Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PETROGENESA DAN MINERAL


“VARIABEL PETROGENSIS BATUAN BEKU”

Oleh :

EVAN HARDIANTO
4200232006

PROGRAM STUDI
MAGISTER TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2024
ABSTRAK

Tujuan penyusunan makalah dengan judul Variabel Petrogenesis Batuan Beku ini adalah
untuk mengetahui dan mempelajari berbagai macam asal usul / faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batuan mulai dari pembentukan magma sampai
terbentuknya batuan terutama batuan beku yang ada di bumi. Metode studi yang
digunakan adalah berupa pengumpulan data sekunder dari sumber jurnal ilmiah
terakreditasi nasional yang kemudian dilakukan pembahasan atau diskusi secara
kualitatif. Batuan beku merupakan jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
sebagai batuan intrusif maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif. Dalam
pembentukan batuan beku erat kaitannya dan tidak akan lepas dari teori pembentukan
mineral dengan Bowen’s Reaction Series yang dimana pengkritalisasian magma dimulai
pada suhu 1400°C - 600°C dari seri continues oleh plagioklas group dan seri discontinues
mulai terbentuk olivin hingga kuarsa. Mineral pembentuk batuan beku terdiri dari
kelompok mineral felsic (asam) seperti kuarsa dan feldspar dan mineral mafic (basa)
seperti olivin dan piroksen. Berdasarkan pembagian genetiknya batuan beku
diklasifikasikan menjadi batuan luar/ ekstrusi / batuan vulkanik dan batuan intrusi / dalam
atau batuan plutonik. Variabel petrogenesis batuan beku ataupun faktor-faktor yang
mempengaruhi dan menjadi peranan penting dari terbentuknya batuan beku adalah suhu
atau temperatur, komposisi mineral, tempat atau posisi terbentuknya, dan sifat tipe
magma itu sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang memiliki kerangka tektonik yang
menarik hal ini karena Indonesia dibentuk oleh 3 lempeng tektonik besar yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Kontrol dari 3
lempeng tektonik besar ini mengakibatkan perubahan dan perkembangan evolusi
jalur subdaksi mulai dari Zaman Kapur, Zaman Tersier, hingga Zaman Kuarter. Hal
tersebut mengakibatkan wilayah Indonesia memiliki sebaran gunung api yang
sangat melimpah, mulai dari barat ke timur meliputi Pulau Sumatra, Pulau Jawa,
Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi
Utara hingga Kepulauan Sangir-Talaud. Rangkaian dari kemunculan gunung api
sering disebut sebagai busur gunung api (Hartono, 2010a). Berdasarkan hal ini
banyak peneliti (misal: van Bemmelen, 1949; Budhitrisna, 1986; Surono dkk.,
1992; Soeria-Atmadja, dkk., 1992; Bahruddin dan Rusmana, 2007; Hartono, 2000,
2010) melakukan penelitian baik secara lokal maupun regional. Banyak peneliti
terdahulu yang melakukan penelitian dengan mendasarkan pada permasalahan
yang bersifat deskriptif – interpretatif (misal: Hartono, 2000) dan hanya sedikit
yang mendasarkan pada asal usul atau genesis fasies gunung api dan hubungannya
dengan posisi mineralisasi (Hartono, 2006). Kita ketahui bahwa batuan yang ada
dimuka bumi ini beragam jenis, bentuk dan warnanya. Pernyataan ini semuanya
berasal dari mineral dan unsur unsur yang terdapat di dalam batuan, artinya adalah
sangat penting kita untuk mempelajari, memahami, menguasai, menerapkan ,
mendiskripsi teori-teori dari sifat, jenis, nama dan macam batuan baik di
Laboratorium maupun di lapangan.

Menurut sejarah terbentuknya batuan secara umum dapat dibagi dalam 3


jenis yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Dalam hal
pembentukannya penting sekali kita untuk mengetahui faktor-faktor atau variabel
apa saja yang mempengaruhi proses pembentukan batuan. Khusus batuan beku

1
sendiri masih dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu batuan beku asam, batuan beku
intermediet, batuan beku basa dan batuan beku ultra basa. Oleh karena itu melalui
makalah ini penulis mengangkat judul khusus untuk membahas mengenai Variabel
Petrogenesis Batuan Beku.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan makalah ini adalah kita diharuskan untuk
mempelajari dan membaca kembali buku-buku, makalah atau jurnal dari peneltian
terdahulu yang sudah diterbitkan yang berkaitan dengan asal usul terbentuknya
batuan.

Tujuan penyusunan makalah dengan judul variabel petrogenesis batuan


beku ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi asal usul
terbentuknya batuan yang ada di muka bumi ini, mulai dari terbentuknya magma
sampai menjadi suatu batuan.

1.3. Metode
Metode studi yang digunakan adalah berupa pengumpulan data sekunder
dari sumber buku-buku, makalah atau jurnal ilmiah terakreditasi nasional yang
kemudian dilakukan pembahasan atau diskusi secara kualitatif.

2
BAB II
DATA HASIL ANALISIS

2.1. Jalur Subduksi


Pergerakan lempeng subduksi dapat terjadi baik antara dua lempeng benua,
antara dua lempeng samudra, maupun antara lempeng benua dan samudra.
Subduksi adalah tumbukan antara dua atau lebih lempeng tektonik yang salah
satunya menghujam ke lempeng di bawah yang lain. Setiap pergerakan lempeng
subduksi dapat menghasilkan bahaya alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung
berapi, dan tanah longsor. Pergerakan lempeng tektonik sendiri disebabkan oleh
arus konveksi panas, perbedaan massa jenis ini terjadi akibat dari jenis batuan yang
ada pada kedua lempeng berbeda.
Dari pergerakan lempeng yang saling bertemu tersebut membentuk deretan
gunung berapi dan gempa bumi disebut dengan zona subduksi. Daerah pertemuan
antar lempeng di lokasi zona subduksi disebut sebagai patahan gempa, subduksi
menyebabkan terbentuknya palung laut, misalnya palung Mariana, serta
menyebabkan terbentuknya pegunungan. Zona subduksi terjadi di sekitar Samudra
Pasifik, lepas pantai Washington, Kanada, Alaska, Rusia, Jepang, dan Indonesia.
Zona subduksi sering kali disebut sebagai Cincin Api karena bertanggung jawab
atas gempa bumi terbesar di dunia, tsunami paling mengerikan, dan beberapa
letusan gunung berapi terburuk sepanjang catatan sejarah.

Gambar 2.1. Subduksi (sumbe : https://profilbaru.com/article/Slab_(geology)

3
2.2. Genesis Batuan Beku
Batuan beku merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan
magma. igneous berasal dari kata ignis yang berarti api atau pijar, karena magma
merupakan material silikat yang panas dan pijar yang terdapat di dalam bumi.
Magma merupakan material silikat yang sangat panas yang terdapat di dalam bumi
dengan temperatur berkisar antara 600° C samapai 1500° C.
Magma disusun oleh bahan yang berupa gas (volatil) seperti H 2O dan CO2,
dan bukan gas yang umumnya terdiri dari Si, O, Fe , Al , Ca , K , Mg ,Na, dan minor
element seperti V,Sr,Rb, dll. Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi yang di
sebut dapur magma (magma chamber) (Gambar 2.2). Karena magma relatif lebih
ringan dari batuan yang ada di sekitarnya, maka magma akan bergerak naik ke atas.
Gerakan dari magma ke atas ini kadang-kadang di sertai oleh tekanan yang besar
dari magma itu sendiri atau dari tekanan disekitar dapur magma, yang
menyebabkan terjadinya erupsi gunung api. Erupsi gunung api ini kadang-kadang
hanya menghasilkan lelehan lava atau disertai dengan letusan yang hebat(eksplosif).

Lava merupakan magma yang telah mencapai permukaan bumi, dan


mempunyai komposisi yang sama dengan magma, hanya kandungan gasnya relatif
lebih kecil, lava yang membeku akan menghasilkan batuan beku luar (ekstrusif)
atau batuan volkanik. Magma yang tidak berhasil mencapai permukaan bumi dan
membeku di dalam bumi akan membentuk batuan beku dalam (intrusif) atau batuan
beku plutonik (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Proses pembentukan batuan beku (sumbe : https://sainsmini.


blogspot.com/2015/11/bagaimana-batuan-beku-terbentuk.html)

4
Sejarah terbentuknya (Genesis) batuan dialam secara umum dapat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Dalam
pembentukkan ketiga jenis batuan tersebut dapat mengalami proses siklus batuan
seperti pada gambar 2.2. dibawah ini.

Gambar 2.3. Siklus Batuan (Sumber : https://www.slideshare.net/


ovangeovano/petrologi-1siklus-batuan)

Khusus batuan beku (igneous rock) sendiri merupakan kumpulan


interlocking agregat mineral mineral silikat hasil pendinginan magma (Walter T.
Huang ,1962), atau dengan kata lain adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma
yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah
permukaan sebagai batuan intrusif maupun di atas permukaan sebagai batuan
ekstrusif. Magma disusun oleh bahan yang berupa gas (volatile) seperti H2O dan
CO2 dan bukan gas yang umumnya terdiri dari Si, O, Fe, Al, Ca, K, Mg, Na, dan
minor element seperti V, Sr, Rb, dll. Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi
yang disebut dapur magma (magma chamber), karena magma relatif lebih ringan
dari batuan yang ada di sekitarnya, maka magma akan bergerak naik ke atas
(permukaan). Gerak dari magma keatas ini kadang-kadang di sertai oleh tekanan
yang besar dari magma itu sendiri atau dari tekanan disekitar dapur magma yang
menyebabkan terjadinya erupsi gunung api, erupsi gunung api ini kadang-kadang
hanya menghasilkan lelahan lava atau di sertai dengan letusan yang hebat
(eksplosif) (Gambar 2.4.)

5
Gambar 2.4. Magma yang membentuk batuan intrusi, magma yang keluar ke
permukaan bumi sebagai lava, dan magma yang dilontarkan ke udara
sebagai tefra membentuk endapan piroklastika (Hartono,2000; 2010a,b)

2.3. Proses Kristalisasi Magma


Karena magama merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang
menyusun magma akan bergerak bebas tak beraturan. sebaliknya pada saat magma
mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan menurun
dan ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur. proses ini
di sebut kristalisasi. Pada proses ini yang merupakan kebalikan dari proses
pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu dengan yang lainnya dan melepaskan
kebebasan untuk bergerak, ion-ion tersebut akan membentuk ikatan kimia dan
membentuk kristal yang teratur, pada umumnya material yang menyusun magma
tidak membeku pada waktu yang bersamaan.
Kecepatann pendinginan Magma akan sangat berpengaruh terhadap proses
kristalisasi, terutama pada ukuraan kristal apabila pendinginan magma berlangsung
denagan lambat, ion-ion mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya,
sehingga akan menghasilkan bentuk kristal yang besar. Sebaliknaya pada
pendingan yang cepat, ion-ion tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan dirinya sehingga akan menbentuk kristal yang kecil. Apabila
pendinginan berlangsung sangat cepat maka tidak ada kesempatan bagi ion untuk
menbentuk kristal, sehingga hasil pembekuan nya akan menghasilkan atom yang
tidak beraturan (hablur), yang dinamakan dengan mineral glass.

Gambar 2.5. Unsur kimia yang terkandung di dalam magma sehingga membentuk
mineral dan membentuk batuan.

6
Dari unsur kimia yang terkandung dalam magma saling mengikat membentuk
kristal sehingga terbentuk mineral, kumpulan mineral tertentu membentuk batuan
beku tertentu. Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung
semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan
bahkan mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan
dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya.

2.4. Tekstur Batuan Beku


Tekstur pada batuan beku digunakan untuk menggambarkan kenampakan
batuan yang didasarkan pada ukuran (sifat) dan susunan kristal-kristal penyusun
batuan beku.tekstur merupakan ciri yang sangat penting,karena tekstur dapat
menggambarkan kondisi proses pembentukan batuan beku.kenampakan ini
memungkin ahli geologi untuk mengetahui kejadian batuan beku di lapangan.
Tekstur terpenting yang mempengaruhi tekstur batuan beku adalah tingkat
kecepatan pembekuan magma. Pembekuan magam yang lambat akan menghasilkan
butir- butir kristal yang besar. Proses ini terjadi pada magma yang terdapat jauh di
bawah permukaan bumi atau material yang di semburkan oleh gunung api pada saat
erupsinya akan mengalami pembekuan yang sangat cepat.
Batuan beku yang terbentuk pada atau dekat dengan permukaan bumi akan
menunjukkan tekstur yang berbutir halus yang disebut afanitik. butiran mineral
pada batuan beku afanitik sangat kecil, sehingga sangat sulit dibedakan janis
mineralnya dengan mata biasa. Meskipun jenis mineralnya sulit di tentukan karena
ukurannya yang sangat halus, tetapi batuan ini dapat dicirikan oleh warnanya yang
sangat terang, menengah atau gelap. Batuan beku afanitik yang berwarna terang
terutama di susun oleh mineral non ferromagnesian silikate, sedangkan batuan beku
afanitik yang berwarna gelap di susun oleh mineral-mineral feromagnesian silikate.
Batuan beku yang terbentuk jauh di bawah permukaan akan menghasilkan
tekstur butiran yang kasar, yang disebut feneritik, tekstur ini menunjukan butiran
yang kasar dan relatif sama besar, serta mineral-mineralnya dapat dibedakan
dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar, batuan beku feneritik ini karena
terbentuk jauh di bawah permukaan, maka batuan ini ini akan muncul kepermukaan
setelah batuan yang menutupinya mengalami proses erosi.

7
2.5. Mineral Pembentuk Batuan
Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah
disusun oleh seorang ahli bernama Norman L. Bowen yang berdasar
penyelidikannya beliau membuat suatu Deret Reaksi suatu magma menjadi mineral
berdasarkan penurunan temperatur magmanya. Deret Reaksi terbentuknya mineral
ini dinamai “ Deret Reaksi Bowen “

Gambar 2.6. Skema Reaksi Bowen (vide H.Williams, 1982)

Deret sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, dimana reaksi


terbentuknya mineral adalah tidak menerus (diskontinyu ) yang pertama kali
terbentuk dalam temperatur sangat tinggi yaitu 1400º C adalah Olivin. Akan tetapi
jika magma tersebut jenuh oleh SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama
kali. Mineral Olivin dan mineral Piroksen merupakan pasangan “Ingcongruent
melting” dimana setelah pembentukan mineral Olivin akan bereaksi dengan larutan
sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus setelah pembentukan mineral
Piroksen maka larutan sisa sebagian akan membentuk mineral Hornblenda, dan
temperatur akan menurun maka sebagian larutan sisa akan membentuk mineral
biotit. Pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya.
Sementara itu pada Deret sebelah kanan pada awalnya terbentuk Seri
Plagioklas, pada awal temperatur yang sangat tinggi 1400ºC akan terbentuk mineral
Anortite berikutnya seirama menurunnya temperatur maka berturut turut akan
terbentuk mineral Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligoklas dan Albit
.Terbentuknya mineral mineral tersebut adalah secara menerus ( kontinyu ). Pada

8
titik temperatur terbentuknya mineral Biotit dan mineral Albit maka sisa larutan
magma akan membentuk mineral K Feldspar, selanjutnya temperatur terus
menurun maka akan terbentuk mineral Muscovit dan terakhir pada proses
kristalisasi ini akan terbentuk mineral Kwarsa pada temperatur 600º C. Urutan
kristalisasi mineral tidak selalu menunujukkan successive crystalitation (tidak
selalu ber urutan) tetapi bisa juga overlapping (ber tampalan). Dari hasil penelitian
Bowen, mineral yang mengkristal pada kondisi yang sama akan menyusun batuan
beku yang sama pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa klasifikasi batuan beku
sangat bergantung pada Bowen’s Reaction Series.
Kelompok mineral utama ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma
dan kehadirannya dalam batuan akan sangat menentukan dalam penamaan batuan
yang dideskripsi. Berdasarkan warna dan densitasnya maka mineral dalam
kelompok utama ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok mineral felsic
dan kelompok mineral mafic.
1. Kelompok mineral felsic (mineral berwarna terang , dengan densitas rata-rata
2,5 - 2, 7 ) , yaitu :
 Mineral Kwarsa ( SiO2 )
 Feldspar grup, yang terdiri dari kelompok Alkali Feldspar (terdiri dari
mineral sanidin, mineral anorthoklas, mineral orthoklas, mineral adularia,
dan mineral mikroklin )
 kelompok Seri Plagioklas (terdiri dari mineral Anortit, mineral Bytownit,
mineral Labradorit, mineral Andesin, mineral Oligoklas dan mineral Albit)
 Feldsfatoid grup, (Na, K, Alumina silikat) terdiri dari mineral nefelin
mineral sodalit dan mineral Leusit
2. Kelompok mineral mafic (mineral mineral feromagnesia dengan warna-warna
gelap dan densitas rata rata 3,0 - 3, 6, yaitu :
 Olivin grup (Fayalite dan Forsterite)
 Piroksin grup (Enstatite, Hiperstein, Augit, Pigeonit, Diopsid)
 Mika grup (Biotit, Muscovit, Plogopit)
 Amphibole grup (Anthofilit, Cumingtonit, Hornblenda, Rieberckit,
Tremolite, Aktinolit, Glaucofan)

9
2.6. Klasifikasi Berdasarkan Genetik dari Batuan Beku
Penggolongan ini berdasarkan genesa atau tempat terjadinya batuan beku,
pembagian batuan beku ini merupakan pembagian awal sebelum dilakukan
penggolongan batuan lebih lanjut. Pembagian genetik batuan beku adalah sebagai
berikut :
a. Batuan Ekstrusi / batuan Vulkanik
b. Batuan Intrusi / batuan Plutonik

a. Batuan Ekstrusi / Batuan Vulkanik


Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang
dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan
laut. Material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu atau
suatu larutan yang kental dan panas yang biasa kita sebut lava. Bentuk dan
susunan kimia dari lava mempunyai ciri sendiri.
Ada dua tipe magma ekstrusi, tipe yang pertama memiliki kandungan
silika yang rendah dan Viskositas relatif rendah. Sebagai contoh adalah lava
basaltik yang sampai ke permukaan melalui celah dan setelah di permukaan
mengalami pendinginan yang cepat. Biasanya lava basaltik memiliki sifat
sangat cair, sehingga setelah sampai di permukaan akan menyebar dengan
daerah yang sangat luas. Tipe kedua dari lava ini adalah bersifat asam, yang
memiliki kandungan silika yang tinggi dan viskositas (kekentalan) relatif
tinggi. Akibat dari Viskositas ini bila sampai ke permukaan akan menjadi suatu
aliran sepanjang lembah. Viskositas yang tinggi dan terbentuknya urat-urat
pusat, ini akibat letusan gunung api dan berhubungan dengan lava. Cone sering
terjadi akibat kegiatan gunung api, dimana terjadi pemecahan didalam blok
batuan yang besar. Lapisan dari butiran halus berasal dari debu vulkanik,
sedangkan campuran antara batuan dan butiran halus yang sering berasosiasi
dengan batuan vulkanik disebut batuan piroklastik. Percampuran dari
fragmen batuan yang besar dengan lava dan debu vulkanik, sehingga
membentuk agglomerat. Butiran halus seperti debu dan fragmen batuan maka
akan membentuk tuff.

10
b. Batuan Intrusi / Batuan Plutonik
Proses terbentuknya batuan beku intrusi atau disebut juga batuan
plutonik, sangat berbeda dengan kegiatan batuan beku ekstrusi atau disebut
juga batuan vulkanik. Proses ini berbeda karena perbedaan dari tempat
terbentuknya dari kedua jenis batuan ini. Tiga prinsip dari tipe bentuk intrusi
batuan beku, berdasarkan bentuk dasar dari geometri nya adalah:
1. Bentuk tidak beraturan
2. Bentuk pipa
3. Bentuk tabular
Dimana kontak diantara batuan intrusi dengan batuan yang di intrusi
atau daerah batuan, bila sejajar dengan lapisan batuan maka tubuh intrusi ini
disebut konkordan. Bila bentuk kontaknya kontras disebut diskordan atau
memotong dari lapisan masa batuan. Bentuk tidak beraturan pada umumnya
berbentuk diskordan dan biasanya memiliki bentuk yang jelas di permukaan
bumi. Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu
dike (retas) mempunyai bentuk diskordan dan sill mempunyai bentuk
konkordan. Dike adalah intrusi yang memotong bidang perlapisan dari batuan
induk, sedangkan sill adalah intrusi yang mengikuti bidang lapisan batuan
induk.

Gambar 2.7. Intrusi dan batuan beku yang terbentuk (sumber:


https://musfiraakyuni.blogspot.com/)

11
Tabel 2.1. Tabel Batuan beku Intrusi dan Ekstrusi dalam hubungannya dengan
tempat terbentuknya

12
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan genetiknya batuan beku dapat terbentuk baik di dalam


permukaan bumi sebagai batuan intrusif maupun terbentuk di luar permukaan bumi
sebagai batuan ekstrusif. Batuan beku sendiri merupakan material yang terbentuk
dari pembenkuan magma. Oleh karena itu magma yang bersifat sangat panas, pijar
memiliki titik suhu pembekuan yang berbeda-beda. Berikut tahapan proses
pembentukan batuan beku :
 Pada tahap pertama, magma yang berada di dalam dapur magma (magma
chamber) akan bergerak naik ke atas. Pergerakan magma tersebut di pengaruhi
oleh sifat magma yang lebih ringan dari batuan di sekitarnya dan karena arus
konveksi perbedaan suhu.
 Tahap kedua, magma yang telah bergerak ke atas akan mengalami tekanan
yang besar baik dari magma itu sendiri maupun tekanan dari sekitar dapur
magma.
 Tahap ketiga yaitu terjadinya erupsi gunung berapi. Erupsi ini akan
melelehkan magma berupa lava ke permukaan bumi. Terkadang erupsi juga
disertai dengan letusan yang dahsyat (eksplusif).
 Selanjutnya yakni tahap pendinginan atau pengkristalan magma, baik magma
yang sudah berada di permukaan bumi maupun yang tidak mencapai
permukaan bumi. Pengkristalan merupakan proses menurunnya pergerakan
ion- ion magma diserta penyusunan ion menjadi bentuk yang teratur.
Pengkristalan magma dipengaruhi oleh suhu permukaan bumi yang lebih
rendah dari pada suhu magma ketika berada di dalam perut bumi, dan juga
komposisi serta banyaknya kandungan bahan volatil pada magma.
 Tahap terakhir yaitu magma yang telah mengkristal akan membentuk berbagai
jenis batuan beku tergantung pada kecepatan pembekuannya

13
Dari proses genetik yang terjadi di atas maka dapat disimpulkan ada beberapa
faktor atau variabel yang mempengaruhi dan menjadi peranan penting dari terbentuknya
batuan beku adalah sebagai berikut :

1. Suhu atau Temperatur


Penurunan suhu/temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan
batuan beku. Pada proses kristalisasi magma yang lambat akan memberikan
kesempatan untuk mineral berkembang sempurna dan cenderung terbentuk pada
batuan beku dengan tekstur kasar sebagai contoh granit, granodiorit maupun
gabro. Begitu juga sebaliknya pada kondisi penurunan suhu yang sangat cepat
maka magma akan membeku dengan cepat juga sehingga tidak memberikan
kesempat mineral untuk terbentuk sempurna. Oleh karena itu umumnya
penurunan suhu yang sangat cepat ini akan membentuk batuan bertekstur halus
sampai glassy sebagai contoh obsidian dan basalt.

2. Komposisi Mineral
Bicara senyawa kimia mineral pada batuan beku maka tidak lepas dari
Bowen’s Reaction Series. Mineral-mineral yang pertama mengkristal diketahui
Ca feldspar, piroksin, dan olivine tergolong kelompok mineral mafic (basa).
Mineral-mineral ini juga merupakan mineral yang kandungannya Fe, Mg, dan Ca-
nya tinggi dan kandungan Si nya rendah. Batuan beku yang memiliki kandungan
mineral-mineral tersebut umumnya tergolong pada batuan beku basa sampai
ultrabasa. Diantara mineral-mineral yang terakhir mengkristal adalah mineral
potasium feldspar dan kuarsa. Kelompok mineral ini tergolong mineral felsic
(asam). Batuan beku yang mempunyai komposisi mineral didominasi oleh
mineral-mineral tersebut disebut dengan tipe batuan asam.
Batuan beku menengah (intermediate) disusun oleh mineral-mineral yang
terdapat di bagian tengah dari Bowen’s Reaction Series. Amfibol bersama dengan
plagioklas menengah merupakan mineral-mineral utama yang menyusun batuan
beku tipe ini. Batuan beku mafic (basa) dan batuan beku ultra mafic (ultra basa).

14
Faktor yang penting pada komposisi mineral batuan beku adalah
kandungan silika (SiO2). Persentase silika dalam batuan beku sangat bervariasi
dan sebanding dengan kelimpahan mineral lainnya. Contohnya, batuan yang
mengandung silika rendah, kandungan kalsium, besi dan magnesiumnya tinggi.
Kandungan silika dalam batuan beku tergantung pada tipe dari batuan
bekunya. Batuan beku granitik (asam) mempunyai kandungan silika yang lebih
besar dari 66%, batuan beku andesitik (menengah) berkisar antara 55% - 66%
batuan beku basaltik (Basa) berkisar antara 45% - 55%, dan batuan beku ultrabasa
kurang dari 45%. Kandungan silika dalam magma juga akan mempengaruhi sifat
dari magma tersebut. Magma granitik yang kandungan silika nya tinggi bersifat
kental (Viscous) dan mempunyai titik beku (lebur) sekitar 800°C. Sedangkan
magma basaltik bersifat encer dan titik bekunya (lebur) sekitar 1200°C atau lebih
tinggi.

3. Tempat atau Posisi Terbentuknya


Adanya perbedaan posisi tempat terbentuknya batuan beku akan
mempengaruhi terbentuknya suatu batuan beku. Sebagai contoh batuan beku yang
terbentuk di dalam bumi cenderung memiliki tekstur yang kasar (fanerik) apabila
dibandingkan dengan batuan beku yang terbentuk di luar permukaan bumi yang
cenderung bertekstur halus (afanitik). Hal ini diakibatkan karena perbedaan suhu
di luar dan di dalam permukaan bumi. Batuan beku yang terbentuk di dalam
memiliki kesempatan untuk mengkristal dan terdifferensiasi secara sempurna.
Namun pada kondisi suhu yang cepat mendingin di luar pemukaan bumi maka
magma tidak dapat mengkristal dengan sempurna sehingga akan bertekstur
afanitik atau sampai gelas. Sebagai contoh granit merupakan batuan intrusif yang
bertekstur fanerik dengan ukuran kristal mineral nya yang cenderung dapat dilihat
secara megaskopis, sedangkan batuan beku dengan komposisi mineral yang sama
dengan granit tetapi bertekstur afanitik mempunyai nama riolit yang terbentuk di
luar permukaan bumi.

15
4. Sifat Tipe Magma
Pada batuan ekstrusif/vulkanik ada dua tipe magma ekstrusi, yang pertama
memiliki kandungan silika yang rendah dan Viskositas relatif rendah. Sebagai
contoh adalah lava basaltik yang sampai ke permukaan melalui celah dan setelah
di permukaan mengalami pendinginan yang cepat. Biasanya lava basaltik
memiliki sifat sangat cair, sehingga setelah sampai di permukaan akan menyebar
dengan daerah yang sangat luas.
Tipe kedua dari lava ini adalah bersifat asam, yang memiliki kandungan
silika yang tinggi dan Viskositas (kekentalan) relatif tinggi. Akibat dari Viskositas
ini bila sampai ke permukaan akan menjadi suatu aliran sepanjang lembah.
Viskositas yang tinggi dan terbentuknya urat-urat pusat, ini akibat letusan gunung
api dan berhubungan dengan lava. Cone sering terjadi akibat kegiatan gunung api,
dimana terjadi pemecahan didalam blok batuan yang besar. Lapisan dari butiran
halus berasal dari debu vulkanik, sedangkan campuran antara batuan dan butiran
halus yang sering berasosiasi dengan batuan vulkanik disebut batuan piroklastik.
Percampuran dari fragmen batuan yang besar dengan lava dan debu vulkanik,
sehingga membentuk agglomerat. Butiran halus seperti debu dan fragmen batuan
maka akan membentuk tuff.

16
BAB IV
KESIMPULAN

Adapun yang dapat disimpulkan dari studi variabel petrogenesis batuan


beku yang disusun yaitu :
1. Batuan beku merupakan jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
sebagai batuan intrusif maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif.
2. Dalam pembentukan batuan beku erat kaitannya dan tidak akan lepas dari teori
pembentukan mineral dengan Bowen’s Reaction Series yang dimana
pengkritalisasian magma dimulai pada suhu 1400°C-600°C dari seri continues oleh
plagioklas group dan seri discontinues mulai terbentuk olivin hingga kuarsa.
3. Mineral pembentuk batuan beku terdiri dari kelompok mineral felsic (asam) seperti
kuarsa dan feldspar dan mineral mafic (basa) seperti olivine dan piroksen.
4. Berdasarkan pembagian genetiknya batuan beku diklasifikasikan menjadi batuan
ekstrusi / batuan vulkanik dan batuan intrusi atau batuan plutonik.
5. Variabel petrogenesis batuan beku atau faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menjadi peranan penting dari terbentuknya batuan beku adalah sebagai berikut :
a. Suhu atau temperatur
b. Komposisi mineral
c. Tempat atau posisi terbentuknya
d. Sifat tipe magma

17
DAFTAR PUSTAKA

Erzagian, E., Setijadji, L.D., Warmada, I.W., 2016. Studi Karakteristik Dan Petrogenesis
Batuan Beku di Daerah Singkawang dan Sekitarnya, Provinsi Kalimantan Barat, in:
Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-9 Peran Penelitian Ilmu Kebumian
Dalam Pemberdayaan Masyarakat 6 - 7 Oktober 2016; Grha Sabha Pramana. pp.
421–432.
Harahap B dkk, 2013. Peta Metalogenik Indonesia, Badang Geologi Bandung.
Hartono, G., 2010a. Petrologi Batuan Beku dan Gunung Api. Unpad Press, Bandung.
Hartono, G., 2007, Asal - usul pembentukan Gunung Batur di daerah Wediombo,
Gunungkidul, Yogyakarta, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2, No. 3, hal 143 - 158.
Hartono, G., 2017, Paleovolkano: Prinsip Dasar Cara Mengenali dan Kegunaannya,
Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun.
Ir. Mawardi. 2007. Batuan. Program Keahlian Geologi Pertambangan SMKN 2 Depok
Sleman. Yogyakarta.
Wahdaniah, M., Nurhikmah, S. 2022. Karakteristik Dan Petrogenesa Batuan Beku
Granit Di Daerah Sibayu, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, Provinsi
Sulawesi Tengah, Jurnal Geomine, Volume 10, Nomor 2: Agustus 2022, Hal. 168 –
175.

18

Anda mungkin juga menyukai