KAJIAN PUSTAKA
2.1 Susunan Interior Bumi
Lapisan interior bumi hingga saat ini masih menjadi misteri mengenai wujud
yang sebenarnya karena belum ada alat yang mampu menembusnya. Lalu
bagaimana manusia mengetahui susunan lapisan penyusun bumi dari permukaan
hingga pusat bumi?. Jawabannya adalah menggunakan metode Geofisika.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat fisik seperti
misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang
(seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para ahli
geofisika mempelajari susunan bumi, misalnya dengan menggunakan gravitasi
bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik,
dan sifat menghantarkan gelombang seismik (Djauhari,2009:24).
Metode seismik adalah salah satu metode dalam ilmu geofisika yang
mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi. Pada
dasarnya gelomang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P) atau
gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang
Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat
dari material yang dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada materi yang
berfasa cair. Perbedaamn sifat rambat kedua jenis gelombang inilah yang dipakai
untuk mengetahui jenis material dan interior bumi (Djauhari,2009).
Gambar 2.1 Rambatan gelombang Primer (P) dan Sekunder (S) pada interior
bumi. Gelombang P (garis hijau) merambat pada semua bagian dari lapisan
material bumi sedangkan gelombang S (garis merah) hanya merambat pada
bagian mantel dari interior bumi.
Gambar 2.2 Sifat rambat gelombang P dan S pada interior bumi. Terlihat
gelombang P dapat merambat pada interior bumi baik yang berfasa padat maupun
berfasa cair, sedangkan gelombang S tidak merambat pada Inti Bumi bagian luar
yang berfasa cair.
Pada gambar 2.2 diperlihatkan kecepatan rambat gelombang P dan S ke
arah interior bumi, terlihat disini bahwa gelombang S tidak menjalar pada bagian
Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair (liquid), sedangkan gelombang P tetap
menjalar pada bagian luar Inti Bumi yang berfasa cair, namun terjadi perubahan
kecepatan rambat gelombang P dari bagian Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian
luar menjadi lambat. Dari gambar ini dapat disimpulkan bahwa antara Kulit Bumi
dengan Mantel Luar dibatasi oleh suatu material yang berfase semi-plastis yang
saat ini dikenal sebagi tempat dimana kerak bumi (lempeng-lempeng bumi)
bersifat mobil dan setiap lempeng saling bergerak.
Gambar 2.3 Susunan Interior Bumi: Inti Bumi Bagian Dalam (Inner Core); Inti
Bumi Bagian Luar (Outer Core); Mantel; dan Kerak Bumi (Lithospere).
Bagian-bagian utama dari Bumi yang terlihat pada gambar 2.3, yaitu: (1)
Inti, yang terdiri dari dua bagian. Inti bagian dalam bersifat padat, dan ditafsirkan
sebagai terdiri terutama dari unsur besi, dengan jari-jari 1216 km, Inti Bagian
Luar berupa lelehan (cair) dengan unsur-unsur metal mempunyai ketebalan 2270
km, kemudian (2) Mantel Bumi setebal 2885 km terdiri dari batuan padat, dan
berikutnya (3) Kerak Bumi, yang relatif ringan dan merupakan kulit luar dari
bumi, dengan ketebalan berkisar antara 5 hingga 40 km (Djauhari, 2009).
2.1.1 Inti Bumi (Core)
Inti (core) adalah bagian paling dalam dari bumi. Radius inti bumi 3.500
km. Radius ini lebih besar dari planet Mars. Bentuk inti bumi 1/3 dari total
massa dan sekitar 1/6 dari volumenya. Tekanan pada inti bumi jutaan kali lebih
besar dan suhu ribuan derajat lebih tinggi dari permukaan bumi. Suhu inti bumi
berkisar dari 4000C 5000C. Ilmuwan tidak dapat mendapatkan sampel
material dari inti bumi karena sangat tingginya tekanan dan suhu. TetapI ilmuwan
mempercayai bahwa penyusun utama inti bumi adalah elemen-elemen berat
seperti besi (Fe) dan nikel (Ni). Komposisi inti bumi dipercayai sama dengan batu
meteorit.
Kajian seismik mengidentifikasikan bahwa inti bumi terdiri dari dua
bagian, yaitu inti dalam yang bersifat solid dan inti luar yang bersifat molten.
Kedua bagian ini dipisahkan oleh Lehman Discontinuity.
Inti dalam (inner core) memiliki kedalaman 4.140-6.371 km dan berfasa
padat, berat serta sangat panas
Inti luar (outer core) memiliki kedalaman 2.883-5.140 km dan berfasa cair
serta sangat panas.
antara kerak benua dan kerak samudera. Pada daerah benua memiliki
kerak dengan ketebalan >50 km, sedangkan pada daerah samudera
memiliki kerak dengan ketebalan <5 km. Kerak dan mantel bumi
dibatasi oleh Mohorovicic Discontinuity. Kerak bumi memiliki densitas
rata-rata 2,7 gr/cc. Kerak bumi merupakan padatan yang relatif dingin,
rapuh, dan kaku dengan memiliki massa jenis yang lebih rendah,
sehingga dapat terlihat kerak bumi mengapung di atas mantel.
Kerak bumi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
Kerak Benua yang terdiri dari batuan granitik dan tersusun oleh mineral
yang kaya akan silika (Si) dan alumunium (Al). Kerak benua ini memiliki
ketebalan rata-rata 45 km berkisar antara 30-50 km dengan berat jenis ratarata berkisar 2,85 gr/cc.
Kerak Samudera yang terdiri dari batuan basaltik dan tersusun oleh
mineral yang kaya akan silika (Si), besi (Fe), dan magnesium (Mg). Kerak
samudera ini memiliki ketebalan sekitar 7 km dengan berat jenis rata-rata
3 gr/cc
Berdasarkan temuan-temuan baru di bidang Ilmu Geofisika dan Ilmu
Kelautan selama dasawarsa terakhir, litosfir digambarkan sebagai terdiri dari
beberapa lempeng atau pelat (karena luasnya yang lebih besar dari ketebalannya),
yang bersifat tegar dan dapat bergerak dengan bebas diatas Astenosfir yang
bersifat lentur, dan dalam keadaan tertentu dapat berubah secara berangsur
menjadi mudah mengalir. Temuan-temuan baru tersebut telah menghidupkan
kembali pemikiran-pemikiran lama tentang teori pemisahan benua (continental
drift theory) yang dilontarkan pada sekitar tahun 1929 yang kemudian
ditinggalkan.
Susunan dan komposisi litosfir (Kerak Benua dan Kerak Samudra) dapat
diketahui dengan cara menganalisa batuan-batuan yang tersingkap di permukaan
bumi, atau hasil pemboran inti, maupun produk aktivitas gunungapi. Berdasarkan
analisa kimia dari sampel batuan yang diambil di berbagai tempat di bumi, secara
umum unsur kimia yang paling dominan sebagai penyusun litosfir adalah sebagai
berikut (Djauhari, 2009):
Tabel 2.1 Unsur kimia penyusun Litosfer
Unsur
Persen Berat
Oxygen (O)
46,6
Silicon (Si)
27,7
Alumunium (Al)
8,1
Iron (Fe)
5,0
Calcium (Ca)
3,6
Sodium (Na)
2,8
Pottasium (K)
2,6
Magnesium (Mg)
2,1
Lain-nya
1,5
Gambar 2.6 Kecocokan garis pantai benua Amerika Selatan Bagian Timur
dengan garis pantai benua Afrika Bagian Barat
2) Persebaran Fosil
Ditemukan fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang
tersebar luas dan terpisah di beberapa benua, seperti:
a. Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang
lalu dan ditemukan di benua Amerika bagian selatan dan benua Afrika
b. Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan
sungai yang hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemakan di benua
Amerika bagia selatan dan benua Afrika
c. Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta
tahun tahun yang lalu, ditemukan di benua Afrika, India dan Antartika
d. Fosil Closspteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu,
dijumpai di benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan
Antartika
dari satu daratan yang dikenal dengan super-kontinen Pangea yang terletak
jauh di bagian selatan dari posisi saat ini.
Gambar 2.8 Sebaran lapisan es di belahan bumi bagian selatan pada 250-300 juta
tahun yang lalu serta sebaran fosil Lystrosaurus dijumpai di benua-benua Afrika,
India, dan Antartika; fosil Glossopteris dijumpai di benua-benua Amerika Selatan,
Afrika, India, Antartika, dan Australia
2.2.2 Teori Konveksi
Menurut Teori Konveksi yang dikemukakan oleh Arthur Holmes dan Harry
H. Hess dan dikembangkan lebih lanjut oleh Robert Diesz, dikemukakan bahwa di
dalam bumi yang masih dalam keadaan panas dan berpijar terjadi arus konveksi
ke arah lapisan kult bumi yang berada diatasnya. Ketika arus konveksi yang
membawa materi berupa lava sampai kepermukaan bumi di mid oceanic ridge
(punggung tengah samudra), lava tersebut akan membeku membentuk lapisan
kulit bumi yang baru sehingga menggeser dan menggantikan kulit bumi yang
lebih tua. Bukti dari adanya kebenaran Teori Konveksi yaitu terdapatnya mid
oceanic ridge, seperti mid Atlantic Ridge, Pasific-Atlantic ridge di permukaan
bumi. Bukti lainnya didasarkan pada penelitian umur dasar laut yang
membuktikan semakin jauh dari punggung tengah samudera, umur batuan
semakin tua. Artinya terdapat gerakan yang berasal dari mid oceanic ridge ke arah
yang berlawanan disebabkan oleh adanya arus konveksi dari lapisan di bawah kult
bumi.
Gambar 2.11 Perekaman arah magnet pada batuan lava ketika pembentukan lava
dengan selang waktu 400.000 tahun
Sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral yang menyusun batuan,
seperti mineral magnetit akan merekam arah magnet-bumi saat mineral tersebut
terbentuk, yaitu pada temperatur lebih kurang 580C (temperatur Currie). Hasil
studi kemagnetan purba yang dilakukan terhadap sampel batuan yang diambil di
bagian Pematang Tengah Samudra hingga ke bagian tepi benua menunjukkan
terjadinya polaritas arah magnet bumi yang berubah rubah (normal dan reverse)
dalam selang waktu setiap 400.000 tahun sekali.
Polaritas arah magnet bumi yang terekam pada batuan punggung tengah
samudra dapat dipakai untuk merekontruksi posisi dan proses pemisahan antara
benua Amerika dan Afrika yang semula berimpit dan data ini didukung oleh hasil
penentuan umur batuan yang menunjukkan umur yang semakin muda ke arah
pematang tengah samudra. Hal lain yang perlu diketahui dari hipotesa pemekaran
lantai samudra adalah bahwa ternyata volume bumi tetap dan tidak semakin besar
dengan bertambah luasnya lantai samudra dan hal ini berarti bahwa harus ada di
bagian lain dari kulit bumi dimana kerak samudra mengalami penyusupan
kembali ke dalam perut bumi (Djauhari, 2009).
Gambar 2.12 Kenampakan Pematang Tengah Samudra (Mid Oceanic Ridge) yang
berada di Samudera Atlantik.
Gambar 2.13 Proses pembentukan material baru dan periode polaritas arah magnet
bumi yang terekam pada batuan dasar lantai samudera sejak 3,6 milyar tahun lalu
(atas) hingga saat ini (bawah)