Pendahuluan
Berdasarkan van Bemmelen (1949), Jawa Tengah terbagi menjadi 6 zona (gambar
2), yaitu:
Kemudian daerah dataran tinggi Dieng termasuk ke dalam Zona Serayu Utara
yang dibatasi sebelah barat oleh Daerah Karangkobar dan sebelah timur dibatasi
oleh Daerah Ungaran (van Bemmelen, 1949). Zona Serayu utara memiliki lebar
30 – 50 km. Di selatan Tegal, zona ini ditutupi oleh produk gunungapi kuarter dari
G. Slamet. Pada bagian tengah ditutupi oleh produk vulkanik kuarter G.
Rogojembangan, G. Ungaran dan G.Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat
menjadi Zona Bogor dengan batas antara keduanya terletak di sekitar Prupuk,
Bumiayu hingga Ajibarang, persis di sebelah barat G.Slamet. Sedangkan bagian
timur menjadi Zona Kendeng.
Menurut Pardiyanto (1970), geomorfologi daerah Dataran Tinggi Dieng dan
sekitarnya bisa dibedakan menjadi 2 satuan :
Cekungan Serayu Utara merupakan salah satu cekungan sedimenter penting yang
menyusun fisiografi orogenik Jawa Tengah. Zona Serayu Utara terdiri dari satu
lajur pegunungan berarah timur – barat dengan geometri melengkung membuka
ke arah selatan, dan kedua ujungnya ditempati oleh gunungapi Kuarter (Husein
dkk, 2013). Ujung barat zona Serayu Utara ditandai dengan kehadiran G. Slamet
sedangkan ujung timur ditandai dengan kehadiran penjajaran G. Sumbing dan G.
Sindoro yang berarah baratlaut-tenggara serta kehadiran kompleks volkanik Dieng
ke arah barat – baratlaut.
Struktur Geologi
Secara umum, struktur geologi di zona Serayu Utara didominasi oleh sesar anjak,
naik dan lipatan dengan pola hampir timur – barat (pola Jawa), mengangkat blok
ke arah utara-timurlaut. (Satyana dkk, 2004). Terdapat pula pola struktur lipatan
dan sesar anjak berarah baratlaut-tenggara (pola Sumatera) berdasarkan data
analisis kekar di Kali Pekacangan, Desa Sijenggung (gambar 3) (Husein dkk,
2013).
Gambar 3. Analisis struktur geologi kali Pekacangan, Desa
Sijenggung (Husein dkk, 2013)
Menurut Gunawan (1968) op.cit. Zaenudin (2006) struktur geologi pada daerah
Kompleks Dieng dan sekitarnya dipengaruhi oleh pergerakan tektonik Kuarter
yang masih aktif sampai sekarang. Pelipatan besar tidak terjadi, akan tetapi
dengan jelas ada dua patahan Kuarter yang dapat diamati. Patahan pertama
ditemukan di bagian barat yaitu dalam pembentukan Blok Ratamba disertai
dengan adanya fracturing. Patahan yang ke dua dipengaruhi di daerah timur yaitu
graben Sigedang dari Gunungapi Tlerep- Butak dan Graben Watumbu dari
Prahu.
Stratigrafi
Stratigrafi regional pada daerah penelitian yang dirangkum dari peneliti terdahulu
oleh Condon et al. (1996 ), terdiri atas sebelas satuan batuan dari muda ke tua
yang bisa dilihat dari peta geologi regional, antara lain :
Satuan Endapan Aluvium terdiri dari kerikil, pasir, lanau, dan lempung
berasal dari endapan sungai dan rawa, tebal mencapai 150 m.
Satuan Batuan Gunung Api Sundoro terdiri dari lava andesit hipersten-
augit dan basal olivin-augit, breksi aliran, breksi piroklastika dan lahar.
3. Satuan Batuan Gunung Api Dieng
Satuan Batuan Gunung Api Dieng terdiri dari satuan lava andesit dan
andesit kuarsa, serta batuan klastika gunung api. Kandungan silika batuan
berkurang dari muda ke tua ( Qdo- bagian bawah, Qdm – bagian tengah,
Qdy –bagian atas satuan).
Satuan Endapan Danau dan Aluvium terdiri dari pasir, lanau, lumpur dan
lempung, setempat mengandung batuan yang bersifat tufaan.
Satuan Batuan Gunung Api Jembangan terdiri dari lava andesit dan batuan
klastika gunung api terutama batuan andesit-hipersten augit, setempat
mengandung hornblenda dan juga basal olivin. Berupa aliran lava, breksi
aliran dan piroklastika, lahar dan aluvium (Qjo dan Qjm), lahar dan
endapan aluvium terdiri dari bahan rombakan gunungapi, aliran lava dan
breksi (Qjya dan Qjma) yang terendapkan pada lereng yang agak landai
dan jauh dari pusat erupsi.
Satuan Anggota Breksi Formasi Tapak terdiri dari breksi gunungapi dan
batupasir tufaan, breksi bersusunan andesit, mengandung urat-urat kalsit.
Menurut Goff & Janik (2000) dalam Juhri (2016) komponen sistem panasbumi
yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang
permeable, adanya air yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri.
Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem yang
mampu mengantarkan energi panas dari bawah permukaan hingga ke permukaan
bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme konduksi dan konveksi (Hochstein &
Brown, 2000 dalam Juhri, 2016).
1. Sumber panas
Sumber panas pada suatu sistem panas bumi umumnya berasal dari tubuh
batuan intrusi. Namun terdapat beberapa sistem panas bumi yang berasal
bukan dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift
basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air
tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau
patahan. Adanya perbedaan sumber panas ini berimplikasi kepada suhu
reservoar dan juga sistem panas bumi itu sendiri.
2. Batuan reservoar
Batuan reservoar dicirikan oleh karakteristik yaitu porositas dan
permeabilitas yang cukup baik dimana karakteristik ini akan
mempengaruhi kecepatan sirkulasi fluida.
Saat fluida hidrothermal melewati batuan reservoar, terjadi interaksi antara
batuan dan fluida sehingga akan mengubah komposisi kimia dari fluida
hidrothermal tersebut. Nicholson (1993) dalam Juhri (2016) menjelaskan
bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya
akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat
dibedakan satu dengan yang lainnya.
3. Fluida
Menurut Nicholson (1993) dalam Juhri (2016) menyebutkan bahwa
terdapat 4 asal dari fluida hidrothermal yaitu; Air meteorik, air formasi, air
magmatik, maupun air metamorfik.
Pada gambar di atas, sistem geotermal pada lingkungan panas bumi di Dataran
Dieng berkarakteristik ubahan asam sulfat, memperlihatkan sumber panas (heat
source) magma mengandung gas yang kaya akan sulfur; gas-gas ini terkondensasi
dan teroksidasi untuk membentuk fluida-fluida asam yang menyebabkan pelindian
(leaching) dan ubahan argilik pada batuan di sekitar gunung api dan permukaan.
Sedangkan menurut Yuris (2009) berdasarkan dari tipe air panas, asal air panas
serta geotermometer yang didapatkan dan dikorelasikan dengan peta geologi maka
akan didapatkan sistem panasbumi seperti pada gambar 5, berdasarkan
kenampakan manifestasi yang ada diperkirakan resevoir dan sumber panas berada
di bawah dari manifestasi fumarol yang berada di Gunung Pagerkandang.