT
- warna colorless
- Bentuk berlembar
- Pleokroisme kuat
- Gelapan sejajar

Gambar 8. Muskovit

9. KALSIT
- Colorless
- Belahan sempurna tiga arah
- Biasganda sangat tinggi
- TO I (-)

Gambar 9. Kalsit

10. TREMOLIT – AKTINOLIT


- Warna colorless-agak kehijauan, bentuk prismatik
memanjang/kolumnar, pleokroisme lemah, gelapan miring 10-20o
- Untuk bentuk dan sifat optik yang sama, warna kebiruan dengan sudut gelapan
4-6o =glaukofan
11. ORTOPIROKSEN (ENSTANTIN, HIPERSTEN)
- Sifat optik sama dengan klinopiroksen
- Yang membedakan adalah gelapannya sejajar (klino=miring)
- TO sumbu 2 (-) àhipersten (+) enstatit

Gambar 11. Hipersten


MATERI GEOMORFOLOGI

Definisi dan Pengertian Geomorfologi


Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta
aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa, perkembangan
dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani,
yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos
(knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian
geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Worcester
(1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka
bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang bentangalam
(the science of landforms), sebab termasuk pembahasan tentang kejadian bumi secara umum,
seperti pembentukan cekungan lautan (ocean basin) dan paparan benua (continental
platform), serta bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti plain,
plateau, mountain dan sebagainya. Lobeck (1939) dalam bukunya “Geomorphology: An
Introduction to the study of landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini adalah
bentangalam alamiah (natural landscapes). Dalam mendiskripsi dan menafsirkan bentuk-
bentuk bentangalam (landform atau landscapes) ada tiga faktor yang diperhatikan dalam
mempelajari geomorfologi, yaitu: struktur, proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut
merupakan satu kesatuan dalam mempelajari geomorfologi. Para akhli geolomorfologi
mempelajari bentuk bentuk bentangalam yang dilihatnya dan mencari tahu mengapa suatu
bentangalam terjadi, Disamping itu juga untuk mengetahui sejarah dan perkembangan suatu
bentangalam, disamping memprediksi perubahan perubahan yang mungkin terjadi dimasa
mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi lapangan, percobaan secara fisik dan
pemodelan numerik. Geomorfologi sangat erat kaitannya dengan bidang ilmu seperti
fisiografi, meteorologi, klimatologi, hidrologi, geologi, dan geografi.
Kajian mengenai geomorfologi yang pertama kalinya dilakukan yaitu kajian untuk
pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu tanah. Bentangalam merupakan respon terhadap
kombinasi antara proses alam dan antropogenik. Bentangalam terbentuk melalui
pengangkatan tektonik dan volkanisme, sedangkan denudasi terjadi melalui erosi dan mass
wasting. Hasil dari proses denudasi diketahui sebagai sumber bahan sedimen yang kemudian
diangkut dan diendapkan di daratan, pantai maupun lautan. Bentangalam dapat juga
mengalami penurunan melalui peristiwa amblesan yang disebabkan oleh proses tektonik atau
sebagai hasil perubahan fisik yang terjadi dibawah endapan sedimen. Proses proses tersebut
satu dan lainnya terjadi dan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, ekologi, dan aktivitas
manusia.

A. BENTANG ALAM FLUVIAL


Proses Fluviatil
Bentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan
proses fluviatil. Sebelum lebih jauh membahas tentang bentang alam fluviatil lebih dahulu
dibahas pengertian tentang proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi
di alam, baik fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan
bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang
mengalir secara terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak terkonsentrasi (sheet
water)
Tetapi alur-alur ada di lereng bukit atau gunung dan terisi air bila terjadi hujan bukan
termasuk bagian dari bentang alam fluviatil, karena alur-alur tersebut berisi air sesaat setelah
terjadinya hujan (ephemeral stream).
Sebagaimana dengan proses geomorfik yang lain, proses fluviatil akan menghasilkan
suatu bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang
alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang
dilakukan oleh air permukaan.

Macam-macam proses fluvial


Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Proses erosi
Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa
hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin.
Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya
atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh
media alami. Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi:
a. Erosi ke arah hulu (head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada ujung
bagian hulu sungai.
b. Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah
bagian hulu pada sungai dan menyebabkan terjadinya pendalaman lembah
sungai.
c. Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada
daerah tengah sungai yang menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai

Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air
sungai sudah tidak lagi mampu mengerosi lagi ( erotion base level). Erotion base
level ini dapat dibagi menjadi ultimate base level yang base level-nya berupa laut dan
temporary base level yang base level-nya lokal seperti danau, rawa, dll.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai
tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut
bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga
mendekati ultimate base level.

2. Proses Transportasi
Proses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan material yang
diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi.
Sungai mengangkut material hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu:
a. traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
b. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar
sungai.
c. Saltasi, yaitu material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai
d. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan
bercampur dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
e. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan memben-tuk larutan
kimia.
3. Proses Sedimentasi
Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi
mengangkut material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang,
maka material yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu,
baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.
Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian
hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian
kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar.
Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi
pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin kecil, material yang
diendapkan pun semakin halus.

Pola Pengaliran (Drainage Pattern)


Bentuk-bentuk tubuh air disebut sebagai pengaliran (drainage) meliputi danau, laut,
sungai, rawa dan sejenisnya. Melalui erosi dan penimbunan (deposisi) yang dilakukan oleh
air yang mengalir secara terus menerus, maka dapat menyebabkan perubahan dan
perkembangan dari tubuh air tersebut.
Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola
atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat
dibedakan menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi
lotologinya.
a. pola pengaliran rectangular
Adalah pola pengaliran di mana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus
dengan sungai utamanya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah patahan yang
bersistem teratur
b. pola pengaliran dendritik
Adalah pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan cabang-cabangnya yang
berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada daerah dengan batuan yang
resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah
lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks

c. pola pengaliran sejajar/parallel


Adalah pola pengaliran yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada
daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan nyata, dan batuan-nya bertekstur
halus.

d. pola pengaliran trellis


adalah pola pengaliran yang berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai
sejajar, sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan
batuan. Pola ini banyak dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.
e. pola pengaliran radial
Adalah pola pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari
uatu pusat. Umumnya berkembang pada daerah dengan struktur kubah stadia muda,
pada kerucut gunungapi, dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut.

f. pola pengaliran annular


Adalah pola pengaliran di mana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran
yang melingkar, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.
g. pola pengaliran multi basinal
Disebut juga sink hole, adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak
kadang hilangyang disebut sebagai sungai bawah tanah, pola ini bekembang pada
daerah karst atau batugamping

h. pola pengaliran contorted


adalah pola pengaliran yang arah alirannya berbalik dar arah semula, pola ini
terdapat pada daerah patahan

Macam-macam Bentang Alam Fluviatil


Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar proses
pembentukannya, antara lain:
1. Sungai teranyam (braided stream)
Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang mempunyai kemiringan
datar atau hampir datar. Pembentukannya dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada
daerah hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya
dan membentuk gosong tengah (channel bar). Karena adanya gosong yang banyak
dan berjajar (berderet), maka alirannya memberikan kesan teranyam

2. Bar deposit (endapan gosong)


Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau tengah alur sungai.
Endapan pada tengah alur disebut sebagai gosong tengah (channel bar) sedang
endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point bar)\
3. Tanggul alam (natural levee)
Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil pengendapan luapan
banjir dan terdapat pada tepi sungai sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul
alam berasal dari material hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar
saluran sehingga membentuk tanggul-tanggul sepanjang aliran
4. Kipas alluvial (alluvial fan)
Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokan material lepas, berbentuk
seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun
oleh perselingan pasir dan lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan
penyimpan air yang cukup baik.
5. Delta
Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk
pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri pada bab bentang alam
pantai dan delta
B. BENTANG ALAM STRUKTURAL
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh
struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang
terbentuk setelah batuan itu ada.
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja
adalah proses tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran,
patahan dan lipatan yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk
relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam
proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air,
angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan).
Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran
bentang alam struktural adalah :
a. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur
geologi dan litologi pada daerah tersebut.
b. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah,
lereng dan lain-lain.
c. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll.
d. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh
struktur kekar, sesar atau lipatan.

Macam-macam Bentang Alam Struktural


Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan struktur yang mengontrolnya.
Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam struktural
berdasarkan struktur geologi pengontrolnya menjadi 3 kelompok utama, yaitu dataran,
pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Pada dasarnya struktur geologi yang ada
tersebut dapat ditafsirkan keberadaannya melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada
peta topografi.
a. Bentang alam dengan struktur mendatar (Lapisan Horisontal)
Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500 kaki dari
muka air laut.
2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang menempati elevasi lebih
dari 500 kaki diatas muka air laut.
Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran yang luas dan bukit-bukit
sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte. Perbedaan mesa dengan butte
adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan dengan
ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.(lihat gambar IV.1). Pola penyaluran
yang berkembang pada daerah yang berstruktur mendatar adalah dendritik. Hal ini
dikontrol oleh adanya keseragaman resistensi batuan yang ada di permukaan.

Gambar. Kenampakan mesa dan butte

b. Bentang Alam dengan Struktur Miring


Hampir semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar. Sedimen yang
mempunyai kemiringan asal diendapkan pada dasar pengendapan yang sudah miring,
seperti pada lereng gunung api dan disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan
0
sedimen yang demikian disebut kemiringan asal dengan sudut maksimum 35 (Tjia,
1987).
Kebanyakan sedimen yang memperlihatkan kemiringan, disebabkan karena
adanya proses geologi yang bekerja pada suatu daerah tersebut. Morfologi yang
dihasilkan oleh proses tersebut akan memperlihatkan pola yang memanjang searah
dengan jurus perlapisan batuan. Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua
lerengnya, terutama yang searah dengan kemiringan lapisan batuannya, bentang alam
ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
o Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri
dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan. Sudut kelerengan kurang
0
dari 45 (Thornbury, 1969, p.133), sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71
0
sudut kelerengannya kurang dari 20 . Cuesta memiliki kelerengan fore slope
yang lebih curam sedangkan back slopenya relatif landai pada arah sebaliknya
sehingga terlihat tidak simetri.
o Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut
0
lereng yang searah perlapisan batuan sekitar 45 (Thornbury, 1969, p.133).
0
sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya lebih dari 20 .
Hogback memiliki kelerengan fore slope dan back slope yang hampir sama
sehingga terlihat simetri (lihat gambar IV.2).

c. Bentang alam dengan Stuktur Lipatan


Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya
kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut
dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut sinklin. Unsur-unsur yang terdapat
pada struktur ini dapat diketahui dengan menafsirkan kedudukan lapisan batuannya.
Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan batuan) pada peta
topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur yang rapat (fore
slope/antidip slope), dimana garis kontur yang rapat tersebut menunjukkan adanya
gawir-gawir yang terjal dan memotong lapisan batuan. Arah kemiringan lapisan
batuannya searah dengan kemiringan landai dari topografinya (biasanya diperlihatkan
dengan punggungan yang landai/back slope/dipslope).
Struktur antiklin dan sinklin
Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas kenampakan fore
slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang terdapat secara berpasangan. Bila
antidip slope saling berhadapan (infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin,
sedangkan apabila yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah
sinklin. Pola pengaliran yang dijumpai pada lembah antiklin biasanya adalah pola
trellis (lihat gambar IV.3.).

Gambar IV.3. Sketsa dan contoh pola garis kontur pada pegunungan lipatan (a)
lembah antiklin, b).lembah sinklin.

Struktur lipatan tertutup


o Kubah
Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
1. Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda
4. Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran
annular.
o Cekungan
Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :
1. Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam)
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pada stadia muda pola penyalurannya annular.

d. Bentang Alam dengan Struktur Patahan

Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit bumi,
sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan.
Berdasarakan arah gerak relatifnya, sesar dibagi menjadi 5, yaitu:
- Sesar normal/ sesar turun (normal fault)
- Sesar naik( reverse fault)
- Sesar geser mendatar (strike-slip fault)
- Sesar diagonal (diagonal fault/ oblique-slip fault)
- Sesar rotasi (splintery fault/hinge fault)

Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk
menentukan jenis patahannya secara langsung. Untuk itu, dalam hal ini hanya akan
diberikan ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan,
yaitu :
1. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.
2. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi
yang hampir sama.
3. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.
4. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan rapat).
5. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan dataran yang
rendah.
6. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan
menyimpang dari arah umum.
7. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat
8. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, concorted
serta modifikasi ketiganya.
9. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus.
C. BENTANG ALAM KARS
Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian kuno yang
berarti topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979). Menurut Jenning
(1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola
penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat
kelarutan yang tinggi) pada air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut.
Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan
yang mudah larut dengan surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi
yang aneh (peculiar topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak
teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan
muncul sebagai mata air yang besar.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian tentang
topografi karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa
batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran
sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan meninggalkan lembah kering untuk
kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air yang besar”.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentang Alam Karst


a. Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi ketebalan
batugamping, porositas dan permeabilitas batugamping serta intensitas struktur (kekar)
yang mengenai batuan tersebut.
1. Ketebalan Batugamping
Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini batugamping) yang baik
untuk perkembangan topografi karst harus tebal. Batugamping tersebut da[at
masif atau terdiri dari beberapa lapisan yang membentuk satu unit batuan yang
tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum batuan tersebut
habis terlarutkan dan tererosi. Ritter (1978) mengemukakan bahwa batugamping
yang berlapis (meskipun membentuk satu unit yang tebal), tidak sebaik
batugamping yang massif dan tebal dalam pembentukan topografi karst ini. Hal
ini dikarenakan material sukar larut dan lempung yang terkonsentrasi pada bidang
perlapisan akan mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menmbus seluruh
lapisan. Sebaliknya pada batugamping yang massif, sirkulasi air akan berjalan
lancer sehingga mempermudah terjadinya proses karstifikasi.
2. Porositas dan Permeabilitas
Kedua hal ini berpengaruh terhadap sirkulasi air dalam batuan. Menurut Ritter
(1978), porositas primer ditentukan oleh tekstur batuan dan berkurang oleh proses
sementasi, rekristaslisasi dan penggantian mineral (missal dolomitisasi) sehingga
porositas primer tidak begitu berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Sebaliknya
dengan porositas sekunder yang biasanya terbentuk oleh adanya retakan atau
pelarutan dalam batuan. Porositas (baik primer maupun sekunder) biasanya
mempengaruhi permeabilitas yaitu kemampuan batuan batuan untuk melalukan
air. Disamping itu permeabilitas juga dipengaruhi oleh adanya kekar yang saling
berhubungan dalam batuan. Semakin besar permeabilitas suatu batuan maka
sirkulasi air akan berjalan semakin lancer sehingga proses karstifikasi akan
semakin intensif.
3. Intesitas Struktur Terhadap Batuan
Intersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi.
Disamping kekar dapat mempertinggi permeabilitas batuan, zona kekar
merupakan zona yang lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga
dengan adanya kekar dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan intensif.
Ritter (1978) mengemukakan bahwa kekar biasanya terbentuk dengan pola
tertentu dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang membentuk sudut antara 70°
sampai 90° dan mereka saling berhubungan. Hal inilah yang menyebabkan kekar
dapat mempertinggi porositas dan permeabilitas sekaligus sebagai zona lemah
yang menyebabakan proses pelarutan dan erosi berjalan lebih intensif. Apabila
intensitas pengkekaran sangat tinggi maka batuan menjadi mudah hancur atau
tidak memiliki kekauatan yang cukup. Disamping itu permeabilitas mejadi sangat
tingi sehingga waktu sentuh batuan dan air sangat cepat. Hal ini menghambat
proses kartifikasi (Ritter, 1978). Adanya control struktur dalam pembentukan
topografi karst ini diberikan contoh pada pembentukan gua (gambar V.1.)
Gambar V.1. Sketsa gua yang dikontrol oleh kekar

b. Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah kondisi kimia
batuan dan kondisi kimia media pelarut.
1. Kondisi Kimia Batuan
Kondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan sifat kimia
(kelarutannya).
Secara umum berdasarkan komposisinya batugamping dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok, tetapi sesuai dengan namanya, batugamping
sedikitnya mengnadung 50% mineral karbonat ynag umumnya berupa kalsit
(CaCO3). Dua jenis mineral karbonat yang umum ada pada batugamping adalah
kalsit dan dolomite (Sweeting, 1973 dalam Ritter, 1978). Menurut Leigton dan
Pendextel (1962 dalam Ritter, 1978), bila batuan mengandung mineral dolomite
lebih dari 50% maka batuannya disebut dolomite dan bila batuannya mengandung
mineral kalsit lebih dari 50% maka batuannya disebut batugamping. Batugamping
inilah yang mempunyai kecenderungan untuk membentuk topografi karst.
Corbel (1957 dalam Ritter, 1978) menyebutkan bahwa untuk membentuk
topografi karst diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan. Untuk
perkembangan topografi karst yang baik diperlukan kurang lebih 90% kalsit dlam
batuan tersebut, tetapi bila kandungan mineral kalsit lebih dari 95% (batugamping
murni, misal kalk) maka batuan tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup
untuk pembentukan topografi kars. Topografi kars yang dapat terbentuk pada kalk
hanya lembah kering, lubang pelarutan (solution pits) dari lubang-lubang yang
dangkal (swallows holes) atau bentuk minor yang terdapat dipermukaan lainnya
(Twidale, 1976). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa dolomit mempunyai
pelarutan dan kekuatan (strength) yang lebih kecil dibanding kalsit
(batugamping), sehingga perkembangan topografi kars pada dolomit lebih jelek
dibandingkan dengan perkembagan kars pada batugamping.
2. Kondisi Kimia Media Pelarut
Media pelarut dalam proses karstifikasi adalah air alam (natural water)
(Jehning, 1971 Vide Bloom, 1979). Kondisi kimiawi media pelarut ini sangat
berpangaruh pada proses karstifikasi.
Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa kalsit sangat sulit lartu dalam
air murni, akan tetapi ia akan larut dalam air yang mengandung asam. Dialam, air
hujan akan mengikat karbondioksida (CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya

membentuk air /larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan
inilah yang akan melarutkan batugamping. Dengan demikian bahwa sifat kimiawi
media pelarut sangat dipengaruhi oleh banyaknya karbondioksida yang diikatnya.
Disamping membentuk larutan asam, karbondioksida didalam air akan
meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan tersebut. Tekanan parsial CO2
yang tinggi dalam larutan akan mempertinggi kemampuan larutan untuk
melarutkan kalsit.bloom (1979) menyebutkan bahwa tekanan parsial CO2 pada air
yang mengandung udara (aerated aqueous) hanya 30 pa dan CaCO3 yang dapat
dilarutkannya kurang lebih hanya 63 mg/lt, tetapi pada kondisi tidak ada udara
(anaerobic) tekanan parsial CO2 meningkat sampai 30 Kpa dan CaCO3 yang
dapat dilarutkannya mencapai 700 mg/lt.
3. Faktor Biologis
Aktifitas biologis dapat mempengaruhi pembentukan topografi kars, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Bloom (1979) aktifitas biologis
(dalam hal ini tumbuh-tumbuhan dan mikrobiologis) dapat menghasilkan humus
yang akan menutupi batuan dasar. Humus ini menyebabkan batuan dasar tersebut
menadi anaerobik, sehingga air permukaan yang masuk sampai kebatuan dasar
(sampai zona anaerob) tekanan parsial CO2nya bertambah besar sampai 10 kali
lipat dibanding dengan saat dia berada dipermukaan. Karena tekanan parsial CO2
naik, maka kemampuan air untuk melarutkan batuan menjadi lebih tinggi. Dengan
demikian berarti dengan terbentuknya humus oleh aktifitas biologis, maka proses
karstifikasi berjalan lebih internsif.
Disamping meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan, pada saat
pembentukan humus juga terjadi proses dekomposisi material organic yang
menghasilkan karbondioksida (CO2). Karbondioksida ini disebut dengan biogenic
CO2, yang merupakan bagian terbesar dari kandungan CO2 didalam tanah (Ritter,
1978). Dengan demikian berarti bahwa aktifitas biologis juga menambah suplay
CO2 didalam tanah dan CO2 ini akan diikat oleh air tanah sehinga lebih reaktif.
Aktifitas biologis kecuali meningkatkan tekanan parsial CO2 dan menambah

kadar CO2 dalam tanah juga dapat berpengaruh secara langsung dalam
pembentukan topografi kars. Folk, dkk (1973) Vide Ritter (1978) menyebutkan
bahwa pembentukan phytokarst dipengeruhi oleh tetumbuhan (dalam hal ini
algae) secara langsung. Algae yang hidup pada betugamping melekat dan
menembus permukaan batugamping tersebut sedalam 0,1 – 0,2 mm. Algae ini
juga menghasilkan larutan asam yang kemudian melarutkan batuan disekitar
tempat tumbuhnya, akibat permukaan batugamping tersebut berlekuk-lekuk
dengan lubang-lubang yang saling berhubungan dan bentuk tepinya tajam-tajam.
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Iklim dan lingkungan merupakan dua hal yang sering kali sulit untuk
dipisahkan. Lingkungan dalam arti sempit adalah kondisi disekitar tempat yang
dimaksud (dalam hal ini adalah lahan pembentukan topografi kars) dan
lingkungan dalam arti luas meliputi seluruh aspek biotik dan abiotik yang ada
didaerah yang dimaksud.
Didalam membahas lingkungan dalam arti sempit, Von Engeln (1942)
mengemukakan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung pembentukan
topografi kars adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi,
yang terdiri dari batuan mudah larut (batugamping) yang terkekarkan dengan
intensif. Kondisi ini menyebabkan air tanah pada tempat yang tinggi dapat turun ,
menembus batugamping tersebut dan melarutkannya dengan bebas. Selanjutnya
air tanah tersebut msuk kedalam lembah sebagai air permukaan.
Disamping itu Ritter (1978) menyebutkan bahwa kondisi lingkungan disekitar
batugamping harus lebih rendah, atau dengan kata lain batugamping tersebut
haurs memiliki elevasi yang lebih tinggi dibanding lingkungan disekitarnya.
Kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan sirkulasi air dapat berjalan dengan
baik sehingga proses karstifikasi dapat berjalan lebih intensif.
Lingkungan dalam arti luas mencakup kondisi biotik (aktifitas biologis) dan
kondisi abiotik (suhu, curah hujan, presipitasi dan penguapan) daerah yang
dimaksud. Kondisi biotik dan abiotik disuatu daerah sangat ditentukan oleh iklim
daerah tersebut (Bloom, 1979). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kondisi
biotik dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi proses eksogenik, yaitu baik
pelapukan ataupun pelarutan batugamping. Dengan demikian berarti bahwa iklim
sangat mempengaruhi proses eksogenik pada suatu daerah.
Daerah yang beriklim tropis basah (lintang 0° – 13°) curah hujan cukup
tingggi, kombinasi suhu dan presipitasi ideal untuk berlangsungnya proses
pelarutan sehingga proses karstifikasi berjalan sangat bagus (Riter, 1978). Selain
itu sikulasi air tanah sangat baik, tumbuh-tumbuhan lebah dan aktifitas mikroba
cukup tinggi sehingga sangat mendukung terjadinya proses karstifikasi. Air tanah
didaerah ini sangat reaktif untuk pelarutan dan suhu udara cukup tinggi sehinga
reaksi kimia untuk melarutkan batugamping berjalan lebih cepat. Menurut Bloom
(1979), air tanah didaerah tropis mengandung asam organic dan komponen nitrat
sehingga agrasifitasnya naik. Dengan kondisi daerah semacam ini maka topografi
kras dapat berjalan dengan baik didaerah beriklim tropis basah. Topografi kars
yang dapat terbentuk pada daerah tropis basah sangat bervariasi baik
konstruksional maupun topografi sisa.
D. BENTANG ALAM EOLIAN
Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin.
Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih
diakibatkan adanya pengaruh iklim. Gurun pasir diartikan sebagai daerah yang mempunyai
curah hujan rata-rata kurang dari 26 cm/tahun. Gurun pasir tropik terletak pada daerah antara
0 0
35 LU sampai 35 LS, yaitu pada daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi dengan
udara sangat panas dan kering. Gurun pasir lintang rendah terdapat di tengah-tengah benua
yang terletak jauh dari laut atau terlindung oleh gunung-gunung dari tiupan angin laut yang
lembab sehingga udar yang melewati gunung dan sampai pada daerah tersebut adalah udara
yang kering.
a. Proses-Poses Oleh Angin
Angin meskipun bukan sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang
dibentuk oleh angin tidak banyak dijumpai), namun tetap tidak dapat diabaikan.
Proses-proses yang disebabkan oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
1. Erosi oleh angin
Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi/korasi.
Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang
diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses
penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa
oleh aliran angin.
2. Transportasi oleh angin
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan transportasi oleh air
yaitu secara melayang (suspension) dan menggeser di permukaan (traction).
Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran
pasir dibawa secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara
traction ini meliputi meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).
3. Pengendapan oleh angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan,
maka material-material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.

b. Macam-Macam Bentang Alam Eolian


Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu bentang alam akibat proses erosi oleh angin dan bentang alam akibat
prose pengendapan oleh angin.
1. Bentang alam Eolian Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang
alam yang disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2 yaitu
bentang alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.
1.1 Bentang Alam Hasil Proses Deflasi
Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 macam:
 
 Cekungan Deflasi (Deflation basin)
Cekungan deflasi merupakan cekungan yang diakibatkan oleh angin pada
daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang
tersemen jelek. Cekungan tersebut akibat material yang ada dipindahkan
oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi
yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya pelapukan.
Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 m sampai lebih dari 45 km
panjangnya dan dari 15m sampai 150 m dalamnya.
 
 Lag Gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material
yang kasar (gravel, bongkah dan fragmen yang besar), disebut lagstone.
Akumulasi seperti itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan
menjadi lag gravel atau bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa
fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
 
 Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, megkilat, berwarna hitam atau coklat dan
permukaannya tertutup oleh oksida besi dikenal desert varnish.
1.2 Bentang Alam Hasil Proses Abrasi
Bentang alam hasil proses abrasi atau korasi antara lain:
 
 Ventifact
Beberapa sisa batuan berukuran bongkah – berangkal yang dihasilkan oleh
abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter (single
edge) atau dreikanter (three edge). Einkanter terbentuk dari perpotongan
antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang
tetap/konstan. Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang
posisinya overturned akibat pengrusakan pada bagian bawah dengan arah
angin yang tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang
berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap,
sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.

Gambar. Macam – macam Ventifact.

 
 Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus,
digosok oleh angin yang mengandung pasir (sand blast) atau yang
mengandung silt (silt blast)yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga
hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kwarsit akibat erosi secara
abrasi akan lebih mengkilat.
 
 Grooves
Angin yang mengadung pasir dapat juga menggosok dan menyapu
permukaan batuan membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves.
Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut
memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
 
 Sculpturing (Penghiasan)
Batu jamur (mushroom rock) yaitu batu yang tererosi oleh angin yang
mengandung pasir sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom).

Gambar. Mushroom rock

 
 Yardang
Pada batuan yang halus, abrasi oleh angin secara efektif memotong
sepanjang alur rekahan membentuk bentukan sisa yang berdiri memanjang
yang disebut yardang. Kehadiran rekahan-rekahan mempunyai pengaruh
penting pada orientasi beberapa yardang. Material yang halus tertransport
sedangkan lapisan yang resisten membentuk perlapisan dengan material
lain yang kurang kompak.


2. Bentang Alam Hasil Pengendapan Angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan,
maka material-material yang terbawa oleh angin akan diendapkan. Bentang
alam hasil proses pengendapan oleh angin ini dibedakan menjadi 2 yaitu: dune
dan Loess
i. Dune
Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah,
bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan.
Berdasarkan ukurannya, hasil proses pengendapan material pasir, yaitu
ripples, dunes dan megadunes
a. Ripples lebar berukuran 5 cm - 2m dan tinggi 0,1 – 5 cm
b. Dunes lebar 3 – 600 m dan tinggi 0,1 – 15 m
c. Megadunes lebar 300 – 3 km dan tinggi 20 – 400 m

 
 Transversal Dune
Transversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang
berbentuk memanjang tegak lurus dengan arah angin yang dominan.

 Bentuk ini tidak dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan.


 
 Parabolic Dune
Parabolic dune merupakan dune yang berbentuk sekop/sendok atau
berbentuk parabola. Bentuk ini dipengaruhi oleh adanya tumbuh-
tumbuhan.

 
 Longitudinal Dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-pungungan pasir yang
terbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material
pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap
Klasifikasi menurut Emmon’s (1960) bentuk-bentuk dune dapat bermacam-
macam, tergantung pada banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah,
tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga arah angin yang tetap.
Berdasrkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
a. Lee dune (Sand Drift)
Lee dune/sand drift adalah dune yang berkembang memanjang,
merupakan punggungan pasir yang sempit, berada di belakang batuan atau
tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan
adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga menjadi
jenis dune yang bergerak dari ujung sand drft.

b. Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin
yang efektif dan dominan. Terbentuk karena angin tertahan oleh rumput
atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari
suatu lembah.

c. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh
topografi/tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan
penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang padat.
Barchan ini berbentuk koma dengan lereng yang landai pada bagian luar,
serta mempunyai puncak dan sayap.
d. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu
lengannya jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada
lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berasosiasi dengan
barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang
lain misalnya dari seif menjadi lee dune.

e. Transversal dune
Transversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang
banyak dan kering, angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang
pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang
berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap
arah angin.

f. Complex dune
Complex dune terbentuk pada daerah dengan air berubah-ubah, pasir dan
vegetasi agak banyak. Barchan, seif dan transversal dune yang berada
setempat-tempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan
terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan
akan mempunyai lereng yang bermacan-macam. Keadaan ini disebut
sebagai complex dune. Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969),
dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 – 20 m, tetapi beberapa
dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan
kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada
kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun,
tetapi ada juga yang sampai 30 m per tahun.

ii. Loess
Daerah yang luas tertutup material-material halus dan lepas disebut
Loess. Beberapa endapan loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai
ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan
endapan loess tesebut hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan
loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara mikroskopis
memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular dengan
diameter kurang dari 0,5 mm terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende dan
mika. Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru
terkena pelapukan sedikit. Kenampakan itu menunjukkan bahwa loess tersebut
merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan
oleh angin.
E. BENTANG ALAM GLASIAL
Gletser merupakan massa es yang mampu bertahan lama dan mapu bergerak karena pengaruh
gravitasi. Gletser terbentuk karena salju yang mengalami kompaksi dan rekristalisasi. Gletser
dapat berkembang di suatu tempat setelah melewati beberapa periode tahun dimana es
terakumulasi dan tidak melebur atau hilang.
Ada dua tipe bentang alam glasial :
1. Alpine Glaciation → terbentuk pada daerah pegunungan.
2. Continental Glaciation → bila suatu wilayah yang luas tertutup gletser.
Gletser terbentuk di daerah kutub yang tingkat peleburannya pada musim panas sangat kecil.
Gletser terbentuk oleh akumulasi es dengan faktor-faktor pendukung sebagai berikut :
1. Tingginya tingkat presipitasi
2. Suhu lingkungan yang sangat rendah
3. Pada musim dingin es terakumulasi dalam jumlah besar
4. Pada musim panas tingkat peleburannya rendah
Benua Antartika menyimpan lebih dari 85 % cadangan es dunia, 10 % berada di Greenland
dan 5 % sisanya tersebar di tempat lain di seluruh dunia. Dari fakta ini dapat disimpulkan
bahwa Antartika menyimpan cadangan air dunia dalam jumlah besar, sehingga bila es di
Antartika meleleh maka muka air laut akan meningkat 60 meter (200 feet) yang dapat
mngakibatkan banjir dan daratan tenggelam.
Tipe-tipe gletser :
1. Valley Glacier
Merupakan gletser pada suatu lembah dan dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah. Pada valley glacier juga terdapat ankak-anak sungai. Valley Glacier
terdapat pada alpine glaciation.

2. Ice Sheet
Merupakan massa es yang tidak mengalir pada valley glacier tetapi menutup dataran yang
luas biasanya > 50.000 kilometer persegi. Ice sheet terdapat pada continental glaciation
yaitu pada Greenland dan Antartika.

3. Ice cap
Merupakan ice sheet yang lebih kecil, terdapat pada daerah pegunungan seperti valley
glacier contohnya di Laut Arktik, Canada, Rusia dan Siberia. Ice sheet dan ice cap
mengalir ke bawah dan keluar dari pusat (titik tertinggi).

4. Ice berg
Ice shet yang bergerak kebawah karena pengaruh gravitasi dan akhirnya hilang / terbuang
dalam jumlah besar, bila mengenai tubuh air maka balok-balok es tersebut akan pecah
dan mengapung bebas di permukaan air, hal ini disebut ice berg.

PROSES PEMBENTUKAN GLATSER


Snowfall terbentuk dari bubuk salju yang warnanya terang, dengan udara yang terjebak
diantara keenam sisinya (snowflakes). Snowflake akan mengendap pada suatu tempat dan
mengalami kompaksi karena berat jenisnya dan udara keluar. Sisi-sisi snowflakes yang
jumlahnya enam akan hancur dan berkonsolidasi menjadi salju yang berbentuk granular
(granular snow) lalu mengalami sementasi membentuk es geltser (glacier ice). Transisi dari
bentuk salju menjadi gletser dinamakn firn.
GLACIAL BUDGET :
1. Positive budget → bila dalam periode waktu tertentu, jumlah gletser > es yang
meleleh/hilang.
2. Negative budget → bila terjadi penurunan volume gletser (menyusut).
Gletser dengan positive budget yang tertekan keluar dan ke bawah pada tepinya disebut
advancing budget, sedangkan gletser dengan negative budget yang makin kecil volumenya
dan tepinya meleleh disebut receding budget. Bila jumlah es yang yang bertambah sama
dengan volume penyusutan es maka nilai advancing budget seimbang dengan receding
budget, hal ini disebut balance budget.
Bagian atas glacier disebut zone of accumulation → tertutup oleh es abadi.
Bagian bawah glacier disebut zone of wastage → es hilang (mencair atau terevaporasi).
Batas antara kedua zona disebut firn limit yang pergerakannya tergantung apakah es
terakumulasi atau terbuang. Bila firn limit bergerak ke bawah dari tahun ke tahun, maka
disebut positive budget, bila firn limit bergerak ke atas, disebut negative budget. Bila firn
limit berada di tempat yang tetap, dinamakan balanced budget.
Terminus merupakan tepi bawah gletser yang bergerak makin jauh ke bawah lembah ketika
valley glacier mengalami positive budget. Bila mengalami negative budget (gletser
menyusut) maka terminus bergerak ke bagian atas lembah.
Bila Ice sheet mangalami positive budget, maka terjadipenambahan volume dan terminus
mengalami kemajuan dan bila meluas sampai ke laut maka volume atau jumlah ice berg di
laut bebas meningkat. Penambahan dan pengurangan ice berg merupakan indikator
perubahan musim. Meningkatnya jumlah dan volume ice berg menandakan suhu makin
dingin dan presipitasi makin tinggi.

BENTANG ALAM KARENA PROSES EROSI


 Bentang Alam Karena proses erosi yang berasosiasi dengan Alpine
Glaciation. Glacier valley → berbentuk U karena proses glasial
→ berbentuk V karena erosi sungai
Lembah terbentuk karena sungai mengalami pelurusan oleh aliran air akibat hantaman
massa es yang tidak fleksibel. Bentang alam akibat erosi yang terbentuk pada alpine
glaciation antara lain :
1. Truncated Spurs merupakan bagian bawah tepi lembah yang terpotong triangular
faced karena erosi glasial. Makin tebal gletser makin besar erosi pada bagian
bawah lantai lembah. Makin besar erosi maka mengakibatkan pendalaman lembah
dan anak sungainya sedikit.
2. Hanging valley
Ketika gletser tidak terlihat lagi, anak sungai yang tersisa menyisakan hanging
valley yang tinggi diatas lembah utama. Meskipun proses glasial membentuk
lembah menjadi lurus dan memperhalus dinding lembah, es meyebabkan
permukaan batuan dibawahnya terpotong menjadi beberapa bagian, tergantung
resistensinya terhadap erosi glasial.

3. Rock basin lake


Air meresap pada celah batuan, membeku dan memecah batuan sehingga lapisan
batuan kehilangan bagiannya, digantikan es dan ketika melelh kembali terbentuk
rock basin lake.

4. Cirques
Merupakan sisi bagian dalam yang dilingkari glacier valley, berisi gletser dari
glacier valley yang tumpah ke bawah. Terbenruk karena proses glasial, pelapukan
dan erosi dinding lembah.
5. Bergschrund
Merupakan batuan yang telah pecah, berguling-guling dan jatuh ke valley glacier
lalu jatuh ke crevasse.

6. Horn
Merupakan puncak yang tajam karena cirques yang terpotong / ada bagian yang
hilang karena erosi ke arah hulu pada beberapa sisinya.
7. Aretes
Merupakan sisi dinding lembah yang mengalami pemotongan dan pendalaman
sehingga bagian tepinya menjadi tajam, karena proses frost wedging.
8. Crevasses
Merupakan celah yang lebar (terbuka). Bila celah tertutup (sempit) disebut closed
crevasses.
BENTANG ALAM KARENA PROSES PENGENDAPAN GLETSER
1. Till
Merupakan batuan yang hancur dari dinding lembah yang terendapkan mengisi valley
glacier, berasal dari ice sheet membawa fragmen batuan yang terkikis (fragmennya
lancip) karena bertabrakan dan saling bergesek dengan batuan lain. Berukuran clay-
boulder, unsorted.
2. Erratic
Merupakan es berukuran boulder yang tertransport oleh es yang berasal dari lapisan
batuan yang jauh letaknya.
3. Moraines
Merupakan till yang terbawa jauh glacier dan tertinggal / mengendap setelah glacier
menyusut. Material-material lepas yang jatuh dari lereng yang terjal sepanjang valley
glacierterakumulasi pada sepanjang sisi es.
Lateral Moraines → Moraines yang tertimbun sepanjang sisi gletser
Medial Moraines → Gabungan anak-anak sungai yang dekat Lateral Moraines membawa
gletser turun sepanjang sisi till, dari atas tampak seperti multilane highway (lintasan-
lintasan pada daerah tinggi).
End Moraines → Tepi till yang tertimbun sepanjang sisi es, merupakan terminus yang
tersisa yang tetap selama beberapa tahun, mudah dilihat. Valley glacier membentuk end
moraines yang berbentuk seperti bulan sabit.
Bentuk-bentuk End Moraines :
 Terminal Moraines → End Moraines yang terbentuk karena terminus bergerak maju
jauh dari es.

 Recessional Moraines → End Moraines yang terbentuk karena terminus tidak
mengalami perubahan (tetap).
Ground Moraines → Till yang tipis, seperti lapisan-lapisan karena batuan yang terseret
aleh gletser lalu mengendap.
4. Drumlin
Merupakan ground moraines yang terbentuk kembali seperti alur-alur sungai lembah till,
bentuknya seperti sendok terbalik. Porosnya sejajar dengan arah gerakan es. Dihasilkan
oleh ice sheet yang tertransport jauh dan terbentuk kembali menjadi endapan till setelah
melalui lereng yang dangkal.
F. BENTANG ALAM DELTA DAN PANTAI
I. Delta
Delta merupakan daerah yang penting untuk penduduk yang berfungsi untuk tempat
tinggal, daerah pertanian dan perikanan. Istilah delta pertama kali digunakan oleh
Herodotus (sejarawan Yunani) pada 490 SM yang melihat bahwa bentuk endapan
Sungai Nil di Mesir menyerupai huruf D (atau Delta dalam bahasa Yunani).Delta
berkaitan sekali dengan bencana banjir di pesisir, gelombang air laut, erosi gelombang
air laut dan badai angin menuju ke laut. Selain itu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terbentuknya delta yaitu : iklim, debit air, produk sedimen, energi
gelombang, proses pasang surut, arus pantai, kelerengan paparan dan bentuk cekunan
penerima dan proses tektonik.

A. Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta


1. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dalam semua
komponen dari system sungai. Pada daerah tropis, penyediaan volume air
permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkat
sedimentasi. Pada lingkungan pengendapan beriklim tropis juga dijumpai
pengawetan material organic seperti gambut yang terdapat didaerah delta.
2. Debit Air
Debit sungai tergantung dari faktor iklim yang dapat mempengaruhi bentuk
geometri dari delta. Kecenderungan air sangat penting terhadap kecepatan dan
pola pertumbuhan suatu delta. Delta dengan debit air dan sedimennya tinggi
serta konstan tiap tahunnya (Delta Missisipi), menghasilkan suatu tubuh pasir
yang panjang dan lurus serta umumnya membentuk sudut yang besar terhadap
garis pantai. Sebaliknya bila produk sediment serta variasi debit air tiap
tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya
diendapkan, oleh proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang
sejajar dengan garis pantai.
3. Produk Sedimen
Pengaruh produk sediment dalam pembentukan suatu delta sangatlah besar
artinya. Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu kecil.
4. Energi Gelombang
Perkembangan suatu garis pantai pada muara sungai sangat dipengaruhi oleh
energi gelombang sepanjang pantai tersebut. Energi gelombang merupakan
mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sediment delta yang berada
dilaut menjadi suatu bentuk tubuh pasir didaerah pantai.
5. Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor didunia didominasi oleh aktifitas pasang yang kuat.
Diantaranya adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh dan delta Ord
di Australia.
6. Arus Pantai
Arus pantai mengorientasikan tubuh-tubuh pasir hingga berbentuk sejajar atau
hamper sejajar dengan arah aliran sungai.
7. Kelerengan Paparan
Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan pola perpindahan
delta, yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
8. Bentuk Cekungan Penerima dan Proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap konfigurasi delta
serta pola perubahannya. Daerah dengan tektonik yang aktif dengan akumulasi
sediment yang sedikit, sulit terbentuk delta. Sebaliknya untuk daerah dengan
tektonik pasif dan akumulasi sediment yang banyak akan terbentuk delta yang
baik pula.

B. Syarat-syarat Terbentuknya Delta


1. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum
2. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
3. Laut pada daerah muara sungai cukup tenang
4. Pantainya relative landai
5. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktifitas air laut
6. Tidak ada gangguan tektonik (kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan
pengendapan sungai, misal Delta Missisipi)

C. Unsur-unsur Dasar Delta


1. Sungai : sebagai sarana pengangkut material
2. Distributary Plain : bagian delta yang berada didaratan, umumnya merupakan
rawa-rawa
3. Delta Front / Delta Slope : bagian delta yang berada didepan delta plain, dan
merupakan laut dangkal
4. Pro Delta : bagian terdepan dari delta yang menuju laut lepas
D. Klasifikasi Delta
1. Menurut Fisher, dkk (1969)
Dasar klasifikasinya adalah :
a. proses fluvial dan influks sediment
b. Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan)
Fisher membagi delta menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu :
- Cuspate Delta -
Lobate Delta
- Elongate Delta/Bird Food Delta
Gambar IX.3. Klasifikasi delta menurut Fisher (Shelby, 1985)

2. Menurut Galloway (1975)


Galloway membagi delta berdasarkan dominasi proses fluvial, gelombang dan
pasang surut, yaitu :
a. Bird Food Delta : jika pengaruh fluvial paling dominan
b. Cuspate Delta : jika pegaruh gelombang paling dominant
c. Estuarine Delta : jika pengaruh pasang surut paling dominant

II. Bentang Alam Pantai


Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya
dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan
(Thornbury, 1969). Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk morfologi pantai
tersebut antara lain adalah pengaruh diatropisme, tipe batuan, stuktur geologi,
pengaruh perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sediment asal
daratan / sungai, erosi daratan dan angin. Pada daerah pantai yang masih mendapat
pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut
 dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.

Shore Line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relative berbentuk baris
dan relativemerupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang
tidak bisa.
Gambar IX.5. Shore Line in Great Lake


 daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat
Coast (pantai), yaitu
pengaruh air laut.

Ada beberapa klasifikasi pantai dengan dasar yang bermacam-macam pula dari
berbagai penyusun yang berbeda. Dalam bab ini akan dibahas klasifikasi pantai dari
yang sifatnya klasik (1919) sampai sifanya modern (1980), berikut pembagiannya :

A. Klasifikasi Pantai Secara Klasik


Klasifikasi ini dikemukakan oleh Johnson (1919) yang didasarkan pada
karakteristk geomorfik yang disebabkan oleh ayunan muka laut. Keuntungan
klasifikasi pantai ini adalah pembagiannya yang sederhana sedangkan
kelemahannya yaitu sulit dalam penerapannya, karena kebanyakan pantai telah
dipengaruhi oleh penenggelaman selama transgresi laut kala Pleistosen. Johnson
(1919) mengelompokkan pantai menjadi :
1. Pantai Tenggelam (Submergence Coast)
Pantai yang dibentuk karena penenggelaman daratan atau naiknya muka laut.
Dicirikan oleh garis garis pantai yang tidak teratur, adanya pulau-pulau didepan
pantai, teluk yang dalam, dan lembah-lembah yang turun. Contoh pantai ini
adalah :
a. Pantai Ria : pantai yang sebelum tenggelam telah mengalami erosi darat
terutama proses fluviatil
b. Pantai Fyord : pantai yang sebelum tenggelam mengalami proses glasiasi
(lihat gambar IX.7)
Kenampakan pada peta topografi :
- garis pantai tidak teratur
- garis kontur berkelok-kelok tidak teratur
- pantainya relative curam, ditandai dengan adanya garis kontur yang relative
rapat
- perkampungan disekitar pantai umumnya tidak sejajar dengan garis pantai

Gambar IX.7. Pantai Fyord didaerah Greenland (Thornbury, 1969)

2. Pantai Naik (Emergence Coast)


Pantai yang dibentuk oleh majunya garis pantai atau pun turunnya muka laut.
Pantai ini dicirikan oleh garis pantai yang relative lurus, relief-relief rendah,
terbentuknya undak-undakan pantai dan gosong pantai atau tanggul-tanggul
dimuka pantai.
Kenampakan pada peta topografi :
- garis pantai yang relative lurus, ditandai dengan kontur yang lurus
- pantai yang relative landai, ditunjukkan oleh garis kontur yang renggang
- jika dijumpai perkampungan umumnya relative sejajar dengan garis pantai

3. Pantai Netral
Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikan dan biasanya
dicirikan oleh adanya garis pantai yang relative lurus-lurus, pantainya landai dan
ombak tidak besar. Beberapa contoh pantai ini antara lain :
a. Pantai Delta
b. Pantai dataran fluviatil
c. Pantai gunung api
d. Pantai terumbu karang
e. Pantai sesar
Kenampakan pada peta topografi :
- adanya delta plain, alluvial plain, dll
- biasanya garis kontur renggang
- bentuk garis pantainya relative lurus melengkung
- sungai dimuara mempunyai banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai
pola sungai berbentuk pohon (dendritik).

4. Pantai Campuran
Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada yang
lain. Seperti kenampakan undak pantai, lembah yang tenggelam, yang
merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan pada peta topografi :
- adanya dataran pantai, teras-teras (emergence)
- adanya teluk-teluk dengan kontur yang relative rapat (submergence)
- perkampungan tidak teratur

B. Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif


Klasifikasi ini disusun oleh Valentine (1952). Ia mengemukakan bahwa
kestabilan muka laut dipengaruhi oleh fluktuasi iklim dan ketidakstabilan diastropik
selama masa Kuarter. Valentine menggabungkan pengaruh muka laut dan dinamika
pantai dalam pemikirannya untuk klasifikasi pantai yang sebagian secara genetic
dan sebagian secara deskriptif (Sharma, 1986).

Pantai naik: pantai pengangkatan dasar laut

Pantai yang maju


Phytogenic:pantai bakau
bentukan organisme
Pantai Zoogenic:pantai terumbu
maju

Deposisi fluvial : pantai delta


bentukan non organisme
Deposisi laut : pantai penghalang

pantai gumuk pasir

Erosi : pantai fyord


Bentukan glasiasi
Deposisi: forden coast
Pantai tenggelam
Bentukan fluvial : pantai perlipatan pegunungan tua
Pantai yang mundur

Pantai mundur: pantai cliff

C. Klasifikasi Pantai Secara Tenaga Geomorfik


Shepard (1963) dikutip Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi pantai
primer (muda) dan pantai sekunder (dewasa). Pantai primer terbentuk oleh tenaga-
tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunungapi, sesar dan lipatan). Pantai
sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi : erosi laut, deposisi laut dan
bentukan oganik. Kelebihan klasifikasi ini adalah pembagiannya yang lengkap,
tetapi klemahannya sulit ditrapkan unuk menentukan pantai primer yang telah
berubah karena proses-proses laut, sehingga pantai ini tidak jelas termasuk pantai
primer atau sekunder (Sharma, 1986).
1. Macam-macam Pantai Primer
a. Pantai karena erosi dari daratan. Erosi baik oleh sungai maupun glacial
sebelum mengalami pengangkatan.
- pantai erosi fluvial yang tenggelam, misalnya Pantai Ria
- tenggelamnya lembah-lembah glacial, misalnya Pantai Fyord
b. Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat
- pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai darata
alluvial yang turun (Pantai Semarang)
- pantai pengendapan glacial, misalnya sebagai morena yang tenggelam
atau sebagai drumline yang tenggelam
- pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin (prograding sand dune)
- meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas
(contohnya pantai didekat Townsvill, timur laut Queensland, Australia)
c. Bentuk pantai akibat aktifitas vulkanisme
- pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. Cirinya jika lavanya
basa bentuk pantai tidak teratur, kalau asam bentuk pantai lebih teratur
- pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera
d. Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatrophism atau tektonik
- pantai yang terbentuk karena patahan
- pantai yang terbentuk karena lipatan

2. Macam-macam Pantai Sekunder


a. Bentuk pantai karena erosi laut
- pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang
- pantai terjal yang lurus karena erosi gelombang
b. Bentuk pantai karena pengendapan laut
- pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang
memotong teluk
- pantai yang maju karena pengendapan laut
- pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and longshore
spit).

D. Klasifikasi Pantai Secara Klimato-Genetik


Davies (1980) dikutip Sunarto (1991) mengklasifikasikan pantai secara klimato-
genetik. Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antara energi gelombang dengan
morfologi pantai, serta memperhatikan signifikansi peninggalan sejarah dan aspek-
aspek geologis dalam evolusi pantai. Berdasarkan aspek klimato-genetik, pantai
dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Pantai Lintang Rendah
Pantai ini dicirikan oleh energi gelombang rendah dan lingkungan angin pasat.
Sediment pantai banyak, sehingga banyak pantai berbatu didaerah tropis. Ada
beberapa pantai yang terjadi dari kkarang dan ganggang. Terdapat hubungan
antara variasi morfologi pantai dengan wilayah hujan . Mangrove tumbuh
didaerah beriklim tropik panas-basah, sedangkan gemuk pantai terdapat
dilingkungan yang briklim tropik panas-kering.
2. Pantai Lintang Tengah
Pantai ini terdapat dilingkungan gelombang berenergi tinggi, karena aktifitas
gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu maka cliff dan bentukan yang
berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
3. Pantai Lintang Tinggi
Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan
merupakan sisa-sisa pembentukan. Gisik terbentuk dengan dominasi kerikil dan
kerakal. Perkembngan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa
batuan dalam skala besar.
MATERI PETROLOGI

BAB I
BATUAN BEKU NONFRAGMENTAL

1.1.Pengertian
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari proses pembekuaan
magma baik secara ekstrusif (membeku di luar permukaan bumi) maupun secara
intrusif (membeku di dalam permukaan bumi), yaitu proses perubahan fase dari fase
cair menjadi fase padat. (Bates dan Jakson, 1990).
Batuan beku nonfragmental merupakan batuan beku yang mana terbentuk dari
pembekuan langsung dari magma yang mendingin sehingga menghasilkan struktur
maupun tekstur tertentu.

1.2.Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makroskopis dan dalam skala luas
yang meliputi kedudukan, kenampakan, dan hubungannya antar bagian-bagian batuan
yang berbeda. Pada batuan beku struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif yaitu bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas
b. Jointing yaitu bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan
c. Vesikuler yaitu dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas
Skoriaan yaitu bila lubang lubang gas tidak saling berhubungan
Pumisan yaitu bila lubang-lubang gas saling berhubungan
d. Aliran yaitu bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristalnya
e. Amigdaloidal yaitu bila lubng-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder

1.3.Tekstur
Tekstur adalah kenampakan butir-butir mineral di dalamnya, yang meliputi
tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas dan hubungan antar butir
(fabric). Dimana dari tekstur batuan beku dapat diperoleh informasi mengenai sejarah
pembekuan yang berkaitan dengan decepatan pendinginan, lokasi pembekuan, proses
yang terjadi selama pembekuan dan sifat magma. Pengamatan tekstur meliputi:
a. Tingkat kristalisasi
Merupakan tingkatan pembentukan kristal pada batu. Dimana semakin membentuk
kristal secara kelseluruhan suatu batu, menunjukkan pembekuan yang relative lama
dan berlaku sebaliknya.
i. Holokristalin yaitu bila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral
ii. Hypokristalin yaitu bila batuan beku terdiri dari sebagian kristal dan
sebagian gelas
iii. Holohyalin yaitu bila seluruh batuan tersusun atas gelas
b. Ukuran Kristal
Ukuran kristal merupakan manifestasi dari kecepatan pembekuan suatu magma,
semakin besar kristal mineral yang terbentuk menunjukkan semakin lambat laju
pembekuan magma yang terjadi.
Tabel 1.1 Klasifikasi ukuran butir kristal mineral
Cox, Price, Harte W.T. Huang Heinric
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1-5 mm 1-5 mm 1-10 mm
Kasar > 5 mm 5-30 mm 10-30 mm
Sangat > 30 mm > 30mm
Kasar

c. Granularitas
Merupakan hubungan antara kristal penyusun batu terhadap kristal yang lain dalam
satu batu.
i. Equigranular
Merupakan tekstur dimana kristal penyusun batuan memiliki ukuran yang sama
(seragam).
- Fanerik granular yaitu apabila kristal mineral dapat dibedakan dengan mata
telanjang dan berukuran seragam. Contoh: granit dan gabro. Tekstur ini
terjadi akibat pembekuan magma yang berlangsung secara lambat sehingga
menghasilkan kristal mineral yang seragam.
- Afanitik yaitu apabila kristal mineral sangat halus sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Contoh : basalt. Tekstur ini terjadi akibat
pembekuan magma yang berlangsung dengan cepat sehingga menghasilkan
kristal yang afanit (berukuran halus).
ii. Inequigranular
Merupakan tekstur dimana kristal penyusun batuan memiliki ukuran yang
berbeda, dimana terdapat kristal mineral yang lebih besar (fenokris) dan adanya
massa dasar. Tekstur ini terjadi apabila ada beda waktu pembentukan
penyusunnya, yaitu fenokris (kristal mineralyang berukuran lebih besar dari
sekelilingnya) terbentuk terlebih dahulu, besar ukuran fenokris menunjukkan
waktu pembekuan magma pembentuknya. Sedangkan massadasar terbentuk
setelahnya dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan tingkat
kristalisasinya.
 Porfiritik merupakan tekstur dimana massa dasar berupa kristal
- Faneroporfiritik yaitu bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi
kristal mineral yang lebih kecil (masa dasar) dan dapat dikenal dengan
mata telanjang. Contoh : diorit porfir
- Porfiroafanitik yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang
afanitik. Contoh : andesit porfir
 Vitrovirik merupakan tekstur dimana massa dasar berupa gelas
d. Bentuk kristal
i. Euhedral adalah apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-
bidang kristal yang jelas
ii. Subhedral adalah apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian
saja yang di batasi oleh bidang-bidang kristal
iii. Anhedral adalah apabila batas bidang kristal tidak jelas

1.4.Komposisi
Berdasarkan kandungan silica (SiO2) batuan beku dibagi menjadi beberapa kelompok
yang antara lain tertera pada table berikut.
Tabel 1.2 Klasifikasi batu beku berdasarkan kandungan silika
Kandungan silica Nama batuan
> 66 % Batuan beku Asam
52-65 % Batuan beku Intermediet
45-51 % Batuan beku Basa
< 45 % Batuan beku Ultrabasa

Sedangkan bila dilihat dari kelimpahan mineral mafic dibagi menjadi:

Table 1.3 Klasifikasi batu beku berdasarkan kandungan mineral mafic


Kandungan mineral mafic Nama batuan
< 30 % Batuan beku leucocratic
30-59 % Batuan beku mesocratic
60-90 % Batuan beku melanocratic
> 90 % Batuan beku hypermelanic

1.5.Tata nama batuan


a. Thorpe and Brown, 1985

b. Russel B. Travis, 1955


Gambar.1 Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar,
1955).
BAB II
BATUAN BEKU FRAGMENTAL (PYROKLASTIK)

2.1.Pengertian Batuan Piroklastik


Batuan piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung api dengan
ciri-ciri yang khas. Untuk mempelajari material piroklastik, terlebih dulu kita harus memahami
tentang aktivitas vulkanisne baik proses maupun produknya. Pemahanan itu secara umum
meliputi pemahaman tentang :
1. Erupsi gunung api.
2. Material hasil aktivitas gunung api.

Gambar 2.1. Produk erupsi vulkanik

2.2 Macam Material Hasil Erupsi Vulkanik


Berdasarkan pengertian tersebut maka istilah vulkaniklastik mencakup bermacam-
macam batuan vulkanik, yaitu:
a. Material Piroklastik
Akumulasi material piroklastik atau sering pula disebut sebagai tephra merupakan
hasil banyak proses yang berhubungan dengan erupsi vulkanik tanpa memandang
penyebab erupsi dan asal dari materialnya. Fisher, 1984 menyatakan bahwa fragmen
piroklastik merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung dari proses
erupsi vulkanik. Material piroklastik saat dierupsikan gunung api memiliki sifat
fragmental, dapat berujud cair maupun padat. Dan setelah menjadi massa padat material
tersebut disebut sebagai batuan piroklastik.
b. Material Hidroklastik
Material ini dihasilkan oleb suatu erupsi hidrovulkanik yakni erupsi yang terjadi
karena kontak air dengan magma.
Berdasarkan cara transportasi sebelum diendapkan, akumulasi material hidroklastik dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Endapan Hidroklastik Jatuhan
Endapan hidroklastik jatuhan adalah endapan yang terjadi dari akumulasi material
hidroklastik yang dilemparkan dari pusat erupsi ke udara dan kemudian jatuh di
tempat pengendapannya. Cara transportasi material hidroklastik jatuhan dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu transportasi gerak peluru (trajectory) dan turbulensi
awan erupsi.
- Endapan Hidroklastik Aliran.
Endapan ini terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang terlempar dari pusat
erupsi, kemudian bergerak sepanjang permukaan bumi menuju tempat
pengendapannya.
c. Material Autoklastik
Material ini di alam dijumpai sebagai breksi vulkanik autoklastik yaitu bentuk
fragmentasi padat karena letusan gas-gas yang ada di dalamnya karena oleh penghancuran
lava (Wright, 1963 vide Willard, 1968). Jadi material ini merupakan gesekan oleh
penghancuran lava sebagai hasil dari perkembangan lanjut dari pembekuan.
d. Material Alloklastik
Material ini sering disebut sebagai breksi vulkanik alloklastik yaitu breksi yang
dibentuk oleh fragmentasi dari beberapa batuan "preexisting" oleh proses vulkanik bawah
permukaan (Wright; 1963 vide Willard; 1968). Jadi proses breksiasi dari batuan ini terjadi
di dalam gunung api baru kemudian ekstrusion sebagai aliran breksi. Breksiasi ini
mungkin dihasilkan oleh pengembangan gas atau oleh runtuhnya gunung api yang
kemudian terbentuk rongga-rongga dan akhirnya diikuti erupsi. Aliran breksi pada tipe ini
terjadi pada derajat kemiringan dan bergerak dari gunung api dengan media air menjadi
lahar. Proses yang seperti ini mengakibatkan batuan ini sukar dibedakan dengan breksi
laharik. Ciri dari breksi ini adalah ketebalannya yang besar dan tidak berlapis, material
penyusunnya sangat kasar dan tidak tersortasi. Fragmen mempunyai ukuran beraneka
ragam, heterolitologi. Fragmen pumis, skoria dan batuan afanitik jarang dijumpai.
e. Material Epiklastik.
Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan vulkanlk dan
umumnya bukan merupakan hasil vulkanisme yang seumur. Karena endapan epiklastik ini
merupakan hasil proses rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya
fragmen-fragmennya lebih rounded dan material piroklastik maupun hidroklastik.
Fragmen-fragmen tersebut; dapat terbentuk oleh proses-proses non vulkanik atau proses
epigenik sehingga membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material epiklastik
di alam sering dijumpai sebagai breksi laharik.

2.3 Tipe Endapan Piroklastik


Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah endapan volkaniklastik
primer yang tersusun oleh partikel (piroklas) terbentuk oleh empsi yang eksplosif dan
terendapkan oleh proses volkanik primer (jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang
terlibat dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama yaitu : erupsi letusan
magmatik, erupsi freatik dan erupsi freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu
menghasilkan piroklas yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok
dengan panjang beberapa meter. Termasuk dalam tipe endapan piroklastik meliputi:
1. Piroklastik aliran.
2. Piroklastik jatuhan.
3. Piroklastik surge.
1. Piroklastik Aliran
Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi, dekat permukaan,
mudah bergerak, berupa gas dan partikel terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik
(Wright et al 1981, vide Mc Phie et al 1993). Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan
bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel dan gas dalam keadaan
panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik. Aliran piroklastik melibatkan semua aliran
pekat yang dihasilkan oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.
2. Piroklastik Jatuhan
Piroklastik yang dilontarkan secara ledakan ke udara sementara akan tersuspensi,
yang selanjutnya jatuh ke bawah dan terakumulasi membentuk endapan piroklastik jatuhan.
Endapan merupakan produk dari jatuhan baiistik dan konveksi turbulen pada erupsi kolom
(Lajoie, 1984). Karakteristik dari endapan dapat yang diamati antara lapisan piroklastik
jatuhan dan piroklastik aliran dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2. 1. Perbedaan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie, 1984)
Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran
Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted)
Ketebalan Teratur dan mengikuti Tidak teratur, menipis pada
Lapisan permukaan yang ditutupi tinggian, menebal pada
(mantle bedding) cekungan, menipis secara
lateral terhadap batas saiuran
Gradasi dan Lapisan massif jarang; Lapisan massif. Gradasi
Laminasi gradasi normal Jarang, tapi terbalik umum pada endapan
dapat hadir, tidak ada yang terakumulasi dari
struktur traksi yang tegas suspensi laminar (aliran debris
seperti laminasi parallel dan butiran). Gradasi normai
dan laminasi ob!ique, tetapi banyak dijumpai pada endapan
crude strait umum. yang berasal dari suspensi
turbulen dan itu umumnya
ditemukan mendasari atau
menutupi bagian laminasi.

Struktur primer Bomb - surge dan acretionary Acretionary lapilli dihasilkan pada
yang lain lapilli umum dijumpai pada lapisan atas pada beberapa
endapan subaerial atau shallow subaerial nuees ardentes. Jarang
water. Lubang/pipa gas-escape atau tidak ada pada
tidak ada. endapan subagueous.
Sekuen struktur Tidak ada Lubang/pipa gas-escape
primer. (Phmary umum dijumpai Umum, dan
Structure umumnya itu jarang teramati
seguence) pada sedimen transportasi
massa (mass-transported sediments)
yang lain.

3. Piroklastik Surge
Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas rendah), aliran
purticulate yang diangkut secara lateral di dalam gas turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/
al 1993). Piroklastik surge dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun
freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash cloud surge dan ground
surge).
Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau laminasi biasanya disebut
sebagai bed set.
Ada beberapa istilah dalam tipe endapan piroklastik, meliputi :
1. Aliran Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif tinggi yang bergerak di dasar/lereng vulkan
2. Gelombang Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif rendah bergerak menuruni lereng volkan.
Gambar III. 2. Karakteristik endapan yang berasal dari erupsi eksplosif (endapan
piroklastik primer) Mc Phie et al, 1983.
2.4 Klasifikasi Batuan Piroklastik
Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh para ahli, tetapi
masih terjadi kekurangan maupun perbedaan tentang batuan piroklastik.
Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan piroklastik sangat sulit,
sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan pada:
 Asal – usul fragmen
 Ukuran fragmen
 Komposisi fragmen
a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen
Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari letusan tipe
eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac Donald (1972) membuat klasifikasi
sebagai berikut:
- Essential : Fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar
- Accessor : Fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang
terdapat pada kerucut volkanik
- Accidental : Fragmen yang berasal dari batuan lain yang
tidak menunjukkan gejala pembekuan,
metamorfisme
Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat pertama kali oleh Grabau
(1924) dalam Carozzi (1975) :
Tabel 2.2 Klasifikasi Grabau (1924)

> 2,5 mm Rudyte


2,5 – 0,5 mm Arenyte
< 0,5 mm Lutyte

Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932) dalam Pettijohn banyak
dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak sama antara batuan sedimen dan piroklastik :

Table 2.3 klasifikasi wentworth dan Williams(1932)

- Breksi volkanik : Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32 mm, bentuk


fragmen meruncing
- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32 mm
- Lapili/tuf lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran antara 4 mm –
32 mm
- Tuf kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran butir
terletak antara 0,25 mm – 4 mm
- Tuf halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus dengan ukuran <
0,25 mm

b. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen

Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuf, yaitu


 0,25 –4 mm : tuf kasar
 < 0,25 mm : tuf halus
Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Vitric Tuff tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas
2. Lithic Tuff tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen batuan
3. Crystal Tuff tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan –pecahan
kristal

Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan prosentase gelas dengan
kristal, yaitu:
1. Vitric Tuff:
Tuf mengandung gelas antara 75% - 100% dan kristal 0% - 25%.
2. Vitric crystal tuff:
Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% - 50%.
3. Crystal vitric tuff:
Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% - 75%.
4. Crystal tuff :
Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% - 100%.

Heinrich (1956) mengatakan bahwa selama pengendapan tuf bisa bercampur dengan material
sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang paling banyak dapat dipakai untuk
pemberian nama tuf. Misal serpihan atau mengandung gamping, tuf gampingan dan
sebagainya.
Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tuf hasil letusan gunung berapi,
sehingga membentuk campuran dua bahan pembentuk batuan yang mempunyai sumber dan
proses pembentukan yang tidak sama. Pettijohn (1975), adanya tuf di dalam batuan sedimen
bisa dipergunakan untuk pemerian tambahan. Sehingga akan diperoleh penamaan seperti
batupasir tufan, serpih tufan dan lainnya.
Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tuf. Batuan yang
berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan sederhana dapat dimasukkan ke dalam
kelompok tuf ini, ternyata mempunyai komposisi yang cukup berariasi. Variasi komposisi
tersebut dikelompokan lagi menjadi :
a. Vitric Tuff
Menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tuf vitrik merupakan
hasil endapan primer material letusan gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik,
meskipun juga dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik.
Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-inklusi magnetit
banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya tidak berwarna, tetapi apabila
berkomposisi basaltik berwarna kuning sampai coklat.
Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai, walaupun dalam
prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa berupa mineral penyusun riolit, andesit dan
lain-lain. Mineral skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa, oksida-
oksida besi dan lain-lain. Beberapa tuf vitrik yang mengendap dalam tubuh air tersemen
oleh kalsit, Heinrich (1956).
Tuf vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu kepingan-kepingan gelas terletak
dalam matrik yang berupa abu gelas yang sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert
(1954). Macam-macam tuf vitrik:
1. Tuf palagonit
Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning kehijauan sampai coklat tua. Tuf
palagonit umumnya mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksen dan bijih
besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit, Heinrich (1956).
2. Porselanit atau batu cina
Penyusun berupa abu gelas yang sangat halus, sering disebut tuf lempungan.
3. Welded tuff atau ignimbrit
Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang terelaskan, Heinrich (1956).
4. Tuf pisolit
Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat halus, Williams, Turner dan
Gilbert (1954).
b. Crystal tuff
Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai berjumlah sedikit.
Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende, lain yang terkadang
dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang mengandung tridimit.
Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin, magnetit dan augit
banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin,
augit, magnetit dan labradorit.
c. Lithic tuff
Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas dijumpai dalam jumlah
yang relatif sedikit. Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen batuapung, skoria,
obsidian, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau
halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik maupun sedimen,
Heinrich (1956). Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum
terendapkan mengalami berbagai proses, baik cara terangkuntnya dan media
transportasi, maupun material yang terendapkan.

Ignimbrit/endapan aliran pumis (ignimbrites : pumice-flow deposit): endapan aliran

piroklastik didominasi pumis.

Unwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan welded ignimbrite - ignimbrite terelaskan

Gambar 2.2 Kenampakan ignimbrit di lapangang


BAB III
BATUAN SEDIMEN KLASTIK

3.1.Pengertian Sedimen
Istilah sedimen berasal dari kata sedimentum, yang mempunyai pengertian yaitu
material endapan yang terbentuk dari hasil proses pelapukan dan erosi dari suatu material
batuan yang ada lebih dulu, kemudian diangkut secara gravitasi oleh media air, angin atau
es serta diendapkan ditempat lain dibagian permukaan bumi. Umumnya bentuk awal dari
endapan ini berupa kumpulan dari fragmen yang berukuran halus hingga kasar yang belum
terkonsolidasi sempurna, disebut endapan, sedimen (sediments), superfical deposits.
Kemudian akan berlangsung proses diagnesa yang meliputi proses fisik : kompaksi, proses
kimia antara lain : sedimentasi, autigenik, rekristalisasi, inversi, penggantian, dan disolusi,
proses biologi. Proses diagnesa ini berjalan selama waktu geologi, sehingga mentebabkan
material terkonsolidasi sempurna dengan bentuk fisik masif dan padat. Hal ini akan
menghasilkan salah satu jenis batuan dialam, yaitu yang disebut dengan batuan sedimen
(sedimentary rokcs)(Boggs, 1987).

Sebagian besar material penyusun komposisi batuan sedimen berasal dari proses
pelapukan dan erosi dari batuan yang tertua, atau batuan yang terbentuk lebih dahulu. Dari
studi sedimen masa kini hingga terbentuk batuan sedimen, maka dapat diketahui
lingkungan pengendapannya yang meliputi :
- darat atau terrestial
- laut

- lingkungan campuran merupakan lingkungan peralihan dari darat hingga laut, misal
lingkungan delta, estuari laut, dan peraiaran pantai yang dipengaruhi pasang surut

Dari lingkungan pengendapan batuan sedimen tersebut maka dapat dikenal tiga
material penyusun batuan sedimen :
 fragmen yang berasal dari batuan yang diangkut dari tempat asalnya oleh air,
angin atau glasial, fragmen ini disebut material klastik atau pecahan
 material yang berasal dari larutan garam, yang disebut material kimia
 material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan dan hewan, yang disebut
material organik
3.2.Batuan Sedimen Klastik
Terbentuknya dari pengendapan kembali denritus atau perencanaan batuan asal.
Batuan asal dapat berupa batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Dalam
pembentukkan batuan sedimen klastik ini mengalami diagnesa yaitu perubahan yang
berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen selama dan sesudah litifikasi.
Tersusun olek klastika-klastika yang terjadi karena proses pengendapan secara
mekanis dan banyak dijumpai allogenic minerals.
Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau
pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami
transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada umumnya
berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi.

3.3.Pembentukan batuan sedimen


Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh
kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina, serta
proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat
yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau.
Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan lunak, akan tetapi karena proses diagenesis
sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama
terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material
sedimen menjadi batuan sedimen yang kompak.
3.3.1 Transportasi dan Deposisi
a. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida

Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak secara
bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh terutama adalah densitas dan viskositas air
lebih besar daripada angin sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang
mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut angin. Viskositas adalah
kemampuan fluida untuk mengalir. Jika viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya
akan rendah dan sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mengalirnya besar merupakan
viskositas yang tinggi.
b. Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment gravity flow

Pada transportasi ini partikel sedimen tertransport langsung oleh pengaruh


gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini
partikel bergerak tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi
perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk dalam
sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi
sediment oleh gravity flow akan menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi
sedimen oleh fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi
dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi. Batuan sedimen yang dihasilkan oleh
proses ini umumnya akan mempunyai sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur
deformasi.

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan batuan


sedimen telah ditemukan oleh para ahli, baik berdasarkan genetik maupun deskriptif.
Secara genetik dapat disimpulkan dua golongan. (Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)

3.3.2 Litifikasi dan Diagnesis


Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment
yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses
yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut
sebagai diagnesis. Diagnesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi
daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses
metamorfisme.

Proses diagnesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis sangat
berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang
dihasilkannya. Proses diagnesis akan menyebabkan perubahan material sedimen.
Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur, proses
kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar
butirannya. Proses sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi
lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi, authigenesis,
replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi menentukan kemampuan erosi dan
pengangkatan partikel oleh fluida. Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa
bedload atau suspended load. Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir umumnya
dapat diangkut secara bedload dan yang lebih halus akan terangkut oleh partikel secara
kontinu mengalami kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan
creeping. Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu :

 Kompaksi
Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban.
 Anthigenesis
Mineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga adanya mineral
tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini
yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silika, klastika, illite, gypsum
dan lain-lain.
 Metasomatisme
Metasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral
autigenik, tanpa pengurangan volume asal. Contoh : dolomitiasi, sehingga dapat
merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.
 Rekristalisasi
Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia
yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagnesa atau sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukkan batuan karbonat.
Sedimentasi yang terus berlangsung di bagian atas sehingga volume sedimen
yang ada di bagian bawah semakin kecil dan cairan (fluida) dalam ruang antar
butir tertekan keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.
 Pelarutan (Solution)
Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan terbentuknya
rongga-rongga di dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya
struktur iolit. (Diktat Petrologi UPN ; 2001)
3.4.Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen
yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi pembentuknya. Pembentukkannya
dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan.
(Pettijohn & Potter, 1964 ; Koesomadinata , 1981)
Pada batuan sedimen dikenal dua macam struktur, yaitu :

 Syngenetik : terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan sedimen, disebut juga


sebagai struktur primer.

 Epigenetik : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti kekar, sesar, dan
lipatan.
Macam-macam struktur primer adalah sebagai berikut :
1. Struktur eksternal

Terlihat pada kenampakan morfologi dan bentuk batuan sedimen secara keseluruhan di
lapangan. Contoh : lembaran (sheet), lensa, membaji (wedge), prisma tabular.
2. Struktur internal

Struktur ini terlihat pada bagian dalam batuan sedimen, macam struktur internal :
a) Perlapisan dan Laminasi

Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut laminasi jika
kurang dari 1 cm.perlapisan dan laminasi batuan sedimen terbentuk karena
adanya perubahan kondisi fisik,kimia, dan biologi. Misalnya terjadi perubahan
energi arus sehingga terjadi perubahan ukuran butir yang diendapkan.
Macam-macam perlapisan dan laminasi :

Perlapisan/laminasi sejajar (normal)

Dimana lapisan/laminasi batuan tersusun secara horizontal dan saling sejajar satu
dengan yang lainnya. \

Perlapisan/laminasi silang siur (Cross bedding/lamination)
Perlapisan/batuan saling potong memotong satu dengan
yang lainnya.

Graded bedding

Struktur graded bedding merupakan struktur yang khas sekali dimana butiran makin ke
atas makin halus. Graded bedding sangat penting sekali artinya dalam penelitian untuk
menentukan yang mana atas (up) dan yang bawah (bottom) dimana yang halus
merupakan bagian atasnya sedangkan bagian yang kasar adalah bawahnya. Graded
bedding yang disebabkan oleh arus turbid,dimana fraksi halus didapatkan di bagian
atas juga tersebar di seluruh batuan tersebut. Secara genesa graded bedding oleh arus
turbid juga terjadi oleh selain oleh kerja suspensi juga disebabkan oleh pengaruh arus
turbulensi.
b) Masif
Struktur kompak, consolidated, menyatu (Kenampakan pada
permukaan lapisan)

Ripple mark
Bentuk permukaan yang bergelombang karena adanya arus

Flute cast
Bentuk gerusan pada permukaan lapisan akibat aktivitas arus

Mud cracks

Bentuk retakan pada lapisan Lumpur (mud), biasanya berbentuk polygonal.



Rain marks
Kenampakan pada permukaan sedimen akibat tetesan air
hujan.
c) Struktur yang terjadi karena deformasi

Load cast
Lekukan pada permukaan lapisan akibat gaya tekan dari beban di atasnya.

Convolute structure
Liukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi.

Sandstone dike and sill
Karena deformasi pasir dapat terinjeksi pada lapisan sediment diatasnya.
d) Karena proses biologi
1. Jejak (tracks and trail)
Track : jejak berupa tsapak organisme
Trail : jejak berupa seretan bagian tubuh organisme
2. Galian (burrow)
Adalah lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme
3. Cetakan (cast and mold)
Mold : cetakan bagian tubuh organisme
Cast : cetakan dari mold

Struktur batuan sedimen juga dapat digunakan untuk menentukan bagian atas suatu
batuan sedimen. Penentuan bagian atas dari batuan sedimen sangat penting dalam
menentukan urutan batuan sediment.

3.5.Tekstur
Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut

butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan sedimen
mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialami batuan tersebut
terutama proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat digunakan untuk
menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan sediment. Secara umum batuan sedimen
dibedakan menjadi dua, yaitu tekstur klastik dan non klastik.
Tekstur klastik
Unsur dari tekstur klastik fragmen, massa dasar (matrik) dan semen.

agmen atuan yang ukurannya lebih besar dari pada pasir.

atrik utiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen

n diendapkan bersama-sama dengan fragmen.


 Semen Material halus yang menjadi pengikat, semen
iendapkan setelah fragmen dan matrik. Semen

mumnya berupa silika, kalsit, sulfat atau oksida


besi.
Gambar 3.1 Kenampakan Fraghmen, matriks, dan semen

Bentuk Butir
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses
transportasi dan jarak transport (Boggs,1987. Butiran dari mineral yang resisten seperti
kuarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang
resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran berukuran lebih besar daripada yang
berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis
butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian
kebundaran :
a) Well rounded (membundar baik)
Semua permukaan konveks, hampir equidimensional, sferoidal.
b) Rounded (membundar)

Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi butiran bundar.


c) Subrounded (membundar tanggung)
d) Subangular (menyudut tanggung)
Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung tajam.
e) Angular (menyudut)
Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam (Endarto:2005)

Sortasi (Pemilahan)
Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan sedimen,
artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin
baik.
Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen klastik. Bebrapa
istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
 Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar.
 Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen.


Kemas (Fabric)
Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :
O kemas terbuka : bila butiran tidak saling bersentuhan
mengambang dalam matriks).
Okemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama lain.

3.6.Komposisi
Proses pengendapan dari material klastik akan menghasilkan tipe batuan sedimen
klastik seperti batulempung, batulanau, batupasir, konglomerat dan breksi. Perbedaan
utama dari material batuan sedimen, yaitu ukuran butir atau fragmen penyusun batuan.
Secara umum dikenal skala ukuran dari material klastik yang membedakan tipe batuan
sedimen sebagai berikut :
Tipe ukuran (mm)
Bongkah (boulders) > 256
Berangkal (cobbles 64 - 256
Kerakal (pebbles) 4
Butiran (granules 2
Pasir (sand) 0,06 - 2
Lanau (silt) 0,002 – 0,06
Lempung (clay) < 0,002

Selain material diatas umumnya juga terdapat berupa larutan garam yang meliputi
kalsium karbonat, natrium klorida dan senyawa dari berbagai unsur diantaranya
magnesium, kalsium, besi dan alumunium. Larutan ini mempunyai tingkat kelarutan
didalam airsungai dan air laut yang menjadi semen untuk material klastik, baik fragmen
maupun semen.

3.7.Tata nama batuan


Klaisfikasi batuan sedimen sesuai kebutuhan dalam bidang rekayasa, planologi
maupun minyak dan gas bumi, terutama yang berhubungan dengan batuan induk, migrasi
dan tipe batuan reservoir. Beberapa tipe batuan sedimen sebagai berikut :
1. Breksi (Breccia)

Komposisi atau material penyusun breksi berupa fragmen batuan dengan bentuk
sangat meruncing – meruncing, ukuran umumnya kasar berkisar dari kerakal hingga
berangkal, sering diantara fragmen ini dijumpai ukuran yang lebih kecil yang disebut
matrik. Dari fragmen yang meruncing, dapat ditafsirkan bahwa breksi ini diendapkan
dekat dengan sumbernya, sehingga tidak terpengaruh secara fisik oleh jarak
transportasi, hingga mencapai cekungan sedimen. Ukuran material penyusun breksi
lebih besar dari 2 mm.
2. Konglomerat (Conglomerate)
Terbentuk dari beberapa fragmen batuan dan matrik, bentuk umumnya membundar –
sangat membundar yang terikat bersama oleh material semen yang berkuran lebih halus
seperti serpih atau lempung. Ukuran material penyusun konglomert ini lebih besar dari
2 mm.
4. Batupasir
Merupakan hasil sementasi dari massa yang berukuran pasir, massa pasir ini umumnya
adalah mineral silika, felspar atau pasir karbonat, sedang material pengikat atau semen
berupa besi oksida, silika, lempung atau kalsium karbonat. Ukuran butir mineral
penyusun mulai dari yang berukuran pasir halus sampai dengan pasir kasar (0,06 mm –
2,0 mm).
5. Batulanau (Silstone)

Tipe batuan sedimen yang terususun oleh material yang berukuran relatif halus berkisar
dari 0,002 mm – 0,06 mm dengan komposisi utma adlah mineral lempung.
6. Serpih (Shale)

Tipe batuan sedimen menunjukkan suatu lapisan yang kompak, padat dari material
lempung atu lumpur (mud), ukuran butir sangat halus, lebih kecil dari 0,003 mm,
menunjukkan struktur internal yang khas yaitu laminasi, dengan tebal kurang dari 1 cm.
Klasifikasi Ukuran Butir Berdasarkan Skala Wentworth (1922

NAMA BATUAN

Breksi (fragmen
runcing)

Konglomerat(fragmen
membulat)

Batupasir

Batulanau

Batulempung

3.8 Diagram Hjlustrom

Gambar 2. Diagram Hjulstrom


Diagram Hjulstrom, menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan
transportasi butir-butir lepas. Ketika butir telah terendapkan, diperlukan energi yang lebih
tinggi untuk mulai menggerakkannya daripada menjaganya tetap bergerak ketika telah
bergerak. Sifat kohesif partikel lempung mengartikan bahwa sedimen berbutir halus
memerlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk mengerosi kembali sedimen ini ketika
sedimen ini terendapkan, khususnya ketika terkompaksi. (dari Earth, edisi kedua oleh
Frank Press dan Raymond Siever. 1974, 1978, dan 1986 oleh W.H. Freeman and
Company).

Partikel halus dalam aliran, sebagaimana yang ditunjukkan oleh diagram


Hjulström, memiliki konsekuensi penting untuk pengendapan dalam lingkungan
pengendapan alami. Lempung dapat tererosi dalam semua kondisi kecuali air yang
menggenang, tapi lumpur dapat terakumulasi dalam semua kondisi dimana aliran berhenti
mengalir dengan waktu yang cukup untuk partikel lempung terendapkan: aliran yang
kembali mengalir tidak akan menaikkan kembali endapan lempung kecuali kecepatannya
relatif tinggi.

Diagram Hjulstrom adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan


aliran air dan ukuran butir (Hjulstrom 1939). Ada dua garis utama pada grafik. Garis yang
lebih rendah menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan partikel yang siap akan
bergerak. Ini menunjukkan bahwa kerakal akan berhenti di sekitar 20-30 cm/s, butirpasir
sedang pada 2-3 cm/s, dan partikel lempung ketika kecepatan aliran adalah secara efektif
nol. Oleh karena itu ukuran butir partikel di dalam aliran dapat digunakan sebagai petunjuk
kecepatan pada waktu pengendapan sedimen jika terendapkan sebagai partikel-partikel
terisolasi.
Garis kurva bagian atas menunjukkan kecepatan aliran yang diperlukan untuk
mengerakkan partikel dari kondisi diam. Pada setengah bagian kanan grafik, garis ini
sejajar dengan garis yang pertama tapi untuk ukuran butir tertentu diperlukan kecepatan
yang lebih besar untuk memulai pergerakan daripada untuk menjaga partikel tetap
bergerak. Pada sisi kiri diagram terdapat garis divergen yang tajam: secara intuisi, partikel
lanau yang lebih kecil dan lempung memerlukan kecepatan yang lebih besar untuk
menggerakkannya daripada pasir. Hal ini dapat dijelaskan melalui sifat mineral lempung
yang akan mendominasi
fraksi halus dalam sedimen. Mineral lempung bersifat kohesif dan sekali terendapkan akan
cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk naik ke dalam aliran daripada
butir-butir pasir. Catat bahwa ada dua macam untuk material kohesif. Lumpur ‘tak
terkonsolidasi’ (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi tetap merekat, material
plastis. Lumpur ‘terkonsolidasi’ (consolidated mud) telah lebih banyak mengeluarkan air
darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid)
BAB IV
BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK
4.1 Pengertian
Batuan Sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang tidak berasal dari pecahan
batuan atau material lain. Proses pembentukannya dapat berupa proses kimiawi dan
organik. Sebagai contoh batuan sedimen non klastik yang terbentuknya dari proses kimiawi
adalah batu rijang dan batu halit dari proses evaporasi. Kemudian contoh batuan sedimen
non klastik yang terbentuknya dari proses organik adalah batugamping yang berasal dari
organisme yang telah mati dan batu bara yang berasal dari sisa – sisa tumbuhan yang telah
terubahkan. Dalam keadaan tertentu proses yang terjadi tergolong kompleks. Dimana sulit
membedakan antara batuan yang berasal dari proses kimia dengan batuan yang berasal dari
proses biologi (yang secara langsung juga mengalami proses kimia). Jadi proses yang
dominan sebagai pembentuk batuan sedimen non klastik ini adalah reaksi kimia. Dimana
macam-macam sedimen non klastik ini dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Batuan Sedimen Evaporit
Batuan sedimen evaporit adalah batuan sedimen yang terbentuk karena proses
penguapan yang terjadi di daerah laut (evaporasi). Proses penguapan air laut menjadi
bentuk uap mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia yang kemudian dapat
menghablur apabila hampir semua kandungan air menjadi uap. Prose pembentukan
garam adalah melalui proses ini. Dimana proses penguapan ini membutuhkan cahaya
sinar matahari yang cukup lama. Contohnya adalah batuan garam (rock salt) yang
berupa halite (NaCl) dan batuan gipsum yang berupa gipsum (CaSO4.2H2O)

2. Batuan Sedimen Silika


Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini terhasil dari
proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan organisme yang
berkomposisi silika seperti diatomae, radiolaria dan sponges. Kadang-kadang batuan
karbonat dapat menjadi batuan bersilika apabila terjadi reaksi kimia, dimana mineral
silika mengganti kalsium karbonat. Kelompok batuan silika adalah:
 Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi dengan asam.
Berasal dari organisme planktonic yang dikenal dengan diatoms (Diatomaceous
Earth).
 Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap
proses lelehan, masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin,
berwarna cerah hingga gelap. Rijang dapat terbentuk dari hasil proses biologi
(kelompok organisme bersilika, atau dapat juga dari proses diagenesis batuan
karbonat.

3. Batuan Sedimen Organik(Batu Bara)


Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik yang akhirnya
mengeras menjadi batu. Contoh yang paling baik adalah batubara. Serpihan daun dan
batang tumbuhan yang tebal dalam suatu cekungan (biasanya dikaitkan dengan
lingkungan daratan), apabila mengalami tekanan yang tinggi akan termampatkan, dan
akhirnya berubah menjadi bahan hidrokarbon batubara. Proses pembentukan batubara
yaitu : 1. Tahap pembentukan gambut (peatification) : tumbuhan yang tumbang atau
mati akan mengalami pembusukan sehingga tidak kelihatan bentuk aslinya (humin
gel) pembusukan dan penghancuran tersebut adalah hasil oksidasi yang disebabkan
oleh adanya oksigen dan aktifitas bakteri (fungi), bakteri penghancur biasanya
berjenis bakteri anaerob (bakteri yang hidup tanpa oksigen).

2. Tahap pembentukan batubara (coalification) : Tahap ini merupakan tahap lanjutan


dari tahap peatification, dimana gambut dikenakan gaya tekan dan suhu dalam jangka
waktu yang lama. Tekanan pada lapisan gambut akan bertambah seiring dengan
bertambahnya lapisan sedimen yang ada dilapisan atas gambut, sedangkan suhu akan
meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan juga disebabkan oleh aktifitas
magma dan aktifitas tektonik lainnya. tahap pembentukan batubara ini biasa disebut
tahap termodinamika.
Anatomy of Coal Forming

Teori pembentukan batubara terbagi menjadi 2 yaitu :


1. Teori Insitu (autochthonous)

Menyatakan bahwa lapisan gambut yang terbentuk berasal dari tumbuhan yang
tumbang ditempat tumbuhnya.
2. Teori Drift (allochthonous)

Menyatakan bahwa lapisa gambut terbentuk dari asal tumbuhan yang tumbang
disuatu tempat dan mengalami transportasi (umumnya oleh air) dan terendapkan di
daerah hilir.

4. Batuan Sedimen Besi


Merupakan kelompok batuan yang sangat kaya akan kandungan besi. Setiap jenis
batuan sedimen biasanya memiliki sejumlah kecil kandungan besi misalnya shale,
batupasir dan batugamping sekalipun dan setiap bagian dari endapan besi yang berlapis
ini memperlihatkan presipitasi kimia, tetapi penyebabnya belum jelas. Endapan
sedimenter mineral besi tersebar luas,tetapi kandungan besi dalam rat-rata air laut begitu
kecil sehingga tentunya tidak mungkin endapan semacam itu terbentuk dari paenguapan
air laut (seperti air laut yang sekarang). Kemungkinan dapat dijelaskan dengan kimia air
laut purba dengan kadar endapan 15 – 30% berat Fe. Bisa jadi perbedaan utama air laut
purba dan air laut sekarang dimana terjadi akumulasi endapan besi adalah kandungan
oksigen di dalam air. Jika kandungan oksigen dipermukaan sangat rendah maka sejumlah
besar Fe2+ terlarut dapat diendapkan sehingga dapat disimpulkan kadar oksigen pada
atmosfir zaman purba sangat rendah dibandingkan sekarang. Logam besi adalah unsur
umum dalam sedimen, meskipun keterdapatannya sedikit pada hampir semua endapan.
Batuan sedimen yang mengandung sedikitnya 15 % logam disebut sebagai ironstone, dan
ini menarik perhatian karena kepentingan nilai ekonominya. Besi mungkin dalam bentuk
oksida, hidroksida, karbonat, sulfida atau silikat (Berner 1971).
Besi ditransportasikan sebagai hidroksida dalam suspensi koloid atau terikat
dengan mineral lempung dan partikel organik. Pengendapan terjadi ketika sifat kimia
lingkungan mendukung pengendapan mineral besi. Jika ada lingkungan beroksigen baik
maka terbentuk hematit, oksida besi, adalah mineral yang paling umum terbentuk, jika
pada kondisi sedikit teroksidasi, terbentuklah goetit, hidroksida besi. Hematit berwarna
merah hingga hitam sedangkan hidroksida berwarna kuning hingga coklat muda. Dalam
lingkungan gurun sepertinya goetit lebih dulu terbentuk dan kemudian hematit, goetit
memberikan warna kekuningan pada pasir gurun. Oksidasi lanjut membentuk hematit dan
warna pasir gurun menjadi merah, ini terlihat dalam beberapa endapan gurun tua karena
proses post-depositional.
Di bawah kondisi reduksi, tipe mineral besi yang terbentuk tergantung pada
ketersediaan ion sulfida atau sulfat. Dalam setting kaya sulfur, umum terbentuk sulfida
besi (pyrite), terdapat sebagai kristal berwarna emas atau lebih umum sebagai partikel
halus yang tersebar dan memberikan warna hitam pada sedimen. Pirit berbutir halus
ditemukan dalam lingkungan reduksi, lingkungan kaya organik seperti tidal mudflat dan
fetid lake

.
Tabel.1 Klasifikasi Batuan Sedimen Non Klastik (berdasarkan genesa pembentukannya)

KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN NON-KLASTIK

Kelompok Tekstur Komposisi Nama Batuan

An-organik Klastik atau Calcite, CaCO3 Batugamping


Non-klastik Klastik

Klastik atau Dolomite, CaMg(CO3)2 Dolomite


Non-klastik

Non-klastik Mikrokristalin quartz, Rijang (Chert)


SiO2
Non-klastik Halite, NaCl Batu Garam

Non-klastik Gypsum, CaSO4-2H2O Batu Gypsum

Biokimia Klastik atau Calcite, CaCO3 Batugamping


Non-klastik Terumbu

Non-klastik Mikrokristalin Quartz Rijang (Chert)

Non-klastik Sisa Tumbuhan yang Batubara

terubah

Proses pembentukan batuan sedimen non klastik ini mempunyai 1 sifat yang sama dari
pembentukan batuan sedimen klastik yaitu pembentukan dari larutan – larutan. Dimana
larutan – larutan tersebut adalah bahan kimia berupa unsur tertentu. Pada sedimen klastik
proses yang melibatkan proses kimiawi ini hanya pada fase diagenesis, yaitu proses
perekatan batuan oleh larutan – larutan yang mengisi rongga –rongga pada material lepasan.
Namun pada batuan sedimen non klastik ini proses kimiawi menjadi proses utama dari
pembentukan batuan. Hal ini juga tergantung dari jenis batuan sedimen non klastik tersebut.
Jika termasuk dalam kelompok batuan evaporit, maka pembentukannya adalah berupa
kristalisasi material karena proses pengupan air. Jika kelompok batuan karbonatan maka
akan melibatkan proses biologis karena larutan kimia berasal dari pelarutan sisa-sisa
organisme. Yang kemudian mengalami pengendapan dan penguapan sehingga terbentuk
batuan karbonatan. Kemudian kelompok batuan silikat, maka pembentukannya dapat terjadi
pada zona laut dalam. Dimana tidak terdapat unsur karbonatan, melainkan unsur silikat hasil
pelarutan dari organisme radiolaria dan diatomae. Kemudian mengalami proses
pengendapan dan kompaksi. Dan yang terakhir adalah batuan organik sebagai contoh adalah
batu bara. Dimana proses pembentukannya karena sisa – sisa organisme tumbuhan terlarut
oleh air dan termampatkan pada suatu cekungan dengan kondisi tekanan tinggi maka dapat
berubah menjadi hidrokarbon. Larutan hidrokarbon ini yang kelak dapat menjadi batu bara
setelah terproses sangat lama. Jadi proses pembentukannya secara keseluruhan didominasi
oleh perlarutan material menjadi bahan kimia tertentu. Kemudian bahan kimia tersebut
mengalami proses pengendapan dan kompaksi.

4. Batuan Sedimen Fosfat


Phosphorite merupakan batuan sedimen non klastik dimana material penyusunya 15
– 20% berupa P2O5. Karena kandungan phosphor yang sangat melimpah maka batuan
ini digolongkan kedalam batuan phosphorius umumnya pada batupsir kandungan
phosphornya hanya sekitar 0,08 – 0,16% sementara shale 0,11 – 0,17% (McKelvey,
1973). Batuan sedimen Phosphorite ini dikenal dengan nama diantaranya phosphate
rock, phosphates.
Klasifikasi phosphorite
1. Bedded phosphorites
2. Bioclastic phosphorites
3. Noduler phosphates
4. Pebble-bed phosphorites
5. Guano deposits
BAB V

BATUAN SEDIMEN KARBONAT

5.1 Pengertian

Batuan karbonat merupakan salah satu batuan sedimen non siliklastik. Menurut
Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang unsur karbonatnya lebih besar
dari unsur non karbonat atau dengan kata lain unsur karbonatnya >50%. Apabila unsur
karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat. Sedangkan
batugamping (limestone) adalah batuan sedimen yang mengandung lebih dari 90%
unsur karbonat. Unsur-unsur karbonat yang umum dapat dapat dilihat pada tabel berikut
:
Tabel 5.1 mineral karbonat yang umum dijumpai

Mineral Rumus Kimia Sistem Kristal

Aragonit CaCO3 Orthorombik


Kalsit CaCO3 Heksagonal (rombohedral)
Magnesit MgCO3 Heksagonal (rombohedral)
Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal (rombohedral)
Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal (rombohedral)
Siderit FeCO3 Heksagonal (rombohedral)

Di antara mineral-mineral di atas, yang paling banyak dijumpai adalah argonit,


kalsit, dan dolomit. Material karbonat dapat berasal dari presipitasi langsung dari air
atau dari organisme yang membentuk cangkang karbonatan. Kebanyakan karbonat
modern tersusun oleh mineral aragonit, dimana mineral ini umum sebagai penyusun
cangkang/rangka organisme karbonatan : pelecypoda, gastropoda, halimeda. Karena
sifat aragonit tidak stabil, maka akan mudah terubah (replacement) menjadi kalsit.
Kalsit sendiri jika mengalami diagenesis lanjut, akan terubah menjadi dolomit.

Pembentukan batuan sedimen karbonat sama dengan batuan sedimen lainnya


tetapi material yang diendapkan berasal dari material sedimen yang telah ada
sebelumnya (alloctonous limestone), hasil litifikasi pada suatu lingkungan pengendapan
karbonat yang telah ada maupun hasil pelarutan material karbonat dengan laruta
karbonat di daerah tersebut (autochnous limestone).
Batuan karbonat penting dipelajari secara khusus karena mempunyai arti ekonimis
yang cukup besar dan dalam berbagai halberbeda dengan batuan silisiklastik. Aspek
perbedaannya antar lain:
 Pembentukkannya tergantung aktifitas organisme (98% asal organisme).
 Sangat mudah berubah karena proses diagnesis.
 Terbentuk pada lingkungan dimana dia terendapkan (intrabasinal.
Endapan karbonat merupakan hasil proses biokimia dilingkungan laut yang jernih,
hangat, dan dangkal.
 Jernih : berhubungan dengan penetrasi sinar matahari, dimana aktifitas metabolisme
organisme sangat tergantung pada sinar matahari, apabila silisiklastik berukuran halus
(missal, lanau) hadir, maka bisa menyumbat pernafasan organisme dan menghambat
penetrasi sinar matahari, sehingga menggangu metabolisme organisme pembentuk
karbonat.
0
 Hangat : koral dan organisme lain bereproduksi pada suhu sekitar 18C.
 Dangkal : semakin besar kedalaman laut, maka penetrsai sinar matahari akan semakin
berkurang, sehingga organisme pembentuk karbonat akan sulit hidup.

5.2 Komponen
Batugamping yang terbentuk oleh proses pengendapan mekanik, seperti halnya
batuan sedimen klastik, tetapi berasal dari batugamping/material CaCO3 yang telah ada
sebelumnya. Komponen penyusun batuan karbonat adalah sebagai berikut :

5.2.1 Allochem (Grain)


Allochem merupakan komponen batuan karbonat berupa partikel / butiran karbonat
yang berukuran lebih dari/ sama dengan pasir. Macam-macam Grain (Allochem) adalah :
a. Non Skeletal Grain
Merupakan grain atau butiran dalam batuan karbonat yang bukan berasal dari
cangkang/rangka organisme karbonatan. Macam-macam non skeletal grain adalah :
Ooid/oolith/coated grain
Merupakan butiran berbentuk spheroidal/elipsoid yang struktur laminasi
konsentris mengelilingi satu pusat inti dengan ukuran < 2mm (berukuran pasir),
yang menjadi partikel inti biasanya berupa fragmen cangkang atau butiran kuarsa
yang kemudian terlingkupi oleh karbonat halus karena proses agitasi gelombang
pada lingkungan laut dangkal. Apabila salinitas sangat tinggi maka akan
terbentuk struktur radier. Ooid tersusun oleh lapisan kalsit/aragonit yang
mengelilingi suatu inti.
Gambar 5.2.1a Struktur Ooid

Gambar 5.2.2b Kenampakan Ooid Secara Megaskopis


Ooid terbentuk pada lingkungan air laut yang dangkal, hangat dan pengaruh pasang surut yang
kuat. Aktivitas gelombang mempengaruhi bentuknya yang spherical.
Pisoid/pisolit
Merupakan butiran karbonat seperti ooid tapi mempunyai ukuran >2mm.
Pelloid/Pellet
Adalah butiran karbonat berbentuk spheroidal atau ellipsoidal atau runcing tapi tidak memiliki
struktur dalam seperti ooid, ukuran pellet relatif kecil, tapi biasanya berdiameter 0,1-0,5 mm
(lanau sampai pasir halus). Pellet tersusun oleh microcrystalin carbonate, tetapi tanpa internal
structure.

Peloid berasal dari sekresi organisme, terutama organisme pemakan lumpur. Pelloid dapat

berasal dari FECAL PELLET,algae dan MUD CLAST.


Gambar 5.2.1c Pellet

Intraclast
Merupakan fragmen dari batuan karbonat yang telah ada sebelumnya (berasal dari
cekungan yang sama), yang kemudian mengalami proses rombakan dan terendapkan
kembali sebagai GRAIN dalam batugamping yang lebih muda. Biasanya terbentuk akibat
STORM DEPOSIT atau endapan turbidit.

Intraclast

Gambar 5.2.1d Intraclast

Klastika Karbonat
Merupakan butiran karbonat yang berasal dari proses erosi batu gamping
purba yang telah tersingkap di darat, atau berasal dari proses erosi endapan-
endapan karbonat terkonsolidasi lemah pada cekungan pengendapan. Ukuran
klastika karbonat biasanya pasir sampai gravel.

b. Skeletal Grain
Merupakan fragmen karbonat yang berasal dari bagian keras
organisme/cangkang/tubuh organisme (moluska, echinoidea, ostracoda,
foraminifera dll). Butiran cangkang pada batuan karbonat dapat berupa
mikrofosil, makrofosil atau fragmen/pecahan makrofosil. Jika fosil tersebut
berupa cangkang utuh maka disebut sebagai biomorf, sedangkan apabila butiran
brupa pecahan cangkang disebut sebagai bioclast. Butiran ini merupakan
ALLOCHEM yang paling sering dijumpai dalam batugamping. Butiran fosil
baik yang utuh maupun fragmen cangkang pada batugamping dapat digunakan
untuk interpretasi lingkungan pengendapan purba.
5.2.2 Orthochem
Orthochem merupakan komponen batuan karbonat yang mineralnya
terkristalisasi langsung di tempat pengendapan, sehingga tidak mempunyai
butiran-butiran bawaan. Orthochem ini dapat disebandingkan dengan matriks
dalam batuan sedimen klastik. Macam-macam Orthochem adalah sebagai berikut
:
a. Micrite (Microcrystalin Calcite)
Berupa lumpur (mud) karbonat, yang tersusun oleh interlocking anhedral calcite /
aragonit yang berukuran halus/lumpur. Secara umum, mikrite ini membentuk
matriks dalam batuan karbonat. Atau bisa juga sebagai penyusun utama
batuan karbonat berbutir halus, butirannya berukuran
<1/256 mm atau ukuran lempung (Tucker, 1982). Di bawah microscop micrite
mempunyai kenampakan cloudy dan translucent, keabu-abuan sampai cokelat.
Kehadiran mikrite yang melimpah mencirikan lingkungan pengendapan yang
berenergi rendah, sehingga micrite terbentuk pada kondisi air yang tenang.
b. Sparit (Spary Calcite)

Micrite
Micrite
Gambar 5.2.2 Microscopic
Micrite
Merupakan semen karbonat yang umumnya mengisi ruang kosong pada batuan karbonat,
berupa kristal-kristal kalsit. Kenampakannya lebih jernih, kristalin dan berukuran lebih kasar
daripada micrite. Sparite tersusun oleh kristal-kristal kalsit berbentuk equant, berukuran 0,021-
0,1 mm, kenampakannya transparan dan jernih di bawah mikroskop polarisasi (Boggs, 1987).
Sparit dibedakan dengan mikrit karena mempunyai ukuran kristal yang lebih besar dan
kenampakannya lebih jernih, sedang perbedaannya dengan butiran allochem adalah pada
bentuk kristalnya dan tidak adanya tekstur internal. Sparite terbentuk akibat proses diagenesis,
yaitu dari pelarutan karbonat yang kemudian mengkristal. Secara umum, jika kehadiran sparite
melimpah, mencirikan lingkungan pengendapan berenergi tinggi.

5.3 Klasifikasi dan Tata nama batuan


Secara umum klasifikasi batuan karbonat didasarkan pada dua hal yaitu
kenampakan fisik (klasifikasi deskriptif) dan pada asal-usul (klasifikasi genetik).
Beberapa klasifikasi yang dapat digunakan antara lain
5.3.1 Klasifikasi Grabau (1904)
Menurut Grabau batugamping dapat dibagi menjadi 5 berdasarkan ukuran dan
teksturnya, yaitu :
Kalsirudit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya > 2 mm atau lebih besar
dari ukuran pasir.
Kalkarenit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan ukuran pasir
(1/16-2 mm)
Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari ukuran pasir
(<1/16 mm)
Kalsipulverit, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, sifatnya kristalin.
Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu,
misalnya terumbu dan stromatolit.
5.3.2 Klasifikasi Folk (1959)
Folks mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapan dan
perbandingan fraksi komponen penyusunnya, yaitu butiran/allochem, mikrit dan
sparite/orthochem. Berdasarkan perbandingan relief antara allochem, micrite dan
sparite serta jenis allochem yang dominan, maka folk membagi batugamping
menjadi 4 famili, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Batugamping tipe I
dan II disebut sebagai allochemical rock (allochem >10%), sedangkan batugamping
tipe III disebut sebagai orthochemical rock (allochem <10%). Batas ukur butir yang
digunakan oleh Folk untuk membedakan butiran (allochem) dan micrite adalah 4
mikron (lempung).

Batugamping tipe I analog dengan batupasir / konglomerat yang tersortasi bagus


dan terbentuk pada high energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir
lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low energy zone dan
batugamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi yang
tenang (lagoon).
Gambar 5.3.2 Klasifikasi Karbonat Menurut Folk, 1959

Keterangan :
 Intraclast merupakan suatu endapan yang berupa gelembung lumpur karbonat,
belum memadat, semi plastis, lalu ada erosi dan membentuk tubuh yang membeku
(discret body).
 Pellet merupakan suatu butiran yang strukturnya mycrocrystalin (warnanya
gelap), kalo mengandung kotoran binatang maka disebut“facal pellet”sedangkan
jika mempunyai ukuran yang agak besar disebut “luap”.
 Oolite merupakan suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat,
dimana intinya berfosil dan apabila disayat memiliki bentuk konsentris.
 Fosil termasuk ke dalam allochemical, karenamengalami transportasi karena
suatu erosi ia akan terlepas dari induknya lalu mengendap di tempat tersebut,
misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.
5.3.3 Klasifikasi Dunham (1962)
Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapannya,
meliputi ukuran butir dan pemilahan/ sortasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam klasifikasi ini
antara lain:
o Derajat perubahan tekstur pengendapan

o Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi o Tingkat kelimpahan
antar butiran (grain) dengan lumpur
karbonat
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Dunham membuat klasifikasi.

 Boundstone : hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan dengan rapat


oolite.
 Grainstone : hubungan terbuka antar komponen-komponen, tanpa lumpur.
 Packcstone: ada lumpur, tetapi yang banyak adalah komponen (bentonit).
 Mudstone : lumpur Wackstone.

Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat dipakai untuk
menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk
menentukan tingkat diagenesa.

Tabel 5.3.3 Klasifikasi Dunham, 1962

5.3.4 Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi
batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu Autochnous Limestone dan Alloctonous
Limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat
secara organis selama proses deposisi. Pembagian Autochnous Limestone dan Alloctonous
Limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962), hanya saja
tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar pengklasifikasiannya saja antara
batugamping yang tidak terikat (packstone, wackstone, mudstone, grainstone) dan terikat
(boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi bounstone
menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga
ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih
besar dari 2 cm > 10%. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk
component-supported dan floatstone untuk matrix-supported.

Tabel 5.3.4 Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

5.3.5 Lingkungan Pengendapan


Lingkungan pembentukan karbonat dapat terjadi mulai zona supratidal sampai
dengan cekungan yang lebih dalam, paparan cekungan dangkal, yang meliputi middle self
dan outer shelf. Cekungan pembentukan karbonat ini disebut sebagai subtidal
carbonatefactory.
Endapan-endapan ini akan terakumulasi pada shelf, sebagian mengalami
transportasi ke daratan (tidal flat)oleh gelombang dan pasang surut, sebagian lagi akan
mengalami transportasi ke arah laut / cekungan yang lebih dalam.
Gambar 2.8 Daerah Utama Produksi Endapan Karbonat

5.4 Fasies Terumbu


Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai dari zona
supratidal sampa cekungan yang lebih dalam diluar shelf, paparan cekungan dangkal
(shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah tempat produksi
endapan karbonat yang utama dan kemudian tepat ini disebut sebagai subtidal carbonate
factory (N.P. James, 1984, dalam Boggs, 1987)
Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf, sebagian
mengalami transportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai lagoon sedangkan
sebagian lagi mengalami transportasi ke arah laut, yaitu ke cekungan yang lebih dalam.
Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk endapan karbonat, kecuali merupakan
hasil jatuahan dari plankton yang mengekspresikan kalsium di karbonat dan hidup di air
permukaan. Pada gambar terlihat, bahwa terumbu merupakan salah satu sumber produksi
endapan karbonat di paparan maupun cekungan di luar paparan. Terumbu adalah suatu
timbulan karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan organisme koloni yang insitu,
mempunyai potensi untuk berdiri tegar membentuk struktur topografi yang tahan
gelombang.
James (1979), membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografis menjadi 3
macam, yaitu sebagai berikut :
a. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis, berdasarkan
litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 sub-fasies, yaitu :
 Sub-fasies puncak terumbu (reef crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan biota jenis
kubah dan menggerak dan merupakan very high energy zone.
 Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)
Litologi berupa ridstone, grainstone, dan nosule dari ganggang karbonatan dan
merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.
 Sub-fasies terumbu depan (ree front)
Litologi berupa bafflestone, bid stone dan framestone dan merupakan daerah
berenergi lemah – sedang.
 Sub-fasies terumbu belakang (back reef)
Litologi berupa bafflestone dan flatstone dan merupakan daerah berenergi lemah
dan relatif tenang.
b. Facies depan terumbu (fore reef facies)
litologi berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan yang
mempunyai kedalaman > 30 m dengan lereng 45 – 60. semakin jauh dari inti terumbu
(ke arah laut), litologi berubah menjadi packstone, wackstone, dan mudstone.
c. Fasies belakang terumbu (back reef facies)
Fasies ini sering disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (<30m)
dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air
terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa packstone,
wackstone, dan mudstone dan banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik
horizontal maupun vertikal.
BAB VI
BATUAN METAMORF

6.1.Pengertian
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses rekristalisasi di dalam
kerak bumi yang secara keseluruhan atau sebagian besar terjadi dalam keadaan yang
padat, yakni tanpa melalui fase cair, sehingga terbentuk steruktur dan mineralogi baru
akibat
pengaruh temperatur (T) (200- 650C ) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan metamorf
merupakan batuan yang berasal batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, maupun
batuan metamorf sendiri yang mengalami metamorfosa.

Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfosisme adalah proses yang mengubah


mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respon terhadap kondisi fisika
dan kimia didalam kerak bumi, dimana kondisi kimia dan fisika tersebut berada dengan
kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

6.2.Struktur
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit
poligranular batuan tersebut. Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi.
a. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi
karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi
butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga
hal tersebut. Struktur foliasi antara lain :

1. Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
Gambar 6.1 Struktur Slaty Cleavage

2. Phyllitic

Stuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi
yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular.
Batuannya disebut phyllite (filit)

Gambar 6.2 Struktur Phyllitic

3. Schistosic

Terbentuk adanya susunan parallel mineral- mineral pipih, prismatic atau lentikular
(umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya
disebut (sekis).

Gambar 6.3 Struktur Schistosic


4. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai
bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa)
dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mineral ferromagnesium). Penjajaran
mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus- putus. Batuannya disebut

gneiss.
Gambar 6.4 Struktur Gneissic

b. Struktur Non Foliasi


Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-
butiran (granular). Struktur nonfoliasi yang umum dijumpai antara lain :
1. Hornfelsic/granulose

Terbentuk oleh mozaik mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan


umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk).

Gambar 6.5 Struktur Granulose

2. Kataklastik

Berbentuk oleh pecahan/ fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya
membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa
kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
3. Milonitic

Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri


struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-
goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya
disebut mylonite (milonit).

Gambar 6.6 Struktur Milonitic

4. Phylonitic

Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah
terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang
mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).

5.3.Tekstur
Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi
butir mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan tekstur batuan
metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastik yang ditambahkan
pada istilah dasarnya.

a. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa


Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi :
1. Relict/Palimset/Sisa

Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan
asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf tersebut.
2. Kristaloblastik

Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa
itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga
tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

b. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir


Berdasarkan butirnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Fanerit bila
butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata 2. Afanitit bila ukuran butir kristal tidak
dapat dilihat dengan mata.

c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal


Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
 Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.

 Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan
sebagian oleh bidang permukaan kristal di sekitarnya.
 Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
di sekitarnya.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.
Xenoblastik/ Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral


Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.

Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.


Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,
batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk
anhedral.
Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,
batas mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya
berbentuk anhedral.

Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya adalah
sebagai berikut :
 Porfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering
disebut

porphyroblasts.

 Poikloblastik/ Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak


melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
 Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa
dasar material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan
(crushing).
 Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
 Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
 Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut berstektur
homeoblastik.

6.4.Komposisi
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal
dari batuan asal (protholit) maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses
metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan metamorf seperti kuarsa,
feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivine, dan bijih besi.

Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti
kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomite.
Mineral Indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit,
kordiorit, epidot dan klorit

6.5. Petrogenesa
a. Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada
daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa
orogenik, burial, dan dasar samudera
(ocean-floor).
1. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi
yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai
butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai
ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara
puluhan juta tahun lalu.
2. Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah
geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah
rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
3. Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan
umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan
mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
b. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara
beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :
1. Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan
beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material
yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona
metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa
rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian
dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
2. Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/ Kaustik/ Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil


temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau
quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
3. Metamorfosa Kataklastik/ Dislokasi/ Kinematik/ Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan.
Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan
granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault
breccia, fault gauge, atau milonit.

4. Metamorfosa Hidrotermal/ Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi
mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
5. Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite dan stishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
6. Metamorfosa Retrogade/ Diaropteris

Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral


metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur
yang lebih rendah.
Tabel 6.1 Hubungan antara tipe metamorfisme dengan agen yang mempengaruhinya

Tipe Agen Deskripsi


Metamorfisme
Kontak Panas Aureole sekitar intrusi batuan
beku
Burial (terpendam) Panas, tekanan beban Pada dasar batuan sedimen yang
tebal
Dinamik Tekanan langsung Zona Patahan
Regional Panas,tekanan beban,tekanan Daerah yang luas, daerah
langsung dan fluida kimia pembentukan pegunungan
aktif
Retrogresif Tekanan langsung dan fluida Zona gerusan (shear)
kimia aktif
Tumbukan Tekanan dan panas langsung Kawah meteorit

6.6.Fasies Metamorfisme
Fasies metamorf adalah sekelompok batuan yang termetamorfosa
pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Eskola tahun 1915. Dalam hal
ini, Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf
merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat
hubungan antara kelompok mineral dengan komposisi batuan pada tingkat
metamorfosa tertentu. Dalam hal ini berarti tiap fasies metamorfik dibatasi
oleh tekanan dan temperature tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur
antar komposisi kimia dan mineralogi batuan.

Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses


isokimia metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa
adanya penambahan unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi
kimianya tetap.

Gambar 6.8 Diagram Fasies Metamorfisme

6.7. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf


Kebanyakan penamaan batuan metamorf didasarkan pada kenampakkan struktur dan
teksturnya dan beberapa nama batuan juga didasarkan jenis penyusun utamanya atau dapat
pula dinamakan berdasrkan fasies metamorfiknya.
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur , batuan metamorf yang lainnya
yang banyak dikenal antara lain :
 Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral utama penyusunnya adalah amfibol (hornblende) dan plagioklas. Batuan ini
dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
 Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral
pewnyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium)
dan garnet kaya pyrope.
 Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan
garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
 Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya
berupa mineral kelompok serpentin.
 Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau
dolomit) dan umumnya berstektur granoblastik.
 Skarn, yaitu marmer tang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti
garnet, epidot.
 Kuarsit, batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
 Soapstone, batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
 Rodingit, batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi
metasomatik batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinisasi.
Tabel 6.2 Identifikasian Batuan Metamorf berdasarkan W.T Huang 1962.

Tekstur Foliasi Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan


Slaty Mika Regional Mudstone Slate
Kwarsa, Mika,
Phyllitic Regional Mudstone Phyllite
Klorit
Schistose Kwarsa, Mika Regional Slate Schist
Foliasi
Amphibole,
Schistose Regional Basalt or Gabbro Amphibolite
Plagioklas
Gneissic Feldspar, Mika,
Regional Schist Gneiss
Kwarsa
Kontak or
Karbon Bituminous Coal Anthracite Coal
Regional
Kwarsa, Kontak or
Conglomerate Metaconglomerate
Non fragmen batuan Regional
Foliasi Kontak or
Kalsit Limestone Marble
Regional
Kontak or
Kwarsa Sandstone Quartzite
Regional
MATERI SEDIMENTOLOGI DAN TRATIGRAFI


 Pengertian
 Sedimentologi merupakan ilu yang mempelajari tentang batuan sedimen. Sedimentasi
sendiri merupakan proses pengendapan material yang ditransport oleh media air,
angin, es, atau gletser di suatu cekungan.

 Stratigrafi merupakan studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah bumi.


 Granulometri
  Granulometri digunakan untuk menganalisis batuan sedimen klastik
 Friedman (1979) menyatakan besar butir dapat digunakan untuk mengetahui proses-
 proses yang terjadi selama transportasi dan sedimentasi.
  Ukuran butir dapat mencerminkan
- Resistensi partikel sedimen
- Proses transportasi sedimen (kuar arus)
- Macam ukuran butir yang ada
  Perhitungan dalam granulometri meliputi:
- Median: Nilai tengah atau harga rata-rata ukuran butir
- Koefisien sortasi: Nilai yang menunjukkan persebaran nilai terhadap semua kelas
yang ada.
- Skewness: Merupakan posisis kecenderungan rata-rata ukuran butir terhadap nilai
terbanyak yang keluar
- Kurtosis: Perbandingan antara nilai tepi dan nilai tengah

 Analisis Mineral Berat
  Manfaat dan Aplikasi Analisis Mineral berat:
- Penentuan asal batuan sedimen
- Pelacakan jejak angkutan sedimen
- Merelokalisir daerah rombakan batuan sedimen
- Korelasi dari batuan sedimen
- Pengusutan kandungan mineral ekonomis
- Evaluasi daerah kandungan mineral ekonomis
- Evaluasi anomali kandungan sumur geofisika
- Penentuan sifat dan tingkat pembentukan pada batuan


 Transportasi dan Deposisi Sedimen
 Media atau agen transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi
berikut ini :
- Air, berupa: Gelombang, Pasang Surut, Arus Laut
- Udara
- Es
- Gravitasi, berupa: Debris flow, Turbidite flow
  Secara umum ada 2 mekanisme fisik yang membuat sedimen tertransportasi, yaitu:
- suspended load, berhubungan dengan arus air yang mentransportasikan butiran
atau partikel halus seperti ukuran lanau atau lempung dengan pasir yang
bervariasi secara proporsi dan ukuran, tertransportasi pada badan utama dari
aliran.
- bed load, berhubungan dengan beberapa hal yang menyebabkan partikel bergerak
pada dasar aliran dan kadangkala meninggalkan jejak pada badan sedimen pada
dasar aliran tersebut. Aliran Turbulen
  ALIRAN TURBULEN
Behubungan dengan aliran yang bergerak dengan kuat dan kecepatan yang tinggi
yang dapat mentransportasikan sedimen. Umumnya, aliran pada sungai merupakan
aliran turbulen. Pada dasarnya, aliran ini dibedakan dengan aliran laminar yang
merupakan aliran yang bergerak degan kecepatan rendah dan arah yang paralel
 terhadap dasar aliran.
  ENDAPAN TURBIDIT
- Turbidit didefinisikan oleh Keunen dan Migliorini (1950) sebagai suatu sedimen
yang diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, sedangkan arus turbidit itu sendiri
adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh
fluida, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut.
- Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat dijadikan
sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu bukan hanya
berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk
mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini disebabkan
banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang
bukan turbidit.
 
Hukum Hjulstrom
Hukum Hjulstrom diterangkan dengan sebuah grafik yang menggambarkan pada
kecepatan berapa suatu partikel dengan ukuran tertentu akan tererosi, tertransportasi, dan
terendapkan atau apakah yang terjadi pada partikel berukuran tertetu bila berada pada
sistem aliran dengan kecepatan tertentu. Berikut merupakan gambar grafik tersebut :

Struktur Sedimen
Struktur sedimen di alam tidak dapat dipisahkan dari gambaran muka lapisan.
Muka lapisan dihasilkan oleh materi yang inkoheren terhadap fluida. Permukaan lapisan
tersebut dapat berubah bergantung pada aliran pada permukaan dasarnya. Harms dan
Fahnestock (1965) membagi aliran menjadi tiga macam, yaitu regim aliran atas, transisi,
dan bawah.

Struktur Sedimen dapat dibagi 2: 1.
Primer ( fisik )
Struktur yang terbentuk pada selama atau setelah (cepat) pengendapan. Dibagi
menjadi inorganik dan organik
2. Sekunder ( kimia )
Struktur yang terbentuk pada saat waktu tertentu setelah pengendapan.

Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses


pembentukannya :


Struktur Sedimen Pre-Depositional
- Channel
Kenampakan seperti U atau V yang terbentuk karena proses erosi. Terbentuk
oleh proses arus maupun massa yang bergerak. Channel sendiri dapat terisi oleh
material sedimen yang lain. Channel biasanya terbentuk dalam dimensi yang besar.
- Flute Cast
Fulte cast yaitu proses arus yang menggerus lumpur dan menghasilkan lubang,
pada umumnya lubang tersebut di isi oleh pasir dan ukuranya kecil dari 1 cm sampai
20 cm atau lebih. Struktur ini salah satu penciri arus turbidit.
- Groove Mark
Berbentuk memanjang yang terbentuk oleh proses erosi yang terjadi adanya
benda seperti kerikil kayu atau yang lainnya menggerus pada bidang permukaan. Pada
umumnya ukurannya 1 milimeter sampai 10 cm.


Struktur Sedimen 
Syn-
Depositional - Massive bedding
Sebutan struktur jika tidak kejelasan sedimen struktur yang kita temukan pada
tipe sedimentasi. Ini dikarenakan adanya beberapa faktor diantaranya yaitu karena
proses diagenesis dan hancurnya lapisan dikarenakan aktivitas organic burrowing
yang intensif.
- Flat Bedding
Struktur sedimen yang berbentuk datar atau horizontal. Flat Bedding
disebabkan oleh sedimentasi dari bentuk planar yang terbentuk pada flow rezim
transisi.
- Graded Bedding
Yaitu lapisan vertikal dengan adanya perubahan ukuran butir. Pada umumnya
graded bedding ini mencirikan adanya arus turbidit.
- Cross Bedding
Struktur sedimen yang dibentuk oleh arus traksi seperti suspensi, rolling dan
saltasi. Kenampakan seperti lapisan silang.
- Tabular Cross bedding
Bagian dari cross bedding dengan dimensi ketebalan yang luas.
- Trough Cross Bedding
Bagian dari cross bedding dengan kenampakannya melengkung.
- Mud Cracks
Yaiatu struktur sedimen yang berupa retakan-retakan pada tubuh sedimen
bagian permukaan, biasanya pada tubuh campuran yang berkembang sifat
kohesinya. Hal ini akibat perubahan suhu (pengeringan) dan pengerutan

Struktur Sedimen Post-Derpositional
- Convolute
Struktur sedimen yang terbentuk karena adanya arus turbulensi.
- Load cast
Yaitu Struktur sedimen yang terbentuk karena adanya pembebanan diatasnya.
- Slump and slide
Yaitu struktur sedimen yang terbentuk karena adanya proses jatuhnya massa
sediment. Pada umumnya menunjukan bukti yang jelas pada gerakan yang ukuranya
relatif luas dan arah yang konsisten.

  Biogenic Sedimentary Structure


Yaitu suatu struktur sedimen yang terbentuk oleh aktifitas organisme. Struktur
 Biogenic diantaranya:
1. Bioturbation ( Trail, Track, Burrows, root penetration structure)
2. Biostratification ( Alga stromalites, Graded bedding of biogenic origin )
3. Bioerosion ( boring, Scrapings, Bittings)
4. Excrement ( coprolites)

 Lingkungan Pengendapan Sedimen
  Lingkungan Pengendapan Darat
Adalah lingkungan pengendapan yang meliputi
- Sistem sungai
- Sistem Danau
- Sistem eolian/ gurun
- Sistem Glasial

 Lingkungan Pengendapan Transisi


Lingkungan Peralihan merupakan batas antara lingkungan darat dan laut.
Daerahnya merupakan suatu zona sempit yang didominasi oleh proses sungai
(RIVERINE), gelombang (WAVE) dan pasangsurut (TIDAL).

 
Salinitas bervariasi, dari FRESHWATER-BRACKISHWATER-SUPERSALINE,
tergantung pasokan air sungai dan iklim.

 
Umumnya didominasi oleh proses yang berkaitan dengan energi gelombang dan arus
yang tinggi.
 
Organisme yang hidup mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
perubahan salinitas dan suhu, dengan cara menggali sedimen dan hidup di
dalamnya.
Macam lingkungan pengendapan peralihan/transisi:
1. Delta : dapat terjadi pada berbagai macam tubuh air dimana endapan sungai lebih
banyak yang diendapkan dibandingkan dengan endapan yang disapu/dibawa
gelombang atau arus.
2. Pantai dan Barrier Island
3. Lagun dan Estuarin: Lagun merupakan daerah yang tertutup barrier-island, tidak
ada atau sedikit yang berhubungan dengan laut bebas, tidak terdapat pergerakan
air sehingga terjadi reduksi, dan juga memiliki biota yang sedikit. Estuarine
merupakan tubuh pesisir pantai yang semi-tertutup dengan satu atau lebih sungai
mengalir di dalamnya dan langsung berhubungan dengan laut terbuka.
4. Tidal Flat: merupakan suatu sistem dataran yang terbentuk ketika tidak ada
aktifitas gelombang besar. Ketika masih ada aktifitas gelombang yang energi
relatif besar maka tidak akan terbentuk tidal-flat karena tenaga air dari
gelombang akan terus menggerus permukaan sedimen di sekitarnya, akibatnya
sedimen di permukaan tersebut tidak sempat membentuk menjadi dataran karena
terus mengalami pergerakan sesuai dengan arah gelombang membawanya.

 Lingkungan Pengendapan Laut


adalah lingkungan pengendapan yang berlokasi di daerah laut atau samudera. Bagian
 Bagian Laut meliputi:
Secara sistematis, subklasifikasi lingkungan pengendapan laut dibedakan berdasarkan
 morfologi dasar laut, yaitu :
1. Paparan benua (continental shelf) : merupakan lingkungan terbuka terhadap
pengaruh gelombang maupun pasang surut serta memiliki permukaan yang relatif datar
(slope < 10 derajad), dangkal (kurang dari 200m).
Karakter sedimen pada continental shelf dipengaruhi oleh:
 Aktivitas gelombang (inner, middle, and outer shelf)
  Input aliran sungai
  Organisme terumbu
  Evaporasi
  Glasiasi
 Volkanisme
2. Lembah dasar laut (continental slope & continental rise) : merupakan lembah
yang menghubungkan continental crust dengan oceanic crust namun masih
dianggap sebagai bagian dari continental crust, bermula dari continental break
hingga mencapai oceanic basin sebagai continental rise.
3. Dasar samudera (oceanic basin/abyssal plain) :
 Abysal plain/oceanic basin adalah permukaan dari oceanic crust yang datar
 akibat deposisi sedimen yang terus-menerus menutupi relief dasar laut.
 Terbentuk biogenic sedimentary structures seperti trail, burrow, boring
 akibat aktivitas organisme benthic (organisme yang hidup di dasar laut).
4. Terumbu (reef) : adalah lingkungan dengan fertilitas organisme yang sangat tinggi
pada lingkungan laut. Lingkungan reef dapat dibedakan berdasarkan genetiknya
menjadi :
  Forereef
  Reef crest
 Backreef


 Prinsip dan Hukum Stratigrafi
  HUKUM SUPERPOSISI (STENO,1669)
 DIDALAM SUATU URUTAN PERLAPISAN BATUAN MAKA LAPISAN YG
 TERLETAK DI BAWAH RELATIF LEBIH TUA UMURNYA BILA
 DIBANDINGKAN DGN PERLAPISAN DI ATASNYA,SELAMA PERLAPISAN
 TSB BELUM MENGALAMI DEFORMASI
  HUKUM HORISONTALITAS (STENO,1669)
 - PADAAWALPROSESSEDIMENTASI,PERLAPISANSEDIMEN
 MEMPUNYAIKEDUDUKANRELATIFHORISONTALATAU
 MIRING/SEJAJAR DENGAN BIDANG PENGENDAPAN.
 - BATUAN SEDIMEN PD UMUMNYA TERDIRI DARI PARTIKEL PARTIKEL
 YG MENGENDAP DI DSR LAUT,DANAU ATAU SUNGAI OLEH
 PENGARUH GAYA BERAT. PARTIKEL SEDIMEN INI UMUMNYA
 MEMBENTUK PERLAPISAN YG HORISONTAL, KURANG LEBIH
 SEJAJAR DENGAN PERMUKAAN BIDANG PENGENDAPAN. OLEH KRN
 ITU BILA SUATU BATUAN SEDIMEN DITEMUKAN DLM POSISI MIRING
 ATAU TERLIPAT,MAKA BATUAN TSB PASTI TELAH MENGALAMI
 SUATU DEFORMASI SETELAH PENGENDAPAN AKIBAT TEKTONIK
 HUKUM ORIGINAL CONTINUITY (STE5NO,1669)
- STRATA SEDIMEN YG DIENDAPKAN OLEH AKTIFITAS AIR
TERBENTUK MENERUS SECARA LATERAL DAN HANYA BERAKHIR
SECARA MEMBAJI PADA TEPIAN CEKUNGAN PENGENDAPAN.
HUKUM INI SUDAH MENGALAMI PERKEMBANGAN SEHUBUNGAN
DENGAN PERKEMBANGAN SEKUEN STRATIGRAFI ,DIMANA
PENUMPUKAN SEDIMEN JUSTRU TERJADI PD TEPI CEKUNGAN
SEDIMENTASI AKIBAT PERUBAHAN RUANG AKOMODASI SEDIMEN.
  HUKUM FAUNAL SUCCESSION (ABBE GIRAUD-SOULAVIE,1777)
 FOSIL FOSIL BERBEDA SPESIESNYA MENURUT UMUR GEOLOGINYA.
 FOSIL YG TERDAPAT PADA FORMASI BATUAN YG LEBIH TUA BERBEDA
 DENGAN FOSIL YG TERDAPAT PADA FORMASI YG LEBIH MUDA.
  HUKUM STRATA IDENTIFIED BY FOSSILS (SMITH,1816)
 PERLAPISAN BATUAN DAPAT DIBEDAKAN SATU DENGAN YG LAIN
 BERDASARKAN KANDUNGAN FOSILNYA YG KHAS.
  HUKUM UNIFORMITARIANISME (HUTTON,1785)
 THE PRESENT IS THE KEY TO THE PAST
- PROSESGEOLOGIYGBERLANGSUNG/TERJADISEKARANG
MERUPAKAN PROSES YG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENJELASKAN
PROSES GEOLOGI YANG PERNAH TERJADI PADA MASA LAMPAU
  HUKUM PRINCIPLES OF LATERAL ACCUMULATION
 SEBAGIAN BESAR TUBUH BATUAN SEDIMEN TERBENTUK DARI PROSES
 AKRESI LATERAL (LATERAL ACCRETION)
- PERMUKAAN PENGENDAPAN BIASANYA MIRING
- AKUMULASI TERJADI OLEH PROSES AKRESI DAN PROGRADASI,DAN
TERJADI PADA ARAH SEDIMEN TRANSPORT
- AKUMULASI BISA TERJADI TERUS MENERUS HINGGA KEADAAN
OVERSTEEPNED YANG MEMBUAT MASA YG DIAKUMULASIKAN
MENJADI LONGSOR SEPANJANG LERENG.
  HUKUM KORELASI FASIES (WALTHER,1894)
 BILA TIDAK ADA SELANG WAKTU PENGENDAPAN DAN TIDAK ADA
 GANGGUANSTRUKTUR,MAKADALAMSATUDAUR/SIKLUS
 PENGENDAPAN YG DAPAT DIKENAL SECARA LATERAL JUGA
 MERUPAKAN URUTAN VERTIKALNYA
 A CONFORMABLE VERTICAL SEQUENCE OF FACIES WAS GENERATED
BY A LATERAL SEQUENCE OF ENVIRONMENTS

 
SEKUEN STRATIGRAFI
Merupakan suatu metode interpretasi stratigrafi yang menggabungkan antara
arsitektur strata (hubungan geometri) fasies sedimen dengan kronologi terakumulasinya
sedimen tersebut untuk memprediksi model lingkungan pengendapan dan kelanjutan
strata (Catuneanu, dkk 2011).
Sekuen stratigrafi sangat berkaitan erat dengan perubahan relative sea level.
Dengan mengetahui karakter pengendapan pada setiap kondisi relative sea level tertentu,
maka kita bisa membuat model lingkungan pengendapannya. Untuk melakukan analisis
sekuen stratigrafi, kita harus mengetahui beberapa terminologi.
Sequence boundary diidentifikasi sebagai erosi ketidakselarasan yang signifikan
dan keselarasan yang korelatif yang membatasi antara sekuen satu dengan yang lain.
Batas-batas ini adalah hasil penurunan relative sea level yang mengerosi sedimen
subaerial tersingkap pada sekuen sebelumnya. Misalnya sedimen batulempung marine
(shelf) yang kontak tiba-tiba dengan batupasir fluvial.
Flooding surface adalah terminologi umum yang mengacu pada permukaan
lapisan batuan yang memisahkan antara batuan lebih muda yang diidentifikasi
mempunyai lingkungan pengendapan lebih dalam terendapkkan di atas lapisan batuan
lebih tuan yang diidentifikasi mempunyai lingkungan pengendapan lebih dangkal.
Transgresive surface dan maksimum flooding surface merupakan bagian dari flooding
surface. Transgresive surface merupakan flooding surface pertama dalam satu sikuen,
sedangkan Maksimum flooding surface merupakan flooding surface terakhir dalam satu
sikuen.
Transgresive surface merupakan flooding surface yang terbentuk secara signifikan
pertama kali dalam satu sekuen. Endapan TS hampir semuanya berupa endapan
silisiklastik dan beberapa berupa karbonat. TS menandai onset dari proses transgresi.
Endapan TS bersifat onlap. TS sering kali dicirikan oleh kehadiran mud yang
terkonsolidasi dari firmground atau hardground yang tersementasi oleh karbonat.
Keduanya biasanya terpenetrasi oleh organisme burrow atau bor. Glossifungite sering
ditemukan melakukan penetrasi pada firmground dan sering terisi oleh sedimen yang
tersortasi dan konglomeratik. Permukaan yang tersementasi berkoloni dan di bor oleh
ichnofasies trypanite dan diisi oleh sedimen yang berasosiasi dengan dasar TST. Jika
suplai sedimen terlalu rendah, maka TS mungkin saja sama dengan MFS. Ketika TS
meluas melebihi LST, respon log resistivitas mungkin menunjukkan peningkatan
resistivitas lokal yang kemudian diikuti oleh nilai resistivitas yang kecil. Peningkatan
resistivitas ini merupakan respon sementasi karbonat dari hardground, sedangkan
resistivitas kecil adalah respon dari pengendapan shale transgresif.
Maksmimum flooding surface adalah surface dari proses pengendapan pada saat
garis pantai mencapai posisi landward maksimum (transgresi maksimum)(posamentier &
Allen, 1999). Maksimum flooding surface ini membatasi antara interval TST dengan
HST. Secara seismik, MFS ini bersifat downlap. Marine shelf dan sedimen cekungan
berasosiasi dengan surface ini sebagai produk dari proses pengendapan yang lemah oleh
sedimen pelagic-hemipelagic dan biasanya tipis dan berbutir halus. Sedimen halus ini
membentuk condensed section (Mitchum, 1977).


STRUKTUR SEDIMEN
Struktur sedimen adalah kenampakan pada batuan sedimen sebagai akibat dari adanya
proses pengendapan. Struktur sedimen ini dapat digunakan untuk menentukan proses dan
keadaan serta lingkungan pengendapan, arah arus pengendapan, kedalaman, energi,
kecepatan dan hidrolika arah arus yang mengalir serta pada daerah batuan yang terlipat dapat
dipakai untuk mengetahui bagian bawah dan bagian atas perlapisan. Struktur sedimen
berkembang melewati proses fisika dan atau kimia, sebelum, selama, dan sesudah
pengendapan atau juga melalui proses jasad renik (biogenic). Krumbein dan Sloss (1963)
membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok, yaitu Struktur sedimen primer dan struktur
sedimen sekunder. Selley (1980) mengelompokkan struktur sedimen berdasarkan asal
usulnya menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Struktur sedimen sebelum pengendapan (Pre-depositional sedimentary structures)
2. Struktur sedimen saat pengendapan (Syn-depositional sedimentary structures)
3. Struktur sedimen setelah pengandapan (Post-depositional sedimentary structures)
Sedangakan struktur sedimen yang diakibatkan oleh kegiatan organisme dimasukkan dalam
kelompok fosil sebagai trace fossil. Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen
kedalam 4 kelompok, yaitu :
1. Struktur pengikisan (Erosional structures)
2. Struktur pengendapan (Depositional structures)
3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

Dalam pembahasan tentang struktur sedimen dalam bab ini dipakai klasifikasi menurut
Tucker, 1982.
1. Struktur Pengikisan (Erosional structures)
Struktur pengikisan adalah struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang
mengikis batuan yang lebih tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Yang termasuk
kelompok ini antara lain :
a. Flute cast
Flute cast ini terbentuk akibat pengikisan dan merupakan ciri dari endapan
turbidit. Struktur ini berada dibawah permukaan dan memanjang sampai berbentuk
segitiga dengan bagian yang membulat kearah hulu dan mempunyai panjang mulai
dari beberapa millimeter hingga mencapai puluhan centimeter. Struktur ini
merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk penentuan arah arus purba (paleo
current).

Gambar 1. Flute Cast

b. Groove cast
Groove cast berbentuk punggungan memanjang pada permukaan lapisan.
Struktur ini pada permukaan lapisan mungkin seluruhnya sejajar atau pula mungkin
memperlihatkan beberapa arah. Struktur ini terbentuk melalui pengikisan alur yang
dipotong terutama oleh objek yang terseret sepanjang arus dan merupakan pula ciri
dari arus turbidit. Arah groove cast ini menunjukkan arah arus yang
mengendapkannya.

Gambar 2. Groove cast


c. Tool mark
Struktur ini terbentuk ketika objek dibawa oleh arus sungai dan berhubungan
dengan permukaan sedimen dibawahnya. Tanda ini terjadi sebagai akibat objek
menggelinding, menusuk dan menyikat permukaan sedimen dibawahnya. Objek
yang membuat tanda ini biasanya berupa mud clast, fragmen binatang dan rombakan
tumbuhan.
Gambar 3. Tool mark

d. Scour Mark
Scour mark merupakan struktur dalam skala kecil dan terdapat pada bagian
bawah perlapisan. Pada pandangan bidang biasanya memanjang dalam arah arus.
Dengan bertambahnya ukuran, merkah gerus ini berangsur menjadi alur (channel).
Ciri khas permukaan merkah gerus adalah pemotongan endapan yang terletak di
bawah dan hadirnya sedimen kasar di atas permukaan gerusan.

Gambar 4. Scour Mark

e. Channel
Channel adalah struktur sedimen berskala besar, beberapa meter hingga
kilometer panjangnya. Alur pula sering terisi oleh sedimen yang kasar daripada
sedimen dibawahnya atau dengan sedimen yang berbatasan, dan sering berupa
konglomerat alas (basalt conglometare).
Gambar 5. Channel

2. Struktur Pengendapan (Depositional structures)


Struktur pengendapan adalah struktur sedimen yang terjadinya bersamaan dengan
pengendapan. Struktur pengedapan ini terdapat pada bagian atas dan bagian bawah
perlapisan. Yang termasuk dalam struktur pengendapan antara lain :
a. Masif
Bila tidak menunjukkan struktur dalam lapisan (Pettijohn & Potter, 1964) atau
ketebalan lapisan lebih dari 120 cm ( Mc. Kee & Weir, 1953). Faktor kemungkinan
pembentukan struktur masif ini yaitu : Pertama, saat diendapkan memang tidak
mempunyai struktur sedimen, Kedua, struktur pengendapannya telah dirusak oleh
beberpa proses seperti bioturbasi, rekristalisasi dan pengeringan. Struktur ini
dibentuk dalam keadaan yang cepat dan umumnya berupa endapan turbidit, aliran
butir (grain flow) dan aliran debris (debris flow).

b. Perlapisan sejajar
Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan lebih dari 1
cm. Perlapisan ini terbentuk akibat adanya perubahan dalam butiran sedimen, warna
maupun susunan mineraloginya.
Gambar 6. Perlapisan

c. Laminasi ; Perlapisan sejajar yang ketebalannya kurang dari 1 cm.

Gambar 7. Laminasi

d. Perlapisan pilihan (Gradded bedding)


Bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar
(bersusun terbalik : inverse gradding)maupun dari kasar ke halus pada arah vertical,
struktur ini merupakan cirri dari suatu sedimentasi pada arus yang pekat.

Gambar 8. Graded Bedding

e. Perlapisan silang-siur ( Cross bedding) dan Laminasi silang-siur (Cross Lamination)


Perlapisan atau laminasi yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang
berada diatasnya atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, struktur ini
terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

Gambar 9. Cross Bedding dan Cross Lamination

f. Ripple
Struktur ini terbentuk pada permukaan lapisan yang dikontrol oleh arus yang
mengalir baik oleh air, angin maupun gelombang. Gelembur yang berasal dari arus
disebut current ripple, oleh angina disebut wind ripple dan oleh gelombang disebut
wave ripple. Skala yang lebih besar disebut sebagai Dune (Gumuk Pasir). Variasi
ripple antara lain : Swaley & Hummocky, Herringbone, Symetry & Asymetry Ripple
dll.

Gambar 10. Ripple

g. Rainspot
Rainspot adalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air hujan pada
permukaan batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak. Struktur ini berguna
untuk menentukan lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu perlapisan terutama
pada lapisan yang miring maupun terbalik.
3. Struktur sedimen pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
Struktur sedimen setelah pengenapan ini terbentuk melalui gerakan sedimen
(nendatan) dan lainnya melalui reorganisasi bagian dalam seperti pengeringan dan
pembebanan. Proses-proses kimia-fisika setelah pengendapan menghasilkan stylolite,
solution dan nodule.
a. Sandstone dike dan sand volcano
Struktur ini relatif jarang dijumpai, mudah ditentukan oleh
memotongsilangnya dengan lapisan sekitarnya dan diisi dengan pasir. Sand volcano
berbentuk kerucut dengan suatu cekungan pada pusatnya yang terdapat pada bidang
perlapisan

Gambar 11. Sandstone dike

b. Dish dan Pillar structure


Struktur ini terdiri dari laminasi yang cekung keatas, biasanya beberapa
sentimeter lebarnya, dipisahkan oleh zona tanpa struktur (pillar). Dish dan Pillar
structure dibentuk oleha air yang lewat sedimen secara mendatar dan keatas (fluid
escape) dan umumnya terbentuk pada endapan kipas bawah laut.
c. Load structure
Struktur pembebanan (load structure) dibentuk melalui tenggelamnya suatu
lapisan kedalam lapisan yang lain. Tikas beban (load cast) biasanya terdapat pada
dasar batupasir yang terletak diatas batulumpur. Lumpur yang ada dapat
diinjeksikan keatas kedalam batupasir membentuk struktur flame. Juga sebagai
akibat pembebanan, biasanya pasir dapat tenggelam kedalam lumpur membentuk
struktur ball dan pillow.
Gambar 12. Load Structure
d. Deformed bedding
Deformed bedding dan istilah seperti disrupted,
convolute dan conturted bedding dapat diterapkan pada perlapisan sejajar, perlapisan
silang-siur dan laminasi silang-siur yang dihasilkan selama pengendapan telah
terganggu, tetapi tidak ada pergerakan sedimen secara mendatar dalam skala besar.
Convolute bedding terdapat dalam laminasi silang-siur, dengan laminasi diubah
dalam bentuk antiklin dan sinklin. Convolute seperti ini sering tidak asimetri atau
menungging kearah arus purba, sedangkan conturted dan disrupted tidak
menunjukkan orientasi.

Gambar 13. Convolute bedding

4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)


Fosil jejak dapat diinterpretasikan aktifitas binatangnya yang menyebabkan
timbulnya struktur ini, tetapi sifat alami binatangnya sendiri sulit untuk ditentukan karena
organisme yang berbeda sering mempunyai cara hidup yang sama. Suatu binatang dapat
menghasilkan struktur yang berbeda tergantung pada tingkah lakunya dan sifat sedimen
seperti ukuran butir, kandungan air dan sebagainya. Struktur buluh (burrow)
biasanya dibuat oleh crustacea, anellid, bivalve dan echinoid, sedangkan
permukaan track dan trail dibuat oleh crustacea, trilobite, annelid,
gastropod dan vertebrata. Struktur yang agak mirip buluh (burrow) dapat dihasilkan oleh
akar tumbuhan, walapun yang terakhir sering mengandung karbonat
a. Bioturbation
Bioturbation menunjukkan gangguan sedimen oleh organisme.

Gambar 14. Bioturbation

b. Trace fossil (fosil jejak)


Fosil jejak adalah struktur sedimen yang dihasilkan pada sedimen yang tidak
terkonsolidasi oleh kegiatan organisme. Kelompok utama yang terdapat pada
permukaan lapisan dan permukaan bawah lapisan adalah crawling, grazing (Jejak
makan) dan resting (Jejak istirahat), sedangkan yang terdapat dalam lapisan adalah
struktur feeding (Jejak sedang mencari makan) dan dwelling (Jejak menguni).
Struktur menghuni (Dwelling structure) adalah macam-macam buluh (burrow) dari
bentuk tebing tegak sampai hurup U, orientasinya bia tegak, mendatar atau miring
dengan perlapisan.

Gambar 15. Burrow


MATERI PALEONTOLOGI

A. Paleontologi
Paleontologi berasal dari bahasa yunani, yaitu paleon yang berarti tua atau yang
berkaitan dengan masa lalu ontos berarti kehidupan dan logos yang berarti ilmu atau
pembelajaran, atau di pihak lain menyebutkan bahwa paleontology adalah juga paleobiologi (
paleon = tua, bios = hidup, logos = ilmu ) jadi paleontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang sejarah kehidupan di bumi termasuk hewan dan tumbuhan zaman lampau yang telah
menjadi fosil.
Di dalam paleontologi ini, kita akan mempelajari tentang hewan dan tumbuhan yang
hidup di masa lampau yang kini bisa kita lihat melalui fosil-fosil dan peninggalan lainnya.
Berbeda dengan mempelajari hewan atau tumbuhan yang hidup di jaman sekarang,
paleontology menggunakan fosil sebagai sumber utama peneliti, yang artinya ini akan sangat
sulit untuk di pelajari. Data yang kita peroleh saat ini merupakan data-data hasil penelitian
selama berpuluh-puluh tahun.
Paleontology menggunakan fosil sebagai sumber utama peneliti, otomatis di dalam
paleontology ini kita akan berkecimpung dengan banyak fosil-fosil hewan maupun
tumbuhan. tanaman adalah salah satu organisme yang berlimpah dan beragam di Bumi,
dengan lebih dari 250.000 spesies yang dikenal. Tanaman memiliki dinding sel yang kaku di
setiap sel dan menghasilkan makanan mereka sendiri dengan menangkap energi cahaya pada
pigmen seperti klorofil. Tanaman mengubah energi ini menjadi gula, pati, dan makanan lain
yang dibutuhkan tanaman untuk bertahan hidup. Beberapa fosil yang tampak dari tanaman
kembali ke Ordovisium (Pertama dikenal terjadinya fosil), tapi tidak diragukan lagi kejadian
pertama berasal dari fosil tanaman Akhir Silur.

B. Proses Pemfosilan atau Fosilisasi


Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang
terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara
menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan
yaitu antara lain:
a. Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
b. Mengalami pengawetan
c. Terbebas dari bakteri pembusuk
d. Terjadi secara alamiah
e. Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
f. Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.

Bahan -bahan yang berperan dalam fosilisasi, diantaranya :


1. Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika,
kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi lubang serta
pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi keras/membatu
menjadi fosil.
2. Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan
cepat tertutup oleh lapisan tanah.
3. Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang
terkandung dalam bahan organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya
lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon dari tumbuhan itu tertinggal
dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.
4. Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan fosilnya
sendiri hilang.
5. Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore
atau hewan pengerat.
6. Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil.
7. Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang
telah menjadi fosil.
8. Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil,
merupakan cetakan.
9. Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang
berasal dari travertine ataupun talaktit.
10. Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang
berudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat terjadi.
11. Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung
lapisan es dapat membeku dengan segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak
ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut.

C. Skala Waktu Geologi


Waktu geologi adalah skala waktu yang meliputi seluruh sejarah geologi bumi dari
mulai terbantuknya hingga saat ini. Sebelum perkembangan dari skala waktu geologi pada
abad ke-19, para ahli sejarah mengetahui bahwa bumi memiliki sejarah yang panjang, namun
skala waktu yang digunakan sekarang dikembangkan sejak 200 tahun terakhir dan terus-
menerus diperbaiki. Skala waktu geologi membantu para ilmuwan memahami sejarah bumi
dalam bagian-bagian waktu yang teratur.
Sebelum adanya pentarikhan radiometri, yang mengukur kandungan unsur radioaktif
dalam suatu objek untuk menentukan umurnya, para ilmuwan memperkirakan umur bumi
berkisar dari 4,000 tahun hingga ratusan juta tahun. Saat ini, diketahui bahwa umur bumi
adalah sekitar 4.6 milyar tahun.
Skala waktu geologi saat ini dibuat berdasarkan pada pentarikhan radiometri dan
rekaman kehidupan purba yang terawetkan di dalam lapisan batuan. Sebagian besar batas
pada skala waktu geologi sekarang berhubungan dengan periode kepunahan dan kemunculan
spesies baru.

D. PEMBAGIAN WAKTU
Skala waktu geologi yang ditetapkan oleh International Union of Geological Sciences
(IUGS) pada tahun 2004 membagi sejarah bumi ke dalam beberapa interval waktu yang
berbeda-beda panjangnya dan terukur dalam satuan tahun kalender. Interval terpanjang
adalah Kurun. Setiap Kurun terbagi menjadi beberapa Masa. Setiap Masa terdiri dari
beberapa Zaman, dan Zaman terbagi menjadi beberapa Kala.
Ada tiga Kurun: Arkaikum, Proterozoikum dan Fanerozoikum. Kurun Arkaikum
adalah kurun pertama, dimulai sekitar 3.8 milyar hingga 2.5 milyar tahun yang lalu. Kurun
sebelum Arkaikum, dikenal sebagai Pra-Arkaikum, ditandai oleh pembentukan planet bumi.
Kurun Proterozoikum dimulai sekitar 2.5 milyar tahun yang lalu hingga 542 juta tahun yang
lalu. Kurun Arkaikum dan Proterozoikum juga disebut Pra-Kambrium. Kemunculan besar-
besaran dari hewan invertebrata menandai akhir dari Proterozoikum dan dimulainya Kurun
Fanerozoikum.
Kurun Fanerozoikum dimulai sekitar 542 juta tahun yang lalu dan berlanjut hingga
sekarang. Terbagi menjadi tiga Masa: Paleozoikum (542 – 251 juta tahun yang lalu),
Mesozoikum (251 – 65 juta tahun yang lalu) dan Kenozoikum (65 juta tahun yang lalu
hingga sekarang).
Masa Paleozoikum terbagi menjadi enam Zaman. Dari yang tertua hingga termuda
adalah Kambrium (542 – 488 juta tahun yang lalu), Ordovisium (488 – 444 juta tahun yang
lalu), Silurium (444 – 416 juta tahun yang lalu), Devonium (416 – 359 juta tahun yang lalu),
Karbon (359 – 299 juta tahun yang lalu), dan Permium (299 – 251 juta tahun yang lalu).
Masa Paleozoikum diawali dengan kemunculan banyak bentuk kehidupan yang berbeda-
beda, yang terawetkan sebagai kumpulan fosil dalam sikuen batuan di seluruh dunia. Masa
ini berakhir dengan kepunahan massal lebih dari 90 persen organisme pada akhir Zaman
Permium. Penyebab kepunahan pada akhir Permium ini belum diketahui pasti hingga saat ini.
Masa Mesozoikum terbagi menjadi Zaman Trias (251 – 200 juta tahun yang lalu),
Zaman Jura (200 – 145 juta tahun yang lalu), dan Zaman Kapur (145 – 65 juta tahun yang
lalu). Masa Mesozoikum dimulai dengan kemunculan banyak jenis hewan baru, termasuk
dinosaurus dan ammonite, atau cumi-cumi purba. Masa Mesozoikum berakhir dengan
kepunahan massal yang memusnahkan sekitar 80 persen organisme saat itu. Kepunahan ini
kemungkinan disebabkan oleh tabrakan asteroid ke bumi yang sekarang kawah bekas
tabrakan ditemukan di sebelah utara Semenanjung Yucatan, Meksiko.
Masa Kenozoikum terbagi menjadi dua Zaman, Paleogen (65 – 23 juta tahun yang
lalu) dan Neogen (mulai dari 23 juta tahun yang lalu hingga sekarang). Zaman Paleogen
terdiri dari tiga Kala: Kala Paleosen (65 – 56 juta tahun yang lalu), Kala Eosen (56 – 34 juta
tahun yang lalu) dan Oligosen (34 – 23 juta tahun yang lalu). Zaman Neogen terbagi menjadi
empat Kala: Kala Miosen (23 – 5.3 juta tahun yang lalu), Pliosen (5.3 – 1.8 juta tahun yang
lalu), Pleistosen (1.8 juta – 11,500 tahun yang lalu) dan Holosen (dimulai dari 11,500 tahun
yang lalu hingga sekarang). Kala Holosen ditandai oleh penyusutan yang cepat dari benua es
di Eropa dan Amerika Utara, kenaikan yang cepat dari muka air laut, perubahan iklim, dan
ekspansi kehidupan manusia ke segala penjuru dunia.

1. Molusca
Moluska atau lebih dikenal sebagai hewan lunak adalah hewan yang memiliki tubuh-
tubuh lunak dan beberapa memiliki pelindung berupa cangkang yang keras (eksoskeleton).
Beberapa cangkangnya memiliki bentuk dan warna yang sangat indah dan sering digunakan
sebagai hiasan. Moluska sebagian besar hidup di laut, namun ada juga yang hidup di air tawar
dan daratan. Moluska-moluska seperti cumi-cumi, sotong, dan kerang memiliki nilai penting
bagi kehidupan manusia.

a. Struktur tubuh moluska


Moluska umumnya memiliki lipatan dinding tubuh yang membentuk struktur
yang disebut mantel. Di bawah mantel tersebut terdapat ruangan yang berisi insang
untuk moluska air dan paru-paru untuk moluska darat. Banyak diantara mereka juga
menghasilkan cangkang untuk melindungi diri terhadap serangan hewan lain.
Moluska memiliki alat ekskresi berupa saluran-saluran yang disebut nefridia (tunggal:
nefridium) yang bermuara pada lubang yang disebut nefrostom. Salah satu
karakteristik moluska kecuali bivalvia (kerang) adalah mereka memiliki lidah dengan
gerigi untuk memotong makanan, yang disebut radula.
b. Reproduksi
Kebanyakan moluska memiliki alat kelamin yang terpisah, namun beberapa
jenis seperti siput dan kerang adalah hewan hermaprodit. Moluska yang hidup di air
melakukan fertilisasi eksternal, sedangkan moluska darat melakukan fertilisasi
internal. Moluska yang hidup di laut biasanya akan menghasilkan larva yang berenang
bebas dan disebut trocofor.
c. Peran moluska
Moluska merupakan hewan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari
manusia. Cumi, sotong, gurita, dan kerang merupakan bahan makanan yang sangat
digemari. Beberapa jenis kerang mampu menghasilkan mutiara yang memiliki harga
jual sangat tinggi. Siput dan bekicot banyak dimanfaatkan sebagai bahan alternatif
untuk makanan ternak yang memiliki kandungan protein sangat tinggi dan sangat baik
untuk pertumbuhan hewan. Namun banyak diantara hewan moluska yang menjadi
hama pada lahan pertanian. Jenis-jenis siput darat dan air akan memakan tumbuhan
pertanian yang memberikan dampak negatif bagi usaha pertanian tersebut.
d. Penggolongan moluska
Filum moluska dibagi menjadi 4 kelas yaitu polyplacophora, gastropoda,
bivalvia, dan cephalopoda. Penjelasan untuk masing-masing kelas adalah sebagai
berikut.

Polyplacophora
Polyplacophora adalah moluska berbentuk oval berukuran kecil yang
hidup di laut. Mereka memiliki ciri khas berupa adanya 8 lempeng yang
mengandung kapur di permukaan atas tubuhnya. Kakinya datar dan lebar
digunakan untuk merayap dan menempel pada bebatuan. Hewan ini adalah
herbivora yang mekakan tumbuhan dan alga laut. Contoh anggota kelas
polyplachopora adalah chiton, yang biasa hidup di laut-laut dangkal yang
banyak ditumbuhi alga dan tumbuhan laut.

Gastropoda
Gastropoda biasa disebut dengan hewan yang memiliki kaki di perut.
Kaki ini memiliki bentuk datar, lebar dan terletak pada daerah perut hewan
tersebut. Sebagian besar gastropoda hidup di laut, namun ada yang hidup di air
tawar dan di darat. Mereka dilengkapi dengan cangkang keras dengan bentuk
unik sebagai perlindungan tubuh. Contoh anggota kelas ini adalah siput dan
bekicot. Beberapa gastropoda tidak memiliki cangkang seperti siput tanpa
cangkang (slug) dan banyak siput-siput laut. Beberapa gastropoda merupakan
pemangsa hewan kecil dan gastropoda lainnya, sedangkan yang lainnya adalah
pemakan tumbuhan.

Bivalvia/Pelecypoda
Bivalvia dicirikan dengan adanya dua buah cangkang yang melindungi
tubuhnya. Cangkang ini dapat membuka dan menutup yang digunakan untuk
menangkap makanan berupa partikel kecil seperti plankton. Saat terancam
mereka mampu mentup cangkangnya agar terlindungi dari serangan
pengganggu. Contoh bivalvia adalah kerang, yang dapat ditemukan di laut
maupun di perairan tawar.

Cephalopoda
Cephalopoda adalah moluska dengan ciri khas adanya kaki di kepalanya.
Kakinya berkembang menjadi beberapa tentakel yang menempel di kepalanya.
Contoh anggota cephalopoda adalah cumi-cumi, sotong, gurita, dan nautilus.
Cumi-cumi dan sotong memiliki 10 buah tentakel, gurita memiliki 8 buah
tentakel, sedangkan nautilus memiliki kurang lebih 85 buah tentakel. Nautilus
adalah cephalopoda yang memiliki cangkang untuk melindungi dirinya.
Makanan cephalopoda umumnya adalah hewan-hewan lain yang ditangkap
dengan tentakelnya.

2. Brachiopoda
a. Phylum Brachiopoda
Phylum Brachiopoda berasal dari bahasa latin, yaitu Bracchium yang berarti
lengan (arm) dan Poda yang berarti kaki (foot). Jadi, Phylum Brachiopoda adalah
hewan yang merupakan suatu kesatuan tubuh yang difungsikan sebagai kaki dan
lengan. Brachiopoda adalah bivalvia yang berevolusi pada zaman awal periode
Cambrian yang masih hidup hingga sekarang. Mereka seringkali disebut dengan
“lampu cangkang” yang merupakan komponen penting organisme benthos pada
zaman Palaeozoic.
Phylum ini merupakan salah satu phylum kecil dari benthic invertebrates.
Hingga saat ini terdapat sekitar 300 spesies dari phylum ini yang mampu bertahan dan
sekitar 30.000 fosilnya telah dinamai. Phylum Brachiopoda mempunyai 2 buah
cangkang yang mirip Pelecypoda, tetapi perbedaannya bahwa cangkang Brachiopoda
tidak sama satu dengan yang lain.

b. Anatomi Tubuh Phylum Brachiopoda


Brachiopoda mempunyai 2 cangkang (valve), yaitu Pedicle atau Ventral Valve
dan Brachial atau Dorsal Valve. Tubuh tertutup oleh 2 cangkang, satu ke arah dorsal
dan yang lainnya ke arah ventral. Biasanya melekat pada substrat dengan pedicile.
Cangkang dilapisi oleh mantle yang dibentuk oleh pertumbuhan dinding tubuh dan
membentuk rongga mantle. Cangkang Brachiopoda tersusun oleh senyawa karbonat,
atau khitin dan kalsium fosfat. Cangkangnya biasanya mempunyai hiasan, berupa
garis tumbuh, costae atau costellae. Kedua buah cangkang dihubungkan oleh gigi
pertautan (pada Brachiopoda artikulata) atau sistem otot (Brachipoda inartikulata).
Pada pertangkupan kedua cangkang terdapat lubang tempat keluarnya pedicle
yaitu Pedicle opening atau Forament. Pedicle merupakan juluran otot yang berfungsi
untuk menempelkan tubuhnya pada tempat hidupnya. Bagian lain pada cangkang
adalah Lophophore, berupa dua buah tentakel berbulu getar, berfungsi untuk
menggerakkan air di sekitarnya. Lophophore mebentuk kumparan dengan atau tanpa
didukung oleh skeletal internal. Usus Brachiopoda berbentuk U. Sistem peredaran
darahnya terbuka.

c. Cara Hidup Phylum Brachiopoda


Secara umum, cara hidup Brachiopoda meliputi tempat atau lingkungan dia
tinggal, cara dia beradaptasi atau hidup dengan lingkungannya, cara makannya, dan
cara reproduksinya. Berbagai macam poin yang mencirikan cara hidup dari
Brachiopoda adalah sebagai berikut :
 Brachiopoda hidup tertambat (benthos secyl) di dasar laut, lewat suatu juluran
otot yang disebut pedicle.

 Untuk memenuhi kebutuhan makanan dan oksigen, Brachiopoda mempunyai
Lophophore yang berfungsi menggerakkan air di sekitarnya, sehingga sirkulasi
oksigen ke dalam dan ke luar tubuh dapat berlangsung. Begitu pula dengan
makanan.
 Ada yang hidup di air tawar, namun sangat jarang.

 Mampu hidup pada kedalaman hingga 5.600 m secara benthos secyl.

 Genus Lingula hanya hidup pada daerah tropis atau hangat dengan kedalaman
maksimal 40 m

 Hingga saat ini diketahui memiliki sekitar 300 spesies dari Brachiopoda.

 Brachiopoda modern memiliki ukuran cangkang rata-rata dari 5 mm hingga 8
cm.

 Kehadiran rekaman kehidupannya sangat terkait dengan proses Bioconose dan
Thanathoconose.

 Cara reproduksi Brachiopoda adalah terpisah antara jantan dan betina.

 Fertilisasi secara ekternal.

 Sebagian ada yang “mengandung” dan melahirkan larva lobate.


d. Klasifikasi Phylum Brachiopoda

Klasifikasi phylum Brachiopoda dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Brachiopoda Inartikulata
Ciri-cirinya adalah tidak mempunyai gigi pertautan (hinge teeth) dan
garis pertautan (hinge line). Cangkang atas dan bawah (valve) tidak
dihubungkan dengan otot dan terdapat socket dan gigi yang dihubungkan
dengan selaput pengikat. Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem
otot, sehingga setelah mati cangkang langsung terpisah. Cangkang umumnya
berbentuk membulat atau seperti lidah, tersusun oleh senyawa fosfat atau
khitinan. Mulai muncul sejak Jaman Cambrian awal hingga masa kini. Contoh
: Lingula

2. Brachiopoda Artikulata
Ciri-cirinya adalah cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket.
Cangkang umumnya tersusun oleh material karbonatan. Tidak mempunyai
lubang anus. Mempunyai keanekaragaman jenis yang besar. Banyak yang
berfungsi sebagai fosil index. Dan mulai muncul sejak zaman Kapur hingga
kini. Contoh : Terebratulid.
Macam-macam ordo dari Brachiopoda Artikulata adalah sebagai berikut :
a. Ordo Orthida
Ciri-ciri :
 
 Umur Ordovician

Bentuk ½ lingkaran, hinge line lurus,hiasan bersifat radial. Contoh
 genus : Hebertella dan Platystrophia.
b. Ordo Strophomenida
 
 Umur Ordovician.

 costellae halus.
Bentuk pipih, hinge line lurus, hiasan radial berupa
 Contoh genus : Sowerbyella dan Rafinesquina.
c. Ordo Spiriferida
 
 Umur Devon.

Bentuk sperti kumparan/spiral, tersusun oleh material gampingan
mengelilingi  lophophore. Contoh genus : Muscrospirifer dan
 Platyrachella.
d. Ordo Rhynchonellida

Cangkang berbentuk segitiga atau bulat, hinge line pendek, beak
 bentuk accordeon. Contoh genus : Pugnoides
kuat disertai lipatan
 dan Rhynchotreta.
e. Ordo Terebratulida
 
 Permukaan cangkang halus.

 beak yg menggantung. Contoh genus :
Lubang pedicle terletak pada
Terebratula dan Dielasma.

e. Rentang Hidup Phylum Brachiopoda


Pada akhir jaman Perm, terjadi kepunahan massal yang melibatkan hampir
semua golongan Brachiopoda. Hanya sedikit takson yang selamat, seperti golongan
Trebratulid dan Lingula, dan masih terdapat hingga masa kini (Holosen). Brachiopoda
ditemukan melimpah pada kurun Paleozoik (543 hingga 248 juta tahun lalu).
Brachiopoda masa kini selalu ditemukan dalam keadaan tertambat dengan
menggunakan pedikelnya, baik pada batuan keras maupun cangkang binatang yang
telah mati.
Rekaman Phylum brachiopoda dalam kurun waktu geologi adalah seperti di
bawah ini :
 
Phylum Brachiopoda (Cambrian-Recent)
- Class Inarticulata (Cambrian-Recent)
- Class Articulata (Cambrian-Recent)
 
 Order Orthida (Cambrian-Permian)
 
 Order Strophomenida (Ordovician-Jurassic)
 
 Order Pentamerida (Cambrian-Devonian)
 
 Order Rhynchonellida (Ordovician-Recent)
 
 Order Spiriferida (Ordovician-Jurassic)
 
 Order Terebratulida (Devonian-Recent)

f. Fosil Brachiopoda dan Kegunaannya dalam Geologi


Kegunaan fosil Brachiopoda ini yaitu sangat baik untuk fosil indeks (index
fossils) untuk strata pada suatu wilayah yang luas. Contoh kegunaan fosil brachiopoda
dalam geologi : Brachiopoda dari Klas Inarticulata ; Genus Lingula merupakan
penciri dari jenis brachiopoda yang paling tua, yaitu Lower Cambrian. Jenis ini
ditemukan pada batuan Lower Cambrian dengan kisaran umur 550 juta tahun yang
lalu. Secara garis besar, jenis Phylum Brachiopoda ini merupakan hewan-hewan yang
hidup pada Masa Paleozoikum, sehingga kehadirannya sangat penting untuk
penentuan umur batuan sebagai Index Fossils.

3. Trilobita
Trilobit atau trilobita adalah kelompok fosil artropoda laut yang sudah punah.
Kelompok ini merupakan salah satu kelompok artropoda paling awal. Trilobit pertama kali
muncul dalam catatan fosil pada masa Atdabania awal periode kambrium (521 juta tahun
lalu), dan mulai mengalami kemunduran hingga punah pada masa Devon, saat semua ordo
trilobit kecuali Proetida mengalami kepunahan. Trilobit akhirnya musnah saat peristiwa
kepunahan Perm-Trias pada akhir masa Perm sekitar 250 juta tahun yang lalu. Trilobit
termasuk binatang yang paling sukses diantara binatang-binatang yang pertamakali muncul,
mampu bertahan dari kepunahan selama lebih dari 270 juta tahun.
Pada saat trilobit pertamakali muncul dalam catatan fosil, Mereka sudah sangat
beranekaragam dan tersebar diberbagi wilayah geografis. Karena sangat variatif dan termasuk
eksoskleton yang mudah memfosil, trilobit meninggalkan banyak fosil. Sekitar 17.000 fosil
diketahui pernah hidup pada zaman paleozoikum. Hasil penelitian dari fosil-fosil ini
memberikan banyak sumbangan pada berbagai bidang seperti biostratigrafi, paleontologi,
biologi evolusioner, dan lempeng tektonik. Trilobit sering diklasifikasikan sebagai
arthropoda, subfilum Schizoramia dalam superclass Arachnomorpha (setara dengan
Arachnata), meskipun beberapa alternatif taksonomi ditemukan dalam literatur. Trilobit
memiliki banyak gaya hidup; beberapa berkeliaran di dasar laut sebagai predator, pemulung
atau penjaring makanan, dan beberapa diantaranya berenang, mencari plankton untuk
dimangsa. Kebanyakan gaya hidup yang ditemukan pada arthropoda laut modern terlihat
pada trilobit, kecuali pada gaya hidupnya yang parasitisme (masih menjadi perdebatan
ilmiah).[butuh rujukan] Beberapa trilobit (terutama keluarga Olenidae) diperkirakan telah
berevolusi untuk bersimbiosis dengan bakteri pemakan belerang dimana trilobit memperoleh
makanan darinya.

4. Ichnofasies
Fosil jejak memberikan kontribusi yang unik dari percampuran antara paleontology
dan sedimentologi mengenai lingkungan pengendapan. Seperti stuktur sedimen fosil jejak
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok fasies fosil jejak. Adolf Seilacher (1967)
menyatakan pengelompokan fosil jejak didasarkan pada konsep bahwa banyak factor yang
mengkontrol penyebaran fosil jejak dimana sejalan dengan peningkatan kedalanaman air.
Saat ini fosil jejak bermanfaat untuk menentukan paleobathymetri.
Fasies Trypanites biasanya terbentuk pada substrat yang terlifikasi keseluruhanseperti
hardground, pantai berbatu, reefs, dan sebagainya. Biasanya memiliki bentuk U, silinder,
bentuk air mata, dan berorientasi vertical. Anggota fasies ini antara lain Caulostrepsis,
Entobia, Echinoid booring, dan Trypanites.
Fasies Glossifungites memiliki rentang yang luas, namun biasanya hanya
terbentukpada substrat yang tidka terlitifikasi seperti lumpur yang terhidrasi. Biasanya
memiliki bentuk U, silinder, bentuk air mata, dan berorientasi vertical, anggotanya antara lain
Gastrochaenolites, Diplocraterion, dan Psilonichnus.
Fasies Skolitos mencirikan secara relative lingkungan yang dipengaruhi oleh
gelombang atau arus yang tinggi. Biasanya terbentuk pada lingkungan yang sedikit
berlumpur hingga tanpa lumpur, tersortasi baik, substrat yang terkonsolidasi. Anggota fasies
ini anatara lain Ophiomorpha, Diplocraterion, Skolithos, dan Moncraterion.
Fasies Cruziana biasanya merupakan cirri lingkungan subtidal, tersortasi buruk, dan
merupakan substrat yang tidak terkonsolidasi. Biasanya lingkungannya memiliki energy yang
sedang berada dibawah fairwather wave base namun berada diatas storm wave base hingga
energy rendah pada lingkungan yang lebih dalam. Fasies ini biasanya ditemukan pada littoral
hingga sublithoral dari suatu estuarin, pantai, lagoon dan dataran pasang surut. Anggota
fasies ini antara lain Cruziana, Asteriacites, Rhizocorallium, Aulichnites, Thalassinoides,
Chindrites, Teichichnus, Arenicolites, Resella, dan Planolites
Fasies Zoophycos adalah merupakan salah satu fasies fosil jejak yang memeiliki
rentang kedalaman yang sangat luas. Secara skematik fasies ini berada diantara fasies
Cruziana dan Nerites ichnofasies. Biasanya terbentuk pada continental slope, berada dibawah
storm wave base. Anggota fasies ini antara lain Zoophycos, Lorenzinia, Phycosiphon, dan
spirophyton.
Fasies Nerites berada di bathyal hingga abyssal yang masih mengindikasikan
keberadaan oksigen, biasanya diberasosiasi dengan arus turbidit. Anggota fasies ini antara
lain Spirorhaphe, Uroheiminthoida, Megagrapton, Paleodictyon, Nereites, dan Cosmorhaphe.

5. Biostratigrafi
Biostratigrafi merupakan ilmu penentuan umur batuan dengan menggunakan fosil
yang terkandung didalamnya. Biasanya bertujuan untuk korelasi, yaitu menunjukkan bahwa
horizon tertentu dalam suatu bagian geologi mewakili periode waktu yang sama dengan
horizon lain pada beberapa bagian lain. Fosil berguna karena sedimen yang berumur sama
dapat terlihat sama sekali berbeda dikarenakan variasi lokal lingkungan sedimentasi. Sebagai
contoh, suatu bagian dapat tersusun atas lempung dan napal sementara yang lainnya lebih
bersifat batu gamping kapuran, tetapi apabila kandungan spesies fosilnya serupa, kedua
sedimen tersebut kemungkinan telah diendapkan pada waktu yang sama.
Ilmu biostratigrafi muncul di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah
William Smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan tanah muncul pada urutan yang
sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan tanah yang terendah
merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan tanah
merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka bisa dibuat
perbandingan pada sebuah daerah yang luas. Setelah beberapa waktu, ada sebuah sistem
umum periode-periode geologi yang umum dipakai meski belum ada penamaan waktunya.
Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan
lebih lanjut studi mengenai litologi (litobiostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan
umur relatif maupun absolutnya (kronobiostratigrafi). Jadi biostratigrafi adalah ilmu yang
mempelajari gambaran lapisan batuan pada kulit bumi. Secara luas biostratigrafi merupakan
salah satu cabang ilmu geologi yang membahas tentang urut-urutan, hubungan dan kejadian
batuan di alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi.
a. Prinsip Biostratigrafi
Ada beberapa prinsip dasar yang berlaku dalam pembahasan mengenai biostratigrafi,
yaitu:
1. Hukum atau prinsip yang dikemukakan oleh Steno (1669), terdiri dari :
- Prinsip Superposisi (Superposition Of Strata)
Dalam suatu urutan pelapisan batuan, maka lapisan paling bawah relatif
lebih tua umurnya daripada lapisan yang berada diatasnya selama belum
mengalami deformasi. Konsep ini berlaku untuk pelapisan berurutan.
- Prinsip Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity)
Lapisan yang diendapkan oleh air terbentuk terus-menerus secara lateral
dan hanya membagi pada tepian pengendapan pada masa cekungan itu
terbentuk.
- Prinsip Akumulasi Vertikal (Original Horisontaly)
Lapisan sedimen pada mulanya diendapkan dalam keadaan mendatar
(horizontal), sedangkan akumulasi pengendapannya terjadi secara vertikal
(principle of vertikal accumulation)
2. Hukum yang ditemukan oleh James Hutton (1785)
Hukum atau prinsip ini lebih dikenal dengan azas uniformitarisme, yaitu proses-
proses yang terjadi pada masa lampau mengikuti hukum yang berlaku pada
proses-proses yang terjadi sekarang, atau dengan kata lain “masa kini
merupakan kunci dari masa lampau” (the present is the key to the past).
Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat sekarang ini
dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau.

3. Hukum Intrusi / Penerobosan (Cross Cutting Relationship) oleh AWR Potter


dan Robinson
Suatu intrusi (penerobosan) adalah lebih muda daripada batuan yang
diterobosnya.

4. Hukum Urutan Fauna (Law of Fauna Succession) oleh De Soulovie


Dalam urut-urutan batuan sedimen sekelompok lapisan dapat mengandung
kumpulan fosil tertentu dengan sekelompok lapisan di atas maupun di
bawahnya.
b. Satuan dan Korelasi Biostratigrafi
Satuan biostratigrafi merupakan satuan stratigrafi objektif yang dapat diamati
dan ditentukan keberadaannya berdasarkan fosil yang terkandung di dalamnya.
Karena itu, satuan biostratigrafi dapat ditelusuri dan di-match-kan dari satu tempat ke
tempat lain dengan cara yang lebih kurang sama dengan cara penelusuran satuan
litostratigrafi. Satuan biostratigrafi ada yang bisa maupun tidak bisa memiliki
kebenaran waktu. Sebagai contoh, jika ditelusuri ke arah lateral, zona kumpulan
(assemblage zone) dan zona puncak (abundance zone) dapat memotong garis-garis
waktu. Di lain pihak, zona selang (interval zone), yang terutama ditentukan
keberadaannya berdasarkan pemunculan pertama suatu taksa, memiliki batas-batas
yang pada umumnya berimpit dengan garis waktu.
Satuan biostratigrafi dapat dikorelasikan, tanpa tergantung pada kebenaran
waktu-nya, dengan menggunakan prinsip-prinsip yang sangat mirip dengan prinsip-
prinsip korelasi litostratigrafi, misalnya berdasarkan ke-match-an menurut kandungan
fosil dan posisi stratigrafinya.
MATERI GEOLOGI SEJARAH

1. PENDAHULUAN
Geologi sejarah pada hakekatnya adalah ilmu yang mempelajari sejarah perkembangan
bumi melalui kajian terhadap pembentukan batuan-batuan yang ada di bumi dalam konteks
ruang dan waktu. Dengan demikian maka geologi sejarah adalah menguraikan kapan suatu
batuan terbentuk (umur batuan), dimana batuan tersebut terbentuk (lingkungan
pengendapan), dan proses-proses geologi apa saja yang telah terjadi pada batuan tersebut
(gaya-gaya endogen dan eksogen) serta bagaimana kondisi batuan saat ini (proses-proses dan
jentera geomorfik). Dengan kata lain, mempelajari geologi sejarah tidak lain adalah
menguraikan tentang proses dan perkembangan cekungan, proses dan perkembangan
tektonik, dan proses perkembangan bentang alamnya.
Sejarah geologi dibahas menurut urut-urutan waktu dari yang tertua ke yang paling muda
disusun secara naratif dan pembahasan dari setiap jaman yang meliputi;
1) proses sedimentasi yang bagaimana, dimana, dan membentuk apa;
2) proses tektonik apa yang mengikutinya, kapan, dan apa akibatnya;
3) proses geologi bentangalam apa, bagaimana selanjutnya, kapan dan apa bentuknya.

1. Proses dan Perkembangan Cekungan (Sejarah Sedimentasi)


Proses dan perkembangan cekungan adalah suatu uraian tentang sejarah
sedimentasi dari batuan-batuan yang diendapkan dalam satu cekungan. Sejarah
sedimentasi suatu cekungan dapat berupa perulangan dari proses transgresi dan regresi
dari endapan batuannya dalam rentang waktu geologi tertentu.
2. Proses dan Perkembangan Tektonik (Sejarah Tektonik)
Proses dan perkembangan tektonik adalah uraian tentang sejarah kejadian tektonik
dalam suatu cekungan yang menyangkut orogenesa (pembentukan pegunungan:
perlipatan, penyesaran, dan atau aktivitas magmatis) yang melibatkan batuan-batuan
yang ada dalam suatu cekungan dalam rentang waktu geologi.
3. Proses dan Perkembangan Bentangalam (Paleogeografi)
Proses dan perkembangan bentangalam adalah uraian tentang sejarah
perkembangan bentuk bentangalam dalam suatu cekungan, yang terdiri dari proses-
proses geomorfologi (pelapukan, erosi, sedimentasi), stadia erosi dan jentera (stadia)
geomorfologi. Proses dan perkembangan bentangalam harus menjelaskan tentang
proses-proses geomorfologi apa saja yang terjadi dan jentera/stadia bentangalamnya.

Berdasarkan ketiga proses tersebut di atas, maka sejarah geologi dari suatu wilayah
harus mencakup penjelasan tentang: kapan (urut-urutan umur pembentukan batuan dalam
suatu cekungan), apa (jenis litologi/batuannya), dan dimana (pada lingkungan apa batuan
tersebut diendapkan). Adapun proses dan perkembangan tektonik harus menjelaskan kapan
(waktu terjadinya tektonik/orogenesa: perlipatan, patahan, aktivitas magmatis), apa (batuan
apa saja yang mengalami perlipatan, penyesaran, ataupun penerobosan oleh batuan intrusi), di
samping itu analisa mengenai arah gaya dan mekanisme struktur geologi merupakan unsur
yang terpenting dari uraian pembentukan dan sejarah tektonik dari suatu wilayah.

2. SEJARAH BUMI
Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan lain untuk
menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi.
TEORI PEMBENTUKAN BUMI DAN TATASURYA
Dalam pembentukan bumi dan tata surya, terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses
pembentukannya, seperti:
1. Teori Kabut (Nebula): Immanuel Kant (1755) dan Piere Simon de Laplace (1796)
Teori kabut menjelaskan terbentuknya tata surya melalui tiga tahap:
a. pada mulanya matahari dan planet masih berbentuk kabut yag sangat pekat dan besar
b. kabut tersebut berputaar dan berpilin dengan kuat sehingga terjadi pemadatan di pusat
lingkaran dan selanjutnya membentuk matahari, pada saat yang sama terbentuk pula
massa yang lebih kecil dari matahari yang dinamakan planet yang mengitari matahari
c. materi-materi tersebut tumbuh makin besar dan terus melakukan gerakan teratur
mengelilingi mataheri dimana gerakan tersebut berada dalam satu orbit yang tetap dan
membentuk susunan yang disebut tata surya.
Gambar 1. Ilustrasi Teori Nebula

2. Teori Planetesimal: (Chamberlin dan Moulton, 1905)


Menyatakan bahwa planet tata surya berasal dari gumpalan kabut yang berbentuk
spiral atau pilim sehingga disebut kabut pilin. Dalam kabut itu amterial-material padat
yang disebut planetesimal. Tiap planetesimal memiliki orbit bebas sehingga terjadi
tabrakan-tabrakan. Adanya gaya gravitasi menyebabkan terbentuknya gumpalan yang
lebih besar dan mampat. Gumpalan terbesar terletak di tengah (pusat) kabut dan menjadi
pusat peredaran yang kemudian disebut Matahari. Adapun gumpalan lebih kecil menjadi
planet-planet yang bersama-sama berevolusi terhadap matahari.

Gambar 2. Ilustrasi Teori Planetesimal

3. Teori Pasang Surut (Sir James Jeans dan Harold Jeffreys, 1919)
Pertama kali dikemukakan oleh Buffon yang menyatakan bahwa tata surya berasal
dari adanya material matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet.
Teori ini kemudian diperbaiki sehingga menyatakan bahwa tata surya terbentuk oleh efek
pasang gas-gas matahari. Efek pasang itu disebabkan oleh adanya gaya gravitasi sebuah
bintang besar yang melintasi Matahari. Gas-gas panas tersebut kemudian terlepas dari
matahari dan mulai mengelilingi matahari. Selanjutnya, gas-gas panas berubah menjadi
bola-bola cair, kemudian perlahan-lahan mendingin membentuk lapisan keras
disekelilingnya menjadi planet-planet dan satelit-satelit.

Gambar 3. Ilustrasi Teori Pasang Surut

4. Teori Awan Debu/ Proto Planet (Carl von Weizsaecker,1940 dan Gerard P. Kuiper,1950)
Menyatakan bahwa tata surya terbentuk oleh gumpalan awan gas dan debu yang
jumlahnya sangat banyak. Lebih dari 15.000 juta tahun yang lalu salah satu gumpalan
megalami pemampatan dan menarik partikel-partikel debu membetnuk gumpalan bola.
Pada saat itulah terjadi pilinan. Gumpalan bola menjadi pipih di bagian tepinya. partikel
di bagian tengah saling menekan sehingga menimbulkan panas dan cahaya . bagian
tengah itu kemudian menjadi Matahari dan partikel-partikel tepi yang berpilin lebih cepat
menyebabkan gumpaaln terpecah-pecah menjadi partikel lebih kecil dan membeku
menjadi bahan planet dan satelitnya. Oleh karena itu disebut protoplanet dan teorinya
disebut teori protoplanet.
Gambar 4. Ilustrasi Teori Protoplanet

5. Teori Bintang Kembar (R.A Lyttleton, 1930)


Mengemukakan bahwa galaksi kita berisi banyak kombinasi bintang kembar,
sehingga Lyttleton menganggap matahari memiliki sebuah bintang kembarannya. Bintang
kembaran tersebut kemudian meledak menjadi unsur-unsur gas terperangkap oleh gaya
gravitasi matahari. Awan gas kemudian mendingin membentuk planet-planet dan satelit-
satelitnya yang mengelilingi Matahari dan mementuk tata surya. Adapun proses
pembentukan planett dan satelit sama dengan teori pasang surut.

Gambar 5. Ilustrasi Teori Bintang Kembar

(Hestiyanto, Yusman. 2010. Geografi 1. Bogor: Yudhistira)


Tokoh-tokoh yang berperan dalam geologi sejarah
• James Hutton  uniformitariarism
Menjelaskan bahwa kejadian-kejadian geologi yang terjadi pada saat ini juga merupakan
apa yang terjadi pada masa lalu. Seperti yang dijelaskan pada The Theory of the Earth
(1788). Prinsip James Hutton lebih dikenal dengan istilah “The Present is The Key to the
Past”

Gambar 6. Ilustrasi James Hutton

• Charles Lyell  Prinsip geologi


Geologi adalah ilmu yang menyelidiki perubahan-perubahan yang terjadi pada kingdom
organik dan anorganik alam; menyelidiki penyebab perubahan, dan pengaruh perubahan
yang terjadi dalam memodifikasi permukaan dan struktur eksternal dari planet kita.
Secara lebih umum yaitu mempopulerkan konsep geologi James Hutton (The present is
the key to the past).
Gambar 7. Ilustrasi Charles Lyell
• Nicholas Steno  Prinsip Steno
Menupakan ilmuan yang menjelaskan prinsip-prinsip dasar geologi seperti:
- the law of superposition: suatu proses pengurutan lapisan bumi, lapisan yang berada
di bawah lebih dulu terbentuk sebelum lapisan yang berada diatasnya
- the principle of original horizontality: suatu lapisan yang belum terganggu adanya
struktur pertama kali akan diendapkan secara horizontal
- the principle of lateral continuity: Material yang membentuk lapisan akan menyebar
secara lateral mengikuti permukaan bumi ini.
- the principle of cross-cutting relationships: jika ada suatu tubuh batuan yang
memotong lapisan batuan lain, maka tubuh lapisan ini memiliki umur yang lebih
muda dari pembentukan lapisan tersebut

Gambar 8 . Ilustrasi Nicholas Steno


• William “Strata” Smith  Prinsip suksesi fauna

Gambar 9 . Ilustrasi William Smith

Prinsip suksesi fauna didasarkan pada pengamatan bahwa strata batuan sedimen
mengandung flora dan fauna fosil, dan bahwa fosil ini dapat diidentifikasikan dalam
menentukan umur batuan tertentu. Fosil yang memiliki umur lebih tua akan terendapkan
di lapisan lebih bawah dibandingkan dengan fosil yang berumur lebih muda. Prinsip ini
sangat penting dalam menentukan umur relatif lapisan batuan, bersama-sama dengan
hukum superposisi membantu untuk menentukan urutan waktu di mana batuan sedimen
itu terbentuk.

Gambar 2.1 mengilustrasikan peristiwa peristiwa yang terjadi sepanjang 650 juta tahun lalu
pada skala waktu geologi, yaitu dimulai dengan kemunculan dan kepunahan jejak-jejak
binatang hingga peristiwa evolusi manusia.
Gambar 1. Umur Bumi dalam Skala Waktu Geologi dan Peristiwa dan Kejadian pada setiap
periode.
Waktu geologi bumi disusun menjadi beberapa satuan menurut peristiwa yang terjadi
pada setiap zaman. Masing-masing zaman pada skala waktu biasanya ditandai dengan
peristiwa besar geologi atau paleontologi, seperti kepunahan massal. Sebagai contoh, batas
antara zaman Kapur dan Paleogen didefinisikan dengan peristiwa kepunahan dinosaurus
dan berbagai spesies laut. Periode yang lebih tua, yang tak memiliki peninggalan fosil yang
dapat diandalkan perkiraan usianya, didefinisikan dengan umur absolut. Rentang waktu
geologi diklasifikasikan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah Eon, Era, Period, Epoch,
dan Stage. Dalam bahasa Indonesia, Eon diterjemahkan menjadi Masa, Era dengan Kurun,
Period diterjemahkan menjadi Zaman, sedangkan Epoch diterjemahkan menjadi Kala.
Sejarah geologi bertujuan untuk mengetahui perkembangan sejarah bumi dengan cara
mempelajari batuannya. Untuk mempelajari geologi sejarah, para ahli kebumian
mempelajarinya dengan menganalisis batuan untuk menentukan struktur, komposisi, dan
hubungan diantaranya dan mengkaji sisa-sisa kehidupan masa lampau yang terdapat dalam
batuan. Sebagaimana diketahui bahwa bumi terbentuk 4.5 milyar tahun yang lalu. Mengingat
rentang waktu yang sangat panjang sejak pembentukan awal batuan diketahui lebih kurang 4
milyar tahun yang lalu maka para ahli geologi sejarah membaginya menjadi 4 kurun utama,
yaitu: 1). Prakambrium; 2). Paleozoikum; 3). Mesozoikum; dan 4). Kenozoikum.

3. PRAKABRIUM
Prakambrium adalah nama informal untuk kurun-kurun pada skala waktu geologi
yang terjadi sebelum kurun Fanerozoikum saat ini. Periodenya dimulai dari pembentukan
Bumi sekitar 4500 juta tahun yang lalu hingga evolusi hewan makroskopik bercangkang
keras, yang menandai dimulainya. Kambrium, periode pertama dari masa pertama
(Paleozoikum) kurun Fanerozoikum, sekitar 542 juta tahun yang lalu. Umumnya
Prakambrium dianggap terdiri dari kurun Arkeozoikum dan kurun Proterozoikum.
a. Kurun Arkeozoikum (4,5 - 2,5 milyar tahun lalu) merupakan masa awal
pembentukan batuan kerak bumi yang kemudian berkembang menjadi protokontinen.
Batuan masa ini ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut
kraton/perisai benua. Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun.
Masa ini juga merupakan awal terbentuknya Indrorfer dan Atmosfer serta awal
muncul kehidupan primitif di dalam samudra berupa mikroorganisme (bakteri dan
ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan adalah fosil Stromatolit dan
Cyanobacteria dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun.
Gambar. Ilustrasi Kurun Arkeozoikum (4M-2,5M tahun yang lalu)

b. Kurun Proterozoikum (2,5 milyar - 290 juta tahun lalu) merupakan awal
terbentuknya hidrosfer dan atmosfer. Pada masa ini kehidupan mulai berkembang dari
organisme bersel tunggal menjadi bersel banyak (enkaryotes dan prokaryotes).
Menjelang akhir masa ini organisme lebih kompleks, jenis invertebrata bertubuh
lunak seperti ubur-ubur, cacing dan koral mulai muncul di laut-laut dangkal, yang
bukti-buktinya dijumpai sebagai fosil sejati pertama.
Gambar. Ilustrasi Kurun Proterozoikum (2,5M-540jt tahun yang lalu)

Kecuali pada kurun Kenozoikum, setiap kurun diakhiri oleh adanya perubahan
yang besar (signifikan) dari benua dan pegunungan yang ada di Bumi yaitu dengan
ditandai oleh munculnya bentuk bentuk kehidupan dari spesies yang baru. Pada kurun
Prakambrium, yaitu periode sebelum Kambrium. Istilah Prakambrium dipakai
mengacu pada rentang waktu dari periode bumi sebelum pembentukan batuan-batuan
yang tertua yang mengandung fosil diketahui. Dalam beberapa dekade terakhir,
walaupun para ahli geologi telah mendapatkan adanya beberapa fosil yang sulit
dibedakan yang terdapat pada batuan berumur Prakambrium, sehingga periode ini
dikenal juga sebagai kurun Cryptozoikum yang berasal dari kata “Crypt” yang artinya
“tersembunyi” dan “zoon” yang artinya “kehidupan”.
Selama abad ke 18 para ahli geologi pertama kalinya mulai melakukan
pemetaan lapisan lapisan yang terdapat pada kerak bumi. Dalam pekerjaannya sering
kali para ahli geologi menemukan sekelompok batuan yang berupa batuan beku dan
metamorf yang berada di bagian paling bawah dan mendasari lapisan-lapisan batuan
sedimen tersebut. Lapisan batuan sedimen paling bawah ini disebut sebagai “primary”
yang kemudian dikenal dengan “Primary Era” yang diterapkan untuk batuan batuan
sedimen yang tertua yang kemudian dikenal dengan Paleozoikum. Pada tahun 1835
adam Sedgwick seorang ahli geologi asal Inggris menggunakan nama “Kambrium”
untuk lapisan lapisan sedimen yang paling tua. Kemudian untuk batuan batuan yang
ditutupi oleh sedimen Kambrium ini dikenal dengan istilah batuan “Prakambrium”.
Masa Prakambrium meliputi hampir 90% dari keseluruhan sejarah Bumi
(lebih dari 4 milyar tahun). Selama zaman Prakambrium, kejadian yang paling
penting dalam sejarah kehidupan terjadi pada zaman ini. Bandingkan masa antara
pembentukan Bumi dengan mulai munculnya kehidupan di Bumi, lempeng-lempeng
tektonik yang berpindah untuk pertama kalinya, mulainya atmosfer diperkaya dengan
oksigen, dan sebelum berakhirnya kurun Prakambrium, organisme bersel banyak
termasuk munculnya binatang pertama kalinya. Masa Prakambrium menunjukkan
pembentukan Bumi sebagai planet termasuk di dalamnya pembentukan litosfer,
atmosfer dan hidrosfer serta biosfer yang mentranformasikan Bumi dan suatu planet
yang mati menjadi suatu planet yang hidup.
Periode zaman Prakambrium tidak banyak diketahui secara baik, hal ini
dikarenakan:
- Batuan batuan yang berumur Prakambrium jarang tersingkap di permukaan
bumi.
- Kebanyakan batuan berumur Prakambrium sudah banyak yang tererosi atau
mengalami metamorfosa.
- Hampir semua batuan Prakambrium berada jauh di dalam bumi ditutupi oleh
batuan batuan yang lebih muda.
- Jarang ditemukan fosil

Informasi yang banyak diperoleh untuk mengetahui masa Prakambrium


diperoleh dari Kraton Benua, yaitu bagian dari benua yang tidak mengalami
deformasi sejak zaman Prakambrium atau Awal zaman Plaeozoikum. Kraton benua
yang tersingkap dikenal sebagai Perisai Prakambrium, contohnya adalah Perisai
Canada. Kraton benua terdiri dari sebagian besar batuan beku dan batuan metamorf
sedangkan batuan sedimen hanya sedikit. Masa awal dari zaman Prakambrium
merupakan masa dimana terjadinya perubahan besar dan pembentukan Bumi. Tidak
terekam adanya batuan.
- Terbentuknya Bumi dan Sistem Tata Surya
- Bumi mengalami diferensiasi membentuk kerak, mantel dan inti bumi
- Terbentuknya atmosfer: H2O, H2, HCl, CO, CO2, N2, dan gas Sulfur. Sedikit
sekali atau tidak terdapat oksigen bebas (O2).
- Terbentuk kondensasi uap air hujan, air permukaan membentuk danau, sungai,
dan lautan pada kerak benua. Kerak benua kemungkinan terbentuk pertama
kalinya 4 milyar tahun yang lalu, sedangkan batuan tertua di Bumi berumur 3,96
milyar tahun.

4. PALEOZOIKUM
Paleozoikum (Paleozoikum berasal dari bahasa Yunani, yaitu palaio, yang artinya
"tua/purba" dan zoion, yang artinya "hewan", dengan demikian paleozoikum mengacu pada
"kehidupan purba". Paleozoikum adalah masa pertama dari tiga masa pada kurun
Fanerozoikum. Masa ini berlangsung pada kurang lebih 542 sampai 251 juta tahun yang lalu,
dan dibagi menjadi enam periode, berturut-turut dari yang paling tua: Kambrium,
Ordovisium, Silur, Devon, Karbon, dan Perm.
1. Zaman Kambrium adalah periode pada skala waktu geologi yang dimulai pada
sekitar 542 ± 1,0 jtl (juta tahun lalu) di akhir kurun Proterozoikum dan berakhir pada
sekitar 488,3 ± 1,7 jtl dengan dimulainya zaman Ordovisium. Zaman ini merupakan
periode pertama masa Paleozoikum dari kurun Fanerozoikum. Nama "Kambrium"
berasal dari Cambria, nama klasik untuk Wales, wilayah asal batuan dari periode ini
pertama kali dipelajari.

Gambar. Ilustrasi Zaman Kambrium (540jt-510jt tahun yang lalu)


2. Zaman Ordovisium adalah suatu periode pada kurun Paleozoikum yang
berlangsung antara 488,3 ± 1,7 hingga 443,7 ± 1,5 juta tahun lalu. Zaman ini
melanjutkan zaman Kambrium dan diikuti oleh periode Silur. Zaman yang namanya
diperoleh dari salah satu suku di Wales, Ordovices, ini didefinisikan oleh Charles
Lapworth pada tahun 1879 untuk menyelesaikan persengketaan antara pengikut
Adam Sedgwick dan Roderick Murchison yang masing-masing mengelompokkan
lapisan batuan yang sama di Wales utara masuk dalam periode Kambrium dan Silur.
Lapworth mengamati bahwa fosil fauna pada strata yang dipersengketakan ini
berbeda dengan fauna pada periode Kambrium maupun Silur sehingga seharusnya
memiliki periode tersendiri.

Gambar. Ilustrasi Zaman Ordovisium (510jt-439jt tahun yang lalu)

3. Zaman Silur adalah periode pada skala waktu geologi yang berlangsung mulai
akhir zaman Ordovisium, sekitar 443,7 ± 1,5 juta tahun lalu, hingga awal zaman
Devon, sekitar 416,0 ± 2,8 juta tahun yang lalu. Seperti periode geologi lainnya,
lapisan batuan yang menentukan awal dan akhir periode ini teridentifikasi dengan
baik, tapi tanggal tepatnya memiliki ketidakpastian sebesar 5-10 juta tahun. Awal
zaman Silur ditentukan pada suatu peristiwa kepunahan besar 60% spesies laut
(peristiwa kepunahan Ordovisium - Silur).
Gambar Ilustrasi Zaman Silur (439jt-408jt tahun yang lalu)

4. Zaman Devon adalah zaman pada skala waktu geologi yang termasuk dalam kurun
Paleozoikum dan berlangsung antara 416 ± 2,8 hingga 359,2 ± 2,5 juta tahun yang
lalu. Namanya berasal dari Devon, Inggris, tempat pertama kalinya batuan Exmoor
yang berasal dari periode ini dipelajari. Semasa zaman Devon, ikan pertama kali
berevolusi dan memiliki kaki serta mulai berjalan di darat sebagai tetrapoda sekitar
365 juta tahun yang lalu. Tumbuhan berbiji pertama tersebar di daratan kering dan
membentuk hutan yang luas. Di laut, hiu primitif berkembang lebih banyak
dibanding periode Silur dan Ordovisium akhir. Ikan bersirip (lobe-finned,
Sarcopterygii), ikan bertulang (bony fish, Osteichthyes) serta moluska amonite
muncul untuk pertama kalinya. Trilobit, brachiopoda mirip moluska, dan terumbu
karang besar juga masih sering ditemukan. Kepunahan Devon Akhir sangat
memengaruhi kehidupan laut. Paleogeografi didominasi oleh superbenua didominasi
oleh superbenua Gondwana di selatan, benua Siberia di utara, serta pembentukan
awal superbenua Euramerika di bagian tengah.
Gambar Ilustrasi Zaman Devon (408jt-362jt tahun yang lalu)

5. Zaman Karbon adalah suatu zaman dalam skala waktu geologi yang berlangsung
sejak akhir periode Devon sekitar 359,2 ± 2,5 juta tahun yang lalu hingga awal
zaman Perm sekitar 299,0 ± 0,8 juta tahun yang lalu. Seperti halnya zaman geologi
yang lebih tua lainnya, lapisan batuan yang menentukan awal dan akhir zaman ini
teridentifikasi dengan baik, tapi tanggal tepatnya memiliki ketidakpastian sekitar 5-
10 juta tahun. Nama "karbon" diberikan karena adanya lapisan tebal gamping pada
periode ini yang ditemukan di Eropa Barat. Dua pertiga masa awal periode ini
disebut subperiode Mississippian dan sisanya disebut subzaman, yaitu subzaman
Pennsylvanian. Tumbuhan berdaun konifer muncul pada zaman yang penting ini.
Gambar Ilustrasi Zaman Karbon (362jt-290jt tahun yang lalu)

6. Zaman Perm adalah zaman dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara
299,0 ± 0,8 hingga 251,0 ± 0,4 juta tahun yang lalu. Periode ini merupakan periode
terakhir dalam era Paleozoikum. Perm dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kala, yaitu
Lopongian, Guadalupian, dan Cisuralian.

Gambar Ilustrasi Zaman Perm (290jt-245jt tahun yang lalu)


5. MESOZOIKUM
Mesozoikum berasal dari bahasa Yunani, yaitu: meso artinya "antara" dan zoon, yang
artinya "hewan" dengan demikian mesozoikum berarti "hewan pertengahan". Kurun
Mesozoikum adalah salah satu dari tiga kurun geologi pada masa Fanerozoikum. Pembagian
waktu menjadi era ini diawali oleh Giovanni Arduino pada abad ke-18, walaupun nama asli
yang diberikannya untuk Mesozoikum adalah Sekunder (menjadikan kurun modern menjadi
Tersier). Kurun yang berlangsung antara Paleozoikum dan Kenozoikum ini sering pula
disebut Zaman Kehidupan Pertengahan atau Zaman Dinosaurus, mengikuti nama fauna yang
dominan pada masa itu.
Mesozoikum ditandai dengan aktivitas tektonik, iklim, dan evolusi. Benua-benua
secara perlahan mengalami pergeseran dari saling menyatu satu sama lain menjadi seperti
keadaannya saat ini. Pergeseran ini menimbulkan spesiasi dan berbagai perkembangan
evolusi penting lainnya. Iklim hangat yang terjadi sepanjang periode juga memegang peranan
penting bagi evolusi dan diversifikasi spesies hewan baru. Pada akhir zaman ini, dasar-dasar
kehidupan modern terbentuk. Mesozoikum berlangsung kurang lebih selama 180 juta tahun,
antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu. Era ini dibagi menjadi tiga periode: Trias, Jura,
dan Kapur.
1. Zaman Trias adalah suatu zaman dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara
251 ± 0,4 hingga 199,6 ± 0,6 juta tahun yang lalu. Zaman ini berlangsung setelah
Permian dan diikuti oleh Jura. Awal dan akhir zaman Trias masing-masing ditandai
dengan peristiwa kepunahan besar. Peristiwa kepunahan yang mengakhiri zaman Trias
baru-baru ini berhasil ditentukan waktunya secara lebih akurat, tapi sebagaimana
halnya dengan zaman geologi lain yang lebih tua, lapisan batuan yang mencirikan awal
dan akhir teridentifikasi dengan baik, tapi waktu persis awal dan akhir periode ini
memiliki ketidakpastian sebanyak beberapa juta tahun. Semasa zaman Trias,
kehidupan laut dan daratan menunjukkan sebaran adaptif yang dimulai dengan biosfer
yang sangat miskin setelah peristiwa kepunahan zaman Permian-Trias. Karang dari
kelompok Zoantharia muncul untuk pertama kalinya. Tumbuhan berbiji tertutup
(Angiospermae) mungkin mulai berkembang pada periode Trias, seperti juga
vertebrata terbang pertama, pterosaurus.
Gambar Ilustrasi Zaman Trias (245jt-208jt tahun yang lalu)

2. Zaman Jura adalah suatu zaman utama dalam skala waktu geologi yang berlangsung
antara 199,6 ± 0,6 hingga 145,4 ± 4,0 juta tahun yang lalu, setelah zaman Trias dan
mendahului zaman Kapur. Lapisan batuan yang mencirikan awal dan akhir zaman ini
teridentifikasi dengan baik, tapi waktu tepatnya mengandung ketidakpastian sebesar 5
hingga 10 juta tahun. Jura merupakan periode pertengahan kurun Mesozoikum, yang
dikenal juga dengan "Zaman Dinosaurus". Awal periode ini ditandai dengan peristiwa
kepunahan zaman Trias-Jura. Nama zaman ini diberikan oleh Alexandre Brogniart
berdasarkan banyaknya batugamping yang ditemukan di Pegunungan Jura, di daerah
pertemuan Jerman, Perancis, dan Swiss.
Gambar Ilustrasi Zaman Jura (208jt-145Jt tahun yang lalu)

3. Zaman Kapur atau Cretaceous adalah salah satu zaman pada skala waktu geologi
yang bermula pada akhir periode Jura dan berlangsung hingga awal Paleosen atau
sekitar 145.5 ± 4.0 hingga 65.5 ± 0.3 juta tahun yang lalu. Zaman ini merupakan
periode geologi yang paling lama dan mencakup hampir setengah dari kurun
Mesozoikum. Akhir zaman ini menandai batas antara Mesozoikum dan Kenozoikum.
Zaman ini ditandai sebagai suatu periode terpisah pertama kali oleh ahli geologi
Belgia, Jean d'Omalius d'Halloy, pada tahun 1822 dengan menggunakan stratum di
Cekungan Paris dan mendapat namanya berdasarkan banyaknya lapisan batuan
karbonat (kalsium karbonat yang terbentuk oleh cangkang invertebrata laut, terutama
coccolith) yang ditemukan pada zaman Kapur Akhir di Eropa daratan dan Kepulauan
Britania.
Gambar Ilustrasi Zaman Kapur (145jt-65jt tahun yang lalu)

6. KENOZOIKUM
Kenozoikum (Berasal dari bahasa Yunani, yaitu: kainos, yang artinya "baru", dan
zoe, yang artinya "kehidupan", atau dengan kata lain Kenozoikum berarti "kehidupan baru").
Kurun Kenozoikum adalah kurun terakhir dari tiga kurun dalam skala waktu geologi. Kurun
ini berlangsung selama 65,5 juta tahun sampai sekarang, setelah peristiwa kepunahan massal
zaman Kapur ke zaman Tersier pada akhir zaman Kapur yang menandai punahnya
dinosaurus tanpa bulu dan berakhirnya kurun Mesozoikum.
Kurun Kenozoikum dikelompokkan menjadi 2 (dua) zaman yang setara, yaitu zaman
Tersier yang mencakup hampir seluruh kurun Kenozoikum dan zaman Kuarter yang mencakup
kurang lebih 1 juta tahun yang lalu. Lebih dari 95% kurun Kenozoikum kepunyaan zaman
Tersier. Dari tahun 1760-1770, Giovanni Arduino sebagai inspektur tambang di Tuscany dan
profesor mineralogi dari Pada, membagi skala waktu geologi menjadi 4 kelas berdasarkan urutan
batuan yang ada di Bumi, yaitu dengan istilah Primitif, Primer,
Sekunder, dan Tersier. Selama abad ke 18 istilah Primer, Sekunder dan Tersier diberikan
terhadap urut-urutan lapisan batuan, dimana Primer merupakan batuan batuan yang paling tua
sedangkan Tersier untuk batuan-batuan yang lebih muda atau paling muda. Pada tahun 1829
P.G. Desnoyers menambahkan pembagian skala waktu geologi yaitu dengan yang ke-empat,
yaitu Kuarter. Pembagian ini kemudian ditinggalkan, dimana Primitif dan Primer menjadi
kurun Paleozoikum, sedangkan Sekunder menjadi kurun Mesozoikum, akan tetapi istilah
Tersier dan Kuarter masih tetap dipakai Untuk dua tahapan utama dalam kurun Kenozoikum.
Kurun Kenozoikum dimulai kurang lebih 65 juta tahun yang lalu dengan punahnya
Dinosaurus dan berlanjut hingga saat ini. Selama 65 juta tahun terakhir, benua Pangea
mengalami pemecahan menjadi beberapa benua dan pecahan pecahan benua ini saling
bergerak hingga ke posisi seperti yang kita lihat saat ini. Pada awal kurun Kenozoikum,
Greenland mulai memisahkan diri dari Eropa, Antartika dari Australia, serta Afrika dan India
juga memisahkan diri. Lautan Atlantik mengalami pemekaran melalui suatu lembah yang
sempit yang dikenal saat ini sebagai punggung tengah samudra. India bergerak melewati
samudra India dan bertabrakan dengan benua Asia membentuk pegunungan Himalaya.
Sistem rangkaian pegunungan Alpine – Himalaya terbentuk; Rifting yang berasosiasi
dengan aktivitas gunungapi terjadi di Afrika, Eropa, Asia, dan Antartika. Amerika Utara dan
Amerika Selatan bergerak ke arah barat melewati sebagian samudra Pasifik. Pergerakan ini
menimbulkan tekanan yang menyebabkan pantai bagian barat kedua benua (Amerika Utara
dan Amerika Selatan) terbentuk pegunungan Rocky dan pegunungan Andes. Sebagian dari
dasar samudra Pasifik menyusup ke dalam benua Amerika yang menyebabkan pelelehan dan
membentuk gunungapi Cascade dan Andes di permukaan yang mewakili busur gunungapi
baru yang saling berasosiasi dengan struktur yang lama. Busur gunungapi hingga saat ini
tetap aktif.
Setelah punahnya dinosaurus, banyak tempat di atas permukaan bumi yang tiba tiba
terjadi kekosongan akibatnya punahnya dinosaurus. Pada awal Kenozoikum, binatang
mamalia kecil yang menyerupai tikus mulai berkembang biak dan tersebar secara cepat serta
mengalami diversifikasi dalam kelompoknya dan juga dalam ukurannya. Kemudian, daratan
dan hutan yang ada di bumi dihuni oleh Badak Raksasa dan Gajah Raksasa, Singa, Kuda dan
Rusa. Di udara dihuni oleh Kelelawar dan Burung sedangkan di laut diisi oleh ikan paus, hiu
dan binatang laut lainnya. Selama kurun Kenozoikum banyak organisme yang mengalami
kepunahan, tetapi tidak sebanyak binatang dan tumbuhan yang hilang/punah seperti pada
kurun Mesozoikum dan kurun Paleozoikum.
Kurun Kenozoikum dibagi menjadi dua zaman, yaitu: Paleogen dan Neogen, dimana
kedua zaman dibagi-bagi lagi menjadi beberapa kala. Zaman paleogen terbagi dalam kala
Paleosen, Eosen, dan Oligosen, sedangkan zaman neogen terdiri dari kala Miosen dan
Pliosen. Kurun Kenozoikum dapat pula dibagi menjadi Tersier (kala Paleosen hingga kala
Pliosen) dan Kuarter (kala Pleistosen hingga kala Holosen).
1. Paleogen adalah periode dalam skala waktu geologi yang merupakan bagian pertama
dari kurun Kenozoikum dan berlangsung selama 42 juta tahun antara 65,5 ± 0,3 hingga
23,03 ± 0,05 juta tahun yang lalu. Periode ini terdiri dari kala Paleosen, Eosen, dan
Oligosen, dan dilanjutkan oleh kala Miosen pada periode Neogen. Paleogen
merupakan saat pertama berkembangnya mamalia dari jumlah yang sedikit dan bentuk
yang sederhana, hingga membengkak menjadi beragam jenis pada akhir kepunahan
massal yang mengakhiri periode Kapur (kurun Mesozoikum) sebelumnya. Beberapa
mamalia ini akan berevolusi menjadi bentuk yang lebih besar yang mendominasi
daratan, dan ada pula yang berevolusi menjadi mampu hidup di lingkungan lautan,
daratan khusus, dan bahkan di udara. Burung juga berkembang pesat pada zaman ini
menjadi kurang lebih bentuk modern yang dikenal saat ini. Cabang kehidupan lain di
bumi bertahan relatif tidak berubah dibandingkan dengan perubahan yang dialami
burung dan mamalia pada periode ini. Iklim menjadi lebih dingin sepanjang Paleogen
dan batas laut menyurut di Amerika Utara di awal zaman ini.

Gambar Ilustrasi Kala Paleosen (65jt-56,5jt tahun yang lalu)


Gambar Ilustrasi Kala Eosen (56,5jt-355,5jt tahun yang lalu)

Gambar Ilustrasi Kala Oligosen (35,5jt-23,5jt tahun yang lalu)

2. Neogen adalah suatu periode bagian dari kurun Kenozoikum pada skala waktu geologi
yang dimulai sejak 23.03 ± 0.05 juta tahun yang lalu, melanjutkan zaman Paleogen.
Berdasarkan usulan terakhir dari International Commission on Stratigraphy, Neogen
terdiri dari kala Miosen, Pliosen, Pleistosen, dan Holosen dan berlangsung hingga saat
ini. Sistem Neogen (formal) dan Sistem Tersier (informal) merupakan istilah untuk
batuan yang terbentuk pada zaman ini. Neogen berlangsung kurang lebih selama 23
juta tahun. Selama zaman ini, mamalia dan burung berevolusi dengan pesat; genus
Homo juga mulai muncul pada periode ini. Bentuk kehidupan lain relatif tidak
berubah. Terjadi beberapa gerakan benua, dengan peristiwa yang paling penting adalah
terhubungnya Amerika Utara dan Selatan pada akhir Pliosen.
Iklim mendingin sepanjang periode ini yang memuncak pada glasiasi
kontinental pada zaman Kuarter. Pada gambar 6.6 digambarkan beberapa peristiwa
geologi serta perkembangan kehidupan yang mendominasi selama kurun Kenozoikum
(± 65 juta tahun yang lalu). Manusia mulai terlihat selama 2 juta tahun terakhir, yaitu
pada kala Pleistosen. Pada 10000 tahun terakhir, sesuatu yang masih gelap dalam
waktu geologi, manusia tersebar melewati daratan dan lautan, yang mengubah roman
muka bumi dengan kota-kota dan lahan lahan pertanian, menghancurkan beberapa
tumbuhan dan binatang serta mendominasi kehidupan di muka bumi.

Gambar Ilustrasi Kala Miosen (23,5jt-5,2jt tahun yang lalu)


Gambar Ilustrasi Kala Pliosen (5,2jt-1,7jt tahun yang lalu)

Gambar Ilustrasi Kala Pliosen (1,7jt-10rb tahun yang lalu)


Gambar Ilustrasi Kala Holosen (10rb tahun yang lalu - sekarang)
7. MANUSIA PURBA

Kehidupan manusia purba dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :


Masa berburu dan Mengumpulkan makanan
Mereka mengumpulkan umbi-umbian liar dan melakukan pemburuan untuk
mendapatkan makanan. Hidupnya berpindah-pindahan. Awalnya mereka hidup sendiri-
sendiri, karena menghadapi keadaan alam yang berat dan makhluk buas, akhirnya mereka
menyadari pentingnya hidup berkelompok.Sejarah Manusia Purba Dan Jenis-Jenisnya
Masa Bercocok Tanam
Pada masa ini mereka sudah menetap, dengan menyediakan makanan sendiri dengan
cara bercocok tanam dan berternak. Mereka tinggal di suatu daerah dengan membuat rumah
dari kayu dan menunggu waktu panen dari hasil bercocok tanamnya. Jika tanah untuk
bercocok tanamnya tidak subur, barulah mereka pindah. Mereka diperkirakan sudah
mengenal pakaian yang terbuar dari kulit binatang atau kulit kayu.
Masa Mengenal Kepercayaan
Mereka melakukan upacara-upacara dimana masa itu manusia purba mulai menyadari
adanya kekuatan lain yang melebihi dirinya. Ada bangunan-bangunan yang sangat besar
untuk digunakan upacara. Upacara pemujaan, upacara ritual dan upacara persembahan.
Masa Perundagian
Dimana alat-alat yang mereka gunakan untuk bertahan hidup hanyalah batu runcing,
kapak, tulang dan kayu. Tapi masa itu berubah lebih berkembang mereka membuat barang-
barang yang berasal dari logam. Barang-barang yang mereka buat dengan cara mencetaknya.
Bahkan sudah ada sistem pertukaran untuk mendapatkan logam.
Tahapan kehidupan berbeda-beda antara satu spesies manusia purba dengan yang lainnya.
Berikut penjelasan beberapa jenis manusia purba :
1. Meganthropus Palaeojavanicus

Fosil manusia purba Meganthropus Palaeojavanicus atau manusia raksasa jawa kuno
adalah jenis paling tua yang pernah ditemukan di Indonesua. Fosil yang ditemukan
berupa rahang bawah dan rahang atas gigi lepas oleh Ralph von Koenzgswald.
Diketahui bahwa fosil ini berada pada lapisan Pucangan dengan cara stratigrafi
sehingga diperkirakan umurnya sekitar 1-2 juta tahun. Adapun ciri-ciri dari
Meganthropus Palaeojavanicus diuraikan sebagai berikut.
  Berbadan tegap dengan tonjolan tajam di belakang kepala.
  Bertulang pipi tebal, dengan tonjolan kening yang mencolok.
  Tidak berdagu.
  Otot kunyah, gigi, dan rahang besar dan kuat.
 Makanannya berupa jenis tumbuh-tumbuhan.

2. Pithecanthropus
Fosil manusia purba Pithecanthropus atau manusia kera banyak di temukan di
Indonesia. Diketahui fosil dari manusia purba ini berada pada lapisan Pucangan dan
Kabuh dengan cara stratigrafi sehingga diperkirakan umurnya bervariasi antara
30.000 - 2 juta tahun. Adapun ciri-ciri dari Pithecanthropus dijabarkan sebagai
berikut.
  Tinggi tubuhnya kira-kira 165 - 180 cm.
  Badan tegap, namun tidak setegap Meganthropus.
  Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
  Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus.
  Hidung lebar dan tidak berdagu.
 Makanannya bervariasi tumbuhan dan daging hewan buruan.
Penemuan Phitecanthropus yang beragam sehingga terdapat beberapa jenis
Phitecanthropus di Indonesia berikut diantaranya.
a. Pithecanthropus Mojokertensis
Fosil manusia purba Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan oleh Von
Koenigswald di dekat Mojokerto , jawa timur, pada tahun 1936. Fosil berupa
tengkorak. Fosil tersebut disebut juga Pithecanthropus Robustua. Jenis
Pithecanthropus ini mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut. 1) Badan
tegap, tetapi tidak seperti Meghanthropus. 2) Tinggi badannya 165-180 cm. 3)
Tulang rahang dan geraham kuat serta bagian kening menonjol. 4) Tidak
mempunyai dagu. 5) Volume otak belum sempurna seperti jenis homo, yaitu
750 -1.300 cc. 6) Tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong. 7) Alat
pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil.

b. Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak)

Fosil manusia purba jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois pada
tahun 1890 di Trinil, Lembah Bengawan Solo. Fosil berupa tulang rahang,
bagian atas tengkorak. geraham, dan tulang kaki. Hasil temuan tersebut setelah
diteliti dan direkonstruksi ternyata berbentuk kerangka menyerupai kera
sehingga dinamakan Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera
berjalan tegak. Berdasarkan penelitian pada temuan fosil yang ada,
disimpulkan bahwa Pithecanthropus Erectus mempunyai ciri-ciri, antara lain
sebagai berikut. 1) Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat. 2)
Tinggi badan berkisar 167 -170 cm dengan berat badan 100 kg. 3) Berjalan
tegak. 4) Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan. 5) Hidupnya
diperkirakan satu juta tahun yang lalu
c. Pithecanthropus Soloensis (manusia kera dari Solo)

Fosil manusia purba jenis ini ditemukan oleh von Koenigswald dan Openorth
di Ngandong dan Sangiran, di tepi Bengawan Solo, antara tahun 1931 - 1933.
Fosil berupa tengkorak dan tulang kering.

3. Homo
Fosil manusia purba jenis homo adalah paling muda dibandingkan fosil manusia
purba jenis lainnya. Disebut juga homo Erectus (manusia berjalan tegak) atau Homo
Sapiens (manusia cerdas /bijaksana). Dengan cara stratigrafi, diketahui fosil tersebut
berada pada lapisan Notopurpo. Berdasarkan umur lapisan tanah, diperkirakan fosil
Homo amat bervariasi umurnya, antara 25.000-40.000 tahun. Ciri-ciri Homo:
  Tinggi tubuh 130 - 210 cm.
  Otak lebih berkembang daripada Meganthropus dan Pithecanthropus.
  Otot kunyah, gigi, dan rahang sudah menyusut.
  Tonjolan kening sudah berkurang dan sudah berdagu.
 Mempunyai ciri-ciri ras Mongoloid dan Austramelanosoid
Jenis-Jenis Homo :
a. Homo Soloensis (manusia dan Solo)

Fosil manusia purba jenis ini ditemukan Von Koenigswald dan Weidenrich
pada tahun 193-1934 dilembah Bengawan Solo. Fosil yang ditemuka berupa
tengkorak. Dari Volume Otaknya, bukan lagi manusia kera ( Pithecantropus).

b. Homo Wajakensis (manusia dan Wajak)


Fosil manusia purba jenis ini ditemukan oleh Dubois pada tahun 1889 di
daerah Wajak dekat Tulungagung. Manusia jenis ini sudah mampu membuat
alat-alat dan batu maupun tulang. Mereka juga telah mengenal cara memasak
makanan

Kepunahan Massal
Benton & Harper (1997) mendefinisikan Kepunahan massal sebagai berikut :
 Banyaknya Spesies yang punah, bisa dibilang lebih dari 30%
 Bentuk kepunahannya melingkupi wilayah ekologi yang luas, biasanya
melibatkan lingkungan marin dan non-marin; tumbuhan dan hewan;
dan mikroskopis dan makro
 Semua peristiwa kepunahan massal terjadi dalam waktu yang relatif
singkat (dalam skala waktu geologi tentunya), dan melibatkan suatu
sebab tunggal atau serangkaian sebab yang saling berhubungan.
Dalam perjalanan sejarahnya, bumi mengalami banyak peritiwa kepunahan.
Namun dari semua peristiwa kepunahan massal itu, para ilmuwan menyepakati
lima peristiwa kepunahan massal terbesar atau dikenal dengan sebutan “The
Big Five”. Kapan saja kepunahan “The Big Five” terjadi? Berikut adalah
penjelasannya.
1. Ordovisum Akhir | ~460 juta tahun lalu
Kepunahan massal pada periode ini menyebabkan musnahnya 70% spesies.
Utamanya adalah fauna lautan. Banyak karang yang menghilang, dan
banyak famili dari brachipoda, echinodermata, ostrakoda, dan trilobit
menghilang.
Peristiwa kepunahan pada periode ini erat kaitannya dengan peritiwa glasial
di kutub selatan. Peristiwa glasial ini menyebabkan surutnya air secara
global. Fauna-fauna dari kutub bergerak menuju wilayah tropis sementara
fauna berdarah hangat mati akibat hilangnya wilayah tropis.
2. Devon Akhir | ~380 juta tahun lalu
Tiga perempat dari seluruh spesies di Bumi punah pada peristiwa ini. Para
ahli meyakini peristiwa Devon Akhir ini merupakan rangkaian peristiwa
kepunahan masal dan bukan suatu peristiwa tunggal.
Menurut Beton & Harper (1997) diperkirakan peristiwa kepunahan Devon
Akhir ini berlangsung selama 10 juta tahun. Penyebabnya diperkirakan
akibat peritiwa pendinginan akibat anoksia (hilangnya oksigen secara
cepat) di laut. Selain itu ada kemungkinan peran objek ekstraterestial.

3. Permo-Trias | ~260 s.d. 250 juta tahun lalu


Terkenal dengan sebutan “The Great Dying” karena 96% spesies punah
pada peristiwa kepunahan ini. Dipercaya sebagai peristiwa kepunahan
massal terbesar. Walupun begitu, Erwin (1993) dalam Benton & Harper
(1997)menyebutnya sebagai peristiwa kepunahan massal yang paling
sedikit diketahui. Peristiwa ini menandai batas antara Era Paleozoikum dan
Mesozoikum.
Penyebabnya diperkirakan adalah erupsi besar gunungapi di Siberia yang
sekarang dikenal sebagai Siberian Trap. Erupsi amat besar ini
menyebabkan pelepasan gas, pemanasan global, dan juga anoksia.

4. Trias Akhir | ~236 s.d. 202 juta tahun lalu


Peristiwa ini menjadi batas antara Trias dan Jura. Walaupun termasuk
dalam peristiwa mayor namun peristiwa Trias Akhir ini tidak terlalu
ekstensif. Peristiwa ini ditandai dengan menghilangnya sebagian besar
ammonoid, sejumlah familia dari brachiopoda, bivalvia, gastropoda, dan
reptil-reptil laut. Peristiwa ini juga menyebabkan sejumlah amphibi dan
reptil menghilang.
Penyebab kepunahan masal Trias Akhir ini diperkirakan adalah perubahan
iklim yang berasosiasi dengan terbelahnya Pangea dan terbukanya Atlantik.

5. Kapur-Paleogen | ~65 juta tahun lalu


Perstiwa Kapur-Paleogen ini tampaknya merupakan kepunahan massal
yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Ini dikarenakan
menyebabkan punahnya tokoh pre-historis fenomenal, dinosaurus.
Peristiwa ini menandai batas antara Paleozoikum dan Kenozoium.
Sebelumnya peristiwa ini dikenal sebagai Kapur-Tersier, namun semenjak
Tersier dihapus dalam skala waktu geologi, namanya menjadi Kapur-
Paleogen.
Penyebab dari kepunahana massal ini diperkirakan adalah perubahan cuaca
dan juga tabrakan meteor. Penjelasan yang paling diterima adalah jauthnya
meteor di Kawah Chixculub, Meksiko.

Homo Floresiesis
ditemukan ketika penggalian di Liang Bua, Flores oleh tim arkeologi
gabungan dari Puslitbang Arkeologi Nasional, Indonesia & University of New
England, Australia terhadap th 2003. Dikala dilakukan penggalian terhadap
kedalaman lima m, ditemukan kerangka serupa manusia yg belum membatu
(belum jadi fosil) dgn ukurannya yg amat kerdil. Manusia kerdil dari Flores ini
diperkirakan hidup antara 94.000 & 13.000 th SM. Ciri-ciri Homo floresiensis
antara lain, tinggi tubuh kurang dari 1 m; berbadan tegap; terjadi dengan cara
bipedal; volume otak kurang lebih 417cc; juga tak mempunyai dagu.
MATERI GEOLOGI INDONESIA

A. Kondisi Geologi Indonesia

Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas
antar lempeng tektonik, dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-
Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan
lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific
di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi
tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan
tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini
menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik,
tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan
bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme
sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.
Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga
membawa berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin).
Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk maupun
batuan reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak dan gas alam inilah yang kini banyak kita
tambang dan menjadi tulang punggung perekonomian kita sehingga tahun 1990-an.
Kondisi Tektonik di Kepulauan Indonesia

Indonesia, juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik
karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan,
Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Hal ini
mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona
tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang
berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat
patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan
penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya
alam dari bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc merupakan jalur pegunungan aktif
di Indonesia yang memiliki topografi khas dengan sumberdaya alam yang khas juga. Back
arc merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil
dengan topografi yang hampir seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah
tersebut memiliki kekhasan dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain, baik
keanegaragaman hayatinya maupun keanekaragaman geologinya.
Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena
berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng
Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng Indo-Australia
bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara,
sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Hal ini mengakibatkan Indonesia
mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic
arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona
tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat
maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat
spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar.
Implikasi dari proses tektonik yang membentuk kepualauan Indonesia bisa dilihat pada
gambar dibawah ini:

Sebaran Gunungapi dan Titik Pusat Gempa di Kepulauan Indonesia

Gambar di atas menunjukkan sebaran gunung api (segitiga merah), titik gempa (tanda
plus ungu) dan hot spot (tanda bintang jingga). Rangkaian gunungapi dan titik gempa selalu
berasosiasi dengan zona penunjaman (bisa anda lihat pada gambar pertemuan lempeng di
atas). Pulau Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan
dengan gunungapi dan gempa. Hampir seluruh kepulauan di Indonesia memiliki potensi
gempa kecuali pulau Kalimantan yang relatif aman.

B. KONSEP DASAR PULAU JAWA

Menurut para ahli bumi, batuan dasar (atau dikenal dengan nama Basement) di Pulau
Jawa terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun sebelum masehi. Batuan ini tersusun oleh
batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli geologi ini sudah lama meneliti Pulau
Jawa dan tidak pernah menemukan batuan yg berumur lebih tua dari 50juta tahun lalu. Jawa
Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, mengapa ? Karena
basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada tahap-tahap akhir setelah ditubruk
lempeng Australia dan numpuk-numpuk membentuk basement di Jawa Timur.
Pada 20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan lempeng
Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng Asia.
Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya gunung-
gunung api disebelah barat Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau Jawa. Pada waktu
itu Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat di selatan Pulau Jawa
banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu dulunya terumbu karang yang hidup dan
adanya di laut. Kalau sekarang contohnya ya Pulau Seribu itu atau kalau yang besar Great
Barier di sebelah timut Australia. Dengan logika yang sederhana seperti itulah maka ahli
kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk Batugamping di Wonosari itu,
dahulunya adalah lautan.
Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia sudah
mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah “ditumbuhi” gunung-
gunung api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk Gunung Merapi yang sangat aktif
kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan
Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas.

Patahan di Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan juga
patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah patahan hingga ke
batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah patahan yang terlihat dipermukaan saat ini.
Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur –
Barat (Sujanto dan Sumantri , 1977 dalam Natalia dkk., 2010)

Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah
terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah KarangSambung.
Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati,
“Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi
Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak
lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara
perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang mencerminkan pola ini
adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna.
Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat pola ini
diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor.
Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan
Serayu Selatan (Gambar 8). Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan
Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang
paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan
tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di
daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih
muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda
telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga
Oligosen Akhir.
Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang
telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ). Data seismik
menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
C. KEADAAN GEOLOGI DAERAH BANTEN

Definisi geologi dan geofisika propinsi banten adalah sbb :


 Di daerah Selat Sunda terdapat ujung dari patahan atau Sesar Sumatra (Semangko)
yang merupakan sesar geser aktif sepanjang 1650 km dengan pergerakan lateral
 antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6 cm/th.
  Karakter geologi & geofisika Prop.Banten, sbb :
1. Terdapat beberapa gunung berapi diantaranya G.Anak Krakatau dan G
Condong
2. Terdapat mata air panas di sekitar Rawa Danau
3. Terdapat beberapapatahan atau sesar
4. Mempunyai tingkat kegempaan tinggi
5. Jenis batuan yang ada digolongkan dalam batuan undifferentiated volcanis
product, pliocene-sedimentary, alluvium, miocene-volcanic facies,
pleistocene-sedimentary facies, andesit.

D. KEADAAN GEOLOGI DAERAH JAWA TIMUR


Penelitian Geofisika dengan metode Gayaberat telah dilakukan di daerah Cekungan
Jawa Timur bagian utara yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban. Pengukuran data
gayaberat sebanyak 270 titik ukur diperoleh pada tahun 2005 dan pada tahun 2006
pengukuran sebanyak 180 titik. Dari data tersebut telah dibuat peta kontur Bouguer anomali.
Dari peta anomali Bouguer ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, yaitu :
1. Kelompok anomali rendah 38 mGal dijumpai di bagian utara daerah penelitian di
sekitar daerah Tuban.
2. Kelompok anomali tinggi dijumpai berarah Timur- barat dan membelok ke arah
Baratlaut- tenggara (E-W-NW).
3. Kelompok anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga
orde 4 yang memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah
Barat-Timur yang melewati Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang
berkembang menjadi Sesar geser mengiri pada daerah inverted zone yang
kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault Zone.

Berdasarkan peta anomali sisa dan Bouguer anomali rendah pola kontur yang
melingkar dijumpai di daerah Soka hingga Babat dan Senon wilayah Bojonegoro ini diduga
cerminan dari batuan sedimen yang cukup tebal dan berdensitas rendah. Anomali sedang
dijumpai menyebar di daerah penelitian. Dari daerah montong ke arah baratdaya dijumpai
anomali sedang yang berbentuk nose structure yang berada diantara anomali rendah. Dalam
kontek aliran fluida, pola anomali Bouguer yang berbentuk demikian kemungkinan dapat
merupakan tempat akumulasinya fluida secara konvengen.
Berdasarkan data regional (geologi dan gayaberat) daerah kajian berada dalam anomali
Bouguer positif dan pola nose structure tersebut berada di atas F. Tawun-F. Ngrayong yang
mempunyai sejarah erosi yang panjang, diduga di bawah daerah ini masih dijumpai satuan
batuan Formasi Kujung (Prupuh chalk dan Kranji mudstone).
Daerah penelitian meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian timur dan Jawa
Timur. Di Jawa Tengah penelitian lapangan batuan paleogen dan batuandasar Pra-Tersier
dilakukan di daerah karangsambung, Nanggulan, dan Bayat (Kabupaten Klaten), sedangkan
di Jawa Timur penelitian batuan Paleogen dan batuan dasar Pra-Tersier didasarkan pada data
sumur dan data seismik. Daerah Jawa bagian timur dipilih sebagai daerah penelitian karena
keunikannnya sebagai tempat terjadinya perubahan zona subduksi Neogen yang berarah
timur-barat. Penelitian ini menghasilkan peta geologi dan stratigrafi baru daerah
Karangsambung. Stratigrafi baru ini memunculkan tiga satuan batuan baru. Hasil penemuan
penelitian ini, yang diusulkan sebagai :
o "Formasi Bulukuning" - berumur Eosen Awal,
o "Komplek Larangan" - berumur Eosen Akhir, dan
o "Anggota Breksi Mondo Formasi Totogan" - berumur Oligosen.

Ketiga satuan baru ini oleh peneliti terdahulu depetakan sebagai bagian dari Komplek
Malange Luk Ulo.
Hadirnya Formasi Bulukuning yang berumur Eosen Awal menunjukkan bahwa pada
saat formasi ini diendapkan proses subduksi komplek Malange Luk Ulo sudah tidak aktif dan
bagian utaranya berubah menjadi cekungan laut dangkal dimana Formasi Bulukuning
diendapkan, sementara di bagian yang lain, di bagian selatan, masih terdapat daerah bekas
palung subduksi kapur yang berupa cekungan sempit dan dalam dimana Formasi
Karangsambung dan komplek Larangan diendapkan. Kenampakan terdeformasi Komplek
Larangan, Formasi Karangsambung, dan Formasi Bulukuning menunjukkan bahwa setelah
pengendapan Formasi Karangsambung dan komplek Larangan di daerah Luk Ulo terjadi
deformasi kompresional yang cukup signifikan pada Eosen Akhir-Oligosen Awal.
Hasil penelitian menunjukkan himpunan batuan Pra-Tersier Komplek bayat berbeda
dengan Komplek Melange Luk Ulo, Karangsambung. Batuan Pra-Tersier Luk Ulo,
merupakan Malange tektonik komplek akresi, produk khas subduksi lempeng samudera yang
dicirikan oleh percampuran tektonik berbagai ukuran dan jenis blok batuan dalam masadasar
lempung dan mengandung komponen oceanic plate stratigraphy (OPS).
Singkapan Komplek Bayat didominasi oleh batuan metamorf derajat rendah-menengah
berupa filit dan sekis dengan komposisi kalsit antara 15-60% (calcareous phyllite dan
calcareous schist). tidak dijumpainya himpunan batuan OPS dan terdapatnya calcareous
phyllite dan calcareous schist menunjukkan batuan asal (protolit). Komplek bayat adalah
batuan sedimen yang mengandung karbonat yang berasosiasi dengan batuan sedimen terigen
(asal darat) yang berasosiasi dengan lingkungan kontinen.
Provenan batupasir daerah Luk Ulo, Karangsambung umumnya berada di recycled
oregen, sub-zona foreland unplift. Sedangkan batupasir Eosen dari ketiga daerah lainnya
(Nanggulan, Bayat, dan Cekungan Jawa Timur) menunjukkan kemiripan provenan, yakni di
continental block, sub-zona craton interior. Hasil analisis ini, menunjukkan bahwa batuan
dasar daerah karangsambung berbeda dibandingkan batuan dasar ketiga daerah tersebut, hasil
ini mendukung pendapat bahwa Jawa bagian Timur batuan dasarnya bersifat kontinental dan
disebut mikrokontinen Jawa Timur.
Evolusi tektonik daerah penelitian sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dapat
dibagi menjadi tiga periode, yaitu :
o Periode pertama, berlangsung pada Kapur akhir sampai Paleosen ketika
subduksi Lempeng Samudera Indo-Australia pada zona subduksi Ciletuh-
Karangsambung-Meratus berhenti karena tumbukan Mikrokontinen
Pasternoster, belum menumbuk dan di depannya masih terdapat sisa morfologi
palung di daerah Karangsambung. Periode ini ditandai dengan terjadinya
pengangkatan pada Paleosen yang membentuk ketidakselarasan regional antara
batuan Pra-Tersier dengan batuan Tersier.
o Periode kedua, berlangsung pada Eosen adalah periode regangan ditandai oleh
pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Di daerah penelitian cekungan
terbentuk di daerah komplek akresi dan di bekas palung yang menghasilkan
endapan olistostrom Formasi Karangsambung dan komplek Larangan. Di
daerah tepi selatan Mikrokontinen Jawa Timur berkembang Cekungan
Nanggulan dan Bayat.
o Periode ketiga, terjadi pada Oligosen, ketika di daerah Luk Ulo Formasi
Karangsambung dan Komplek Larangan terdeformasi akibat tumbukan
Mikrokontinen Jawa Timur. Disamping mengakibatkan gejala tumbukan di
daerah Luk Ulo, secara regional subduksi ini menghasilkan busur volkanik
Oligosen yang membentuk sebagain besar morfologi Pegunungan Selatan jawa.

E. KEADAAN GEOLOGI DAERAH JAWA BARAT

Jawa Barat merupakan daerah yang lebih sering dan lebih banyak mengalami gangguan
longsor jika dibandingkan dengan daerah Jawa yang lain. Gangguan tersebut menjadi terasa
sekali akibatnya karena adanya unsur manusia dengan kegiatannya yang terkena oleh gerakan
longsor atau longsoran, seperti jiwa manusia, rumah, jalan raya dan jalan kereta api, sawah
dan ladang, peternakan, saluran irigasi dan sebagainya. Macam-macam longsoran telah
terjadi tetapi kelompok longsoran yang terbanyak adalah lawina bahan rombakan (debris
avalanche), luncuran bahan rombakan (debris slide), dan nendat (slump); kemudian menyusul
aliran tanah (earth flow), aliran lumpur (mud flow), pengocoran pasir (sand run), dan
gelinciran bongkah (block glide).
Dalam lawina bahan rombakan (debris avalanche), peluncuran bahan rombakan (debris
slide), aliran tanah (earth flow), dan aliran lumpur (mud flow) terdapat pengaruh yang besar
dari tanah pelapukan dan hasil rombakan.rnDaerah longsoran yang dikelompokkan atas dasar
kondisi geologi dan proses yang mempengaruhi dapat digolongkan atas :
1. Daerah longsoran yang terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas dan
konsistenst batuan penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada
batas antara batuan tuf gunungapi muda dengan batuan sedimen Tersier.
2. Daerah longsoran pada endapan sedimen Tersier yang kurang konsisten, dan
terlipat kuat; umumnya pada jalur Bogor.
3. Daerah longsoran pada endapan sedimen marin yang terangkat atau terlipat kuat-
kuat; umumnya pada jalur Pegunangan Selatan Jawa Barat.
4. Lain-lain Pengaruh sesar longsoran yang tampak adalah pada breksi milonit, yang
dapat dipersamakan sifatnya dengan bahan rombakan sehingga dapat
menyebabkan kelabilan tanah.
Pengaruh gempa tektonik dan volkanik terhadap longsoran kurang menunjukkan
adanya hubungan yang nyata meskipun hal tersebut sangat masuk akal. Longsoran
dipengaruhi pula oleh factor :
  
Ketajaman sudut lereng
  
Curah hujan
  
Aliran air
  
Vegetasi

 manusia seperti penggalian dan sebagainya yang memperbesar sudut
Hasil kegiatan
setempat.

F. STRUKTUR GEOLOGI PULAU SUMATRA
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara
lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan
perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya.
Penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang
3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan
beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam
miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Berdasarkan karakteristik
morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi
menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan
dan Tengah, Sumatera Utara-Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan
Sumatera Tengah-Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng
Burma.

1. SUMATRA SELATAN
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman
lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa.
Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut
turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan,
morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di
Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu :
Mesozoikum Tengah, Kapur Akhir sampai Tersier Awal, dan Plio-Plistosen.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier
berarah barat laut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah
barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara
yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua
Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan
Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang
(Blake,1989). Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan
merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat
adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia)
dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama
Awal Tersier(Eosen- Oligosen) ketika rangkaian(seri) graben berkembang sebagai
reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng samudra Hindia dibawah lempeng
benua. Asia. Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3
episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera
Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir–Tersier awal dan
Orogenesa Plio-Plistosen.
Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta
telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam
Wisnu dan Nazirman,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut- tenggara yang
berupa sesar-sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak-
gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara-selatan.
Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan-batuan
Pra-Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol
pembentukan Formasi Pra-Talang akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang menyebabkan
pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode
tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan
sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan.
Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang
mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar
yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan
sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-
Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut- tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang
terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio- Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang
terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara
serta pola muda yang berarah barat laut- tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.

2. SUMATRA TENGAH
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra
tengah merupakan cekungan belakang busur. Cekungan Sumatra tengah ini relatif
memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya
subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia. Batas cekungan sebelah
Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier,
sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini
yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah
dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu
Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra
utara.
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di
bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan
diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam,
sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke
arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang
mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah.
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah
adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng
yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong
dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah. Hal ini dicerminkan oleh bidang
sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik
dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-
pembalikan struktur. Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar
dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir
sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang
berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan. Walaupun demikian, struktur
berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi
adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh
struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra
tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan
half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan
dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan
tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan
tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang
mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan
Sumatra tengah.
MATERI GEOHAZARD

A. Bencana
Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan
kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan
dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Dimana, jenis-jenis bencana yang ada antara lain :
1. Bencana akibat proses alam
2. Bencana akibat proses non alam
3. Bencana social

B. Geohazard
Geohazard adalah segala kejadian geologi yang dapat menimbulkan bahaya terhadap
kehidupan manusia. Contoh Geohazard seperti gunung meletus, longsor, gempa bumi,
tsunami.
1. Gunung Meletus
Gunung meletus disebabkan akftifnya kegiatan magmatisme secara signifikan
yang terakumulasi dan akhirnya termuntahkan ke permukaan bumi. Gunung api dapat
meletus secara eksplosif,efusif,maupun keduanya(campuran). Produk – produk
gunung api yang mempunyai potensi membahayakan seperti bomb (pecahan
material), abu vulkanik, awan panas, gas beracun.

2. Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan salah satu kejadian geologi akibat aktifitas tektonik
dan vulkanisme yang menghasilkan getaran dipermukaan bumi. Gempa bumi dapat
menyebabkan kerusakan bangunan,tanah longsor,tsunami.

3. Longsor
Tanah longsor merupakan potensi bencana geologis berupa pergerakan
longsoran ke bawah berupa tanah, batuan, dan atau material yang terkena cuaca
karena gravitasi. Tanah longsor merupakan salah satu fenomena alam yang tidak
terkontrol yang menarik perhatian manusia karena berpotensi membahayakan
keselamatan manusia. Tanah longsor berhubungan dengan masalah kemiringan,
ketika stabilitas kemiringan terganggu, pergerakan menurun dengan banyak karakter
memindahkan tempat. Tanah longsor sering sekali terjadi karena penebangan hutan
dan aktifitas manusia lainnya.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan
dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut
kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
MATERI GEOLOGI STRUKTUR

Geologi struktur ialah kajian ilmu yang mempelajari tentang arsitektur kulit bumi
(batuan) hasil deformasi beserta gaya penyebabnya (Haryanto, 2003). Dengan demikian hal
penting yang dipelajari di dalam Geologi Struktur pada dasarnya mencakup tentang proses dan
hasil. Proses berkaitan dengan gaya, gerak, displacement, waktu, serta berhubungan dengan sifat
fisika-kimia batuan. Geometri unsur struktur pada dasarnya terdiri dari dua unsur, yaitu :
geometri bidang atau struktur bidang. biasanya membahas tentang bidang perlapisan, kekar,
sesar, foliasi, sumbu lipatan, dan lain-lain. Serta geometri garis atau struktur garis, meliputi
gores-garis, liniasi, perpotongan dua bidang, dan lain-lain.

1. Struktur Bidang
Struktur bidang dalam geologi struktur terdiri dari struktur bidang riil dan struktur
bidang semu. Struktur bidang riil ini merupakan struktur yang bentuk dan kedudukannya
dapat diamati langsung di lapangan. Bidang perlapisan, bidang ketidakselarasan, bidang
sesar, foliasi, serta kedudukan bidang yang terlipat merupakan struktur bidang riil.
Sedangkan struktur semu merupakan struktur yang bentuk dan kedudukannya hanya bisa
diketahui dari hasil analisa struktur bidang riil yang lainnya, contoh struktur bidang semu
adalah bidang poros lipatan.
Dalam struktur bidang dikenal istilah-istilah, antara lain :
a. Kedudukan(attitude) adalah batasan umum untuk orientasi dari bidang atau garis
didalam ruang umumnya dihubungkan dengan koordinat geografi dan bidang
horizontal , dan terdiri komponen arah dan kemiringan.
b. Arah (trend) adalah arah dari suatu bidang horizontal, umumnya dinyatakan
dengan azimuth atau besaran sudut horizontal dengan garis tertentu (Bearing).
Kecondongan (inclination) adalah sudut vertikal yang diukur kearah bawah dari
bidang horizontal ke suatu bidang atau garis dan apabila diukur pada bidang yang
tidak tegak lurus strike disebut kemiringan semu (Apperent dip).
c. Jurus (Strike) adalah arah garis horizontal yang terletak pada bidang
miring Kemiringan
d. Dip adalah sudut terbesar dari suatu bidang miring, yang diukur tegak lurus jurus.
Unsur-unsur dalam Struktur Geologi

Perbedaan True Dip dan Apparent dip

True dip = Dip yang didapatkan jika mengukur dip dengan tegak lurus terhadap strike
Apparent dip = Dip yang didapatkan jika mengukur dip dengan membentuk sudut >90˚
terhadap strike.

2. Struktur Garis
Struktur garis adalah elemen geometri yang ditarik dari sebuah titik yang bergerak dan
panjangnya hanya sepanjang jejak dan titik tersebut. Struktur garis tersebut bisa berupa
garislurus, garis lengkung maupun garis patah
Dalam struktur bidang dikenal istilah-istilah, antara lain :
a. Plunge yakni sudut vertikal antara sebuah garis dengan proyeksi garis tersebut pada
bidang horisontal.
b. Trend yakni jurus dari bidang vertikal yang melalui garis dan menunjukkan arah
penunjaman garis tersebut.
c. Pitch yakni sudut antara garis dengan jurus dari bidang yang memuat garis tersebut.

Sedangkan hasil atau produk berkaitan dengan kedudukan, posisi dan geometri batuan.
Sebelum mempelajari geologi struktur kita harus mengetahui hubungan antara gaya (force),
tegasan (stress), dan regangan (strain).

1. Gaya (force)
Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu
benda. Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (seperti gaya gravitasi dan
elektromagnetik) atau bekerja hanya pada bagian tertentu dari suatu benda (misalnya gaya-
gaya yang bekerja di sepanjang suatu sesar di permukaan bumi). Gaya gravitasi merupakan
gaya utama yang bekerja terhadap semua obyek/materi yang ada di sekeliling kita. Besaran
(magnitud) suatu gaya gravitasi adalah berbanding lurus dengan jumlah materi yang ada, akan
tetapi magnitud gaya di permukaan tidak tergantung pada luas kawasan yang terlibat. Satu
gaya dapat diurai menjadi 2 komponen gaya yang bekerja dengan arah tertentu, dimana
diagonalnya mewakili jumlah gaya tersebut. Gaya yang bekerja diatas permukaan dapat
dibagi menjadi 2 komponen yaitu: satu tegak lurus dengan bidang permukaan dan satu lagi
searah dengan permukaan. Pada kondisi 3-dimensi, setiap komponen gaya dapat dibagi lagi
menjadi dua komponen membentuk sudut tegak lurus antara satu dengan lainnya. Setiap gaya,
dapat dipisahkan menjadi tiga komponen gaya, yaitu komponen gaya X, Y dan Z.

2. Tegasan (stress)
Tegasan adalah gaya yang bekerja pada suatu luasan permukaan dari suatu benda.
Tegasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi pada batuan sebagai
respon dari gaya-gaya yang berasal dari luar. Tegasan dapat didefinisikan sebagai gaya yang
bekerja pada luasan suatu permukaan benda dibagi dengan luas permukaan benda tersebut:
Tegasan (P)= Daya (F) / luas (A). Tegasan yang bekerja pada salah satu permukaan yang
mempunyai komponen tegasan prinsipal atau tegasan utama. Tegasan pembeda adalah
perbedaan antara tegasan maksimal dan tegasan minimal. Sekiranya perbedaan gaya telah
melampaui kekuatan batuan maka retakan/rekahan akan terjadi pada batuan tersebut.
Kekuatan suatu batuan sangat tergantung pada besarnya tegasan yang diperlukan untuk
menghasilkan retakan/rekahan. Pengaruh tegasan terhadap batuan tergantung pada cara
bekerja atau sifat tegasannya dan sifat fisik batuan yang terkena tegasan. Ada dua bentuk
stress :
1. Stress uniform akan menekan dengan besaran yang sama dari segala arah. Dalam
batuan dinamakan confining stress karena setiap tubuh batuan dalam litosfir
dibatasi oleh batuan lain di sekitarnya dan ditekan secara merata (uniform) oleh
berat batuan di atasnya.
2. Stress diferensial menekan tidak dari semua jurusan dengan besaran yang sama.
Dalam sistemortogonal dapat diuraikan menjadi stress utama, yang maksimum,
yang menengah, dan yang paling kecil besarannya. Biasanya differential stress ini
yang mendeformasi batuan dan dikenal 3 jenis diferrential stress, yaitu tensional
stress, compressional stress dan shear stress.

Gambar 1. Deformasi batuan akibat berbagai bentuk stress. Panah menunjukkan arah tegasan utama
(maximum stress).
1. Tensional stress, arahnya berlawanan pada satu bidang, dan sifatnya menarik (stretch)
batuan.
2. Compressional stress, arahnya berhadapan, memampatkan atau menekan batuan.
3. Shear stress, bekerja berlawanan arah, tidak dalam satu bidang, yangmenyebabkan
terjadinya pergeseran dan translasi. Uniform atau differential stress yang
menyebabkan terdeformasinya litosfir diakibatkan oleh gaya-gaya tektonik yang
bekerja sepanjang waktu. Batuan yang terkena stress akan mengalami regangan atau
perubahan bentuk dan atau volume dalam keadaan padat yang disebut strain atau
regangan.

3. Regangan (strain)
Ketika batuan terdeformasi maka batuan mengalami regangan. Regangan akan merubah
bentuk, ukuran, atau volume dari suatu batuan. Tahapan deformasi terjadi ketika suatu batuan
mengalami peningkatan regangan yang melampaui 3 tahapan pada deformasi batuan. Bentuk
regangan dan deformasi keduanya menunjukkan perubahan dimensi. Sebuah benda yang
mendapat gaya tarik atau tekan akan mengalami perubahan panjang. Benda akan mulur
(bertambah panjang) dengan gaya tarik dan mengkerut (memendek) dengan gaya
tekan.Regangan terbagi atas 3 macam, yaitu :
a. Regangan aksial (єa), merupakan regangan yang terjadi karena adanya perubahan bentuk
arah aksial terhadap tinggi.
b. Regangan lateral (єl), merupakan regangan yang terjadi karena adanya perubahan bentuk
arah lateral terhadap diamer.
c. Regangan volumetrik (єv), merupakan regangan yang terjadi karena adanya perubahan
bentuk secara volumetri. Kita dapat membagi material menjadi 2 (dua) kelas didasarkan
atas sifat perilaku dari material ketika dikenakan gaya tegangan padanya, yaitu :
a. Material yang bersifat retas (brittle material), yaitu apabila sebagian kecil atau sebagian
besar bersifat elastis tetapi hanya sebagian kecil bersifat lentur sebelum material
tersebut retak.
b. Material yang bersifat lentur (ductile material) jika sebagian kecil bersifat elastis dan
sebagian besar bersifat lentur sebelum terjadi peretakan atau fracture (Anonim, 2013).

Gambar 2. Kurva hubungan tegasan (stress) dan tarikan (strain) untuk material/batuan yang bersifatretas
dan batuan/material yang bersifat lentur.
4. Hubungan antara force, stress, dan strain
Gaya (F) yang mengenai permukaan batuan (A) didefinisikan sebagai tegasan (stress).
Tegasan menyebabkan perubahan dalam batuan atau deformasi. Perubahan yang dihasilkan
dari deformasi bisa dalam bentuk distorsi, ditalasi, rotasi, dislokasi, atau kombinasi dari
keempatnya. Perubahan tersebut dikenal sebagai regangan (strain). Hubungan proporsional
antara tegasan dan regangan untuk benta elastis dikenal sebagai hukum hooke, dimana
regangan didapat dengan membagi tegasan terhadap modulus young.

ELASTIC DEFORMATION

Strain
l/ l0
Stress 
F/A

Jika benda kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami gaya, maka
perubahan bentuknya disebut perubahan bentuk elastik (elastic deformation). Young’s
modulus merupakan suatu property dari material, bukan dari suatu obyek. Jika ada 2 bentuk
(misal dengan penampang yang berupa lingkaran dan heksagobal dengan lubang di
tengahnya) yang dibuat dari suatu material, maka hasil test laboratorium akan menghasilkan
kurva vs yang sama.
Gambar 3. Kurva hubungan tegasan (stress) dan tarikan (strain) terhadap batuan, dimana tegasan dan
tarikan semakin meningkat maka batas elastisitas akan dilampaui dan pada akhirnya mengalami retak.

A. KEKAR
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya yang
bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara umum dicirikan oleh:
a. Pemotongan bidang perlapisan batuan;
b. Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb;
c. Kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan
karakter retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut.
Perbedaan kekar dengan struktur retakan biasa adalah, kekar terjadi dalam pola-pola yang
teratur. Biasanya berupa garis lurus yang arahnya tegak lurus vektor tegasan (stress).
Terkadang beberapa kekar saling berpotongan, membagi sebuah batuan besar menjadi balok
balok yang saling terpisah. Kekar terjadi pada lingkungan geologi yang bertekanan rendah.
Kekar memegang peranan penting di geofisika, misalnya sebagai jalur migrasi minyak bumi
atau air tanah. Apabila kekar dilewati larutan hidrotermal, maka mineral dapat mengendap di
sana, membentuk urat mineral. Selain itu, pemetaan kekar sangat penting dilakukan sebelum
membuat desain waduk. Kekar umumnya terdapat sebagai rekahan tensional dan tidak ada
gerak sejajar bidangnya.
Kekar membagi-bagi batuan yang tersingkap menjadi blok-blok yang besarnya
bergantung pada kerapatan kekarnya. Dan merupakan bentuk rekahan paling sederhana yang
dijumpai pada hampir semua batuan. Biasanya terdapat sebagai dua set rekahan, yang
perpotongannya membentuk sudut berkisar antara 45 sampai 90 derajat. Kekar mungkin
berhubungan dengan sesar besar atau oleh pengangkatan kerak yang luas, dapat tersebar
sampai ribuan meter persegi luasnya. Umumnya pada batuan yang getas. Kebanyakan kekar
merupakan hasil pembubungan kerak atau dari kompresi atau tarikan (tension) berkaitan
dengan sesar atau lipatan. Ada kekar tensional yang diakibatkan oleh pelepasan beban atau
pemuaian batuan. Kekar kolom pada batuan volkanik terbentuk oleh tegasan yang terjadi
ketika lava mendingin dan mengkerut.Kekar merupakan jenis struktur batuan yang berbentuk
bidang pecah. Sifat dari bidang ini memisahkan batuan menjadi bagian-bagian yang terpisah.
Tetapi tidak mengalami perubahan posisinya. Sehingga menjadi jalan atau rongga atau
kesarangan batuan yang dapat dilalui cairan dari luar beserta materi lain seperti air, gas dan
unsur-unsur lain yang menyertainya.
Klasifikasi kekar atau joint terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu :
1. Berdasarkan Cara Terbentuknya:
Srinkage Joint (Kekar Pengkerutan)

Srinkage Joint adalah kekar yang disebabkan karena gaya pengerutan yang timbul akibat
pendinginan (kalau pada batuan beku terlihat dalam bentuk kekar tiang/kolom) atau akibat
pengeringan (seperti pada batuan sedimen). Kekar ini biasanya berbentuk polygonal yang
memanjang.
Kekar Lembar (Sheet Joint)

Yaitu sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar dengan permukaan tanah. Kekar seperti ini
terjadi terutama pada batuan beku. Sheet joint terbentuk akibat penghilangan beban batuan
yang tererosi. Penghilangan beban pada sheet joint terjadi akibat :
a. Batuan beku belum benar-benar membeku secara menyeluruh
b. Proses erosi yang dipecepat pada bagian atas batuan beku
c. Adanya peristiwa intrusi konkordan (sill) dangkal
2. Berdasarkan Bentuknya
Kekar Sistematik: yaitu keakar dalam bentuk berpasangan arahnya sejajar satu dengan yang
lainnya.
Kekar Non Sistematik: yaitu kekar yang tidak teratur biasanya melengkung dapat saling
bertemu atau bersilangan di antara kekar lainnya atau tidak memotong kekar lainnya dan
berakhir pada bidang perlapisan.
3. Kekar Berdasarkan Ganesanya
Kekar Kolom
Kekar Kolom umumnya terdapat pada batuan basalt, tetapi kadang juga terdapat pada
batuan beku jenis lainnya. Kolom-kolom ini berkembang tegak lurus pada permukaan
pendinginan, sehingga pada sill atau aliran tersebut akan berdiri vertikal sedangkan pada
dike kurang lebih akan horizontal, dengan mengukur sumbu kekar kolom kita dapat
merekonstruksi bentuk dari bidang pendinginan dan struktur batuan beku.

Kekar Gerus
Kekar Gerus (Shear Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat stress yang cenderung
mengelincirkan bidang satu sama lainnya yang berdekatan. Ciri-ciri di lapangan :
a. Biasanya bidangnya licin.
b. Memotong seluruh batuan.
c. Memotong komponen batuan.
d. Biasanya ada gores garis.
e. Adanya joint set berpola belah ketupat.
Kekar Lembar
Kekar lembar (sheet joint ) adalah sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar dengan
permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuknya kekar ini akibat penghilangan
beban batuan yang tererosi. Penghilangan beban pada kekar ini terjadi akibat:
a. Batuan beku belum benar-benar membeku secara menyeluruh
b. Tiba-tiba diatasnya terjadi erosi yang dipercepat
c. Sering terjadi pada sebuah intrusi konkordan (sill) dangkal
Kekar Tarik (Esktension Joint dan Release Joint)
Kekar Tarikan (Tensional Joint), yaitu kekar yang terbentuk dengan arah tegak lurus dari
gaya yang cenderung untuk memindahkan batuan (gaya tension). Hal ini terjadi akibat dari
stress yang cenderung untuk membelah dengan cara menekannya pada arah yang
berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan saling menjauhi. Ciri-ciri dilapangan :
a. Bidang kekar tidak rata.
b. Selalu terbuka.
c. Polanya sering tidak teratur, kalaupun teratur biasanya akan berpola kotakkotak.
d. Karena terbuka, maka dapat terisi mineral yangkemudian disebut vein.
Kekar tarikan dapat dibedakan atas:
a. Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahannya searah dengan tegasan.
b. Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau
pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini
biasanya disebut STYLOLITE.

Kekar Hybrid
Kekar Hibrid (Hybrid Joint) merupakan campuran dari kekar gerus dan kekar tarikan dan
pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral sekunder.
4. Berdasarkan Genesa & Keaktifan Gaya yang membentuknya
Kekar Orde Pertama
Kekar orde pertama adalah kekar yang dihasilkan langsung dari gaya pembentuk kekar.
Umumnya mempunyai bentuk dan pola yang teratur dan ukurannya relative besar.
Kekar Orde Kedua
Kekar orde kedua adalah kekar sebagai hasil pengaturan kembali atau pengaruh gaya
balik atau lanjutan untuk mencapai kesetimbangan massa batuan.

B. SESAR
Pengertian Sesar
Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan bumi yang
menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain. Pergerakan bisa
relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar terhadap blok yg lain. Pergerakan
yang tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa mengakibatkan gempa bumi. Sesar (fault)
merupakan bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang sudah mengalami pergeseran
(Williams, 2004). Sesar terjadi sepanjang retakan pada kerak bumi yang terdapat slip diantara
dua sisi yang terdapat sesar tersebut (Williams, 2004). Beberapa istilah yang dipakai dalam
analisis sesar antara lain :
a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar dengan bidang
horisontal dan biasanya diukur dari arah utara.
b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan
bidang horisontal, diukur tegak lurus strike.\
c. Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit pada bidang sesar
akibat adanya sesar.
d. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip(pergeseran horizontal
searah jurus) pada bidang sesar.

Gambar 1. Bagian-bagian Sesar


Keterangan gambar tersebut adalah
α = dip
β = rake of net slip
θ = hade = 90o – dip
ab = net slip
ac = strike slip
cb = ad = dip slip
ae = vertical slip = throw
de = horizontal slip = heave
Dalam penjelasan sesar, digunakan istilah hanging wall dan foot wallsebagai penunjuk
bagian blok badan sesar. Hanging wall merupakan bagian tubuh batuan yang relative berada
di atas bidang sesar. Foot wall merupakan bagian batuan yang relatif berada di bawah bidang
sesar.

Gambar 2. Hanging wall dan foot wall.

Ciri-ciri Sesar
Secara garis besar, sesar dibagi menjadi dua, yaitu sesar tampak dan sesar buta (blind
fault). Sesar yang tampak adalah sesar yang mencapai permukaan bumi sedangkan sesar buta
adalah sesar yang terjadi di bawah permukaan bumi dan tertutupi oleh lapisan seperti lapisan
deposisi sedimen. Pengenalan sesar di lapangan biasanya cukup sulit. Beberapa kenampakan
yang dapat digunakan sebagai penunjuk adanya sesar antara lain :
a. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan terpotong dengan tiba-tiba)
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores garis.

Gambar 3. Gores Garis (slickens slides)


d. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar,horses, atau
lices, milonit.

Gambar 4. Zona sesar


e. silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.
f. perbedaan fasies sedimen.
g. petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont scarp), triangular
facet, dan terpotongnya bagian depan rangkaian pegunungan struktural.

Gambar 5. Triangular facet


Gambar 6. Faulth scarp

h. Adanya boundins : lapisan batuan yang terpotong-potong akibat sesar.

Gambar 7. Boundins

Klasifikasi Sesar
Klasifikasi sesar dapat dibedakan berdasarkan geometri dan genesanya
a. Klasifikasi geometris
1. Berdasarkan rake dari net slip.
strike slip fault (rake=0º)
diagonal slip fault (0 º < rake <90º)
dip slip fault (rake=90º)
2. Berdasarkan kedudukan relatif bidang sesar terhadap bidang perlapisan atau
struktur regional
strike fault (jurus sesar sejajar jurus lapisan)
bedding fault (sesar sejajar lapisan)
dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus lapisan)
oblique / diagonal fault (menyudut terhadap jurus lapisan)
longitudinal fault (sejajar struktur regional)
transversal fault (menyudut struktur regional)
3. Berdasarkan besar sudut bidang sesar
high angle fault (lebih dari 45o)
low angle fault (kurang dari 45o)
4. Berdasarkan pergerakan semu
normal fault (sesar turun)
reverse fault (sesar naik)
5. Berdasarkan pola sesar
paralel fault (sesar saling sejajar)
en chelon fault (sesar saling overlap dan sejajar)
peripheral fault (sesar melingkar dan konsentris)
radial fault (sesar menyebar dari satu pusat)

Gambar 8. Klasifikasi sesar

b. Klasifikasi genetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan yang utama (Anderson, 1951) sesar dapat
dibedakan menjadi :
Sesar anjak (thrust fault) bila tegasan maksimum dan menengah mendatar.
Sesar normal bila tegasan utama vertikal.
Strike slip fault atau wrench fault (high dip, transverse to regional structure)

Beberapa Jenis Sesar dan Penjelasannya


1. Sesar Normal / Sesar Turun (Extention Faulth)
Sesar normal dikenali juga sebagai sesar gravitasi, dengan gaya gravitasi sebagai gaya
utama yang menggerakannya. Ia juga dikenali sebagai sesar ekstensi (Extention Faulth) sebab
ia memanjangkan perlapisan, atau menipis kerak bumi. Sesar normal yang mempunyai salah
yang menjadi datar di bagian dalam bumi dikenali sebagai sesar listrik. Sesar listrik ini juga
dikaitkan dengan sesar tumbuh (growth fault), dengan pengendapan dan pergerakan sesar
berlaku serentak. Satah sesar normal menjadi datar ke dalam bumi, sama seperti yang berlaku
ke atas sesar sungkup. Pada permukaan bumi, sesar normal juga jarang sekali berlaku secara
bersendirian, tetapi bercabang. Cabang sesar yang turun searah dengan sesar utama dikenali
sebagai sesar sintetik, sementara sesar yang berlawanan arah dikenali sebagai sesar antitetik.
Kedua cabang sesar ini bertemu dengan sesar utama di bagian dalam bumi. Sesar normal
sering dikaitkan dengan perlipatan. Misalnya, sesar di bagian dalam bumi akan bertukar
menjadi lipatan monoklin di permukaan. Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang
sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun.

Gambar 9. Extention Faulth


Patahan atau sesar turun adalah satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yang
menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya. Fault scarp
adalah bidang miring imaginer tadi atau dalam kenyataannya adalah permukaan dari bidang
sesar.
2. Sesar naik (reverse fault / contraction faulth)
Sesar naik (reverse fault) untuk sesar naik ini bagian hanging wall-nya relative bergerak
naik terhadap bagian foot wall. Salah satu ciri sesar naik adalah sudut kemiringan dari sesar
itu termasuk kecil, berbeda dengn sesar turun yang punya sudut kemiringan bisa mendekati
vertical. Nampak lapisan batuan yg berwarna lebih merah pada hanging wallberada pada
posisi yg lebih atas dari lapisan batuan yg sama pada foot wall. Ini menandakan lapisan yg ada
di hanging wall udah bergerak relative naik terhadap foot wall-nya.

Gambar 10. Reverse fault / contraction faulth

3. Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault)


Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault) adalah sesar yang
pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar
ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya sedangkan posisi tegasan
menengah adalah vertikal. Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang
vertikal, sehingga istilah hanging wall danfoot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem
sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya, sesar ini dibedakan menjadi sinistral (mengiri) dan
dekstral (menganan).

Gambar 11. Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault


C. LIPATAN
Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang mekanismenya disebabkan
dua proses, yaitu bending ( melengkung ) dan bucking ( melipat ). Pada gejala bucking gaya
yang bekerja sejajar dengan bidang perlapisan, sedangkan pada bending, gaya yang bekerja
tegak lurus terhadap bidang permukaan lapisan. (hill 1953)
Unsur lipatan :
1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal pada bidang vertikal.
2. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar sumbu lipatan.
3. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada antiklin
4. Pitch atau Rake, sudut antara garis poros dan horizontal diukur pada bidang poros.
5. Depresion, daerah terendah dari puncak lipatan.
6. Culmination, daerah tertinggi dari puncak lipatan.
7. Enveloping Surface, gambaran permukaan (bidang imajiner) yang melalui semua
Hinge Line dari suatu lipatan.
8. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang dimulai dari
lengkungan maksimum antiklin sampai hinge sinklin) atau updip (sayap yang dimulai
dari lengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin). Sayap lipatan dapat berupa
bidang datar (planar), melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
9. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
10. Back Limb, sayap yang landai.
11. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan maksimum pada suatu perlipatan.
12. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu perlapisan yang sama.
13. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
14. Crestal Line, disebut juga garis poros, yaitu garis khayal yang menghubungkan titiktitik
tertinggi pada setiap permukaan lapisan pada sebuah antiklin.
15. Crestal Surface, disebut juga Crestal Plane, yaitu suatu permukaan khayal dimana
terletak didalamnya semua garis puncak dari suatu lipatan.
16. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin
17. Trough Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik terendah pada setiap
permukaan lapisan pada sebuah sinklin.
18. Trough Surface, bidang yang melewati Trough Line.
19. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari lengkungan maksimum
pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lapisan.
20. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antara sayapsayap
lipatannya.
Klasifikasi lipatan :
a. Klasifikasi lipatan berdasarkan unsur geometri, antara lain :
Berdasarkan kedudukan Axial Plane, yaitu :
Upright Fold atau Simetrical Fold (lipatan tegak atau lipatan setangkup)
Asimetrical Fold (lipatan tak setangkup atau lipatan tidak simetris)
Inclined Fold atau Over Fold (lipatan miring atau lipatan menggantung)
Recumbent Fold (lipatan rebah)
b. Klasifikasi lipatan berdasarkan bentuknya, antara lain :
Concentric Fold
Similar Fold
Chevron Fold
Isoclinal Fold
Box Fold
Fan Fold
Closed Fold
Harmonic Fold
Disharmonic Fold
Open Fold
Kink Fold, terbagi atas : Monoklin, Homoklin dan Terrace
Lipatan dapat dibagi lagi berdasarkan porosan lipatan atau garis sumbu dan bentuknya,
sebagai berikut:
1. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang tetap; Lipatan Similar
adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu utama;
2. Lipatan disharmonik adalah lipatan yang tidak teratur karena lapisannya tersusun dari
bahan-bahan yang berlainan;
3. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya;
4. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar;
5. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar yang disebabkan oleh tekanan
yang terus menerus;
6. Lipatan klin bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh permukaan
planar;
7. Lipatan tegak adalah lipatan yang garis sumbunya membagi secara simetris atau sma
besar antara antiklin dan sinklin;
8. Lipatan miring adalah lipatan yang garis sumbunya tidak simetris, membentuk sudut;
9. Lipatan menggantung adalah lipatan mirip lipatan miring tetapi bagian puncaknya
terdorong sangat tinggi sehingga bentuknya seperti menggantung;
10. Lipatan rebah adalah lipatan yang tertekan terus menerus menyebabkan puncaknya
melandai seperti rebahan;
11. Lipatan kelopak adalah lipatan yang bagian dalamnya bekerja daya tekanan dan
sayap tengah tidak menjadi tipis;
12. Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk sebagai akibat seretan
suatu sesar.
MATERI VULKANOLOGI
Vulkanologi merupakan ilmu yang mempelajari gunungapi meliputi genesa (asal-usul),
produk yang dihasilkan, serta berbagai aspek yang menyertai keberadaannya. Sedangkan
Gunungapi merupakan tempat atau lubang tempat keluarnya batuan pijar atau gas yang muncul
ke permukaan bumi membentuk timbulan (bukit atau pegunungan), bentukan tersebut berada di
sekitar lubang akibat terakumulasinya material batuan (MacDonald, 1972).
1. Proses Vulkanisme
Dalam kaitannya dengan bentang alam, gunungapi mempunyai beberapa pengertian antara
lain :
Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan
material/rempah gunungapi.
Merupakan tempat munculnya material vulkanik lepas sebagai hasil aktivitas
magma di dalam b umi (vulkanisme).
Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme,yaitu :
o Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas,
bersifat kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material
piroklastik dan membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal.
o Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung
gas, magma encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan
gunungapi yang rendah dan berbentuk perisai, misalnya Dieng, Hawai.
o Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental.
Vulkanisme ini menghasilkan gunungapi strato, misalnya Gunung Merapi dan Merbabu.
Jenis lava dalam hubungannya dengan erupsi yang bersifat lelehan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu, tipe “AA” dan tipe “ pa hoe hoe”. Lava “AA” bersifat skoriaan dan
runcing, sedang tipe “pa hoe hoe” bersifat halus.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Jenis lava “AA” dan (b) Jenis lava “Pa Hoe Hoe”

Faktor yang mempengaruhi bentuk gunungapi dan proses vulkanisme antara lain :
o sifat magma (komposisi, kekentalan)
o tekanan (berhubungan dengan jumlah kandungan gas)
o kedalaman dapur magma
o faktor eksternal (iklim, suhu)
2. Klasifikasi Gununungapi
Berdasarkan lokasi pusat kegiatan, Rittmann (1962) membuat klasifikasi letusan
gunungapi, yaitu :
a. Letusan pusat (terminal eruption), dimana lubang kepundan merupakan saluran utama
bagi peletusan.
b. Letusan samping (subterminal effusion), akan terbentuk apabila magma yang
membentuk sill sempat menerobos ke permukaan, pada lereng gunungapi.
c. Letusan lateral (lateral eruption), dimana korok melingkar (ring dike) dapat berfungsi
sebagai saluran magma ke permukaan.
d. Letusan di luar pusat (excentric eruption), terjadi di bagian kaki gunungapi, dengan
sistem saluran magma tersendiri yang tak ada kaitannya dengan lubang kepundan
utama. Escher (1952) mengklasifikasikan tipe letusan berdasarkan viskositas, tekanan
gas dan kedalaman dapur magma menjadi tujuh tipe.
3. Tipe Tipe Gununungapi
a. Tipe Hawaii
Tipe Gunungapi ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, yang dalam
perkembangannya akan membentuk tipe gunungapi perisai. Sifat magmanya yang sangat
cair memungkinkan terjadinya lava mancur, yang disebabkan oleh arus konveksi pada
danau lava. Dimana lava yang banyak mengandung banyak gas, sehingga bersifat ringan,
akan terlempar ke atas, sedang yang berat (setelah gas hilang) akan tenggelam lagi. Tipe
ini banyak ditemukan di gunungapi perisai di Hawaii, seperti di Kilauea dan Maunaloa. Di
Kilauela terdapat danau lava Halemaumau dengan pulau-pulau lava beku yang mengapung
di atasnya. Lava mancur pada danau lava ini akan menghasilkan rambut Pele (Pele’s hair)
dan airmata Pele (Pele’s tear) yang mempunyai bentuk-bentuk khas. Meskipun panas
yang dikeluarkan cukup banyak, tetapii permukaan danu lava senantiasa cair. Tipe Hawii
juga didapatkan di Islandia, dibedakan dengan yang di Hawaii adalah berdasarkan
ketinggian dan besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe ini membentuk gunungapi yang
berketinggian lebih dari 1000 m dan mempunyai sudut sudut lereng besar, sdang di
Islandia umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan membentuk datar tinggi.
b. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang
meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan
pendek yang disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupaabu, bom, lapili dan setengah
padatan bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli adalah rendah.
c. Tipe Vulkano
Yang sangat khas dari tipe ini adalah pembentukan awandebu berbentuk bunga kol,
karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini
mempunyai tekanan gas sedang dan lavanya kurang begitu cair. Dan disamping
dikeluarkan awandebu, tipe ini juga menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya,
tipe ini dibedakan menjadi tipe Vulkano kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano
lemah (G. Bromo, G. Raung). Peralihan antara kedua tipe inipun dijumpai, di Indonesia
misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak Bromo.
d. Tipe Merapi
Dicirikan dengan lavanya yang cair-kental, dapur magma yang relatif dangkal dan
tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat lavanya tersebut, apabila magma naik ke atas
melalui pipa kepundan, maka akan terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di
bagian bawahnya masih cair. Sumbat lava yyang gugur akan menyebabkn terjadinya
awanppanas guguran. Sedang semakin tingginya tekanan gas karena pipa kepundan
tersumbat akan menyebabkan sumabat tersebut hancur ketika terjadi letusan, dan akan
terbentuk awanpanas letusan.
e. Tipe Pelee
Tipe ini mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe Merapi. Tetapi
tekanan gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah peletusan gas ke arah mendatar. G.
Pelee pernah meletus pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan
awanpanas bersuhu antara 2100 – 2300C. Kecepatan luncurnya yang tinggi, sekitar 150
m/detik, mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan 30.000 jiwa
menjadi korban.
f. Tipe St. Vincent
Lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada kawah terdapat danau kawah,
yang sewaktu terjadi letusan akan dimuntahkan ke luar dengan membentuk lahar letusan.
Setelah danau kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas gunungapi berupa bom,
lapili dan awanpijar. Suhu lahar letusan adalah sekitar 1000C. Contoh tipe ini di Indonesia
adalah G. Kelud yang meletus pada tahun 1906 dan 1909.
g. Tipe Perret atau tipe Plinian
Tipe ini dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat kuat, disamping lavanya yang cair.
Bersifat merusak dan diduga ada kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera
gunungapi. Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM), yaitu terhadap G. Vesivius,
sehingga namanya diabadikan untuk tipe letusan gunungapi. Contoh dari tipe ini adalah G.
Vesivius, yang sebelum meletus mempunyai ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah terjadi
letusan, ketinggian sisa hanyalah 1.186 m, sehingga sekitar 149 m dihembuskan ke atas
oleh suatu kekuatan yang luarbiasa besarnya. Contoh di Indonesia adalah G. Krakatau yang
meletus pada tahun 1883.
4. Morfologi Gunungapi
Morfologi gununungapi dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan ciri-ciri yang
berlainan, yaitu :
a. Zona Pusat Erupsi
- banyak radial dike/sill
- adanya simbat kawah (plug) dan crumble breccia
- adanya zona hidrotermal
- endapan piroklastik kasar
- bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi
b. Zona Proksimal
- material piroklastik agak terorientasi
- material piroklastik dan lava dijumpai pelapukan, dicirikan oleh soil yang tipis
- sering dijumpai parasitic cone
- banyak dijumpai ignimbrit dan welded tuff
c. Zona Distal
- material piroklastik berukuran halus
- banyak dijumpai lahar

Gambar 2. Morfologi Gunung api


Dampak Lingkungan Gunungapi
Gunungapi dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun
pengaruh buruk (bencana) bagi manusia. Dampak positif dengan adanya gunungapi adalah :
a. Panas bumi (geothermal), sebagai sumber tenaga listrik dari proses hidrotermal yang
terjadi di daerah gunungapi, seperti yang diusahakan di Pegunungan Dieng dan
Lahendong.
b. Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam
yang masih asli dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak, Sarangan.
c. Sebagai daerah pertanian daerah yang subur seperti banyak kita jumpai di seluruh
Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
d. Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunungapi
seperti Gunung Merapi untuk daerah sekitar Yogyakarta.
e. Sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daera sekitarnya.

Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan gunungapi juga berpotensi


sebagai sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunungapi dapat dibagi
menjadi dua yaitu bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder).
Bahaya primer akibat erupsi gunungapi meliputi :
a. Aliran Lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai
12000 C). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa
kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor
akan menimbulkan awan panas.
b. Bom Gunungapi
Bom gunungapi berujud batuan panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. Batuan
ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat
menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan pertanian. Bila tiba di tanah
bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur
c. Pasir Lapili
Pasir dan lapili adalah campuran material letusan yang ukuranya lebih kecil dari
bom (< 2 mm). Sedangkan lapili lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa
cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapili ini dapat terlempar hingga puluhan
kilometer. Pasir dan lapili ini dapat menghancurkan atap rumah karena bebannya juga
dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.
d. Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dai material halus yang dihasilkan oleh erupsi
gunungapi dan dihembuskan oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan
pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang
bersuhu tinggi (hingga 12000 C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni
lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat menapai 10 – 20 km.
Dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunung Merapi pada
tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan
tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat hembusan awan panas ini.
e. Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan
gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron - 0.2 mm.
Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang
terjadi pada saat letusan G. Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila
terlalu banyak mengisap abu gunungapi dan menimbulkan penyakit silikosis, yaitu
penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang
diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
f. Gas Beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya
mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2 dan gas lain yang
jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per million), CO2
5,00 ppm, sedangkan gas H3As yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yanga
dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar
pada saat terjadi letusa gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut
dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas
tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada pada daerah
daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Pengertian Bencana
Krisis (akibat kegagalan interaksi manusia dg lingkungan fisik & sosial) yg melampaui
kapasitas individu & masyarakat utk menanggulangi dampaknya yg merugikan. (ICRC).
Peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat fenomena alam &/ akibat ulah manusia yg
menimbulkan gangguan kehidupan & penghidupan manusia disertai kerusakan lingkungan
dan menyebabkan ketidak berdayaan potensi & infrastruktur setempat serta memerlukan
bantuan dr kabupaten/propinsi lain atau dr pusat &/ negara lain dg menanggalkan prosedur
rutin. (DepKes)
 Klasifikasi
Sumber:
◦ Alam (natural disaster)
◦ Ulah manusia (man-made disaster)
◦ Kompleks (multi-faktor)
◦ Waktu munculnya:
◦ Mendadak (sudden-onset disaster)
◦ Perlahan (gradual-onset disaster)
◦ Potensi Tsunami di Indonesia
 Gunung Berapi di Indonesia
 Dampak bencana jangka pendek
 Dampak Bencana
◦ Terjadinyanya kematian, cedera dan penyakit yang diluar perkiraan
◦ Rusaknya infrastruktur kesehatan dan terganggunya program kesehatan
◦ Memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan populasi shg meningkatkan
risiko potensial penyakit menular dan bahaya lingkungan
◦ Perekonomian, sekolah, dan infrastruktur hancur
◦ Mempengaruhi perilaku psikologis dan sosial masyarakat yg terkena
◦ Mengakibatkan kelangkaan pangan  gangguan gizi
◦ Menimbulkan mobilisasi populasi yang masif shg meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas akibat ketidakmampuan layanan kesehatan menanggulangi masalah
kesehatan mereka
 Kerentanan & spiral bencana (
Fenomena x Kerentanan = Dampak bencana
 Kegiatan penanggulangan dampak
 Bersifat rasional (bukan mengacu kpd mitos) dan adekuat (efektif & efisien)
 Berbasis pada 8 prinsip fundamental manajemen bencana Prinsip pokok manajemen
bencana (1)
1. Komprehensif
◦ Kegiatan yg mencakup segala fase dan seimbang
2. Integratif
◦ Memadukan berbagai sistem yang berjalan
3. Pendekatan thd segala risiko bahaya
◦ Memeriksa berbagai skala potensi bahaya yang mungkin dan mengenal
berbagai konsekuensi umum setiap jenis bencana
4. Pendekatan manajemen risiko yg sistematik
◦ Menentukan berbagai opsi penanggulangan risiko
5. Perencanaan kelangsungan usaha
◦ Pelayanan kesehatan harus terus berlangsung dlm berbagai kondisi
6. Mo-nev (monitoring-evaluasi) berkelanjutan
◦ Memantau interaksi dinamis antara masyarakat, ancaman dampak, & sistem
penanggulangan
7. Kooperasi & koordinasi
◦ Seluruh sektor terkait bekerjasama (termasuk korban bencana), saling
mendukung & berkoordinasi untuk mencapai hasil yg sinergistik
8. Berbasis pada informasi teknis dari para ahli yg akurat
◦ Merupakan dasar pengambilan keputusan dan rencana aksi yang adekuat
Siklus & fase manajemen bencana
Fase respon dalam manajemen bencana
Fase respon dalam manajemen bencana
Fase rehabilitasi & rekonstruksi dalam manajemen bencana
Fase rehabilitasi & rekonstruksi dalam manajemen bencana
Fase rehabilitasi & rekonstruksi dalam manajemen bencana
Fase rehabilitasi & rekonstruksi dalam manajemen bencana
Fase mitigasi dalam manajemen bencana
Fase mitigasi dalam manajemen bencana
Fase mitigasi dalam manajemen bencana
Fase mitigasi dalam manajemen bencana
Fase persiapan dalam manajemen bencana
 Relawan medis asing dg berbagai keahlian diperlukan
 Berbagai bantuan internasional dibutuhkan saat itu juga
 Wabah/ KLB pasti terjadi setelah bencana
 Masyarakat yg terkena syok & tidak akan mampu berbuat apa2
 Berbagai perilaku buruk manusia muncul saat bencana
 Bencana adalah pembunuh yang acak
 Menempatkan korban bencana di penampungan merupakan pilihan terbaik
 Berbagai bantuan makanan selalu dibutuhkan pd bencana alam
 Bantuan pakaian selalu dibutuhkan oleh korban bencana
 Segalanya akan segera pulih dalam waktu yuang singkat
MATERI ENDAPAN MINERAL

MINERAL LOGAM
1. Bentuk Mineral Bijih
 Oksida (contoh : FeO, Fe2O3, MnO2, SnO2)
 Sulfida (contoh : PbS2, FeS2, CuS)
 Hidroksida (contoh : AlOH3)
Dsb
2. Klasifikasi Bijih Logam
 Bijih Logam Umum (contoh : Fe, Mn, Ni, Wo, Cr, Va, Ti)
 Logam Dasar (contoh : Cu, Pb, Zn, Al, Sn)
 Logam Mulia (contoh : Pt, Ag, Au)
3. Proses Terbentuknya Mineral Bijih
 Diferensiasi Magma
Bijih primer mineral berasal dari magma yang dihasilkan dari proses kristalisasi dan
segregasi saat pembekuan magma
Contoh : Titanium, Magnetit, Kromit, Korundum, Platina
 Hidrothermal
Uap air dan gas membawa unsur logam asal magma dan batuan yang dilewati.
Kemudian akan mengendapkan logam tertentu di ruang / celah batuan.
 Residual
Mineral bijih yang resisten terhadap pelapukan terkonsentrasi akibat matriks yang
hilang akibat pelapukan dan larut dalam air
Contoh : Kromit, Bauksit, Hematit, Nikel
 Konsentrasi Air Permukaan
Konsentrasi mineral berat pada alluvial
Contoh : Emas, Timah
 Sublimasi
Biasanya terjadi pada fumarole di gunung api
Contoh : Jarosit
 Air Meteorik
Pengisian urat oleh air meteorik di permukaan
 Metamorfisme Kontak
Proses ubahan akibat reaksi intrusi magma dengan batuan yang diterobos (biasanya
sedimen)
4. Klasifikasi Ore Deposits (Edward & Akkinson, 1986)

 Magmatic Deposits (Chromit, Nickel)


 Magmatic Hydrothermal Deposits (Porphyry Copper, Porphyry Gold)
 Placers & Paleo-placers
 Sediment Hosted Deposits (Copper, Lead)
 Ore Deposits formed by weathering (Bauxite, Nickel Laterite)
 Sedimentary Affiliation (Iron, Uranium)
 Metamorphism / Skarn
5. Magmatic Deposits

 Tahap Endapan Magmatik


Diferensiasi Magma -> Pegmatik-Pneumatolitik -> Hidrothermal
 Diferensiasi Magma
 Pemisahan magma akibat penurunan temperature dan membentuk lebih dari 1
jenis batuan beku
 Komposisi magma berubah terhadap temperatur
 Kandungan berbagai macam mineral termasuk golongan mineral logam
 Jika temperatur tinggi maka mineral yang akan terbentuk memiliki komponen
volatile yang rendah
 Jika temperatur rendah maka mineral yang akan terbentuk memiliki
komponen volatile yang tinggi dengan tekanan yang tinggi pula
 Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai penurunan temperatur
 Jebakan mineral yang terbentuk pada tahap ini disebut jebakan magmatis
 Pegmatik-Pneumatolitik
 Tahap lanjut dari pendinginan magma
 Berasal dari larutan sisa magma, dimana komponen volatile akan lebih tinggi
dari temperatur
 Larutan sisa magma menerobos batuan melewati rekahan membentuk
jebakan pegmatik (ciri-ciri : albit dan kuarsa berukuran besar)
 Saat suhu mendekati 450oC, akumulasi gas mulai membentuk mineral dan
unsur volatil mulai berkurang serta membentuk jebakan pneumatolitik
 Larutan sisa magma makin encer dengan suhu sekitar 450-600oC
 Hidrothermal
 Tahap akhir dari proses magmatik
 Memiliki suhu sekitar 350-450oC, dengan larutan sisa magma yang makin
encer akibat bertemu dengan air meteorik
 Saat suhu mendekati 372oC mulai terbentuk jebakan hydrothermal
berlangsung hingga tahap pembekuan sisa larutan magma pada suhu 100oC
 Genesa Endapan Magmatik
 Early Magmatic Process
 Belum terjadi konsentrasi mineral bijih, biasanya mineral bijih akan
merata / disseminated
 Bila terjadi settling / diferensiasi mineral dapat terkonsentrasi /
segregasi di tempat tertentu
 Biasanya terjadi penerobosan dimana mineral yang terbentuk dapat
terkonsentrasi di tempat yang diterobos
 Late Magmatic Process
 Gejala berupa reaction rim di bagian luar mineral existing, cross
cutting di endapan early magmatic
 Sisa magma dari proses awal membentuk mineral terkonsentrasi
disebut residual liquid segregation
 Sisa magma bisa mengalami injeksi ke tempat dengan tekanan lebih
rendah disebut residual liquid segregation
 Terobosan dan korosi sisa magma terhadap mineral existing
membentuk konsentrasi immicible liquid separation & accumulation
 Ciri-ciri
 Pegmatik
 Berupa fase cair dan gas, terdapat pada bagian atas pluton dimana tak
pernah dijumpai endapan hypabisal / ekstrusif
 Fase dominan cairan dan sedikit gas, dimana H2O, CO2, H3BO3,
HCl, HF akan mencari jalan keluar melalui rekahan baik melalaui
batuan induk maupun batuan samping
 Penurunan suhu membentuk endapan pegmatitik
 Bentuk endapan tak teratur, tabular, pipa, dendritic, dan mengikuti
pola celah / rekahan
 Memiliki ukuran tubuh bervariasi (mulai dari beberapa centimeter
hingga ratusan meter)
 Asosiasi batuan berupa granit, namun bisa juga terdapat di gabro
 Struktur : comb, crustified, banded, replacement
 Tekstur khas : kristal sangat kasar – sangat kasar dan intergrowth
 Komposisi mineral : feldspar, mika, kuarsa
 Pneumatolitik
 Sisa larutan dominan volatile yang menerobos batuan induk dan
samping
 Hasil berupa endapan mineral baik akibat proses sublimasi maupun
reaksi volatil dengan batuan yang diterobos
 Endapan disebut pneumatolitik / metasomatism kontak
 Mineral logam yang terbentuk terbagi menjadi 2 generasi yaitu :
Generasi I (temperatur tinggi) : magnetit, hematit, spinel, wolframit
Generasi II (temperatur rendah) : arsenopirit, pirit, pirhotit, sfalerit
 Mineral gangue yang berasosiasi : augite, diopsid, epidot, topaz,
tourmaline, kalsit, dolomit, feldspar, mika, kuarsa
 Pembentukan mineral dipengaruhi oleh struktur dan kedalaman

6. Porphyry Deposits

 Definisi
Porfiri adalah endapan mineral yang mengandung sebaran tembaga yang terdapat di
batuan beku plutonik. Biasanya ore mineral hadir sebagai stockwork / disseminated
dengan mineral yang masih faneroporfiritik.
 Tipe Vein
 A Vein (berupa : granular quartz, K-Feldspar, anhidrit, sulfide)
 B Vein (berupa : continuous planar quartz dan sedikit K-Feldspar)
 O Vein (berupa : pyrite, chalcopyrite, galena)
 Hydrothermal alteration
Terdapat 4 zona alterasi, yaitu :
 Potassic Zone (Biotit, Klorit, dan Serisit yang menggantikan Orthoklas &
Plagioklas)
 Phylic Zone (Quartz, Sericite, Pyrite, Illite dan Rutile)
 Argillic Zone (Clay minerals dominant)
 Prophylitic Zone (Klorit dominan, Epidote, dan Plagioklas)
 Hasil mineralisasi
 Porfiri Timah
Kalkopirit, Pirit, Kalkosit, Barnit, Molibdenit, Galena, Magnetit, Emas,
Tembaga
 Porfiri Tembaga
Arsenopirit, Frankeit, Pirhotit, Sfalerit, Kalkopirit, Galena, Stanit, Fluorit
 Hubungan Sistem Porfiri dan Sistem Hidrothermal
Jika sistem berhubungan dengan air meteorik disebut low sulfidation dan jika sistem
tidak berhubungan dengan air meteorik disebut high sulfidation
 Mineral Tembaga

 PENGERTIAN
Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa latin cuprum
(Latin, cuprum, dari pulau Cyprus). Tembaga (Cu) merupakan unsur logam
golongan IB periode keempat. Konfigurasi elektronnya adalah [Ar] 3d10 4s1.
 SIFAT TEMBAGA
Sifat tembaga secara fisik adalah : Kuat dan ulet, dapat ditempa, tahan
korosi, penghantar listrik dan panas yang baik, termasuk logam yang kurang
aktif. Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan
terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh
suatu lapisan yang berwarna hijau dari Cu(OH)2CO3.
Pada kondisi khusus, yakni pada suhu sekitar 300 °C tembaga dapat
bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan
pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000 ºC, akan terbentuk tembaga(I) oksida
(Cu2O) yang berwarna merah.
Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam non-
oksidator encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer. Tetapi asam klorida pekat
dan mendidih menyerang logam tembaga dan membebaskan gas hidrogen. Hal
ini disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks CuCl2¯(aq) yang mendorong
reaksi kesetimbangan bergeser ke arah produk.
2Cu(s) + 2H+(aq) → 2Cu+(aq) + H2(g)
2Cu+(aq) + 4Cl-(aq) → 2CuCl2-(aq)
Asam sulfat pekatpun dapat menyerang tembaga, seperti reaksi berikut.
Cu(s) + H2SO4(l) → CuSO4(aq) + 2H2O(l) + SO2(g)
Asam nitrat encer dan pekat dapat menyerang tembaga, sesuai reaksi berikut.
Cu(s) + HNO3(encer) → 3Cu(NO3)2(aq) + 4H2O(l) + 2NO(g)
Cu(s) + 4HNO3(pekat) → Cu(NO3)2(aq) + 2H2O(l) + 2NO2(g)
Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh
adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks Cu(NH3)4+.
Selain itu, tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen.
Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II)
sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida, khusus
klor yang menghasilkan tembaga(II) klorida.
Tembaga memiliki tingkat oksidasi +1, seperti halnya logam-logam
alkali. Namun, lebih umum dengan tingkat oksidasi +2 daripada +1. Tembaga
sukar teroksidasi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai positif potensial
reduksinya:
Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) E° = +0,34 V
 PEMBENTUKAN TEMBAGA
Secara Primer logam tembaga, proses genesanya berada dalam
lingkungan magmatik, yaitu suatu proses yang berhubungan langsung dengan
intrusi magma. Bila magma mengkristal maka terbentuklah batuan beku atau
produk-produk lain. Produk lain itu dapat berupa mineral-mineral yang
merupakan hasil suatu konsentrasi dari sejumlah elemen-elemen minor yang
terdapat dalam cairan sisa.
Pada keadaan tertentu magma dapat naik ke permukaan bumi melalui
rekahan-rekahan (bagian lemah dari batuan) membentuk terowongan (intrusi).
Ketika mendekati permukaan bumii, tekanan magma berkurang yang
menyebabkan bahan volatile terlepas dan temperatur yang turun menyebabkan
bahan non volatile akan terinjeksi ke permukaan lemah dari batuan samping
(country rock) sehingga akan terbentuk pegmatite dan hidrotermal.
Endapan pegmatite sering dijumpai berhubungan dengan batuan
plutonik tapi umumnya granit yang kaya akan unsur alkali, aluminium, kuarsa
dan beberapa muskovit dan biotit.
Endapan hidrotermal merupakan endapan yang terbentuk dari proses
pembentukan endapan pegmatite lebih lanjut, dimana larutan bertambah dingin
dan encer. Ciri khas endapan hidrotermal adalah urat yang mengandung sulfida
yang terbentuk karena adanya pengisian rekahan (fracture) atau celah pada
batuan semula.
Endapan bijih tembaga porfiri merupakan suatu endapan bijih tembaga
yang mempunyai kadar rendah, tersebar relatif merata dengan jumlah cadangan
yang besar. Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan
Complex Subvolcanic Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya
berkomposisi granodioritik, sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan
monzonit. Bijih tersebar dalam bentuk urat-urat sangat halus yang membentuk
meshed network sehingga derajat mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat
retakan yang terdapat pada batuan induknya (hosted rock). Mineralisasi bijih
sulfidanya menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan pola ubahan
hidrotermal.
Zona pengayaan pada endapan tembaga porfiri:
- Zona pelindian.
- Zona oksidasi.
- Zona pengayaan sekunder.
- Zona primer.
Reaksi yang terjadi pada proses pengayaan tersebut adalah :
5FeS2 + 14Cu2+ + 14SO42- + 12H2O 7Cu2S + 5Fe2+ + 2H+ + 17SO42-
Sifat susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:
-Mineral utama terdiri : pirit, kalkopirit dan bornit.
-Mineral penyerta terdiri : magnetit, hematite, ilmenit, rutil, enrgit, kasiterit, dan
emas.
-Mineral sekunder terdiri : hematite, kovelit, kalkosit, digenit dan tembaga natif.
Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal maka
mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf kontak
seperti kuarsit, marmer dan skarn.
Dalam pembahasan mineral yang mengalami proses sekunder terutama
akan ditinjau proses ubahan (alteration) yang terjadi pada mineral-mineral urat
(vein). Mineral sulfida yang terdapat di alam mudah sekali mengalami
perubahan. Mineral yang mengalami oksidasi dan berubah menjadi mineral
sulfida kebanyakan mempunyai sifat larut dalam air. Akhirnya didapatkan suatu
massa yang berongga terdiri dari kuarsa berkarat yang disebut Gossan
(penudung besi). Sedangkan material logam yang terlarut akan mengendap
kembali pada kedalaman yang lebih besar dan menimbulkan zona pengayaan
sekunder.
Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung
sirkulasi udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi
menjadi sulfat-sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan,
kecuali unsur besi. Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh sebelum
proses pengendapan berlangsung. Karbon dioksit akan mengendapkan unsur Cu
sebagai malakit dan azurit. Disamping itu akan terbentuk mineral lain seperti
kuprit, gunative, hemimorfit dan angelesit. Sehingga terkonsentrasi kandungan
logam dan kandungan kaya bijih.
Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai
zona air tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi
menjadi proses reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan
oksigen. Dengan demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder yang
dikontrol oleh afinitas bermacam logam sulfida. Logam tembaga mempunyai
afinitas yang kuat terhadap belerang, dimana larutan mengandung tembaga (Cu)
akan membentuk seperti pirit dan kalkopirit yang kemudian menghasilkan
sulfida-sulfida sekunder yang sangat kaya dengan kandungan mineral kovelit
dan kalkosit. Dengan cara seperti ini terbentuk zona pengayaan sekunder yang
mengandung konsentrasi tembaga berkadar tinggi bila dibanding bijih primer.

7. Skarn Deposits

 Pengertian
Awalnya digunakan di Swedia sebagai istilah pertambangan untuk mendeskripsi “a
relatively coarse-grained, calc-silicate gangue associated with some iron ones”.
Selain itu ada juga yang mendeskripsi endapan mineral yang dapat terbentuk selama
metamorfisme regional / kontak dan dari berbagai jenis proses metamorfisme yang
melibatkan larutan / fluida magmatik, metamorfik, meteorik, dan atau air laut
 Jenis endapan skarn
 Berdasarkan jenis batuan asal (protolith)
Eksoskarn : skarn yang terbentuk pada batuan sedimen di sekitar intrusi
batuan beku
Endoskarn : endapan skarn yang terbentuk pada kontak batuan sedimen
dengan intrusi ataupun di dalam batuan beku intrusi itu sendiri sebagai
xenolith.
 Berdasarkan jenis mineral
Skarn retrograde : suhu tinggi (contoh : garnet, klinopiroksen, biotit, humit)
Skarn prograde : suhu rendah (contoh : serpentin, amfibol, epidot, klorit,
kalsit)
 Berdasarkan jarak dan sumber panas
Skarn proksimal : dekat dengan sumber
Skarn distal : jauh dengan sumber
 Evolusi skarn
 Skarn Isokimia
Pembentukan alterasi potassic – prophylitic sebagai respon perpindahan
panas konduktif dalam sistem porfiri tembaga
 Skarn Metasomatik
Disebandingkan dengan pembentukan urat kuarsa stockwordk dan alterasi
argilik lanjut suhu tinggi selama eksolusi larutan dan kristalisasi tubuh porfiri
 Skarn Retrogade
Proses pendinginan akibat bercampurnya air meteorik
 Ciri Skarn isokimia prograde
 Terbentuk ketika intrusi menerobos sedimen karbonat dengan sedikit / tanpa
penambahan komponen kimia
 H2O diperoleh dari air magmatik (intrusi) sedangkan CO2 diperoleh dari
sedimen karbonatan
 Skarn dikontrol dominan oleh suhu dan komposisi batuan dinding dan tekstur
 Zonasi mineralogi sebagai respon penurunan suhu dan penambahan
konsentrasi CO2 dapat digeneralisasi :
Dolomit : Garnet – Piroksen – Tremolit – Talc / Flogapit
Batugamping : Garnet – Vesuvianit + Wolastonit - Marmer
 Kandungan Fe dan Mg sendiri akan berkurang saat mulai terbentuk Piroksen
 Ciri Skarn metasomatik prograde
 Pembentukan skarn selama istimewa diikuti pembentukan tahap alaterasi
hydrothermal / metasomatik yang dicirikan dengan penggantian H2O, Si, Al,
dan Fe
 Zonasi mineralogi hampir sama dengan isokima, dimana garnet dan piroksen
secara progresif mengalami pengkayaan Fe & penurunan kadar Mg
 Mineral bersuhu rendah umumnya saling tumbuh dan mengganti kumpulan
mineral yang terbentuk sebelumnya pada suhu yang lebih tinggi
 Peningkatan pengendapan oksida dan sulfida terjadi di tahap akhir
pembentukan metasomatik, dimana magnetit lebih dominan terbentuk
dibanding sulfida menggantikan garnet / piroksen
 Ciri Skarn retrograde
 Terbentuk di fase penurunan suhu dan komposisi cairan menjadi lebih
dominan air meteorik, terutama pada skarn di daerah dangkal
 Dicirikan dengan penggantian mineral anhydrous terbentuk pada fase
prograde oleh mineral hydrous eperti epidot, amfibol, klorit, lempung
(pelepasan Ca diganti oleh volatile)
 Tidak seperti skarn metasomatic, skarn retrograde memiliki kumpulan
mineral fase ganda yang kompleks
 Mineralogi alterasi
Garnet grosulorit – low Fe-Ep + klorit + kalsit
Garnet andradit – kuarsa + oksida besi + kalsit
Garnet almadin – biotit + hornblend + plagioklas
Garnet diopsid – tremolit / aktinolit
Gardnet fosterit – serpentin
 Kumpulan mineral sulfide pirit-kalkopirit terbentuk pada daerah proksimal,
sedangkan barrit-kalkopirit dominan di daerah distal
 Endapan bijih skarn
Semakin dekat dengan zona intrusi, terdapat bijih mineral makin tinggi, dan
semakain jauh dari zona intrusi hanya terdapat siltstone dan hornfels. Klasifikasi
didasarkan atas dominasi kandungan logam (Cu, Au, Pb-Zn, Fe, Mo, W, Sn) :
 Skarn Cu (dominasi oleh andradite Fe-rich garnet & garnet massif, dimana
terbentuk di daerah proksimal intrusi)
 Skarn Au (asosiasi dengan pluton diorit-granodiorit & mengandung mineral
sub ekonomis Cu, Pb, Zn)
Contoh mineral : K-Feldspar, Skapalit, Vesuvianit, Apatit
 Skarn Zn-Pb-Ag (di bagian distal sumber intrusi)
Contoh mineral : sebagian besar kaya akan Mangan
 Skarn Fe

ENDAPAN EPITHERMAL, MESOTHERMAL, DAN HIPOTHERMAL


Lindgren (1911) secara garis besar membagi endapan mineral menjadi dua macam yaitu

a). endapan oleh proses mekanik dan

b). endapan oleh proses kimiawi (Tabel 3.1).

Endapan yang disebabkan oleh proses kimiawi, karena naiknya air magmatik, dibagi
menjadi 3, berturut-turut dari bagian yang paling dalam adalah: Endapan hipotermal, Endapan
Mesotermal, dan Endapan epitermal (Tabel 1).

Endapan hipotermal terbentuk pada wilayah yang cukup dalam pada temperature yang
relative panas, endapan epitermal merupakan endapan yang terbentuk di dekat permukaan,
dengan kondisi temperature yang rendah. Sedangkan endapan Mesotermal terbentuk pada
kedalaman dan temperature diantara endapanMesitermal dan hipotermal. Dalam klasifikasi ini
belum muncul istilah hidrotermal, tetapi hanya disebut dengan istilah “ karena naiknya air,
berhubungan dengan aktivitas batuan beku”.

Tabel 1. Klasifikasi Lindgren (1911)

I. ENDAPAN OLEH PROSES MEKANIK

I. ENDAPAN OLEH PROSES KIMIAWI

Oleh reaksi 0-70° C P menengah-tinggi


A Evaporasi

1. KONSENTRASI KOMPONEN YANG BERASAL DARI TUBUH


BATUAN SENDIRI

a. Oleh pelapukan 0-100° C P menengah

b. Oleh air tanah 0-100° C P menengah

c. Oleh metamorfosa 0-400° C P tinggi

2 PENAMBAHAN KOMPONEN
. DARI LUAR

a. TANPA AKTIVITAS
BATUAN BEKU 0-100° C p menengah

b. BERHUBUNGAN DENGAN BATUAN


B AKTIVITAS BEKU

1) KARENA NAIKNYA
AIR

Hypothermal 500-600° C P tinggi

Mesothermal 150-300° C P tinggi

Epitermal 50-150° C P menengah


2). OLEH EMANASI
LANGSUNG BATUAN BEKU

Pyrometasomatic 500-800° C P tinggi

Sublimates 100-600° C P rendah-menengah

Endapan magmatik 700-1500° C P tinggi

C Pegmatik 575° C P tinggi

A. dalam tubuh air B. Di dalam C. Endapan


Di tubuh batuan magmatik

Tabel 2. Ciri-ciri umum endapan Hipotermal (Lingren 1933)

Kedalaman 3000- 15000 m


Temperatur 300-600
Pembentuk Pada atau dekat batuan plutonik asam.Pada umumnya
an pada
batuan prakambrium, jarang pada batuan muda.Sering
ditemukan
pada sesar naik
Fracture-filling dan replacement, tubuh bijih umumnya
Zona bijih tidak
beraturan, kadang tabular. Kadang terdapat ore
disseminated
pada batuan samping
Logam
bijih Au, Sn, Mo,W,Cu,Pb,Zn,As
Mineral Magnetit, spekularit, pirhotit, kasiterit, arsenopirit,
bijih molibdenit,
bornit, kalkopirit, wolframit, scheelite, pirit,galena,
sfalerit-Fe.
Garnet, plagioklas,biotit, muskovit, topas, tormalin, epidot,
Mineral penyerta kuarsa,
(gangue) kloorit-fe, karbonat
Ubahan batu Albitisasi, tourmalinisasi, kloritisasi, seritisasi pada batuan
samping silikaan
Kristal kasar, kadang berlapis, inklusi fluida hadir pada
Tekstur dan struktur kuarsa
Tekstur dan mineralogy makin kedalam berubah secara
Zonasi gradual,
Au telurida kadang hadir sebagai bonanza.

Tabel 3. Ciri-ciri umum endapan Mesotermal (Lingren 1933)

Kedalaman 1200-4500 m
Temperatur 200-300
Pembentuk Umumnya pada atau di dekat batuan beku intrusive.
an Mungkin
berasosiasi dengan rekahan tektonik regional. Umum pada
sesar
normal maupun sesar naik
Sebagai endapan replacement yang luas dan fracture-
Zona bijih infilling.
Batas tubuh bijih bergradasi dari massif ke
diseminasi.Seing
membentuk bijih tabular, stockwork, pipa, saddle-reefs,
bedding-
surface. Strike dan dip Fissure agak teratur.
Logam
bijih Au,Ag,Cu,As,Pb,Zn,Ni,Co,W,Mo,U, dll
Mineral Native Au, Ag, kalkopirit, bornit, pirit, sfalerit, galena
bijih enargit,
kalkosit, bournonite, argentite, pitchblende,
niccolite,cobaltite,
tetrahedritesulphosalt,
Mineral temperature tinggi jarang (garnet, tourmaline,
Mineral penyerta topas dll),
albit, kuarsa serisit, klorit, karbonat, siderite, epidot,
(gangue) monmorilonit.
Ubahan batu
samping Kloritisasi intens, karbonisasi atau seritisasi.
Kristal lebih halus dibamding hipotermal, pirit jika hadir
Tekstur dan struktur sangat
halus, lensa yang besar bisanya massif.
Gradual, secara pasti terjadi perubahan mineralogy
Zonasi kearah
Kedalaman

Tabel 4. Ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren 1933)

Kedalaman Permukaan hingga 1500 m


Temperatur 50-200
Pembentuk Pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang
an
berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan
atau
ekstrusiv, biasanya disertai oleh sesar turun, kekar dsb.
Zona bijih urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, juga seringkali
terdapat pada
pipa dan stockwork.
Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan
sedikit
kenampakan replacement (penggantian)
Logam
bijih Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral
bijih Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi
Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar,
jamesonite,
stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite,
selenides,
Tellurides
kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe,
Mineral penyerta epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
(gangue) rhodochrosite,
Zeolit
Ubahan batu sering sedikit, chertification (silisifikasi), kaolinisasi,
samping piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi
Crustification (banding) sangat umum, sering sebagai fine
Tekstur dan struktur banding,
cockade, vugs, urat terbreksikan. Ukuran butir(kristal)
sangat
Bervariasi
Makin ke dalam akin tidak beraturan, seringkali kisaran
Zonasi vertikalnya
sangat kecil.

MINERAL NON LOGAM


KAOLIN

1. Pengertian Kaolin

• Kaolin adalah salah satu jenis mineral lempung yang berwarna putih atau mendekati
putih, yang terutama tersusun oleh kelompok mineral kaolinit. Kaolin dibedakan dengan
mineral industri yang tersusun oleh mineral kaolinit lainnya (seperti ballclay dan
fireclay), dari derajat keputihan, ukuran kehalusan partikel dan kandungan kelompok
mineral kaolin.

• Kaolin merupakan mineral industri yang penting dan berharga, dan digunakan dalam
banyak bidang industri seperti kertas, plastik, keramik dan cat.

2. Karakteristik Kaolin

• Kaolin merupakan mineral lempung tipe 1:1 (terdiri dari satu lembar lapisan oktahedral
dan satu lembar lapisan tetrahedral).

• Kaolin merupakan kelompok mineral lempung yang terdiri dari mineral: kaolinit, dickite,
nacrite dan haloisit.
• Kaolinit mempunyai rumus struktur Al4Si4O10(OH)8 dan komposisi kimia SiO2 (46,54%),
Al2O3 (39,5%) dan H2O (13,96%)

3. Mineralogi Kaolin

• Kelompok mineral Kaolin mempunyai struktur dioctahedral 1:1 dimana hal itu berarti
kaolin mempunyai satu lembar atom silikon yang berikatan tetrahedral dengan empat
atom oksigen dan satu lembar atom aluminium yang berikatan oktahedral dengan dua
atom oksigen dan empat molekul hidroksida.

• Kaolinit mempunyai satu lapis tetrahedral-octahedral (TO); sedangkan dickite


mempunyai dua unit lapisan TO dengan struktur yang lebih tinggi dari kaolinit, dan
nacrite mempunyai enam unit lapisan TO dan distribusi arah lapisan oktahedral yang
membentuk kristal berbentuk rhombohedral. Sedangkan Halloysite mempunyai dua lapis
air di antara tiap lapis TO.

• Perbedaan antara kaolinit, dickite, dan nacrite terdapat pada perbedaan susunan unit
layer/lapisan.

4. Genesa Kaolin

• Kaolin adalah mineral lempung yang penting dan umum dijumpai pada lingkungan
pelapukan, diagenesis, hidrotermal dan metamorfisme derajat sangat rendah.

• Kaolin tersebar luas di permukaan bumi, terutama sebagai komponen utama soil pada
daerah subtropis yang lembab dan tropis.

• Secara umum, kaolin dapat terbentuk dengan reaksi kimia:

3KAlSi3O8 + 6H+ Al2Si2O5(OH)4 + 2K+ + 4SiO2 + H2O


Feldspar + Ion hidrogen  Kaolinit + kation + padatan + air
 Ada dua proses geologi pembentukan kaolin, yaitu proses pelapukan dan proses
hidrotermal. Sumbernya terutama dari batuan beku yang kaya mineral feldspar seperti
granit, granodiorit, dasit dan lain-lain. Mineral-mineral potas aluminium silika dan
feldspar akan diubah menjadi kaolin.

• Proses pelapukan terjadi pada permukaan atau sangat dekat dengan permukaan tanah.
• Sedangkan proses hidrotermal terjadi pada retakan, patahan dan daerah permeabel
lainnya.

5. Jenis Endapan Kaolin

• Endapan kaolin yang dijumpai ada 2 macam, yaitu kaolin residu dan kaolin sedimen.

• Kaolin residu terbentuk di tempat asalnya. di Indonesia, endapan kaolin yang besar yaitu
endapan kaolin residu dari hasil alterasi batuan granit.

• Kaolin sedimen terjadi dari proses pengendapan kembali kaolin, baik yang berasal dari
erosi endapan kaolin yang telah ada maupun pengendapan terpilih mineral kaolinit yang
berasal dari lapisan pembawa mineral tersebut.

• Biasanya endapan kaolin sedimen terendapkan jauh dari batuan sumbernya dan
menempati daerah yang relatif lebih rendah seperti daerah rawa atau sungai.

• Ciri endapan kaolin sedimen antara lain penyebaran endapan yang tidak meluas
(setempat-setempat), menunjukkan struktur sedimen berlapis dan secara vertikal dijumpai
berselang-seling atau sebagai sisipan pada batuan sedimen lain.

6. Pemanfaatan Kaolin

• Industri kertas: kaolin terutama digunakan sebagai bahan pelapis (coating) dan pengisi
(filler).

• Industri cat: kaolin juga digunakan sebagai bahan pelapis dan pengisi, meskipun tidak
sebanyak dalam industri kertas.

• Industri keramik: kaolin digunakan dalam banyak bidang seperti peralatan makan,
peralatan sanitasi, ubin, keramik hias, sekat elektronik dan refraktori.

• Industri karet: keramik digunakan terutama untuk karet berwarna selain hitam, karena
kaolin dapt menguatkan karet.

• Industri lain seperti plastik, tinta, fiberglass, semen, sabun, kosmetik, farmasi dll, kaolin
merupakan bahan baku pembantu/imbuhan.

7. Keterdapatan Kaolin di Indonesia


Potensi dan cadangan kaolin yang besar di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung, serta potensi lainnya tersebar di
Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Sulawesi Utara.

ZEOLIT

1. Pengertian Zeolit

• Nama Zeolit pertama kali diperkenalkan oleh Ahli Mineralogi Swedia yang bernama
Cronstedt pada tahun 1756, untuk menyebut suatu mineral silikat tertentu karena sifatnya
yang mendidih ketika dipanaskan (Greek: zeo = boil; lithos = stone).

• Definisi: zeolit adalah bahan kristalin dengan struktur yang dicirikan oleh kerangka
tetrahedra, yang tersusun atas empat atom O mengelilingi kation Si dan Al.

• Zeolit alam merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang secara fisik dan kimia
mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap, penukar katipon dan katalis. Struktur
kristal zeolit mempunyai sifat hidrofolik serta memperlihatkan sifat afinitas yang sangat
kuat terhadap molekul air.

2. Karakteristik Zeolit

Menurut Breck (1974), sifat fisik dan kimia yang penting dari zeolit antara lain:
• Tingkat hidrasi yang tinggi

• Densitas yang rendah dan volume pori yang luas jika terdehidrasi.

• Stabilitas struktur kristal zeolit terjadi jika terdehidrasi

• Kapasitas Tukar kation (KTK)/Cation exchange capacity yang tinggi

• Mempunyai ukuran molekul yang seragam pada kristal yang terdehidrasi

• Mempunyai kemampuan menyerap gas dan uap


• Bersifat katalis

3. Jenis-jenis Zeolit

• Sembilan jenis mineral zeolit umum terbentuk pada batuan sedimen: analcime, chabazite,
clinoptilolite, erionite, ferrierite, heulandite, laumontite, mordenite, and phillipsite.

• Analcime and clinoptilolite adalah yang paling melimpah.

• Chabazite, clinoptilolite, erionite, mordenite, and phillipsite adalah jenis yang dapat
dimanfaatkan secara komersial.

• Erionite, yang dianggap sebagai bahan karsinogen, digunakan dalam jumlah terbatas
dalam industri.

4. Genesa Zeolit

Berdasarkan kondisi geologi, mineralogi & genesis, Sheppard (1973) mengklasifikasikan


zeolit menjadi beberapa tipe:
• Closed system: deposit terbentuk dari material vulkanik di dalam cekungan hidrologi
tertutup, yang bersifat saline/alkalin. Erionite, chabazite & phillipsite mencirikan endapan
danau yang saline-alkalin.

• Open system: deposit terbentuk di cekungan hidrologi yang terbuka, misalnya danau air
tawar atau dalam sistem cekungan airtanah. Clinoptilolite & mordenite merupakan
contoh utama zeolit yang terbentuk pada cekungan terbuka.

• Burial metamorphic: deposit terbentuk oleh metamorfisme burial derajat rendah (burial
diagenetic deposits). Dengan meningkatnya kedalaman, biasanya dijumpai deposit
dengan zona sbb: (1) fresh ash, (2) alkali clinoptilolite, (3) clinoptilolite–mordenite, (4)
analcime, and (5) albite.

• Hydrothermal or hot spring: deposit terbentuk oleh aktivitas hydrothermal atau mataair
panas.

• Deep marine: deposit terbentuk di lingkungan laut dalam misalnya clinoptilolite &
phillipsite.
• Weathered zone: deposit terbentuk pada soil, terutama berasal dari material vulkanik.
Analcime adalah contoh deposit ini.

5. Manfaat Zeolit

• Bidang pertanian, zeolit digunakan untuk meningkatkan unsur nitrogen dalam tanah,
sehingga dapt menyuburkan tanah =>klinoptilolite

• Bidang peternakan, digunakan sebagai campuran pakan ternak.

• Bidang industri gas, sebagai bahan pemurnian gas methan (biogas), gas alam.

• Sebagai bahan pengisi dalam industri kertas, kayu lapis.

• Sebagai bahan penghilang bau, warna dan penyerap polusi, sehingga baik digunakan
sebagai penyerap limbah rumahtangga, limbah radioaktif, limbah peternakan, penyerap
gas SO2 pada cerobong asap pabrik asam sulfat dan PLTU batubara.

• Sebagai bahan bangunan

6. Keterdapatan Mineral Zeolit di Indonesia

 Daerah Bayah, Kabupaten Lebak, Banten


Endapan zeolit di daerah ini dijumpai di Desa Pasirgombong terdapat pada Satuan
Tuf Citorek (Sariman, dkk., 1996) yang telah mengalami ubahan dan metamorfosa
lemah, seiring dengan adanya proses pengkubahan.
 Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Zeolit di daerah Tasikmalaya terdapat di Kecamatan Karangnunggal, Cipatujah dan
Cikalong yang termasuk dalam Formasi Jampang Menurut Nur Amin Latif (2004)
endapan zeolit di Karangnunggal berasosiasi dengan batuan tufa, terdapat
dibeberapa dusun dan desa
 Daerah Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Zeolit di daerah ini berupa tufa hijau berbatuapung, tufa hijaupasiran dan tufa
hijau masif, yang keseluruhannya termasuk dalam satuan batuan tufa hijau,
Anggota tufa dan Breksi dari Formasi Jampang yang berumur Miosen (Sukmawan,
1990).
 Daerah Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Zeolit di daerah ini termasuk Formasi Bojongmanik (Yasril Ilyas, 1985), tersingkap
dengan baik pada puncak-puncak bukit yang agak tinggi, pada lereng tebing
yangagak terjal di bagian hulu anak sungai maupun pematang persawahan penduduk

GEMSTONE
 Gemstone adalah kelompok batu mulia atau semi-mulia (precious or semi-precious
stone) yang memiliki sifat-sifat fisik yang khas dipakai untuk perhiasan maupun tujuan
dekorasi.
 Gemstone dapat berupa MINERAL, BATUAN, atau MATERIAL ORGANIK yang
kemudian dipotong dan dibentuk dengan cara mengasah (POLISH) menjadi bentuk
hiasan yang diinginkan.
 Kebanyakan gemstone bersifat keras, namun mineral lunak yang memiliki kilap yang
bagus atau nilai seni yang bagus, dapat juga digunakan sebagai gemstone.
 Gemstone dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu PRECIOUS STONE (Diamond,
Emerald, Ruby, Saphire. Precious Opal) dan SEMI-PRECIOUS STONE (Amethyst,
Quartz, Topaz, Zircon, Feldspar, Beryl, Garnet, Peridot, Tourmaline, Spinel).

1. Diamond

 Polimorf dari unsur C (selain grafit) dengan struktur dan karakter yang berbeda

 SIFAT FISIK :

Berat jenis: 3.5; Transparansi: Transparan – translucent, Kekerasan – 10 Skala Mohs,


Warna - Variatif dari kuning pucat, coklat, abu-abu, putih, biru, hitam, kemerahan,
kehijauan dan colorless. Cerat: putih, Kilap - intan – lemak, Belahan/Pecahan -
Sempurna 4 arah membentuk octahedron/Konkoidal.
 GENESA INTAN :

1. Pembentukan intan di lapisan mantel bumi

 Geologist meyakini bahwa deposit intan ekonomis yang ada di permukaan bumi
terbentuk pada lapisan mantel bumi.
 Erupsi vulkanik dari deep-seated magma mantel tersebut menghasilkan batuan
Kimberlit dan lamproit yang merupakan batuan pembawa intan.
 Pembentukan intan tersebut memerlukan suhu dan tekanan yang sangat tinggi.
Kondisi tersebut terjadi hanya pada tempat yang terbatas, yaitu pada lapisan
mantel bumi dengan kedalaman 90 mil (150 km) di bawah permukaan bumi,
dengan suhu minimum 2000 °F (1050°C).

2. Pembentukan intan di xona subduksi


 Sejumlah kecil intan dijumpai pada batuan yang diperkirakan telah tersubduksi ke
dalam lapisan mantel, oleh proses tektonik lempeng, dan kemudian terangkat
kembali ke permukaan.
 Pembentukan intan di zona subduksi dapt terjadi pada kedalaman sekurangnya 50
mil (80 km) di bawah permukaan dengan suhu minimal 390 °F .
 Pada sebuah studi di Brazil dijumpai intan yang mengandung inklusi mineral
kerak samudera. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan intan tersebut
melibatkan subduksi kerak samudera ke dalam lapisan mantel.
3. Pembentukan intan di zona impact
 Sepanjang sejarahnya, bumi telah beberapa kali tertabrak oleh asteroid dan
meteor yang jatuh.
 Ketika benda-benda luar angkasa tersebut menabrak bumi, akan menghasilkan
suhu dan tekanan yang sangat ekstrim.
 Suhu dan tekanan tinggi yang dihasilkan oleh tabrakan tersebut cukup untuk
memenuhi syarat pembentukan intan.
 Teori pemebntukan intan pada zona impact tersebut didukung oleh bukti berupa
penemuan sejumlah kecil intan di sekitar zona impact tersebut.
4. Pembentukan intan di luar angkasa
 Peneliti NASA telah mendeteksi sejumlah besar “nanodiamonds” pada beberapa
meteorit.
 Sekitar 3 % karbon dalam meteorit berupa nanodiamonds. Nanodiamond tersebut
sangat kecil untuk dapat digunakan sebagai gemstone atau bahan abrasif. Tetapi
bagaimanapun, nanodiamond tersebut merupakan sumber pembentukan intan
yang lebih besar.

2. Amethyst

 Amethyst merupakan salah satu varietas kuarsa yang berwarna ungu. Kadang-kadang
amethys juga dijumpai dengan sifat opak berwarna ungu atau putih atau keabu-abuan.

 Pembentukan amethyst terjadi melalui dua tahap, yang pertama adalah pembentukan
ruang dan yang kedua adalah pembentukan kristal.

 Pembentukan ruang terjadi pada saat pembentukan gelembung gas pada lava. Gelembung
ini nantinya akan menjadi lubang yang dapat terisi cairan magmatik. Selanjutnya adalah
tahap pembentukan kristal karena proses pengisian oleh larutan silika. Pembentukan
amethyst ini biasanya terjadi jika larutan yang mengisi ruang yang telah terbentuk tadi,
mengandung ion Ferri (Fe3+). Ion tersebut yang membentuk “color center” yang dapat
menyerap radiasi warna sehingga amethyst mempunyai warna tertentu.

Anda mungkin juga menyukai