Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR


ACARA II: PENGENALAN BATUAN BEKU

OLEH:
HERY MULYONO S
D061231051

PRORAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Geologi secara umum membahas mengenai material pembentuk bumi dan

segala proses yang terjadi baik di dalam bumi (bawah permukaan) maupun yang

terjadi di atas permukaan bumi. Gaya yang bekerja di dalam bumi (endogen)

menghasilkan gempabumi dan aktivitas vulkanik, sementara itu gaya eksternal

(eksogen) menyebabkan terjadinya pelapukan, erosi, dan pembentukan bentang

alam. Semua proses itu menyebabkan batuan memiliki ciri yang khusus.

Karakteristik dan ciri khusus dari batuan itulah yang dipelajari oleh geologi.

Sehingga dapat dilakukan interpretasi proses geologi apa saja yang berkontribusi

dalam pembentukan batuan tersebu (Ismail,2010).

Di bumi ini terdapat macam macam jenis batuan, dan hampir kebanyakan

lempeng bumi terdiri dari batuan. Yang dimana batuan merupakan hasil dari

pembekuan magma yang berlangsung secara perlahan maupun singkat, batuan

beku memiliki mineral mineral sebagai penyusunnya, nama batuan sendiri dapat

diambil dari mineral major yang menyusunnya (Cahya Dicky Pratama 2020 )

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan

daripadamagma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari

bagian atasselubung bumi atau bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900-
1300°C) serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan

cenderung menuju kepermukaan bumi.

I.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum ini adalah praktikan diharapkan dapat

memahai apa itu batuan beku. Adapun tujuan dari dilakukannya pratikum ini:

1. Praktikan dapat mengetahui karakteristik batuan beku.

2. Praktikan mampu mendeskripsikan batuan beku

3. Praktikan mampu mengetahui ganesa pembentukan batuan beku

1.3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan

batuan beku adalah:

1. Lembar Kerja Praktikum(LKP)

2. Pensil

3. Pensil Warna

4. Alat Tulis Kantor (ATK)

5. Komparator Bauan Beku

6. Lup

7. Penggaris

8. Sampel Batuan Beku

9. Klasifikasi Fenton 1940


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah

jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai

batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai

batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair

ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya,

proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:

kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari

700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di

bawah permukaan kerak bumi (Djauhari Noor, 2012).

Magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk

secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.500 °C dan

bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.

Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan terlarut yang

bersifat volatil (air, karbon dioksida, klorin, fluorin, besi, belerang, dan lain-lain)

yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatil (non-gas) yang

merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku

(Verhoogen, 1960).
Saat magma mengalami penurunan suhu dalam perjalanan naik

ke permukaan bumi, mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal

dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat

(magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan seri reaksi

Bowen. Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu untuk mengetahui

karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan

beku.

2.2 Proses Pembentukan Batuan Beku

Dalam hal keterbentukannya, batuan beku dibagi menjadi tiga: intrusif

(plutonik), ekstrusif (vulkanik), dan hipabisal.

2.2.1 Intrunsif

Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang membeku dan membatu di

bawah permukaan atau di dalam kerak bumi, dikelilingi oleh batuan asal (biasa

disebut country rock). Magma mendingin secara perlahan, dan sebagai hasilnya,

batuan beku ini berbutir kasar. Butiran mineral di batuan ini dapat dengan mudah

diidentifikasi dengan mata telanjang.Batuan intrusi juga dapat diklasifikasikan

sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh intrusi dan hubungannya dengan formasi

lain yang diintrusinya. Formasi intrusi yang khas

adalah batolit, stok, lakolit, sill dan dike. Ketika magma membeku di dalam kerak

bumi, magma mendingin perlahan membentuk batuan bertekstur kasar,

seperti granit, gabro, atau diorit.

2.2.2 Ekstrusif
Batuan beku ekstrusif, juga dikenal sebagai batuan vulkanik, terbentuk di

permukaan kerak sebagai akibat dari pencairan sebagian batuan dalam mantel dan

kerak. Batuan beku ekstrusif dingin dan mengeras lebih cepat daripada batuan

beku intrusif. Mereka dibentuk oleh pendinginan magma cair di permukaan bumi.

Magma, yang dibawa ke permukaan melalui celah atau letusan gunung berapi,

membeku pada tingkat yang lebih cepat. Oleh karena batu batuan jenis ini halus,

kristalin dan berbutir halus. Basalt adalah batuan beku ekstrusif umum dan

membentuk aliran lava (lava flow), lembar lava (sheeting lava) dan dataran tinggi

lava (Lava plateau). Beberapa jenis basalt membantu membentuk kolom

poligonal lama. Giant's Causeway di Antrim, Irlandia Utara adalah salah satu

contohnya. Batuan cair, dengan atau tanpa kristal ditangguhkan dan gelembung

gas, disebut magma. magma naik keatas karena densitas yang lebih rendah

dibanding batuan yang mereka ciptakan. Ketika magma mencapai permukaan dari

bawah air atau udara, magma disebut lava. Letusan gunung berapi ke udara yang

disebut subaerial, sedangkan yang terjadi di bawah laut yang

disebut submarin. black smokers dan pematang tengah samudera merupakan

contoh dari aktivitas gunung berapi bawah laut, lava mendingin dan mengkristal

dengan cepat, batuan ini berbutir halus. Jika pendinginan begitu cepat sehingga

mencegah pembentukan bahkan kristal-kristal kecil setelah ekstrusi, batuan yang

dihasilkan mungkin sebagian besar kaca/gelas (seperti batuan obsidian). Jika

pendinginan lava terjadi lebih lambat, batuan akan kasar.

2.2.3 Hipabisal

Batuan beku hipabisal terbentuk pada kedalaman di antara batuan plutonik


dan vulkanik. Batuan ini terbentuk karena pendinginan dan pembekuan yang

dihasilkan dari naiknya magma di bawah permukaan bumi. Batuan hipabisal

kurang umum dibandingkan batuan plutonik atau vulkanik dan sering

membentuk dike, sill, lakolit, lopolit atau pakolit.

2.3 Tekstur Batuan Beku

Tekstur batuan beku umunya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu

kritalinitas, Granularitas dan bentuk Kristal

2.3.1 Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu

terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk

menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk

kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma.

Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar.

Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus,

akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya

berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

a. Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun oleh kristal.

Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu

mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.


b. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan

sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

c. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.

Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,

atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

2.3.2 Granularitas

A. Fanerik

Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain

secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat

dibedakan menjadi:

a. Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.

b. Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1–5 mm.

c. Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5–30 mm.

d. Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari

30 mm.

B. Afenitik

Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata

biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik

dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat

dibedakan:
a. Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati

dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

b. Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu

kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran

butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.

c. Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

2.3.3 Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat

batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga

bentuk kristal, yaitu:

a. Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang

kristal.

b. Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat

lagi.

c. Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

2.4 Hubungan Antar Kristal

Hubungan antar kristal (relasi) didefinisikan sebagai hubungan antara

kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar,

relasi dapat dibagi menjadi dua:

A. Equigranular
Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan

berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka

equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

b. Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

c. Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya

terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

B. Inequigranular

Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama

besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain (yang lebih kecil) disebut

massa dasar yang bisa berupa kristal atau gelas. Inequigranular dibagi menjadi

tiga, yaitu:

a. Faneroporfiritik, yaitu apabila kristal-kristal penyusun massa dasar dapat

terlihat jelas dengan mata atau lup.

b. Porfiroafanitik, yaitu apabila kristal penyusun massa dasar tidak dapat

terlihat dengan mata atau lup.

2.5 Struktur

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi

kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku

sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:


Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan

vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang

tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat

dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:

a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas

(tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan

adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh

keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut

menunjukkan arah yang teratur.

c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-

lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

d. Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh

mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.

e. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan

batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-

struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan

(fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan

sheeting joint (kekar berlembar).

2.6 Bowen Reaction Series


Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses

pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma

mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini

suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.

Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan

bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan

mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan

laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll).

Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat

terbentuk.

Gambar 2.6 Bowen Reaction Series

Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan

bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan

atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan

kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang

dilaksanakan di ruangan Laboratorium Sedimentologi. Jenis penelitian ini adalah

penelitian kualitatif deskriptif, yaitu data yangdikumpulkan berbentuk kata-kata,

gambar, bukan angka-angka. Menurut Bogdandan Taylor, sebagaimana yang

dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian kualitatifadalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-katatertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati. Sementara itu,penelitian deskriptif adalah suatu bentuk

penelitian yang ditujukan untukmendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-

fenomena yang ada, baikfenomena alamiah maupun rekayasa manusia. Adapun

tujuan dari penelitiandeskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara

sistematis, faktual, danakurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah

tertentu. Penelitian inidigunakan untuk mengetahui dan mengenal batuan beku,

proses terbentuk dan faktor faktor penyebab serta klasifikasi batuan beku.

3.2 Lokasi dan Waktu Praktikum

Peraktikum ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang

lebih jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi praktikan untuk

melakukan praktikum. Oleh karena itu, ditetapkan lokasi praktikum di mana

praktikum akan dilakukan. Dalam hal ini, Laboratorium sedimentologi,


Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Penelitian

ini dilakukan pada hari selasa tanggal 18 Sseptember 2023 pada pukul 15.15 –

17.00 WITA.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Sampel 1

Gambar 4.1 Sampel 1

Pada sampel pertama dengan nomor peraga 9 merupakan jenis batuan beku

dengan warna lapuk berwarna kuning dan warna segar berwarna putih. Tekstur

sampel nomor 9 ini dari segi kristalinitas nya adalah hipokristalin yaitu apabila

sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal

dan dari segi granularitasnya sampel ini digolongkan dalam porfiroafanitik yaitu

kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal

penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan lup. Bentuk

dari sampel ini adalah subhedral-anhedral yaitu bentuk kristal yang kurang

sempurna dengan relasi inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya

tidak sama. Adapun struktur yang ada pada batuan ini adalah masif yaitu apabila

tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.

Dalam batuan beku ini terdapat mineral dengan komposisinya. Adapun mineral

yang terdapat dalam batuan ini adalah kuarsa yang tanpa warna, biotit yang

berwarna hitam dan plagioklas yang berwarna putih yang mana keduanya
memiliki bentuk prismatik pendek dengan masing masing komposisi kimia

sebagai berikut: komposisi kimia dari kuarsa SiO2, komposisi kimia dari biotit

adalah K(Mg,Fe)3 (AlSi3O10) (F,OH)2 dan komposisi kimia dari plagiokclas

adalah (Ca, Na) (Mg,Fe,AI) (Si,AI)2O6. Presentase kandungan mineral dari

batuan ini yaitu Kuarsa 10%, Plagioklas 30% dan massa dasar 60% dalam batuan.

Dengan menggunakan tabel klasifikasi Fenton 1940, maka dapat ditemukan nama

dari batuan ini adalah Dasite.

4.1.2 Sampel 2

Gambar 4.2 Sampel 2

Pada sampel ketiga dengan nomor peraga 11 merupakan jenis batuan beku

dengan warna lapuk berwarna cokelatan dan warna segar berwarna abu-abu.

Tekstur sampel nomor 11 ini dari segi kristalinitas nya adalah holokristalin yaitu

batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal dan dari segi

granularitasnya sampel ini digolongkan dalam fanerik yaitu batuan beku yang

hampir seluruhmya tersusun oleh mineral mineral yang berukuran kasar. Bentuk

dari sampel ini adalah euhedral-subhedral yaitu bentuk kristal yang kurang

sempurna dengan relasi equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya

hampir sama. Adapun struktur yang ada pada batuan ini adalah masif yaitu apabila
tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.

Dalam batuan beku ini terdapat mineral dengan komposisinya. Adapun mineral

yang terdapat dalam batuan ini adalah kuarsa yang berwarna bening ,piroksen

yang berwarna hitam dan plagioklas yang berwarna putih yang mana ketiganya

memiliki bentuk prismatik pendek dengan masing masing komposisi kimia

sebagai berikut: komposisi kimia dari kuarsa adalah SiO2., komposis kimia

piroksen adalah (Mg, Fe) 2SiO4, komposisi kimia biotit K(Mg,Fe)3 (AlSi3O10)

(F,OH)2, komposisi kimia dari hornblende (Ca,Na)2–3(Mg,Fe,Al)5(Al,Si)8O22(OH,F)2

dan komposisi kimia dari plagioklas adalah (Ca, Na) (Mg,Fe,AI) (Si,AI)2O6.

Masing-masing presentase kandungan mineral dari batuan ini yaitu terdapat 30%

kuarsa, biotit 25% hornblende 5% dan 40% plagioclas. Dengan menggunakan

tabel klasifikasi Fenton 1940, maka dapat ditemukan bahwa nama dari batuan ini

adalah Quartz Diorite.

4.1.3 Sampel 3

Gambar 4.3 Sampel 3

Pada sampel ketiga dengan nomor peraga 13 merupakan jenis batuan beku

dengan warna lapuk berwarna kuning dan warna segar berwarna merah. Tekstur

sampel nomor 13 ini dari segi kristalinitas nya adalah hipokristalin yaitu batuan
beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal dan dari segi granularitasnya

sampel ini digolongkan dalam faneroporphyritik yaitu batuan beku yang hampir

seluruhmya tersusun oleh mineral mineral yang berukuran kasar. Bentuk dari

sampel ini adalah euhedral-subhedral yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

dengan relasi equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama.

Adapun struktur yang ada pada batuan ini adalah masif yaitu apabila tidak

menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya. Dalam

batuan beku ini terdapat mineral dengan komposisinya. Adapun mineral yang

terdapat dalam batuan ini adalah kuarsa yang berwarna bening , dan plagioklas

yang berwarna putih yang mana ketiganya memiliki bentuk prismatik pendek

dengan masing masing komposisi kimia sebagai berikut: komposisi kimia dari

kuarsa adalah SiO2, dan komposisi kimia dari plagiokclas adalah (Ca, Na)

(Mg,Fe,AI) (Si,AI)2O6. Masing-masing presentase kandungan mineral dari

batuan ini yaitu terdapat 15% kuarsa, dan 30% plagioclas dan 55% massa dasar.

Dengan menggunakan tabel klasifikasi Fenton 1940, maka dapat ditemukan

bahwa nama dari batuan ini adalah Granite Porphyri.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Ganesa Pembentukan Dasite

Dasit adalah batuan beku berbutir halus yang biasanya berwarna terang.

Seringkali hadir dalam tekstur porfiritik. Dasit ditemukan dalam aliran lava,

kubah lava, dike, sill, dan pecahan-pecahan piroklastik. Batuan ini biasanya

ditemukan di kerak benua di atas zona subduksi, dimana lempeng samudera yang

relatif muda telahm engalami melting dibawahnya. Dasit merupakan batuan felsik
yang terdiri dari atas mineral kuarsa lebih dari 20% dan alkali feldspar / plagioklas

lebih dari 0,5%. Komposisi batuan ini umumnya mirip dengan andesit, tetapi dasit

memiliki plagioklas yang lebih sodik dan lebih banyak K-feldspar serta kuarsa.

Magma dasit umumnya berkembang di zona subduksi yaitu di lempeng

samudera yang relatif muda yang menunjam di bawah lempeng benua. Saat

lempeng samudera turun ke mantel bumi, ia akan mengalami melting (pencairan)

parsial bersamaan dengan pembebasan air magma yang juga memfasilitasi

melting batuan di sekitarnya. Plagioklas adalah mineral yang paling melimpah di

dasit. Mineral lain yang sering ditemukan dalam dasit adalah kuarsa, biotit,

hornblende, dan piroksen. Dasit yang sebagian besar tersusun atas plagioklas dan

kuarsa biasanya mempunyai ciri berwarna lebih terang, putih hingga abu-abu

terang. Sedangkan yang dominan disusun atas hornblende dan biotit memiliki ciri

berwarna abu-abu muda sampai coklat muda. Dasit yang paling gelap biasanya

banyak mengandung augit ataupun enstatit.

4.2.2 Genesa Pembentukan Quartz Diorite

Batu diorit terbentuk melalui proses pendinginan magma di bawah

permukaan bumi. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yang

membuat kristal-kristal mineral di dalam batuan memiliki ukuran yang cukup

besar.

Batuan diorit biasanya terbentuk di daerah subduksi dan kolisi lempeng

bumi, dan dapat ditemukan di banyak tempat di seluruh dunia. Diorit adalah jenis

batuan beku dalam, yang terbentuk dari magma atau lava yang mendingin dan

mengeras di dalam atau di atas permukaan bumi. Secara geologis, batuan diorit
biasanya ditemukan di sekitar perbatasan antara dua lempeng benua atau di zona

subduksi, yaitu tempat di mana lempeng samudra terbenam ke dalam mantel

bumi.

Diorit kuarsa adalah jenis batuan diorit yang mengandung kuarsa sebagai salah

satu mineralnya. Kandungan kuarsa dalam batuan ini membuatnya memiliki sifat-

sifat fisik yang berbeda dengan jenis diorit lainnya.

4.2.3 Genesa Batuan Granit Porphyri

Granit adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan banyak

ditemukan. Sebagian besar granit bertekstur keras dan kuat serta memiliki

ketahanan yang lama, oleh karena itu granit banyak digunakan sebagai batuan

untuk konstruksi. Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan

antara 1,74 dan 2,80. Granit terbentuk ketika magma kental (tebal atau lengket)

perlahan mendingin dan mengkristal jauh sebelum dapat mencapai ke permukaan

bumi dan tergolong dalam batuan plutonik. Granit merupakan batuan beku yang

sebagian besar terdiri dari kuarsa, feldspar, mikas, amfibol, serta campuran

mineral tambahan, yang terdiri dari 10% - 50% kuarsa dan 65% - 90% feldspar.

Mineral-mineral tersebut membuat granit mempunyai banyak variasi warna dan

tekstur seperti yang ada saat ini.


BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum praktikan telah mengetahui;

1. Pengertian batuan beku yaitu, jenis batuan yang terbentuk melalui proses

pembekuan magma atau lava yang mendingin dan mengeras. Magma atau lava

yang mendingin akan mengkristal dan membentuk mineral-mineral yang

terorganisir dalam struktur kristal yang padat. Batuan beku dapat terbentuk

baik di dalam kerak bumi (batuan beku intrusif atau plutonik) maupun di

permukaan bumi (batuan beku ekstrusif atau vulkanik).

2. Deskripsi batuan beku, yaitu dengan menggunakan sampel batuan beku,

dimana deskripsi batuan beku masing-masing sampel;

a. sampel pertama adalah Dasite, batuan beku intermediet dengan plagioklas

dominan yang memiliki kuarsa Dengan menggunakan tabel klasifikasi Fenton

1940, maka dapat ditemukan nama dari batuan ini adalah Dasite.

b. Sampel kedua adalah Quartz Diorite, batuan beku intermediet dengan

plagioklas memiliki kristalinitas holokristalin merupakan fanerik dan dengan

menggunakan klasifikasi Fenton 1940, maka dapat ditemukan nama dari

batuan ini adalah Quartz Diorite.

c. sampel ketiga adalah Granit Porphyri, batuan beku intermediet dengan

orthoklas dominan yang memiliki kristalinitas hipokristalin merupakan Fanero

Porphyri dan dengan m,enggunakan klasifikasi Fenton 1940, maka daopat

ditemukan nama dari batuan ini adalah Granit Porphyri.


3. Ganesa pembentukan batuan beku, yaitu dengan menggunakan sampel batuan

beku, dimana ganesa pembentukan masing masing sampel;

a. Genesa Dasite, Magma dasit umumnya berkembang di zona subduksi yaitu di

lempeng samudera yang relatif muda yang menunjam di bawah lempeng

benua. Saat lempeng samudera turun ke mantel bumi, ia akan mengalami

melting (pencairan) parsial bersamaan dengan pembebasan air magma yang

juga memfasilitasi melting batuan di sekitarnya

b. Genesa Quartz Diorite, Batu diorit terbentuk melalui proses pendinginan

magma di bawah permukaan bumi. Proses ini membutuhkan waktu yang

cukup lama, yang membuat kristal-kristal mineral di dalam batuan memiliki

ukuran yang cukup besar. Diorit kuarsa adalah jenis batuan diorit yang

mengandung kuarsa sebagai salah satu mineralnya. Kandungan kuarsa dalam

batuan ini membuatnya memiliki sifat-sifat fisik yang berbeda dengan jenis

diorit lainnya.

c. Genesa Granite Porphyri, Granit terbentuk ketika magma kental (tebal atau

lengket) perlahan mendingin dan mengkristal jauh sebelum dapat mencapai ke

permukaan bumi dan tergolong dalam batuan plutonik. Granit merupakan

batuan beku yang sebagian besar terdiri dari kuarsa, feldspar, mikas, amfibol,

serta campuran mineral tambahan, yang terdiri dari 10% - 50% kuarsa dan

65% - 90% feldspar. Mineral-mineral tersebut membuat granit mempunyai

banyak variasi warna dan tekstur seperti yang ada saat ini
5.2 Saran

1. Sebaiknya laboratorium ditambahkan pendingin ruangan agar asisten dan

praktikan tidak merasa gerah didalam laboratorium

2. Saya berharap agar asisten lab selalu ramah terhadap praktikan agar suasana lab

selalu menjadi nyaman bagi praktikan


Daftar Pustaka

Bell, F. G. (Ed.). (2013). Engineering in rock masses. Elsevier.

Erna, Siska. (2019). Batuan Beku. Lampung: Universitas Lampung

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press

Prothero, Donald R.; Schwab, Fred (2004).Sedimentary geology: an introduction

to sedimentary rocks and stratigraphy (2nd ed.). New

York: Freeman. P

Sukandarrumidi, Kotta, Maulana. (2017). Geologi Umum. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai