Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan

1.1.1 Lokasi Cekungan Kutai

Cekungan Kutai merupakan cekungan tersier di Indonesia dengan


ketebalan sedimen yang diendapkan seluas ±60.000 km2 dan mengandung
endapan berumur Tersier dengan ketebalan mencapai 15 km (Rose dan
Hartono,1978). Gambaran dari Cekungan Kutai dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Index Peta Cekungan Kutai (Peterson, Bachtiar.,dkk


2006)

Lokasi penelitian ini termasuk dalam lower Kutai Basin. Lokasi ini
termasuk dalam sistem delta, dan dibatasi oleh tinggian Kuching pada
bagian utara, juga laut pada bagian timur.

1
1.1.2 Geologi Regional

Sejarah tektonik yang mempengaruhi terbentuknya cekungan Kutai pada


awalnya, terbentuk dari interaksi tiga lempeng yaitu Eurasia, India-Australia dan
Pasifik. Kegiatan tektonik yang cukup aktif dan berlangsung lama ini
menyebabkan pada cekungan Kutai memiliki struktur yang kompleks. Pada
dasarnya terdapat 3 fase megasequence yaitu syn-rift, post-rift dan syn-inversi
yang terjadi dari eocene sampai late miocene. Gambaran aktivitas tektonik pada
cekunggan Kutai dapat dilihat seperti Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Perkembangan tektonik Cekungan Kutai (Hutchison,


1996)

Cekungan Kutai pada awalnya masih berada pada lempeng Eurasia,


selanjutnya pada Eosen awal terjadi rifting yang mengakibatkan

2
terbentuknya graben disepanjang patahan ekstensi pada pulau Kalimantan
yang berarah timur laut – barat daya (NE-SW). Selama proses rifting
berlangsung juga terjadi fase subduksi antara kerak samudara indo-
australia yang menujam pada kerak sunda. Proses ini yang membentuk
pegunungan yang ada pada daerah Kutai, disebelah barat pegunungan kutai
tersebut merupakan forc arc basin. Cekungan Kutai sendiri terbentuk oleh
proses pemekaran yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian
utara dan Laut Sulawesi yang terjadi pada Eosen Tengah. Selanjutnya
terbentuknya sejumlah half graben dari terjadinya fasa ekstensi regional
yang terjadi pada Eosen Akhir. Pada Eosen Tengah-Eosen Akhir ini juga
Half graben yang terbentuk ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-rift
dengan variasi dari beberapa fasies litologi. Fase akhir yaitu tektonik
inversi terjadi pada Miosen Awal, menyebabkan pengangkatan pada pusat
cekungan yang terbentuk selama Eosen dan Oligosen, sehingga
cekungan mengalami pendangkalan. Masa Inversi ini terus berlanjut dan
mempengaruhi cekungan selama Miosen Tengah dan Pliosen. Inversi
tersebut dan mempengaruhi daerah yang terletak di bagian timur
Cekungan Kutai, sehingga mempercepat proses progradasi delta
(Allen dan Chambers, 1998).
1.1.3 Stratigrafi Cekungan Kutai

Secara umum Cekungan Kutai tersusun atas endapan-endapan


sedimen berumur Tersier yang memperlihatkan hasil siklus transgresi dan
regresi laut. Sistem delta yang berumur Miosen Tengah berkembang
secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur disertai
oleh tumbuhnya delta yang terus-menerus yang diselingi oleh fase genang
laut secara lokal. Urutan stratigrafi dari tua ke muda pada Cekungan Kutai
secara umum yaitu Formasi Kiham Haloq, Formasi Atan dan Formasi
Kedango, Formasi Vulkanik Sembulu, Formasi Pamaluan, Kelompok

3
Bebulu, Kelompok Balikpapan, Kelompok Kampung Baru, Kelompok
Mahakam yang terlihat seperti Gambar 2.3.
a. Endapan Paleogen

Gambar 2. 3 Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana,dkk.,1999)

4
Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun atas asosiasi
batuan mafik dan sedimen dengan tingkat metamorfisme yang berbeda.
Batuan dasar vulkanik yang dilaporkan tersingkap di Sungai Mahakam
merupakan hasil aktivitas vulkanik pada Eosen Awal-Tengah. Batuan
sedimen Tersier tertua pada stratigrafi Cekungan Kutai adalah terdiri dari batu
serpih, lanau, dan batupasir sangat halus. Batuan-batuan tersebut mengandung
foramina feraplanktonik yang berumur Eosen Tengah. Pada beberapa lokasi,
formasi ini berasosiasi dengan batuan vulkaniklastik (daerah Mangkalihat)
dan aliran Lava (ketebalan 1.400meter). Pada batas Eosen Tengah-Akhir, fase
regresi ditunjukan oleh terjadinya pembajian lapisan sedimen klastik yang
diikuti oleh endapan laut berumur Eosen Akhir hingga Oligosen Awal.
b. Endapan Oligosen Akhir-Miosen Tengah
Pengendapan sedimen pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah terdiri dari
sikuen tunggal dan beberapa terdiri dari dua siklus transgresi dan regresi.
Ketidak selarasan ini diakibatkan oleh fase tektonik yang secara intensif
mempengaruhi struktur batuan di daerah dan membentuk keadaan Cekungan
Kutai saat ini. Pengendapan dimulai pada Oligosen Akhir yang ditandai
dengan pengendapan klastik yang berubah secara berangsur menjadi serpih
dan batu lumpur dari Formasi Pamaluan, yang diikuti oleh pengendapan
batuan karbonat dari Formasi Bebulu dan pada akhir pengendapannya
diendapkan serpih napal dan batu lanau dari Formasi Pulau Balang yang
berumur Miosen Awal-Tengah. Formasi Pamaluan yang tersusun atas sikuen
serpih-batu lanau dengan ketebalan mencapai 1000 meter. Formasi Pamaluan
berubah secara berangsur menjadi batu gamping dari Formasi Bebulu, yang
membentuk suatu paparan di Cekungan Kutai bagian dalam dengan ketebalan
100-200m. Formasi bebulu(bebulu grup) ini menjadi batas bawah formasi dari
penelitian ini. Formasi Bebulu secara selaras tersuksesi oleh Formasi Pulau
Balang yang terdiri dari batu lumpur-serpih dengan perlapisan batu gamping
dan batupasir dengan ketebalan berkisar 1.500 meter.
c. Endapan Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Kelompok batuan yang dinamai Grup Balikpapan pada umur ini
umumnya tersusun sangat kompleks dan masih membingungkan. Bagian
bawah dari kelompok batuan ini tersusun atas batuan klastik Formasi

5
Mentawir dan dapat dibedakan dari bagian atasnya yang tersusun atas serpih-
karbonat Formasi Mentawir. Batupasir Formasi Mentawir memiliki ciri
litologi masif, berbutir halus-sedang,berlapis dengan serpih, lanau,dan
batubara. Ketebalan unit batuan ini kurang lebih 450 meter. Secara selaras
Grup Balikpapan ini ditutupi oleh Formasi Klandasan, yang tersusun atas
serpih,napal dan karbonat. Ke arah barat, Formasi Klandasan semakin intensif
tererosi. Batu pasir basal dengan ketebalan 1000 meter berubah secara
berangsur menjadi lanau dan serpih. Formasi Klandasan dengan interval
karbonat dikenal dengan Formasi Meruat, yang berangsur ke arah basinward
menjadi napal.Formasi Sepinggan menutupi Formasi Klandasan secara
selaras. Formasi Sepinggan disusun oleh sikuen serpih-batu lumpur dengan
ketebalan kurang lebih 1.000 meter. Di daerah Runtu-Agar dan Sangatta,
interkalasi batu pasir sangat halus dan batubara mencirikan endapan delta
bagian distal dari bagian timur kompleks delta prograding yang menyatu
dengan klastik anggota Grup Balikpapan. Sikuen ini dikenal dengan Formasi
Sangatta(batubaraan) dengan ketebalan mencapai 2.200 meter.Pada Miosen
Tengah hingga Miosen Akhir, siklus sedimentasi ditutup oleh regresi pada
Miosen Akhir, yang diindikasikan oleh pembajian klastik yang membentuk
bagian dari Formasi Kampung Baru.
d. Endapan Pliosen dan Kuarter

Formasi Kampung Baru dapat dikenali pada area tepi pantai di daerah
tenggara dari Cekungan Kutai (daerah Balikpapan), yang secara tidak selaras
menutupi Formasi Balikpapan. Formasi ini tersusun atas batupasir, batu lanau
dan serpih yang kaya akan batubara. Klastik yang lebih kasar umumnya lebih
banyak terdapat pada bagian bawah dari formasi ini dengan ketebalan 30-120
meter. Batupasir ini membaji ke arah timur menjadi unit serpih seluruhnya.
Unit klastik pada bagian atas lapisan ini merupakan sebuah bukti transgresi
pada pliosen awal ke arah basinward unit ini bergradasi menjadi fasies
karbonat (Batu gamping Sepinggan).
2.2 Teori Gelombang

Metode seismik merupakan salah satu metode eksplorasi yang


didasarkan oleh peramatan gelombang, gelombang seismik merupakan

6
gelombang elastik yang merambat di bawah permukaan bumi yang mana
akan ditangkap oleh reciever atau geophone. Sumber getaran ditimbulkan
oleh ledakan dinamit atau sejenisnya yang ditempatkan pada titik penelitian,
gelombang yang dihasilkan akan menyebar ke segala arah yang kemudian
direkam oleh geophone sebagai fungsi waktu. Data yang terekam oleh
receiver tersebut merupakan waktu tempuh (travel time) gelombang pantul,
yang akan memberikan informasi kecepatan rambat gelombang pada lapisan
betuan tersebut. Pada gelombang seismik, variabel yang dapat dimanfaatkan
adalah frekuensi, amplitudo dan fasa gelombang.
Gelombang seismik didapatkan dengan cara membuat getaran dari
sumber getar, getaran tersebut merambat ke segala arah di bawah permukaan
bumi. Gelombang yang datang mengenai lapisan batuan yang akan
mengalami pemantulan, pembiasan dan penyerapan. Respon batuan
terhadap gelombang yang datang akan berbeda tergantung pada sifat fisik
batuan yang seperti densitas, porositas, umur batuan, kedalaman batuan, dll.
Kemudian hasil dari respon tersebut akan dihasilkan bentuk penampakan
dari bawah permukaan. Gelombang seismik dapat dibagi menjadi 2 yaitu
body wave dan surface wave seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Tipe-tipe dari gelombang elastik progresif


(Novotny, 1999)

Gelombang dibagi menajadi dua yaitu body wave (tubuh) dan surface
wave (permukaan). Body wave dapat berpropogasi ke bagian interior dari
medium, sedangkan surface wave terkonsentrasi sepanjang permukaan
medium.

7
2.2.1 Body Wave

Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media


elastik dan arah perambatannya keseluruh bagian di dalam bumi. Dari
gambar prinsip tipe gelombang (Gambar 2.5) maka body wave dibagi
menjadi dua lagi,

Gambar 2.5 Pada bagian kiri merupakan gelombang longitudinal


dan bagian kanan merupakan gelombang
transversal (Veeken, 2007)

1. Gelombang longitudinal, disebut juga gelombang kompresi atau


irasional. Disebut juga gelombang primer (P-wave), karena
merepresentasikan gelombang yang pertama kali tercatat dalam
seismogram. Gelombang ini terlibat dalam kompresi dan re-refraksi pada
material yang dilaluinya. Semua partikel atau medium dapat dilalui
gelombang ini. Contoh dari gelombang ini adalah gelombang suara.
2. Gelombang transversal, disebut juga shear atau gelombang rotasional.
Dalam dunia seismik disebut juga dengan gelombang sekunder (S-wave).
Gelombang ini terlibat dalam rotasi pada material yang dilaluinya tetapi
tidak ada perubahan dalam volume. Gerakan partikelnya tegak lurus
dengan arah rambat gelombangnya.
2.2.2 Gelombang Permukaan

Gelombang ini ada pada batas permukaan medium dan berdasarkan


pada sifat gerakan partikel media elastik, gelombang permukaan ini
merupakan gelombang yang memiliki frekuensi yang rendah dan

8
amplitudo yang besar, dan menjalar akibat adanya efek free Surface di-
mana terdapat perbedaan sifat elastik (Susilawati, 2008). Gelombang
permukaan terbagi 2 lagi seperti yang terlihat pada Gambar 2.6 dan
Gambar 2.7.

Gambar 2. 6 Gerakan partikel dari gelombang Rayleigh


Veeken, 2007)

(b)
Gambar 2. 7 Gerakan partikel dari gelombang Love (Veeken,
2007)

1. Gelombang rayleigh, merupakan gelombang yang menjalar


dipermukaan bumi dengan pergerakan partikelnya menyerupai
ellips.

9
2. Gelombang love (love wave), gerakan partikelnya sejajar dengan
permukaan. Gelombang love lebih cepat daripada gelombang
rayleigh dan lebih cepat sampai di seismograf.
2.3 Refleksi Seismik

Refleksi seismik terbentuk dari interface yang menunjukkan kontras


kecepatan-densitas yang cukup. Setiap lapisan seismik di bawah permukaan
memiliki nilai impedansi akustik yang berbeda-beda. Impedansi akustik yang
didefinisikan sebagai :
Impedansi Akustik = densitas x kecepatan (2.1)
Interface antara lapisan biasanya berhubungan dengan bidang lapisan sedimen
dan unconformity. Dasar geometri penjalaran gelombang pada interface
impedansi akustik diperlihatkan pada Gambar 2.6. Adapun persamaan Hukum
Snellius yang diaplikasikan dalam transimisi energi pada medium ini adalah:

Sini Sint
 (2.2)
v1 v2
di mana :
 i = Sudut datang wavefront.
 t = Sudut transmisi energi gelombang medium isotropis.
(2.4)

10
Gambar 2. 8 Gelombang akustik suara yang dipengaruhi oleh
interface antara kecepatan dan densitas antara dua lapisan yang
memiliki kontras impedansi akustik (Veeken, 2007)

Respon seismik dari sebuah refleksi wavefront bergantung pada


jumlah perubahan kecepatan dan densitas sepanjang interface yang
didefinisikan sebagai koefisien refleksi dan reflektivitas R. Berikut
merupakan formulanya:

2v2  1v1
R (2.3)
2v2  1v1
Tidak semua energi yang terefleksikan kembali lagi ke permukaan,
beberapa ditransmisikan ke level yang lebih dalam, berikut merupakan
persamaannya:
Rtrans = 1 – R (2.4)

11
2.4 Komponen Seismik Refleksi

Adapun yang dimaksud dengan komponen seismik refleksi adalah


komponen yang dihasilkan dari parameter dan data seismik, berikut
merupakan komponen-komponen seismik refleksi.
2.4.1 Impedansi Akustik

Impedansi akustik (AI) adalah sifat fisis batuan yang dipengaruhi


oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan
dan temperatur, sehingga AI dapat digunakan sebagai suatu indikator
litologi, porositas, hidrokarbon, serta pemetaan litologi. Secara
matematis AI adalah hasil perkalian antara harga kecepatan dengan harga
densitas suatu batuan, dengan persamaan sebagai berikut:
Impedansi Akustik (AI) = 𝜌 𝑥 𝑣 (2.5)
di mana ρ adalah densitas dan v adalah kecepatan gelombang seismik.
Impedansi akustik dapat juga dianalogikan dengan acoustic hardness
atau batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan. Sebagai
contoh batu gamping dan granit mempunyai AI tinggi, sedangkan batuan
yang lunak seperti lempung mempunyai AI rendah (Sukmono dan
Abdullah, 2001). Harga kontras impedansi akustik dapat diperkirakan
dari besarnya amplitudo refleksinya, semakin besar amplitudonya maka
akan semakin besar refleksi dan kontras impedansi akustiknya.
2.4.2 Koefisien Refleksi

Koefisien refleksi merupakan cerminan dari bidang batas media


yang memiliki harga impedansi akustik yang berbeda. Pada saat
gelombang dengan sudut datang normal maka gelombang tersebut yang
direfleksikan dan ditransmisikan akan mempunyai bentuk pulsa
gelombang yang sama dengan gelombang datang namun besar
amplitudonya berbeda (Umam.2004). Perbandingan antara besar
amplitudo gelombang yang terpantulkan dan gelombang datang tersebut
dinamakan koefisien refleksi (KR), yaitu :

12
𝐴𝑟
KR = (2.6)
𝐴𝑑

di mana Ar adalah amplitudo gelombang refleksi, dan Ad adalah


amplitudo gelombang datang. Koefisien refleksi ini akan berubah seiring
dengan perubahan densitas (ρ) dan cepat rambat gelombang (v) pada
batuan yang dirumuskan dengan:

 2 v2  1v1
KR  (2.7)
 2 v2  1v1
di mana :
KR : Koefisien Refleksi
AI : Impedansi Akustik
ρ1 : Densitas lapisan 1
v1 : kecepatan gelombang lapisan 1
ρ2 : Densitas lapisan 2
v2 : kecepatan gelombang lapisan 2
2.4.3 Trace Seismik

Suatu model dasar yang sering digunakan dalam model satu


dimensi untuk trace seismik mengacu pada model konvolusi, yang
menyatakan bahwa setiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana
dari reflektivitas bumi dengan suatu fungsi seismik yang ditambah
dengan noise (Rusell, 1988). Berikut merupakan persamaan yang
digunakan untuk membuat trace seismik:
S(t) = W(t) * r(t) + n(t) (2.8)
di mana :
S(t) = trace seismik
W(t) = wavelet seismik
r(t) = reflektivitas bumi, dan
n(t) = noise
“* = konvolusi

13
2.4.4 Wavelet
Wavelet merupakan suatu gelombang mini yang mana memiliki
komponen-komponen seperti nilai amplitudo, frkuensi dan fasa
(Abdullah, 2007). Pada dasarnya bentuk dari wavelet dapat dilihat
seperti Gambar 2.7

Gambar 2. 9 Jenis–jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energi,


yaitu (1) Mixed phase (2) Minimum phase (3)Maximum phase (4)
Zero phase (Sukmono.1999)

Dalam interpretasi sesimik biasanya menggunakan wavelet


fase nol, wavelet tersebut dari data seismik biasanya hanya
merepresentasikan window time yang kecil. Sangat sulit untuk
menentukan fase nol yang benar untuk sebuah volume data seismik.
Untuk mengecek kondisi data dari fase nol maka dibutuhkan analisis
domain frekuensi. Ini dapat diselesaikan dengan menggunakan
Transformasi Fourier dan mempelajari fase spektrumnya (Mari, dkk.,
1999).

2.4.5 Polaritas Seismik

Penggunaan polaritas pada suatu data seismik mengacu pada


perekaman dan konversi tampilan dan titik yang mempunyai makna
khusus tersendiri, pada suatu rekaman seismik. Polaritas gelombang
menggambarkan koefisien refleksi sebagai suatu bentuk gelombang yang
bernilai positif atau negatif. Karena terdapat ketidakpastian dari bentuk

14
gelombang seismik yang direkam, maka dilakukan pendekatan bentuk
polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal dan polaritas terbalik
(reversed). Meskipun polaritas hanya mengacu pada perekaman dan
konvensi tampilan dan tidak mempunyai makna khusus tersendiri, dalam
rekaman seismik, penentuan polaritas sangat penting. Saat ini terdapat
dua jenis konvensi polaritas yaitu Standar Society of Exploration
Geophysicists (SEG) dan Standar Eropa, yang terlihat seperti Gambar
2.8,

Gambar 2.10 Tampilan polaritas SEG dan Eropa (Sukmono dan


Abdullah, 2001)

Penggunaan konvensi ini, dalam sebuah penampang seismik


dengan tampilan polaritas normal SEG akan didapatkan :
1. Batas refleksi berupa trough pada penampang seismik, jika
nilai impedansi akustik pertama lebih besar dari pada nilai
impedansi akustik kedua.
2. Batas refleksi berupa peak pada penampang seismik, jika nilai
impedansi akustik kedua lebih kecil dibandingkan nilai
impedansi akustik pertama.
2.4.6 Resolusi Seismik

Resolusi seismik merupakan kemapuan gelombang seismik


untuk memisahkan dua reflektor yang berdekatan. Refleksi
seismik dibentuk oleh interface antara satuan batuan yang

15
menunjukkan kontras densitas dan kecepatan yang cukup.
Perkalian antara densitas dan kecepatan akan menghasilkan
impedansi akustik pada sebuah lapisan. Nilai dari refleksi tidak
hanya berhubungan dengan kontras densitas dan kecepatan tetapi
juga bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut:
- Bentuk asli dari wavelet seismik yang menjadi input.
- Frekuensi dan bandwidth dari data perekeman.
- Filtering
- Interval kecepatan pada batuan.
Resolusi seismik deibedakann menjadi dua yaitu resolusi vertikal dan
resolusi horizontal.

2.4.6.1 Resolusi Vertikal


Resolusi seismik vertikal ditentukan oleh beberapa hal :
- Frekuensi dari sinyal seismik.
- Bandwidth.
- Interval kecepatan dari batuan yang dianalisis.
- Kontras Impedansi akustik.
Ketebalan minimal yang dapat terbaca disebut dengan tuning
thickness. Besarnya ketebalan tuning adalah ¼ panjang gelombang
seismik (  ). Di mana  =v/f dengan v adalah kecepatan gelombang
seismik dan f adalah frekuensi. Resolusi seismik bergantung dari
multilayer pada spasi vertikal antar lapisan.
Spasi jarak antar lapisan terlalu dekat maka interval two-way-
time antara dua interface akan terlalu sempit (Sheriff, 1977).
Resolusi ketebalan lapisan pada umumnya berkurang seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Fenomena ini disebabkan oleh semakin
tingginya frekuensi yang terabsorpsi ketika energi seismik melalui
lapisan-lapisan seiring dengan bertambahnya kedalaman di dalam
kerak bumi.

16
2.4.6.2 Resolusi Horizontal

Tidak hanya resolusi vertikal yang memiliki keterbatasan,


pada arah horizontal juga memiliki keterbatasan. Resolusi lateral
dikontrol oleh spasi trace dan juga jarak antara subsurface dengan
titik sampling. Common Mid Point (CMP) normalnya memiliki
range antara 12.5 meter hingga 50 meter. Resolusi lateral dikenal
juga dengan zona fresnel. Jari-jari dari zona fresnel bergantung pada
panjang gelombang dari sinyal akustik dan juga kedalaman reflektor
sebagai penambahan lebar wavefront seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Resolusi lateral dari data seismik bergantung karena
beberapa hal, anata lain:
- Bandwidth atau konten frekuensi.
- Interval kecepatan.

Gambar 2.11 Skema representasi zona fresnel (  ),


wavelet seismik memiliki panjang gelombang dengan
energi yang menyebar sepanjang diskrit interval waktu
(Sheriff, 1977)

2.5 Stratigrafi Seismik

Pada dasarnya Stratigrafi Seismik adalah penafsiran stratigrafi dari


data seismik (Vail dan Mitchum, 1977). Karekter unik dari rekaman

17
seismik refleksi memungkinkan untuk dilakukannya penerapan
langsung konsep geologi berdasarkan kenampakan stratigrafi dari
rekaman tersebut.
2.5.1 Analisa Sekuen Seismik

Sekuen merupakan sebuah kesatuan stratigrafi yang terdiri atas


urutan yang relatif selaras dari lapisan batuan yang secara genetik
berhubungan dan dibatasi di baian atas dan bawah oleh bidang
ketidakselarasan atau korelasi bidang selarasnya (Sukmono dan
Abdullah, 2001).

Gambar 2. 12 Contoh sekuen stratigrafi ( Van Wagoner dan


Mitchum.1990)

Gambar diatas menunjukkan satu pola system tract yang memiliki


beberapa sekuen stratigrafi didalamnya, setiap system tract dapat
menjelaskan informasi geologi berupa kenaikan maupun penurunan muka
air laut yang sangat berguna untuk analisis stratigrafi.

18
2.5.2 Batas-batas Sekuen

Terdapat dua jenis batas sekuen pada benda geologi yaitu batas
bawah dan batas atas yang kemudian istilah benda geologi tersebut disebut
dengan batas sekuen seismik. Berdasarkan bentuk data seismik, batas
sekuen terbagi menjadi 5 ( Gambar 2.13)

Gambar 2. 13 Batas atas dan batas bawah sekuen (Sukmono


dan Abdullah, 2001)

yaitu erotional truncation, toplap, onlap, concordan dan downlap. Erotional


truncation atau dikenal dengan unconformity (ketidakselarasan)
diakibatkan oleh peristiwa erosi karena tereksposnya ke permukaan.
Kemudian, batas berbentuk toplap diakibatkan karena tidak adanya
peristiwa sedimentasi(hiatus) dan tidak ada peristiwa erosi, batasan sekuen
dengan bentuk onlap terdapat pada lingkungan shelf(shelfal enviroment)
disebabkan karena kenaikan muka air laut yang relatif pada lingkungan

19
laut dalam akibat sedimentasi yang perlahan dan pada channel yang
tererosi akibat low energy fill. Batasan seismik dengan bentuk downlap
diakibatkan oleh sedimentasi yang cukup intensif biasanya menandakkan
adanya peurunan muka air laut, sedangkan concordan menagambarkan
sedimentasi yang seragam atau selaras.
2.5.3 Analisis Fasies Seismik

Satu unit fasies seismik adalah suatu unit seismik 3 dimensi


yang tersusun atas kumpulan pola refleksi yang parameternya berbeda
dengan unit fasies di sekitarnya (Mitchum dkk, 1977). Setiap
parameter memiliki informasi yang berbeda-beda dalam
menggambarkan suatu kondisi geologi. Contoh bentuk dari pola fasies
dapat dilihat seperti Gambar 2.14

Gambar 2. 14 Parameter fasies seismik (Abdullah, 2011)

20
Parallel merupakan jenis tekstur internal yang disebabkan oleh
pengendapan sedimen dengan rate yang seragam (uniform rate), atau
pada paparan (shelf) dengan subsiden yang uniform atau sedimentasi
pada stable basin plain. Sub parallel merupakan jenis tekstur yang
terbentuk karena adanya zona pengisian atau pada situasi yang
terganggu oleh arus laut. Wavy parallel terbentuk akibat lipatan
kompresi dari lapisan parallel diatas permukaan diapir atau sheet drape
dengan endapan berbutir halus. Divergen merupakan terbentuk akibat
permukaan yang miring secara progresif selama proses sedimentasi.
Chaotic terbentuk diakibatkan oleh pengendapan dengan energi tinggi
(mounding, cut dan fill channel) atau deformasi setelah proses
sedimentasi (sesar, gerakkan overpressure shale,dll). Reflection Free
biasanya ditemukan pada batuan beku, kubah garam, interior reef
tunggal.
2.6 Atribut seismik

Atribut seismik merupakan segala informasi yang diperoleh dari


data seismik baik melalui pengukuran langsung, komputasi, dan dengan
pengalaman(Abdullah, 2011). Metode atribut seismik digunakan untuk
dapat melihat atau menggali informasi dari data seismik yang tidak
dapat dilihat dari data seismik biasa. Atribut seismik sendiri terbagi
menjadi 4 klasifikasi turunan yaitu waktu, amplitudo, fasa, dan atenuasi
dapat terlihat seperti Gambar 2.15.

21
Gambar 2. 15 Klasifikasi Atribut seismik (Brown, 1999)

2.6.1 Atribut RMS(root mean square) Amplitudo

Atribut RMS amplitudo digunakan untuk melihat perubahan litologi


yang ekstrim seperti pada kasus pasir gas dan channel deltaic. Atribut rms
amplitudo ini merupakan akar dari jumlah energi dalam domain waktu di
mana amplitudonya dikuadratkan.
2.6.2 Atribut Instataneous Phase (fase sesaat)

Atribut ini digunakan untuk melihat kontinyuitas lapisan dan sensitif


terhadap noise. Atribut ini sering digunakan untuk melihat refleksi
gelombang seismik secara lebih jelas, atribt ini sering dikombinasikan
dengan atribut lainnya untuk melihat DHI (direct hidrocarbon index).

22
Atribut ini didapatkan dari besar sudut di mana tangennya adalah amplitudo
kwadratur sesaat dibagi amplitudo rill sesaat (Sukmono dan Abdullah,
2001).
2.6.3 Number of zero crossing
Atribut ini merupakan klasifikasi dari atribut frekuensi, digunakan
untuk menghitung jumlah dari zero crossing. Atribut ini didapatkan dari
jumlah semua zero crossing dalam suatu window analisis. Atribut ini
umumnya digunakan untuk melihat perbedaan fasies pada suatu daerah.

23
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

24

Anda mungkin juga menyukai