Anda di halaman 1dari 8

Pembelajaran Orang Dewasa

& Gaya Belajar


AN
Disusun Oleh : Nur Syamsu Ismail, Aswin Anas, Ahmad Fauzan Adzima, Nasri N, Dian
Utami Mas Bakar, Firdaus Hamid, Nur Syamsi, Anshar Saud

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Menjalani kehidupan baru di perguruan tinggi serta menyandang status sebagai mahasiswa,
merupakan salah satu pencapaian berharga bagi siswa. Secara etimologis, kata mahasiswa
merupakan gabungan dari dua kata yakni “Maha” yang berarti besar/tinggi dan “siswa” yang
berarti pelajar atau orang yang lebih tinggi derajatnya dari pelajar lain. Jadi mahasiswa
adalah pelajar yang sedang belajar di perguruan tinggi dan merupakan individu yang tahap
perkembangan jiwanya tengah memasuki masa-masa dewasa.

Mahasiswa yang tengah memasuki masa perkembangan dewasa tentunya memerlukan


pendekatan pembelajaran yang seyogyanya berbeda dengan Anak-anak. Sebagai manusia
yang tengah tumbuh menjadi dewasa mahasiswa memiliki caranya sendiri dalam
mengkonstruk dunianya. Pengenalan serta pemahaman akan karakteristik diri Mahasiswa
sebagai orang dewasa tentunya sangat penting sehingga potensi untuk berkembang ke arah
yang lebih baik akan lebih mudah dicapai.

Sejumlah ahli dibidang perkembangan kepribadian menegaskan bahwa setiap individu yang
telah tumbuh menjadi orang dewasa memiliki tingkah laku dan sekumpulan karakter
kepribadian yang telah terorganisasi dan menjadi dasar bertindak dan mengejar aspirasinya
secara sistematik. Secara umum kepribadian dan karakter orang dewasa itu dapat
dikemukakan sebagai berikut:

1. Merupakan pribadi mandiri yang memilki identitas diri;


2. Keterlibatan atau partisipasi merupakan sesuatu yang penting;
3. Mengharapkan pengakuan, saling percaya, dan dihargai;
4. Tidak senang dipaksa dan atau ditekan;
5. Memiliki kepercayaan dan tanggung jawab diri.
6. Lingkungan difungsikan sebagai pengawasan dan pengendalian.
7. Belajar mengarah pada pencapaian pemantapan identitas diri.
8. Belajar merupakan proses untuk mencapai aktualisasi diri
(self actualization).

Knowles (1989) mengembangkan teori pembelajaran orang dewasa dengan beberapa


asumsi, yaitu:

1. Kebutuhan untuk mengetahui/the need to know. Orang dewasa mengetahui mengapa


mereka butuh belajar sesuatu sebelum mereka mempelajarinya;

2. Konsep diri pembelajar/ the learner’s self-concept. Orang dewasa memiliki konsep diri
untuk bertanggung jawab terhadap keputusannya sendiri, atau kehidupannya sendiri.
Sekali mereka sudah sampai pada selfconcept, mereka mengembangkan kebutuhan
psikologis yang mendalam agar bisa diakui oleh orang lain sebagai orang yang
memiliki arah diri;

3. Peran pengalaman pembelajar/the role of the learner’s experience. Orang dewasa


belajar dengan pengalaman yang berbeda yang diperoleh dari masa mudanya;

4. Kesiapan untuk belajar /readiness to learn. Orang dewasa siap belajar hal-hal yang
mereka butuhkan dan mampu melakukannya dengan keadaan nyata.

5. Orientasi untuk belajar/ orientation to learning. Berbeda dengan orientasi belajar


anak-anak, orientasi belajar orang dewasa berpusat pada kehidupan/life-centered atau
task-centered, atau problem-centered;

6. Motivasi. Orang dewasa responsif terhadap hal-hal external seperti pekerjaan yang
lebih bagus, promosi jabatan, gaji yang lebih baik, dan lain-lain, namun demikian motif
belajar yang paling kuat adalah dorongan-dorongan dari dalam seperti keinginan
untuk memperoleh kepuasan pekerjaan dan harga diri /self-esteem dan lain-lain.

Pada intinya orang dewasa memiliki rahasia pembelajaran sebagai berikut:


1) Orang dewasa mempunyai sejumlah pengalaman dan berbagai kepentingan, oleh karena
itu mereka akan termotivasi untuk mau belajar apabila sesuai dengan pengalaman dan juga
pekerjaan atau kepentingan sehari-hari.

2) Orang dewasa suka hal praktiks ketimbang membahas masalah-masalah konsep atau
yang bercorak spekulatif yang tidak secara langsung bisa digunakan dalam kehidupan
praktis.

3) Orang dewasa lebih suka diberi kesempatan ambil bagian sesuai dengan pengetahuan,
kemampuan dan kepentingannya. Mahasiswa sebagai orang dewasa perlu untuk mengambil
peran banyak sebagai subjek pembelajaran, sehingga pembelajaran semakin menarik dan
perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran bisa dengan mudah dipertahankan.

prinsip pembelajaran orang dewasa akan sangat berbeda dengan prinsip pembelajaran pada
anak-anak. Prinsip pembelajaran orang dewasa lebih menekankan kepada beberapa hal
berikut:

1) Nilai dan norma yang dimiliki sebagai pijakan.


Norma dan nilai yang diyakini itu akan dijadikan sebagai titik tolak dalam mengolah
informasi dan pengetahuan macam apa yang hendak dikembangkan.

2) Discovery atau belajar menemukan.


Dalam hal ini dilakukan melalui kemampuan melakukan analisis, sintesis, kontemplatif dan
reflektif yang lebih memungkinkan untuk bisa dilakukan oleh orang dewasa daripada anak-
anak.
3) Perhatian dan motivasi.
Orang dewasa akan sangat termotivasi jika merasa kehadirannya memperoleh apresiasi
atau perhatian. Dengan kata lain, perhatian akan menentukan seberapa besar motivasi orang
dewasa dalam mengikuti proses pembelajaran. Semakin besar perhatian yang ia peroleh
semakin besar motivasi belajarnya. Begitu pula sebaliknya, jika dalam proses pembelajaran
mahasiswa kehilangan perhatian mereka akan kehilangan pula motivasi belajar.

4) Keaktifan belajar sebagai fungsi curiosity.


Rasa ingin tahu memang bisa muncul di kalangan anak-anak. Namun rasa ingin tahu orang
dewasa cenderung lebih diikuti dengan tindak lanjut yang lebih nyata sehingga orang
dewasa akan lebih aktif dalam rangka memenuhi dorongan rasa ingin tahu mereka.

GAYA BELAJAR

Gaya belajar berkaitan dengan cara Anda belajar, dan kita semua tidak memiliki pendekatan
yang sama. Hal ini dapat diumpamakan dengan perbedaan cara seseorang dalam menginstal
gadget baru. Mungkin saja ada yang melakukannya dengan membaca buku petunjuknya
terlebih dahulu atau ada juga yang langsung menekan tombol dan melihat apa yang akan
terjadi. Mungkin juga beberapa orang lain menggunakan cara yang berbeda. Hal ini
menunjukkan secara sederhana bahwa faktanya setiap orang memiliki gaya belajar yang
berbeda. Terkadang kita terjebak dengan keyakinan bahwa pendekatan kita dalam belajar
adalah cara yang terbaik, padahal sebenarnya yang kita maksud adalah cara tersebut terbaik
untuk diri pribadi saja. Realitanya, masih banyak pendekatan berbeda yang juga dapat
memberikan hasil yang baik.
Berikut ini diuraikan 8 alasan mengapa penting untuk seseorang memahami preferensi gaya
belajarnya sendiri dan orang lain, yaitu:

1. Kesadaran akan gaya belajar yang berbeda dapat membantu meningkatkan nilai, selama
kita mampu merefleksikan dan menerapkannya dalam berbagai situasi;
2. Dengan pemahaman mengenai gaya belajar maka kita dapat menentukan proses
pembelajaran atau penyajian materi yang sesuai dengan preferensi kita;
3. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa seseorang cukup sulit memahami
pembelajaran yang diberikan oleh guru bukan karena seseorang tersebut tidak memiliki
kemampuan atau potensi tetapi karena adanya ketidakcocokan dalam cara penyajian
materi maupun gaya belajar yang diterapkan oleh gurunya;
4. Kita dapat menerapkan teori Learning Style dalam pekerjaan kelompok. Dengan
memahami perbedaan kekuatan dan preferensi dalam belajar pada masing-masing
anggota kelompok akan meningkatkan kerjasama tim yang lebih produktif, mengurangi
konflik, dan lebih toleran;
5. Kesadaran tentang “works for you” and “why it works” dapat membantu dalam
memanfaatkan dukungan/sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya dan membantu
dalam menentukan mengenai dukungan atau informasi tambahan apa yang dibutuhkan;
6. Bagaimana seseorang menjalani tes dan penilaian dapat bergantung pada preferensi
gaya belajar dan jenis penilaian yang diberikan, serta pengetahuan dan kemampuan;
7. Dengan memahami preferensi gaya belajar kita dapat meningkatkan efektivitas dalam
berkomunikasi. Setiap orang cenderung untuk menyajikan informasi sesuai dengan cara
yang disukainya. Tetapi jika sedang menghadapi orang yang memiliki preferensi gaya
belajar yang berbeda dan kita mampu memahaminya maka kita dapat menyajikan sesuai
dengan cara yang sesuai dengan orang tersebut inginkan. sehingga proses penyampaian
informasi akan berjalan efektif;
8. Beberapa pekerjaan dan lingkungan kerja lebih cocok dengan gaya belajar tertentu,
sehingga seseorang yang mengetahui gaya belajarnya dapat memilih
kehidupan/lingkungan kerja yang dianggap lebih sesuai dengan gaya belajarnya
sehingga demikian dapat meningkatkan produktivitasnya.

Pembahasan mengenai Learning Style telah dikemukakan oleh beberapa pakar. Bahkan
Smith (1984) telah mengumpulkan setidaknya terdapat 17 Learning Style Inventories.
Secara garis besar teori mengenai Learning Style dapat dilihat sebagai berikut:
1. Dilts: Learning Styles terdiri dari Visual, Auditory, Kinaesthetic, dan Tactile (Prashnig).
2. Kolb: Learning Styles terdiri dari Diverger, Assimilator, Converger, dan Accomodator.
3. Pask: Learning Styles terdiri dari Top Down/Holists/Global/Big Picture dan Bottom
Up/Serialists/Sequential/Detail.
4. Honey & Mumford: Learning Styles terdiri dari Activist, Reflector, Theorist, dan
Pragmatist.
Dalam pembahasan ini, selanjutnya akan difokuskan pada Teori Learning Style oleh David
Kolb. Teori Kolb banyak digunakan saat ini, dan didasarkan pada premis bahwa belajar
adalah proses/sebuah siklus dengan empat fase, dimana dalam Bahasa sehari-hari dikenal
sebagai melihat, berpikir, melakukan dan merasakan (watching, thinking, doing, dan
feeling). Fase-fase ini didasarkan pada dua dimensi: a. pemrosesan informasi aktif versus
reflektif, dan b. persepsi konkrit atau abstrak.
Jika seseorang mahir dalam belajar melalui siklus tersebut dan dapat melenturkan antara
keempat gaya belajar, maka akan menjadi pembelajar yang jauh lebih efektif. Namun
layaknya setiap model/teori, penjelasan terhadap pengelompokan gaya belajar berikut
mungkin terlalu disederhanakan dan masih bisa diperdebatkan apakah semua pembelajaran
berjalan melalui siklus secara penuh. Namun demikian, kerangka ini banyak digunakan
karena banyak orang yang merasa cukup berguna. Berikut diuraikan 4 kategori Learning
Style versi Kolb:
1. Divergers.
Cenderung mengkonsepkan hal-hal secara konkret dan memproses informasi secara
reflektif. Mereka menikmati situasi yang menuntut untuk menghasilkan berbagai
macam ide, misalnya sesi brainstorming, cenderung tertarik pada budaya yang luas dan
suka mengumpulkan informasi, mampu melihat situasi konkret dari berbagai sudut
pandang dan umumnya mengamati situasi terlebih dahulu sebelum mengambil
tindakan. Dalam situasi instruksional, para pelajar ini lebih memilih situasi yang
memungkinkan mereka untuk mengamati, seperti kuliah atau membaca, dan yang
memberikan contoh-contoh konkret.
2. Assimilators.
Mengandalkan konsep abstrak dan menggunakan proses reflektif. Mereka mampu
mengambil banyak informasi dan memasukkannya ke dalam bentuk yang ringkas dan
logis. Sering kurang terfokus pada orang-orang dan lebih tertarik pada ide-ide dan
konsep- konsep abstrak dan umumnya merasa lebih penting bahwa teori memiliki
logika logis yang bernilai praktis. Dalam situasi pembelajaran, mereka lebih suka
instruksi yang terorganisir dan terstruktur; mereka senang membaca dan
mengembangkan teori, danmungkin senang menyimpan catatan belajar atau jurnal.
3. Accomodators.
Mengandalkan konsep konkret, tetapi mengolah konsep/data secara aktif. Dalam
memecahkan masalah, mereka cenderung bertindak menggunakan firasat daripada
analisis logis, dan biasanya lebih bergantung pada orang-orang untuk informasi
daripada keterampilan teknis mereka sendiri. Dalam situasi pembelajaran, para
pembelajar ini menikmati kerja lapangan dan lebih suka belajar dari pengalaman
'langsung'.
4. Convergers.
Convergers juga menggunakan abstraksi, tetapi aktif mengolah data dari informasi.
Individu-individu ini dapat menemukan hal praktis untuk ide dan teori. Mereka
cenderung menjadi pemecah masalah dan membuat keputusan berdasarkan pencarian
solusi terhadap pertanyaan atau masalah, dan lebih suka menangani tugas teknis dan
masalah teknis daripada dengan masalah sosial dan isu interpersonal. Mereka lebih suka
pembelajaran yang memiliki aplikasi praktis dan memungkinkan mereka memecahkan
masalah.

REFERENSI:

Knowles, M. dkk. 1989. Andragogy in action. Applying modern principles of adult education.
San Francisco: Jossey-Bass.
Kolb AY and DA Kolb. 2008. Experiential Learning Theory: A Dynamic, Holistic Approach to
Management Learning, Education and Development. Armstrong, S. J. & Fukami, C. (Eds.)
Handbook of Management Learning, Education and Development. London: Sage
Publications.
Maliki, Z., Harjanto, Ignatius., Saputro, Sueb Hadi. 2018. Modul PKT.02-Pembelajaran Orang
Dewasa. Kementerian Riset Teknologi dan PendidikanTinggi: Lembaga Layanan
Pendidikan Tinggi Wilayah VII.
Tamblin, Louise., Ward, Pat. (2006), The Smart Study Guide; Psychological Techniquess for
Student Success, Blackwell Publishing, Australia.
Taskirawati, Ira., Ridwan, Muhammad., Muin, Musrizal., Keterampilan Belajar, Materi
Balance, Universitas Hasanuddin, 2017.

Anda mungkin juga menyukai