Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan, dengan kurang lebih 17.508 pulau dengan
panjang garis pantai 81.000 km, tentunya dengan potensi sumber daya laut yang
memiliki jasa lingkungan. Sumber daya alam yang terdapat di wilayah pantai ada 2
jenis, yaitu sumber daya yang dapat pulih, seperti perikanan, terumbu karang, dan
hutan mangrove. Dan sumber daya yang tidak dapat pulih, seperti gas mineral, dan
minyak bumi.

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda
langit, terutama matahari dan terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan
jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi lebih dekat
daripada matahari sehingga pengaruhnya lebih besar daripada matahari.

Gelombang merupakan gerakan air secara osilasi dengan permukaan naik turun serta
mempunyai panjang, tinggi, periode, kecepatan, energi dan lain-lain. Gelombang
timbul akibat pengaruh dari angin, gempa bumi, gunung api bawah laut, longsoran
dan aktivitas manusia lainnya (Haruna Mappa dan Kaharuddin, 1991). Gelombang
laut sangat berpengaruh terhadap peristiwa abrasi. Gelombang merupakan faktor
utama yang menyebabkan pengikisan pantai. Gelombang ini akan lebih dirasakan
pengaruhnya di perairan dangkal bila dibandingkan dengan perairan dalam. Di
perairan dalam proses abrasinya sangat rendah, hal ini disebabkan karena gelombang
tersebut hanya berpengaruh di daerah permukaan saja (Haruna Mappa dan
Kaharuddin, 1991). Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air bergerak
tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama
sekali diam.

1
Secara geologi, kepulauan Indonesia terbentuk oleh berbagai proses geologi
yang sangat kuat sehingga berpengaruh pada pembentukan pantai disana.Kawasan
pantai merupakan kawasan yang sangat dinamis dengan berbagai ekosistem
hidup disana dan saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Perubahan garis pantai merupakan salah satu bentuk dinamisasi kawasan pantai
yang terjadi secara terus menerus.

Seluruh permukaan dasar laut yang dalam ditutupi oleh partikel-partikel sedimen
yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu jutaan tahun yang
silam. Sedimen ini dibentuk dari material yang berasal dari pembongkaran batu-
batuan dan cangkang moluska serta sisa dari rangka-rangka organisme laut, dapat
pula berasal dari berbagai sumber , seperti dari udara, air, dan daratan. Namun
sebagian besar material berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai. Tekstur
sedimen yaitu hubungan bersama anytara ukuran butir dalam batuan dan pada
umumnya ukuran butir ini dapat diamati menggunakan mikroskop. Komposisi
sedimen merupakan acuan terhadap mineral-mineral dan struktur kimia dalam
batuan (Lonawarta, 1996).

Sedimen merupakan material bahan padat, berasal dari batuan yang mengalami
proses pelapukan, peluluhan, pengangkutan oleh air, angin dan gaya gravitasi; serta
pengendapan atau terkumpul oleh proses atau agen alam sehingga membentuk
lapisan-lapisan di permukaan bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi. Sedimen
permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh material biogenik yang berasal dari
organisme, materia laut organik hasil proses kimiawi laut (seperti glaukonit, garam,
fosfor); material residual; material sisa pengendapan sebelumnya; dan material
detritus sebagai hasil erosi asal daratan (Jackson,2012).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Geologi Laut antara lain :

2
 Mengetahui tinggi maksimal gelombang di daerah penelitian

 Mengetahui jenis pasang-surut di daerah penelitian

 Mengetahui pola pengendapan sedimen pantai di daerah penelitian

1.3 Waktu dan Tempat


Praktikum lapangan atau pengambilan sampel dilakukan di pulau Indah Kurma,
Pangempang Kecamatan Muarabadak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi
Kalimantan Timur pada tanggal 25 November sampai tanggal 27 November 2016.

Pada praktikum Laboratoriun dilakuakan Di Laboratorium Teknologi Mineral dan


Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.

3
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

Geologi Regional
Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya
interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-
Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk daerah Timur
Kalimantan. Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif
menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada zaman Kapur
Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan,
yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai
Paparan Sunda. Pada zaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang
menghasilkan beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan. Selama zaman
Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian Timur kontinen dataran Sunda. Pada
pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama,
yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang mempengaruhi makin terbukanya busur
belakang samudra, Laut Sulawesi dan Selat Malaka. Cekungan Kutai merupakan
salah satu cekungan yang dihasilkan oleh perkembangan regangan cekungan yang
besar pada daerah Kalimantan. Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan
salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6
cekungan sebagai berikut: Cekungan Barito yang terletak di Kalimantan Selatan,
Cekungan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur, Cekungan Tarakan yang terletak
di Timur laut Kalimantan, Cekungan Sabah yang terletak di Utara Kalimantan,
Cekungan Sarawak yang terletak di Barat laut Kalimantan, Cekungan Melawai dan
Ketungau yang terletak di Kalimantan Tengah.

4
Tektonik Regional Cekungan Kutai

Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan berumur Tersier yang


paling ekonomis di Indonesia. memiliki luas kurang lebih 60.000 km2 yang terisi
oleh batuan sedimen tersier dengan ketebalan hingga 14 km pada bagian yang paling
tebal. Cekungan ini merupakan cekungan yang paling luas dan paling dalam di
Indonesia bagian Barat yang memiliki cadangan minyak, batubara, dan gas yang
besar (Allen dan chambers,1998 dalam Rienno Ismail, 2008).

Cekungan Kutai terletak di bagian Timur dari paparan Sundaland, yang merupakan
perluasan lempeng kontinen Eurasia ke arah Tenggara. Cekungan Kutai di bagian
Utara dibatasi oleh kelurusan Bengalong dan Zona Patahan Sangkulirang, di bagian
Selatan dibatasi oleh Sesar Adang, di bagian Barat dibatasi oleh Punggungan
Kalimantan bagian tengah, dan di sebelah Timur dibatasi oleh Selat Makasar.

Cekungan Kutai dihasilkan oleh proses pemekaran (rift basin) yang terjadi pada
Eosen Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian Utara dan Laut
Sulawesi (Chambers & Moss, 2000 dalam Rienno Ismail, 2008). Selama Kapur
Tengah sampai Eosen Awal, pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya kolisi
dengan mikro-kontinen, busur kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi
granit, membentuk batuan dasar yang menjadi dasar dari Cekungan Kutai.
Sedimentasi di Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi dua yaitu, sedimen Paleogen
yang secara umum bersifat transgresif dan fasa sedimentasi Neogen yang secara
umum bersifat regresif (Allen dan Chambers, 1998 dalam Rienno Ismail, 2008).

Fasa sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi fasa tektonik ekstensional dan
pengisian riftada kala Eosen. Pada masa ini, Selat Makasar mulai mengalami
pemekaran serta Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan

5
zona subsidence yang saling terhubungkan, kemudian sedimentasi Paleogen
mencapai puncak pada fasa pengisian di saat cekungan tidak mengalami pergerakan
yang signifikan, sehingga mengendapkan serpih laut dalam secara regional dan
batuan karbonat pada Oligosen Akhir. Fasa sedimentasi Neogen dimulai pada Miosen
Bawah dan masih berlanjut terus sampai sekarang, meghasilkan endapan delta yang
berprogradasi dan terlampar di atas endapan fasa sedimentasi Paleogen.

Selama Eosen Akhir, sejumlah half graben terbentuk sebagai respon dari terjadinya
fasa ekstensi regional. Fasa ini terlihat juga di tempat lain, yaitu berupa pembentukan
laut dan Selat Makasar. Half graben ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-rift pada
Eosen Tengah-Eosen Akhir dengan variasi dari beberapa fasies litologi.

Pada Eosen Akhir, cekungan mengalami pendalaman sehingga terbentuk suatu


kondisi marin dan diendapkan endapan transgresi yang dicirikan oleh serpih laut
dalam.

Material yang diendapkan berupa endapan turbidit kipas laut dalam dan batuan
karbonat pada bagian yang dekat dengan batas cekungan, hal ini berlangsung terus
hingga Miosen Awal (Allen dan Chambers, 1998 dalam Rienno Ismail, 2008).

Tektonik inversi terjadi pada Miosen Awal, menyebabkan pengangkatan pada pusat
cekungan yang terbentuk selama Eosen dan Oligosen, sehingga cekungan mengalami
pendangkalan. Erosi terhadap batuan sedimen Paleogen dan batuan volkanik
andesitik menghasilkan luapan sedimen, sehingga terjadi progradasi delta dari Barat
ke Timur. Di daerah sekitar Samarinda, ketebalan endapan Miosen Awal dapat
mencapai 3500 m.

6
Inversi berlanjut dan mempengaruhi cekungan selama Miosen Tengah dan Pliosen.
Seiring berjalannya waktu, inversi semakin mempengaruhi daerah yang terletak lebih
ke arah Timur, sehingga mempercepat proses progradasi delta.

II.1 Geomorfologi Regional Cekungan Kutai


Menurut S. Supriatna dan E. Rustandi (1995), Cekungan Kutai dicirikan oleh tiga
satuan morfologi. Di bagian Tengah bentang alam berbukit yang sebagian
bergelombang, delta Mahakam di bagian Timur dan bagian Barat adalah dataran
berawa.

Daerah perbukitan di bagian tengah dalam menempati lebih dari setengah lembar
samarinda. Daerah penyelidikan termasuk ke dalam morfologi daerah perbukitan.

Delta Mahakam menjorok ke laut. Delta Mahakam merupakan contoh khas delta
yang membentuk kaki burung. Pada perkembangannya timbul sejumlah alur bagi
seperti Muara Kaeli, Muara Pantunan, Sungai Terusan Pamanaran dan Muara Nujit.
Medan delta yang rendah tertutup rawa dengan vegetasi khas yaitu bakau dan rumbia.

Dataran berawa di bagian Barat laut terisolir oleh Sungai Mahakam, karena
pengangkatan terjadi di perbukitan di sebelah Timur maka pengalirannya terhambat
dan mengakibatkan pembentukan rawa dan danau di pedalaman.

II.2 Stratigrafi Regional Cekungan Kutai


Pada Kala Miosen Tengah di Cekungan Kutai terbentuk Formasi Warukin (Tmw) dan
Formasi Kelinjau (Tmk) yang keduanya berhubungan saling menjari dan menindih
secara tidak selaras Formasi Berai (Tomb), Montalat (Tomm), Jangkan (Tomj),
Keramuan (Tomk), Purukcahu (Tomc), Penuut (Toml) dan Gunungapi Malasan
(Tom).

7
Pada kala yang sama yakni Miosen Tengah, di Cekungan Mahakam terbentuk
Formasi Pulau Balang (Tmpb) yang disertai kegiatan gunungapi Meragoh. Beberapa
satuan batuan anggota kedua formasi ini, secara setempat berhubungan saling
menjari. Selanjutnya terbentuk lagi Formasi Balikpapan (Tmbp) yang secara tidak
selaras menindih Formasi Pulau Balang (Tmpb) dan Formasi Batuan Gunungapi
Meragoh (Tmm).

Pada Kala Miosen Akhir hingga Plistosen (Kuarter), dalam Cekugan Kutai terjadi lagi
kegiatan gunungapi Mentulang dan Bandang (TmQm), yang menindih secara tidak
selaras Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk).

Pada Kala Pliosen hingga Plistosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam


terbentuk Formasi Kampungbaru (Tpkb) yang menindih secara tidak selaras Formasi
Balikpapan (Tmbp).

Pada Kala Holosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam dan Kutai, terbentuk
endapan material hasil desintegrasi, transportasi serta denudasi berbagai macam
batuan yang membentuk endapan kuarter.

Endapan kuarter tersebut adalah Aluvium Sungai (Qa), Aluvium Rawa (Q1) serta
Aluvium Pantai (Qs). Litologi batuan yang menyusun endapan kuarter tersebut
umumnya mempunyai sifat belum terkonsolidasi, mudah lepas ikatan antar
butirannya, bentuk membulat dan kegiatannya masih terus berlangsung hingga kini.

Menurut peneliti yang lain, secara regional di daerah Kalimantan, litologi penyusun
Zona Cekungan Mahakam dan Kutai yang tersingkap sekarang antara lain didominasi
oleh Endapan Kuarter dan batuan-batuan Sedimen berumur Paleosen (Tersier Awal)

8
hingga Plistosen atau Kuarter Awal (W. Hamilton, 1978; Halien, 1969 dan Pupiluli,
1973 dalam Rienno Ismail, 2008).

W. Hamilton (1978) dalam Rienno Ismail (2008), juga menyatakan bahwa secara
regional, di daerah Kalimantan batuan dasarnya yang tersingkap antara lain terdiri
dari batuan sedimen, beku dan malihan serta kombinasi dari ketiganya, yang diduga
berumur Pra-Trias (Perem) pada Masa Paleozoikum hingga Masa Mesozoikum yang
berumur Kapur Akhir.

Cekungan Kutai berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur,


secara geografis daerah tersebut terletak antara ( 0o - 6o) LU, ( 0o - 9 o) LS dan 116o30’ -
116o45’

Cekungan Kutai yang luasnya + 50.000 km2, cekungan ini mulai diisi sedimen pada
permulaan Tersier sampai Kuarter. Dataran cekungan ini terus melebar ke arah Timur.
Pengisisan cekungan ini dimulai dari lingkungan laut sampai fluvial, pada
pengendapan lingkungan paralik banyak diendapkan batubara yang diselingi endapan
sedimen. Pada Miosen Bawah terjadi siklus regresi, lingkungan daratan mulai
melebar ke arah TimurLaut. Di atas endapan tersier diendapakan aluvium yang terdiri
dari lempung, lanau dan gambut, endapan ini mengisi bagian yang rendah.

Stratigrafi daerah Cekungan Kutai merupakan endapan-endapan sedimen Tersier


sebagai hasil dari siklus transgresi dan regresi laut dan memiliki kesebandingan
dengan cekungan Barito serta Cekungan Tarakan (Satyana et al., 1999 dalam Rienno
Ismail, 2008). Urutan transgresif dapat ditemukan dengan baik di sepanjang daerah
pinggiran cekungan tanpa endapan klastik yang berbutir kasar dan serpih yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal

9
Urutan regresif Cekungan Kutai mengandung endapan klastik delta hingga paralis
yang banyak mengandung lapisan batubara dan lignit. Sistem delta yang berumur
Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan ke arah tenggara.
Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta yang terus menerus sepanjang waktu
diselang-selingi oleh fasa transgresif secara lokal (Koesoemadinata, 1978 op cit
Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Batupasir yang terbentuk di delta
plain dan delta front yang regresif berumur Miosen Tengah merupakan reservoir di
sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan Kutai.

Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf yang menjadi
pembentuk batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum (Satyana et al.,
1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Di atas batuan dasar ini secara tidak selaras
diendapkan Formasi Kiham Haloq berupa alluvial berumur Paleosen yang terletak
dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000 dalam Rienno
Ismail, 2008). Pada kala Eosen cekungan terus mengalami pendalaman akibat
pemekaran batuan dasar, sehingga terjadi peristiwa transgresi yang mengendapkan
Formasi Mangkupa berupa serpih yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka
hingga marginal marine (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Sedimen siliklastik kasar kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu


Formasi Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa tempat, hal ini
mengindikasikan terjadinya pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi
Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan berupa serpih laut
dalam, serta Formasi Kedango berupa batuan karbonat (Satyana et al., 1999 dalam
Rienno Ismail, 2008).

Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas
batulempung, serpih dengan sisipan napal, batupasir, dan batugamping. Formasi ini
terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan

10
pengendapan berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif yang
berkembang di Cekungan Kutai dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur
(Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Bebulu diendapakan di atas formasi Pamaluan secara selaras , tersusun atas
batugamping dengan sisipan lanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa
regresif (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Formasi ini berumur
Miosen Awal-akhir Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dangkal
(Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu. Formasi ini
tersusun atas perselingan graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batulempung, batubara, dan tuff dasit. Umur Formasi Pulubalang
adalah Miosen Tengah dengann lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal
(Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Balikpapan terbentuk dalam lingkungan peng-endapan delta atau litoral


hingga laut dangkal terbuka, dengan kisaran umur Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir, diduga mempunyai ketebalan formasi 1.800 m, terdapat
secara tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru. Terdiri dari batupasir kuarsa,
batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Lapisan
batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang, terpilah cukup baik dengan kandungan
mineral kuarsa sekitar 70 %, bersifat kurang padat, bersisipan oksida besi setebal 30
cm, lignit setebal 50 cm-150 cm, dan serpih setebal 30 cm, serta lensa-lensa
batugamping setebal 10 cm - 50 cm yang bersifat keras, pejal dan pasiran.

Formasi Kampung Baru diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi


Balikpapan. Terdiri dari lapisan batupasir kuarsa bersisipan dengan batulempung,
batulanau, konglomerat aneka bahan, lignit, gambut dan oksida besi. Lapisan

11
batupasir kuarsa, sedikit mengandung feldspar dan karbon, berbutir halus sampai
menengah, terpilah baik, mudah lepas ikatan antar butirannya. Lapisan batulempung
tufan, berlapis tipis, terdapat alur nodul lempung setebal 1 cm dengan inti
kuarsa. Lapisan batulanau, berwarna kehijauan, setempat berselingan dengan gambut
setebal 1 cm.Konglomerat aneka bahan, bagian bawah terdiri atas komponen basal
dan kuarsa berukuran butir 0,5 cm sampai 2 cm serta setempat mencapai 5 cm,
matriks batupasir kuarsa, berstruktur perlapisan silang-siur, berlapisan; bagian atas
komponen makin mengecil dan batupasir makin menyolok serta berstruktur silang-
siur. Lapisan lignit dan gambut tersebar tidak merata dengan ketebalan mencapai 1,5
m. Oksida besi sebagai sisipan dengan ketebalan 2 cm sampai 3 cm, dan nodul
bergaris tengah 1 cm sampai 5 cm. Formasi Kampungbaru terbentuk dalam
lingkungan pengendapan delta hingga laut dangkal, dengan kisaran umur
Kala Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen, diduga mempunyai ketebalan formasi
berkisar antara 250 m sampai 800 m.

Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan endapan
pantai yang terbentuk pada lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan
hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini
memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta
Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.

II.3 Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai


Struktur yang dapat diamati di Lembar Samarinda berupa lipatan antiklinorium dan
sesar, lipatan umumnya berarah Timurlaut- Baratdaya, dengan sayap lebih curam di
bagian Tenggara. Formasi Pamaluan, Berbuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat
dengan kemiringan antara 40º - 75º. Batuan yang lebih muda seperti Formasi
Kampungbaru pada umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat tiga jenis sesar
yaitu sesar naik, sesar turun, dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada

12
Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian.
Sesar turun terjadi pada kala Pliosen. Di daerah Embalut terdapat lipatan yang
membentuk antiklin maupun sinklin

Sumberdaya mineral dan energi yang potensi di Lembar Samarinda berupa minyak
dan gas bumi serta batubara, terdapat di Sangasanga, Muarabadak dan Tanjung
Selatan , sedangkan batubara terdapat di Loahaur, Loabukit dan Sebuluh. Semuanya
di tepi S. Mahakam.

Struktur geologi regional dan tektonika yang berkembang di sekitar daerah


penyelidikan adalah berupa perlipatan, sesar dan kelurusan berarah Baratdaya-
Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara.

Struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu yang relatif sejajar
dengan pola struktur regional yakni Baratdaya-Timurlaut, sayap-sayap struktur
antiklin dan sinklin umumnya membentang asimetris dengan sudut kemiringan yang
landai hingga curam. Secara setempat ujung-ujung sumbu struktur perlipatan tersebut,
sebagian ada yang menunjam, terpotong oleh struktur sesar atau tertimbun batuan
lain.

Struktur antiklin dan sinklin sebagian besar melipat batu-batuan sedimen berumur
Tersier dan menyingkapkan batuan malihan dan sedimen yang berumur jauh lebih
tua.

Beberapa batuan sedimen Tersier pembawa batubara yang ikut terlipat, juga
menyingkapkan atau mendekatkan lapisan batubara ke permukaan bumi.

Struktur sesar umumnya membentuk sesar normal, sesar geser dan sesar naik, dengan
pola berarah Baratlaut-Tenggara dan Baratdaya-Timur laut.

13
Struktur sesar yang nampak saat ini umumnya mengoyak batuan-batuan sedimen
berumur Tersier dan Pra-Tersier.

Struktur ini kemungkinan yang menyebabkan terjadinya proses intrusi yang


menghasilkan mineralisasi, atau mengubah karakteristik lapisan batubara.

Kelurusan-kelurusan yang terbentuk, diperkirakan merupakan jejak atau indikasi


struktur sesar dan kekar dengan pola yang searah struktur umum regional. Kelurusan
ini umumnya menoreh batuan-batuan berumur Tersier dan Pra-Tersier.

Mengingat litologi di daerah ini didominasi oleh batuan yang berumur Tersier, diduga
kehadiran sesar, perlipatan dan kelurusan yang terlihat sekarang, berhubungan erat
dengan kegiatan tektonik pada Zaman Tersier atau Intra Miosen.

Secara regional kegiatan tektonik di daerah ini dimulai sejak Mesozoikum hingga
Tersier seiring dengan terbentuknya urutan stratigrafi dari litologi formasi batuan
yang terlihat sekarang. (S. Supriatna, Sukardi, dan E.Rustandi, 1995)

14
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Tahapan Persiapan

Tahap ini disebut sebagai tahap persiapan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan
yang digunakan dipersiapkan terlebih dahulu agar percobaan dapat berjalan dengan
lancar.

Dalam percobaan ini alat dan bahan yang digunakan yaitu:

III.1.1 Pengukuran Pasang Surut

Alat

- Alat ukur pasang surut

- Meteran

- Stopwatch

- Palu

- Senter

- Plastik sempel

15
Bahan

- Kertas

- Spidol

III.1.2 Pengukuran Kecepatan gelombang

Alat

- Roll Meter

- Bola

- Stopwatch

Bahan

- Kertas

- Pulpen

III.1.3 pengukuran tinggi dan rendah gelombang

Alat

- Roll Meter

- Bola

- Stopwatch

Bahan

- Kertas

- Pulpen

III.1.4 Pengukuran panjang gelombang

Alat

16
- Roll Meter

- Bola

- Stopwatch

Bahan

- Kertas

- Pulpen

III.1.5 Pendeskripsian sedimen

Alat

- Sekop

- Cetok

- Kuas

- Tenda

Bahan

- Buku lapangan

- Pensil

III.1.5 Percobaan sedimen trap

2 Alat sedimen trap

III.2 Tahapan Pekerjaan Lapangan

III.2.1 Tahap pengukuran pasang surut

17
Hasil yang didiapat dalam pengukuran ini yaitu ketinggian air pasang surut.
Dalam pengukuran ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat yang akan digunakan.


 Dipasang alat pengukuran pasang surut yaitu meteran yang dileratkan
di tiang dengan cara ditancapkan di air.
 Dilakukan pengukuran dengan cara melihat rata rata gelombang yang
tenang.
 Pengukuran dilakukan dalam periode 2 jam yang telah ditentukan lalu
setiap 20 menit dilakukan pengukuran pasang surut air laut.
 Dicatat hasil pengukuran dalam cm.

III.2.2 Tahap pengukuran kecepatan gelombang

Hasil yang didiapat dalam pengukuran ini yaitu kecepatan gelombang air laut.
Dalam pengukuran ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


 Dibentangkan roll meter sepanjang 10 meter dari titik A hingga ke titik
B
 Diletakan bola dan dibiarkan mengikuti arah arus gelombang hingga
mencapai titik A
 Dihitung waktu ketika bola mengambang dari titik B hingga titik A
menggunakan stopwatch.
 Dicatat waktu yang didapatkan.

III.2.3 Tahap pengukuran tinggi dan rendah gelombang

Hasil yang didiapat dalam pengukuran ini yaitu tinggi dan rendahnya
gelombang. Dalam pengukuran ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


 Dibentang roll meter secara vertical dengan diinjak dan salah satu
ujungnya ditarik

18
 Dilihat ketinggian dengan cara melihat gelombang ketinggian
maksimum dan setelah gelombang datang dilihat lagi titik terendahnya
untuk mendapatkan hasil gelombang terendah.
 Dicatat ketinggian tertinggi dan terendah yang didapatkan dalam cm

III.2.4 Tahap pengukuran panjang gelombang

Hasil yang didiapat dalam pengukuran ini yaitu panjang gelombang. Dalam
pengukuran ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


 Dibentangkan roll meter sepanjang 10 meter dari titik A hingga ke titik
B
 Diletakan bola dan dibiarkan mengikuti arah arus gelombang hingga
mencapai titik A
 Dihitung waktu ketika bola mengambang dari titik B hingga titik A
menggunakan stopwatch.
 Dicatat waktu yang didapatkan

III.2.5 Tahap pendeskripsian sedimen

Hasil yang didiapat dalam pendeskripsian ini yaitu deskripsi hasil sedimen.
Dalam pendeskripsian ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat dan bahan yang digunakan


 Disiapkan lubang berbentuk kotak dengan luas 1x1x1
 Dilakukan deskripsi dengan mengamati salah satu dinding lubang

III.2.5 Tahap percobaan sedimen trap

Hasil yang didiapat dalam percobaan ini yaitu hasil sampel sedimen trap.
Dalam percobaan ini tahapan yang dilakukan yaitu:

 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

19
 Dipasang 2 alat sedimen trap dibatas antara pantai dan laut dengan
waktu 12 jam dan 24 jam
 Dilakukan pengambilan sampel pada waktu yang telah ditentukan

III.3 Tahapan Analisa Laboratorium

Pada tahapan ini, dilakukan percobaan analisis di laboratorium yaitu pada percobaan
sedimen trap dan sampel deskripsi, adapun Analisa yang dilakukan adalah :

 Ditimbang tiap sampel yang didapatkan


 Dimasukkan kedalam oven selama 24 jam
 Ditimbang kembali untuk mengetahui berat jenis keringnya
 Dihitung Granulometri pada tiap sampel

III.4 Tahapan Penyusunan Laporan

Dalam penyusunan laporan ini dibuat dengan tahapan yang pertama membuat
pendahuluan selanjutnya geologi regional, metodologi percobaan, pustaka, hasil dan
pembahasan, kesimpulan dan saran, dan daftar pustaka. Format yang digunakan
dalam laporan ini yaitu dengan margin ukuran 4 cm pada bagian kiri dan atas, dan 3
cm pada bagian kadan dan bawah font yang digunakan yaitu Times New Roman
dengan ukuran 12 dengan jarak 1,5.

20
BAB IV

PUSTAKA

Muara Badak merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir


Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Gambar 4.1 Peta lokasi Kecamatan Muara Badak

Kecamatan Muara Badak merupakan salah satu wilayah penghasil minyak bumi dan
gas alam (migas) di Kutai Kartanegara yang eksplorasi dan ekspoitasinya saat ini
dikerjakan oleh perusahaan migas multinasional asal Amerika Serikat, VICO
Indonesia. Namun tidak mengalami pembangunan yang layak dari Pemerintah

21
kabupaten. Padahal eksplorasi ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Dibutuhkan
peran serta pemerintah untuk merealisasikan kecamatan ini menjadi salah satu
sumber objek wisata yang menjanjikan. Apabila kita melihat kondisi Muara Badak
saat ini, sangat disesalkan apabila disebut sebagai salah satu kabupaten terkaya di
Indonesia.

Kecamatan Muara Badak memiliki luas wilayah mencapai 939,09 km 2 yang dibagi
dalam 13 desa dengan jumlah penduduk sekitar 85.780 jiwa (2011).

IV.1 Gelombang Laut

Gelombang laut merupakan suatu fenomena alam berupa penaikan dan penurunan air
secara perlahan dan dapat dijumpai di seluruh dunia. Gelombang yang berada di laut
sering nampak tidak teratur dan sering berubah-ubah. Hal ini bisa diamati dari
permukaan airnya yang diakibatkan oleh arah perambatan gelombang yang sangat
bervariasi serta bentuk gelombangnya yang tidak beraturan, apalagi jika gelombang
tersebut dibawah pengaruh angin.

Gambar 4.2 Gelombang laut

22
Angin yang berhembus di atas permukaan air yang semula tenang akan menyebabkan
gangguan pada permukaan tersebut, selanjutnya timbul riak-riak gelombang kecil di
atas permukaan air. Angin yang bertiup di permukaan laut ini merupakan pembangkit
utama gelombang. Apabila kecepatan angin bertambah, riak gelombang tersebut
menjadi bertambah besar dan jika angin berhembus terus-menerus akhirnya terbentuk
gelombang. Disamping itu, pergerakan massa air yang ditimbulkan oleh angin dapat
menghasilkan momentum dan energi sehingga gelombang yang dihasilkan tidak
menentu.

Gambar 4.3 Konvergensi & divergensi energi gelombang di badan pantai.

Pratikto (2000) mengatakan bahwa bentuk dan perambatan gelombang yang


bervariasi serta tidak beraturan sangat mempengaruhi karakteristik gelombang yang
terjadi pada perairan tersebut. Selain terjadi perubahan tinggi, panjang dan kecepatan
gelombang juga terjadi fenomena lain seperti pendangkalan, refraksi, difraksi dan
pantulan sebelum gelombang tersebut pecah. Pendangkalan gelombang adalah proses
berkurangnya tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman dimana kecepatan

23
gelombangnya berkurang dan akibatnya juga terjadi refraksi karena arah gerak
puncak gelombang mengikuti bentuk kontur kedalaman laut. Refraksi ditekankan
pada perubahan tinggi gelombang karena pembelokan arah puncak gelombang.
Sedangkan difraksi adalah proses pemindahan ke arah daerah yang terlindungi
sehingga menyebabkan timbulnya gelombang.

Menurut Tarigan (1986) gelombang laut merupakan gejala alam yang menimbulkan
ayunan tinggi dan rendahnya massa air yang bergerak tanpa hentinya pada lapisan
permukaan maupun di bawah permukaan laut. Susunan gelombang di laut baik
bentuknya maupun macamnya sangat bervariasi dan kompleks sehingga hampir tidak
dapat diuraikan dan sulit digambarkan secara sistematis karena tidak linieran, tiga
dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Bentuk gelombang yang dihasilkan
cenderung tidak menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang seperti
periode dan tinggi gelombang yang dibentuk (Triadmojo, 1999).

Gelombang didefenisikan sebagai ombak yang besar-besar ditengah lautan (Badudu


dan Zain,2001). Gelombang laut merupakan salah satu penyebab yang berperan
dalam pembentukan maupun perubahan bentuk pantai (Dahuri, 1987). Jika
gelombang menjalar dari tempat yang dalam menuju ke tempat yang makin lama
makin dangkal, pada suatu tempat tertentu gelombang tersebut akan pecah dan
dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak.

Panjang gelombang dapat dihitung dengan persamaan (Souisa,2002):

dimana:
T = periode ombak (detik)
g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

24
L= Panjang gelombang (m)

Selanjutnya apabila dihitung periode ombak signifikan HS, dan tinggi ombak
signifikan didapat dari tinggi rerata dari 33% tinggi nilai pencatatan gelombang. Hal
yang sama juga dapat digunakan untuk menghitung periode ombak.
Energi total gelombang adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial. Energi
kinetik adalah energi yang disebabkan oleh kecepatan partikel air karena adanya
gerak gelombang sedangkan energi potensial adalah energi yang dihasilkan oleh
perpindahan muka air karena adanya gelombang (Triadmodjo, 1996). Energi
gelombang berubah dari satu titik ke titik yang lain sepanjang satu panjang
gelombang, L, dan energi rerata dihitung dengan persamaan:
dimana:

ρ0 = rapat massa, (kg/m2)


H= tinggi gelombang, (m)
L=panjang gelombang,(m)
E= energi, (J)

IV.2 Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya
tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut
dibumi. Pasang surut air laut merupakan gejala fisik yang selalu berulang dengan
periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu
dari muara sungai (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).

25
Gambar 4.4 Pengukuran mmenggunakan Palem Gelombang (Ariani, 2012)

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan empat tipe, yaitu pasang surut harian tunggal
(diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. Pasang surut
campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevelailing semidiurnal tide). Pasang
surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevelailing diurnal tide)
(Soeprapto, 2001). Bentuk pasang surut suatu perairan ditentukan dengan
menggunakan bilangan Formzahl yang merupakan perbandingan amplitudo
komponen harian dengan komponen tengah harian (Pariwono dalam Ongkosongo dan
Suyarso, 1989) Formzahl adalah:F= (K_1+ O_1)/(M_2+S_2 )

26
Gambar 4.5 Determinasi pasang surut

Paras laut atau sering pula disebut muka air laut atau mean sea level (MSL) adalah
rata-rata ketinggian permukaan laut untuk semua tingkatan pasang. Muka air laut
(MSL) dihitung berdasarkan rata-rata pasang tinggi dan pasang rendah selama
periode tertentu. Dalam survey hidrografi dikenal istilah MSL sementara dan MSL
sejati. MSL sementara dibedakan menjadi MSL sementara harian dan MSL sementara
bulanan. MSL sementara harian ditentukan melalui pengamatan terhadap kedudukan
muka air laut setiap jam selama satu hari dari jam 00.00 sampai 23,00 sehingga
diperoleh 24 data pengamatan. MSL sementara bulanan ditentukan melalui rata-rata
MSL harian selama waktu 1 bulan. MSL sejati merupakan MSL tahunan besarannya
ditentukan dari MSL bulanan untuk satu tahun Ongkosongo dan Suyarso (1989).
Beberapa studi menunjukkan kedudukan muka air laut cenderung meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya suhu udara global. Peningkatan suhu
udara mempercepat melelehnya es di kutub sehingga akan menambah volume air di
laut. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan kenaikan
suhu udara dari tahun 1990 -2100 sekitar 2oC – 4,5oC dan kenaikan muka air laut
mencapai 23-96 cm ( IPCC, 2001). Soebandono (2009) melakukan studi pemodelan
hilangnya massa gletser dan tutupan es akibat peningkatan temperatur. Pengurangan

27
massa gletser menyebabkan naiknya muka laut rata-rata sebesar 30 sd 40 cmper
tahun.
IV.3 Erosi dan Sedimentasi Pantai
Erosi pantai adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan
material hasil kikisan itu terangkut ke tempat lain oleh arus. Dari sudut pandang
keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan yang berasal dari darat dan
kekuatan-kekuatan yang berasal dari laut, erosi pantai terjadi karena kekuatan-
kekuatan yang berasal dari laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan yang berasal
dari darat.

Gambar 4.6 Longshore current faktor penyebab abrasi dan akresi pantai.

Erosi pantai diartikannya sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan
semula yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan
kapasitas angkutan sedimen. Sedang abrasi pantai diartikan dengan proses terkikisnya
batuan atau material keras seperti dinding atau tebing batu yang biasanya diikuti oleh
longsoran dan runtuhan material.
Akresi atau sedimentasi adalah pendangkalan atau penambahan daratan pantai akibat
adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut. Akresi juga dapat merugikan

28
masyarakat pesisir, karena selain mempengaruhi ketidak stabilan garis pantai, akresi
juga dapat menyebabkan pendangkalan muara sungai tempat lalu lintas perahu-
perahu nelayan yang hendak melaut.

Sedimen pantai dapat berasal dari erosi pantai, dari daratan yang terbawa oleh sungai,
dan dari laut dalam yang terbawa oleh arus ke daerah pantai. Dalam ilmu teknik
pantai dikenal istilah pergerakan sedimen pantai atau transpor sedimen pantai.
Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa definisi dari transpor sedimen pantai
adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus
yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai inilah yang akan menentukan
terjadinya sedimentasi atau erosi di daerah pantai.

Transpor sedimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu transpor sedimen menuju dan
meninggalkan pantai (onshore - offshore transport) yang memiliki arah rata-rata tegak
lurus pantai dan transpor sepanjang pantai (longshore transport) yang memiliki arah
rata-rata sejajar pantai.

Transport sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada kemiringan pantai dan bentuk
dasar lautnya. Proses transpor sedimen tegak lurus biasanya terjadi pada daerah teluk
dan pantai – pantai yang memiliki gelombang yang relatif tenang.

29
Gambar 4.7 Sedimentasi dan erosi akibat pembangunan jetty

Dalam persoalan abrasi dan sedimentasi, gelombang adalah pergerakan massa air
yang dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis
pantai. Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis, yakni yang
bersifat merusak (destructive) dan membangun (constructive). Namun besar kecilnya
energi gelombang yang terjadi di suatu perairan bergantung pada seberapa besar
faktor kecepatan dan arah angin yang terjadi disana. Pecahnya gelombang di area
nearshore akan menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar dan dapat
menggerakkan sedimen dasar. Laju transport sedimen sepanjang pantai bergantung
pada arah sudut datang gelombang, durasi, dan besar energi gelombang yang datang.
Hasilnya akan terbentuk dua proses angkutan sedimen yang terjadi secara bersama,
yakni komponen tegak lurus (onshore-offshore transport) dan sejajar garis pantai
(longshore transport). Dalam proses pantai lainnya, arus berfungsi sebagai media
transport sedimen. Akibat interaksi gelombang laut dengan morfologi pantai akan
menghasilkan arus laut seperti longshore current and rip current. Di beberapa bagian
badan pantai, area-area yang mengalami arus susur pantai cenderung mengalami
abrasi pantai karena sedimen disana bergerak akibat terbawa oleh arus susur pantai.
Selanjutnya, material yang terangkut oleh arus susur pantai akan dibawa ke suatu

30
lokasi dimana pengaruh arus susur pantai akan berkurang dan akhirnya hilang.
Sehingga sedimen yang terbawa akan terendapkan dan akan mengalami sedimentasi.

Sedangkan pengaruh pasang surut laut dalam dinamika pantai tidak terlalu signifikan
namun juga tidak dapat diabaikan. Karena pasang surut merupakan gerak naik dan
turunnya muka air laut secara berirama. Sehingga pada saat pasut terjadi akan
menimbulkan arus pasut meski tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan arus
yang terjadi di laut lepas. Pada saat pasang, arus pasut akan membawa sedimen
mendekat ke arah pantai atau sedimentasi dan sebaliknya pada saat surut arus pasut
akan membawa material menjauh dari pantai atau abrasi. Beberapa hal yang perlu
diketahui kaitan antara perubahan garis pantai dengan pasang surut di wilayah pesisir
adalah jenis pasut, seberapa tinggi tunggang pasutnya, bagaimana kondisi
geomorfologi dan topografinya, dan bagaimana kondisi pada saat pasang purnama.

Abrasi dan S edim entas i


a. Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan abrasi ditentukan oleh besar-kecilnya
gelombang yang menghempas ke pantai. Sebagaimana juga halnya erosi sungai,
kekuatan daya kikis oleh gelombang dipertajam pula oleh butiran-butiran material
batuan yang terkandung bersama gelombang yang terhempas membentur-bentur
batuan. Pada pantai yang berlereng terjal dan berbatuan cadas, gelombang mengawali
kikisannya dengan membentuk notch, lereng vertikal yang cekung (concave) ke arah
daratan (lereng menggantung, overhanging). Bentukan lereng yang cekung ini
memberi peluang kerja bagi gaya berat dari batuan di atas (overhanging), dan
menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006).

Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa abrasi antara lain Notch, Cliff ,
Wave-cut Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch dan Stack.

31
1) Notch, Cliff dan Wave-cut Platform
Cliff adalah bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang
ditinggalkan setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya
sendiri. Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp dibentuk sebagai
dinding patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff dibentuk oleh denudasi
tektonik.

Sebelum cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch yang merupakan hasil
pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk cekungan kaki lereng (profil) yang
menghadap ke arah laut, pada zona pasang-surut dan garis tengahnya secara
horizontal memanjang sejajar dan selevel dengan garis pantai/muka laut di saat
pasang.

Ada dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak atau miring ke belakang. Cliff
tipe ini biasanya karena terdiri dari batuan yang relatif lembut, atau struktur
geologisnya yang miring ke arah darat. Tipe yang kedua adalah overhanging cliff,
suatu bentuk clif yang dinding lerengnya sangat miring atau menonjol ke arah laut.
Clif tipe overhanging terbentuk pada formasi batuan yang keras (cadas) dengan
struktur (deep) yang miring ke arah laut.

Wave-cut platform, adalah bagian dari pesisir (laut) yang rata pada permukaan batuan
dasar (beds rock) yang dibentuk oleh pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).

2) Sea Cave, Blow Hole dan Inlet


Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan yang lainnya keras,
memberi perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian batuan cadas di
mana terdapat celah dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan lebih cepat terkikis
daripada bagian yang tanpa celah atau rekahan.

32
Sekali gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan atau daya tekanan
dari benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien terhadap lobang tersebut.
Suatu lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke arah datangnya gelombang,
akan memberi peluang terfokusnya tekanan gelombang untuk memperhebat daya
benturannya. Kondisi yang demikian akan lebih dipertajam daya kikisnya bila di
dalam gelombang itu termuat butiran-butiran material keras. Makin luas mulut suatu
gua di dinding pantai, makin banyak pula massa air gelombang yang membentur ke
dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan gelombang semacam ini di saat badai
mampu menggetarkan (microseismic) dan meremukkan kompleks batuan cadas di
sekitarnya. Lambat laun muncratan air menembus hingga ke permukaan tanah di
atasnya (headland) dan membentuk blow hole.

Dua macam lubang besar ini (cave dan blow hole) diberi nama sesuai dengan
posisinya. Cave atau gua laut karena posisinya yang horizontal mengarah ke laut;
sedangkan blow hole adalah lubang yang tegak lurus, seperti dolina di daerah karst.
Bentukan blow hole dipercepat oleh, selain benturan langsung gelombang, juga oleh
semprotan (muncratan), getaran, pelapukan dari atas dan gravitasi yang menjatuhkan
batuan di atasnya. Demikian seterusnya hingga kedua lubang tersebut bukan saja
bersambungan dalam bentuk terowongan, tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya,
disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006).

3) Sea Cave, Arch dan Stack


Demikianlah proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai
sebelahnya pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam
jembatan alam di atasnya pada ujung tanjung disebut arch.

Bila kelak jembatan alam (arch) ini runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung
yang ditinggalkan, dengan bentuk pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).

33
b. Sedimentasi
Progradasi (sedimentasi) adalah proses perkembangan gisik, gosong atau bura ke arah
laut melalui pengendapan sedimen yang dibawa oleh hanyutan litoral (Setiyono,
1996). Bentuk-bentuk endapan yang utama dari gelombang dan arus sepanjang pantai
adalah: beach, bars, spits, tombolo, tidal delta, dan beach ridges.

Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk


memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan batuan
(material klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang pesisir
(shore, zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan terkadang berair
oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang pesisir (long shore
currents). Proses erosi dan pemindahan bahan-bahan penyusun pantai (beach) yang
terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-penggeseran pasir atau kerikil oleh
gelombang (swash dan backwash) sampai diendapkan dan membentuk daratan baru,
misalnya, endapan punggungan pasir memanjang yang disebut off shore bars atau
spit.

Adanya endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk
ataupun tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama, menunjukkan
adanya bagian laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena perlindungan tanjung
dan merupakan medan pertemuan dua arah massa arus laut yang saling melemahkan;
yaitu arus dari kawasan laut luar yang memutar di dalam teluk. Di bagian air yang
tenang di situlah terjadi pengendapan (Hallaf, 2006).

Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:


1) Beach
Banyak bahan-bahan yang dikikis dari tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan
masuk ke dalam air yag lebih dalam, tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang
ke bagian head (tanjung) dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head Beach”

34
dan “Bay Side Beach”. The long shore current mengalir, terutama menghindari
ketidakberaturan pantai, sehingga mengalir memotong di mulut teluk. Head Land
Beach; terbentuk kalau materi-materi itu diendapkan di muka tanjung-tanjung
(Hallaf, 2006).

2) Bars
Bar adalah gosong-gosong pasir penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan
dari gelombang dan arus. Bar merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat
air surut. Di Tomia disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar diberi
nama sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar yang terbentuk dan
berpangkal dari tanjung yang satu ke tanjung yang lain di mulut teluk. Arus yang
berhasil masuk ke dalam teluk membentuk Bay Head Bar dan Mid Bay Bar.

Cuspate Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga dibangun oleh
arus. Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya di situ tidak
mempunyai lagoon, karena semua materi-materi mengendap membentuk beach.

Off Shore Bars yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya merupakan
suatu lajur (gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada saat laut surut. Di
suatu daerah yang luas off shore bars terdiri dari dua atau tiga mil, dipisahkan oleh
bukit-bukit pantai (beach ridges) dan bukit-bukit pasir (sand dunes).

A.K.Lobeck berpendapat bahwa material pembentuk spit atau bar berasal dari hasil
kerukan gelombang di dasar laut di depan bar itu, dan ditambahkan juga dengan
material yang terbawa dari tempat lain oleh arus laut sepanjang pantai di mana erosi
cliff aktif bekerja; dan gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di mana
bar itu terbentuk.

35
G.K.Gilbert telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah pendukung “Shore-drift
Theory”. Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler percaya bahwa material pembentuk
bar diangkut dari dasar laut di depan pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori
Beaumont dkk dapat diikuti karena memang ternyata bahwa permukaan bar yang
mengarah ke laut lebih diperdalam.

Adalah lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar
dengan pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang
lemah yang dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal (Hallaf,
2006).

3) Spit
Biasanya arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang
keluar menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut
teluk) menjadi melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut
“Recurved Spit”. Spit yang melengkung, yang terbentuk pertama, biasanya
mempunyai lengkungan yang lebih hebat daripada spit melengkung yang terbentuk
berikutnya.

Complex Spit dihasilkan dari perkembangan spit kecil atau spit sekunder yang
menumpang pada ujung dari spit yang utama. Cape Cod dan Sandy Hook, kedua-
duanya adalah Complex Spit yang sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006).

4) Tombolo
Tombolo ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama.
Tombolo itu ada yang single, double, triple; dan ada pula yang berbentuk huruf “V”,
yaitu apabila pulau dihubungkan dengan daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo
terbentuk bila beberapa pulau dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan oleh
sederetan bars (Hallaf, 2006).

36
5) Tidal Inlet dan Tidal Delta
Tidal Inlets. Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang
bersambungan, tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal
sebagai “tidal inlets”. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar dan
masuknya air laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai dengan gerak pasang-surut.
Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk dapat memberi hubungan langsung dengan
long shore currents karena arus ini adalah tetap membawa muatan material untuk
membangun bars.

Dalam perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari inlets atau teluk-teluk lambat
laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana arus memperoleh muatan material.
Tidak hanya gelombang-gelombang yang kurang keras untuk memberi arus itu
dengan muatan material yang berasal dari runtuhan, tetapi bar itu sendiri yang lebih
kecil dan lebih mudah dilalui oleh gelombang dan air pasang.

Pada kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi rumput-rumput rawa. Kondisi
ini terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar garam yang tetap dipertahankan
oleh adanya hubungan langsung dengan lautan. Lagoon-lagoon yang besar dan
terpisah dari lautan (tanpa inlets), airnya tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan
marine.

Tidal Deltas. Arus pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets membawa pasir
masuk ke dalam lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang masuk itu kemudian
mengendapkan material muatannya ke dalam lagoon di mulut inlets dan membentuk
delta; dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars menahan sebuah deretan delta
yang terbentuk pada sisi dari lagoon.

37
Bahan-bahan yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada
dua bagian kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi
swash; dan sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash untuk
selanjutnya diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke bagian dasar yang
lebih dalam (Hallaf, 2006).

6) Beach Ridges
Beach ridge (punggung / bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang
dicapai dari majunya garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi
antara bukit-bukit atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges dan
swales dapat terjadi pada sembarang pantai.

Ada tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:


a) Menurut Gilbert, bahan-bahan dari pasir yang dihanyutkan oleh arus
dilemparkan oleh gelombang dari arah laut pada sisi-sisi dari beach. Adanya bukit-
bukit itu menunjukkan adanya angin ribut yang luar biasa.
b) Menurut Beaumont dan Davis; materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di
mana dasar laut telah diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada
kekuatan dan keaktifan gelombang.
c) Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada ujung dari sebuah Compound
recurved spit oleh tambahan dari spit yang berhasil berkembang ke samping – arah ke
laut.

Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach Ridge tidaklah selalu dapat


dikorelasikan dengan individu angin badai. Beach Ridge lebih banyak berfluktuasi
dalam jumlah pasir yang dibawa oleh long shore current; yang harus diperiksa adalah
ada tidaknya erosi gelombang pada tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat
persediaan materi yang berlimpah, beach ridge dapat bertambah dengan cepat,
terutama pada ujung Recurved spit. Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk

38
pada ujung dari Rockway Beach, dekat New York City. Ujung spit bertambah kurang
lebih 200 kaki dalam setahun (Hallaf, 2006).

F akto r- Faktor A bras i dan S edim entas i


Peristiwa akresi dan abrasi dapat terjadi karena adanya variasi kondisi oseanografi.
Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh
terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan
salinitas serta angin. Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan
yang berbeda-beda. Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang kompleks.
Proses-proses utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran
(terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi, dan upwelling.
Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara berbagai komponen seperti
daratan, laut, dan atmosfir (Putinella, 2002). Adapun komponen-komponen tersebut
antara lain seperti pasang surut, gelombang, arus, angin, struktur geologi pantai,
kemiringan dan arah garis pantai.
1) P as ang S urut
Pengaruh gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan air laut di sepanjang pantai
menjadi naik (air pasang) pada saat bersamaan di sepanjang pantai bagian bumi yang
lainnya mengalami penurunan muka air laut (air surut). Gaya tarik bulan terhadap
timbulnya gelombang pasang besarnya 2,5 kali lebih kuat dari pada gaya tarik
matahari karena posisi bulan jauh lebih dekat dibandingkan dengan matahari.
Ketinggian maksimum gelombang pasang terjadi di daerah khatulistiwa beriklim
tropis dan daerah sub tropis. (Mulyo, 2004).

Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang
terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran
bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya sentrifugal

39
adalah suatu gaya yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih
kurang sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi.

Gaya gravitasi juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang


ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya
gravitasi bulan. Selain itu faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan
massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat
berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang (Hutabarat dan Evans, 1985).

Ketika kedudukan matahari, bumi, bulan satu garis lurus (sudut 0 0). Gaya tarik
gabungan antara matahari dan bulan menghasilkan air pasang yang lebih besar.
Pasang yang terjadi pada saat itu biasa disebut pasang purnama atau pasang tinggi
yang dinamakan spiring tide. Pada waktu bulan seperempat dan tiga perempat,
matahari dan bulan membentuk sudut 900, sehingga gaya tarik keduanya saling
melemah. Pasang yang terjadi pada saat itu adalah pasang kecil atau pasang perbani
yang dinamakan neap tide. (Rosmini, 2006).

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari
dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dibedakan dalam empat tipe:
a) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi
dua kali air pasang dan dua kali air surut, dengan tinggi yang hampir sama dan
pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai laut
Andaman.
b) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi satu
kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
Pasang surut tipe ini terjadi diperairkan selat Karimata.

40
c) Pasang surut campuran condong ke hari ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal), yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut,
tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di
perairan Indonesia Timur.
d) Pasang surut campuran condong ke hari tunggal (mixed tide prevailing
diurnal), dimana pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali
air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di selat
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi.


Wilayah pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut
tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah
pantai yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang
memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami
proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang
surut harian tunggal.

Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang dan surut juga
mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang mengalami proses
pasang yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan berakibat memberikan
peluang waktu yang lebih banyak bagi gelombang untuk mengabrasi wilayah daratan.

2) G elomb ang
Gelombang laut adalah gerakan melingkar molekul-molekul air yang tampak sebagai
gerakan naik turun. Gelombang laut disebabkan oleh angin yang berhembus pada
permukaan laut yang mendesak air laut.

41
Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar
dalam pembentukan pantai, baik pantai abrasi maupun pantai sedimentasi. Ombak
yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan
sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai,
terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan
dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan
kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di
samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam
menghancurkan daratan (abrasi laut). Daya penghancur ombak terhadap
daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai,
kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk
pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.

Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena


adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat tertentu
disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah
membawa energi tersebut kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan
ombak. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum
mencapai suatu pantai. Gelombang yang mendekati pantai akan mengalami
pembiasan (refraction), dan akan memusat (covergence) jika mendekati
semenanjung, dan akan menyebar (divergence) jika menemui cekungan. Di samping
itu gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging atau
surging. Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada hakekatnya
disebabkan oleh topografi dasar lautnya (sea bottom topography). (Dahuri, 1996).

Tipe gelombang spilling terjadi jika gelombang yang memiliki kemiringan kecil
menuju pantai yang datar. Pada jarak yang jauh dari pantai, gelombang tersebut mulai
pecah secara berangsur-angsur menghasilkan buih pada pada puncak gelombang dan
meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang.

42
Tipe gelombang plunging terjadi jika kemiringan gelombang dan dasar bertambah.
Gelombang yang pecah dengan puncak gelombangnya akan terjun ke depan dan
energinya dihancurkan dalam turbulensi yang mana sebagian kecil akan dipantulkan
pantai ke laut dan tidak banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih
dangkal.

Tipe gelombang pecah surging terjadi pada pantai yang memiliki kemiringan yang
sangat besar, seperti pada pantai berkarang. Tipe ini memiliki daerah gelombang
pecah yang sangat sempit dibandingkan dengan dua tipe lainnya dan sebagian besar
energi yang dimiliki dipantulkan kembali ke laut dalam dan sebelum puncak
gelombang terjun ke depan, dasar gelombangnya sudah pecah (Hutabarat dan Evans,
1985).

3) Arus
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air.
Sistem-sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang
berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-
masing daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tidak
berubah-ubah (Nybakken, 1988 dalam Putinella, 2002).

Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang
mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk
morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu
yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara miring.
Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut sedimen tegak lurus terhadap arah
ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang mengapung maupun yang terdapat
di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus, umumnya
menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo, beach ridge atau

43
akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus
laut.

Pola arus pantai ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara
gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka
akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan hidrostatik. Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol
(gelombang yang datang sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus meretas
pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus
menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang
mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri,
1996).

Selain faktor angin, arus juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
a) Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya.
Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan
pula oleh arus ekuator counter di sisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan
sistem aliran yaitu hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah
dalam suatu bentuk bulatan. Dari sinilah terbentuk gyre (arus berputar) (Hutabarat
dan Evans, 1984).
b) Efek Coriolis atau gaya Coriolis. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang
ditimbulkan akibat efek dua gaya gerakan. Yaitu gerakan rotasi bumi dan gerakan
benda relatif terhadap permukaan bumi. Gaya ini menyebabkan terjadinya
perpindahan zat cair di belahan bumi utara di belokkan ke kanan dan di belahan bumi
selatan dibelokkan ke kiri (Kanginan, 1999)
c) Spiral Ekman atau perpindahan Ekman oleh V. walfrid Ekman, seorang ahli
dari Swedia, pada tahun 1982 menunjukkan secara matematis bahwa di bawah
kondisi samudra yang ideal akan menghasilkan sebuah pengurangan kecepatan arus

44
sistematis dan sebuah perubahan pada arahnya dalam meningkatkan kedalaman
(Rosmini, 2006).
Selain ketiga faktor di atas, gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh
perbedaan densitas lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda. Perbedaan
itu timbul terutama disebabkan oleh salinitas dan suhu (Hutabarat dan Evans, 1984).

4) Angin
Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari
pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang
berbeda di permukaan bumi. Keadaan ini mengakibatkan naiknya sejumlah besar
massa udara yang ditandai dengan timbulnya sifat khusus yaitu terdapatnya tekanan
udara yang tinggi dan rendah. Sebagai contoh, massa udara yang bertekanan tinggi
dibentuk di atas daerah-daerah kutub, sedangkan massa udara yang bertekanan rendah
yang kering dan panas terkumpul di daerah subtropik. Massa udara ini tidak tetap
tinggal pada tempat di mana mereka ini dibentuk, tetapi begitu mereka melewati
daerah daratan mereka akan tersesat oleh aliran angin yang ditimbulkan dengan
adanya perubahan dan variasi iklim setempat. Massa udara yang bertekanan tinggi ini
dikenal sebagai anti-cyclones ; udara yang beredar di dalamnya berputar ke arah
lawan jarum jam (anti-clockwise) pada bagian belahan bumi sebelah Selatan,
sedangkan di belahan bumi sebelah Utara mereka berputar ke arah jarum jam
(clockwise). Massa udara yang bertekanan rendah dinamakan cyclones. Gerakan
massa udara di dalamnya bergerak ke arah jarum jam di belahan bumi Selatan dan ke
arah lawan jarum jam di belahan bumi Utara.

Gelombang yang terjadi di laut disebabkan oleh hembusan angin (Nontji, 1999).
Faktor yang mempengaruhi bentuk/besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin
adalah: kecepatan angin, lamanya angin bertiup, kedalaman laut, dan luasnya
perairan, serta fetch (F) yaitu jarak antara terjadinya angin sampai lokasi gelombang
tersebut.

45
5) S edim en P anta i
Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batuan-
batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka
organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat
ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada
berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lain.
Misalnya sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel yang
berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus. Sedangkan hampir semua pantai
ditutupi oleh partikel berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan


sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila
jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut,
maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi
kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan
bertambah (Putinella, 2002).

Berdasarkan asalnya sedimen dapat dibagi menjadi tiga bagian:


a) Sedimen lithogeneus, jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan
di daratan, yang diangkut ke laut oleh sungai-sungai.
b) Sedimen biogenus, jenis sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme
hidup yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan ooze yang
biasanya diendapkan pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini digolongkan ke
dalam dua tipe yaitu calcareous dan siliceous.
c) Sedimen hidrogeneus. Jenis partikel dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai
hasil reaksi kimia dalam air laut. (Hutabarat dan Evans, 1984).

6) K emir ingan dan A rah G aris P antai

46
Pantai bisa terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil
(gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar.
Pantai lumpur mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000.
Kemiringan pantai pasir lebih besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan
pantai berkerikil bisa mencapai 1:4. Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah
pantai di mana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah
tersebut dan gelombang relatif kecil (Triatmodjo, 1999).
Arah garis pantai dapat mempengaruhi energi gelombang dan kecepatan arus
susur pantai. Ketika arah datang gelombang tegak lurus dengan arah garis pantai,
maka energi gelombang yang bekerja dapat lebih maksimal dalam melakukan proses
abrasi. Sedangkan untuk arus susur pantai, kecepatannya akan melemah ketika arah
datangnya hampir tegak lurus dengan arah garis pantai.

Tipe-Tipe Pantai

Secara sederhana, pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan material penyusunnya,


yaitu menjadi:

1. Pantai Batu (rocky shore), yaitu pantai yang tersusun oleh batuan induk yang
keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras.

2. Beach, yaitu pantai yang tersusun oleh material lepas. Pantai tipe ini dapat
dibedakan menjadi:
Sandy beach (pantai pasir), yaitu bila pantai tersusun oleh endapan pasir.

3. Gravely beach (pantai gravel, pantai berbatu), yaitu bila pantai tersusun oleh
gravel atau batuan lepas. Seperti pantai kerakal.

4. Pantai bervegetasi, yaitu pantai yang ditumbuhi oleh vegetasi pantai. Di


daerah tropis, vegetasi pantai yang dijumpai tumbuh di sepanjang garis pantai
adalah mangrove, sehingga dapat disebut Pantai Mangrove.

47
Bila tipe-tipe pantai di atas kita lihat dari sudut pandang proses yang bekerja
membentuknya, maka pantai dapat dibedakan menjadi:

1. Pantai hasil proses erosi, yaitu pantai yang terbentuk terutama melalui proses
erosi yang bekerja di pantai. Termasuk dalam kategori ini adalah pantai batu
(rocky shore).

2. Pantai hasil proses sedimentasi, yaitu pantai yang terbentuk terutama kerena
prose sedimentasi yang bekerja di pantai. Termasuk kategori ini adalah beach.
Baik sandy beach maupun gravely beach.

3. Pantai hasil aktifitas organisme, yaitu pantai yang terbentuk karena aktifitas
organisme tumbuhan yang tumbuh di pantai. Termasuk kategori ini adalah
pantai mangrove.

Kemudian, bila dilihat dari sudut morfologinya, pantai dapat dibedakan menjadi:

1. Pantai bertebing (cliffed coast), yaitu pantai yang memiliki tebing vertikal.
Keberadaan tebing ini menunjukkan bahwa pantai dalam kondisi erosional.
Tebing yang terbentuk dapat berupa tebing pada batuan induk, maupun
endapan pasir.

2. Pantai berlereng (non-cliffed coast), yaitu pantai dengan lereng pantai. Pantai
berlereng ini biasanya merupakan pantai pasir. (Sutikno,1999).

Klasifikasi Pantai

Antara pantai yang satu dengan garis pantai yang lainnya mempunyai perbedaan.
Perbedaan dari masing-masing jenis pantai tersebut umumnya disebabkan oleh
kegiatan gelombang dan arus laut. Menurut Johnson, pantai dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu:

48
 Pantai yang Tenggelam (Shoreline of submergence)
Shoreline of submergence merupakan jenis pantai yang terjadi apabila
permukaan air mencapai atau menggenangi permukaan daratan yang
mengalami penenggelaman. Disebut pantai tenggelam karena permukaan air
berada jauh di bawah permukaan air yang sekarang. Untuk mengetahui
apakah laut mengalami penenggelaman atau tidak dapat dilihat dari keadaan
pantainya. Naik turunnya permukaan air laut selama periode glasial pada
jaman pleistosin menyebabkan maju mundurnya permukaan air laut yang
sangat besar. Selain itu, penenggelaman pantai juga bisa terjadi akibat
penenggelaman daratan. Hal ini terjadi karena permukaan bumi pada daerah
tertentu dapat mengalami pengangkatan atau penurunan yang juga dapat
mempengaruhi keadaan permukaan air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di
daerah pantai dan pesisir( Sunarto,1992).
Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang
tenggelam dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk pantai yang berbeda sebagai akibat dari pengaruh gelombang dan arus
laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:

a. Lembah sungai yang tenggelam


Pada umumnya lembah sungai yang tenggelam ini disebut estuarium,
sedangkan pantainya disebut pantai ria. Lembah sungai ini dapat
mengalami penenggelaman yang disebabkan oleh pola aliran sungai
serta komposisi dan struktur batuannya( Sunarto,1992).

b. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam


Fjords merupakan pantai curam yang berbentuk segitiga atau
berbentuk corong. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam ini
terjadi akibat pengikisan es. Ciri khas dari bagian pantai yang
tenggelam ini yaitu panjang, sempit, tebingnya terjal dan bertingkat-

49
tingkat, lautnya dalam, dan kadang-kadang memiliki sisi yang landai.
Pantai fjords ini terbentuk apabila daratan mengalami penurunan
secara perlahan-lahan. Bentang lahan ini banyak terdapat di pantai
laut di daerah lintang tinggi, dimana daerahnya mengalami
pembekuan di musim dingin. Misalnya di Chili, Norwegia, Tanah
Hijau, Alaska, dan sebagainya( Sunarto,1992).

c. Bentuk pengendapan sungai


Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu:

i. Delta, yaitu endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga


dan cembung ke arah laut;

ii. Dataran banjir, yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri
sungai yang terjadi setelah sungai mengalami banjir;

iii. Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti


segitiga, biasanya terdapat di daerah pedalaman, dan
ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan delta, serta
sungainya tidak bercabang-cabang.(Sunarto.1992).

 Pantai yang Terangkat (Shoreline of emergence)


Pantai ini terjadi akibat adanya pengangkatan daratan atau adanya penurunan
permukaan air laut. Pengangkatan pantai ini dapat diketahui dari gejala-
gejala yang terdapat di lapangan dengan sifat yang khas, yaitu:

50
a. Terdapatnya bagian atau lubang dataran gelombang yang terangkat
Di daerah ini banyak dijumpai teras-teras pantai (stacks), lengkungan
tapak (arches), pantai terjal (cliffs), serta gua-gua pantai (caves).

b. Terdapatnya teras-teras gelombang


Teras gelombang ini terbentuk pada saat permukaan air mencapai
tempat-tempat di mana teras tersebut berada. Teras-teras ini
merupakan batas permukaan air.

c. Terdapatnya gisik (beaches)


Gisik yaitu tepian laut yang terdapat di atas permukaan air laut yang
terjadi karena adanya pengangkatan dasar laut.

d. Terdapatnya laut terbuka


Laut terbuka ini terjadi karena adanya dasar laut yang terangkat.

e. Garis pantai yang lurus (straight shoreline)


Erosi gelombang dan pengendapannya pada laut dangkal cenderung
menurunkan bentang lahan dan menyebabkan dasar laut dasar laut
yang dangkal menjadi datar. Apabila dasar laut yang dangkal tersebut
sekarang mengalami pengangkatan, maka garis pantai yang terbentuk
akan kelihatan lurus.

 Pantai yang Netral (Neutral shoreline)


Jenis pantai ini terjadi di luar proses penenggelaman dan pengangkatan,
misalnya pantai yang terjadi pada delta, plain hanyutan, terumbu karang,
gunung api, gumuk-gumuk pasir, dan jenis pantai yang merupakan hasil dari
sesar (patahan).

51
 Pantai Majemuk (Compound shorelines)
Jenis pantai ini terjadi sebagai gabungan dua atau lebih proses di atas. Berarti
dalam suatu daerah bisa terjadi proses penenggelaman, pengangkatan,
pengendapan, dan sebagainya( Sunarto,1992).

Asal Sedimen di Dasar Laut


Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang
menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu :
a) Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan
material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut
melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut
dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
b) Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme
yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik
yang mengalami dekomposisi.
c) Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi
kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut
sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini
adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
d) Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan
masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat
bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat
yang terbawa angin. Material yang bersal dari luar angkasa merupakan sisa-
sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang bersal
dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanin, atau
berupa fragmen-fragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang bersal dari
partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana
proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah sub
tropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya

52
sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber
yang lain.Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut
berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi
dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar
laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di dalam laut. Setelah
mencapai dasar lautpun , sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu
ketika hewan laut dalam mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi
dan tersusfensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan
tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara butir-butir mineral dan air laut
sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi tetap berlangsung penimbunan,
yaitu ketika air laut terperangkap di antara butiran mineral. (Agus Supangat
dan Umi muawanah)

Macam-macam Sedimen Laut


Era oseanografi secara sistematis telah dimulai ketika HMS Challenger kembali ke
Inggris pada tanggal 24 Mei 1876 membawa sampel, laporan, dan hasil pengukuran
selama ekspedisi laut yang memakan waktu tiga tahun sembilan bulan. Anggota
ilmuan yang selalu menyakinkan dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger adalah
John Murray, warga Kanada kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang dikumpulkan
oleh Murray merupakan penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam. Sedimen laut
dalam dapat di bagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan Sedimen Biogenik
Pelagis.

a) Sedimen Biogenik Pelagis


Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas
berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa
fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu
atau dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang
perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen.

53
Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air
dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,
keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan
kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.

b) Sedimen Terigen Pelagis


Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi
yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan
pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua
melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut
lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan
pasir dapat ditemukan pada sedimen pelagis yang berjarak beberapa ratus
kilometer dari daerah gletser atau tempat asalnya.
Selain pengertian sedimen di atas ada pengertian lain tentang sedimen yaitu
batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh proses sedimentasi. Sedangkan
sedimentasi adalah proses pengendapan sediemen oleh media air, angin, atau es
pada suatu cekungan pengendapan pada kondisi P dan T tertentu.

IV.4 Topografi dan Struktur Sedimen Pantai

Kemampuan tanah terbawa air erosi dipengaruhi oleh topografi suatu wilayah.
Kondisi wilayah yang dapat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi secara cepat
adalah wilayah yang memiliki kemiringan lereng yang cukup besar. Sedangkan pada
wilayah yang landai akan kurang intensif laju erosifitasnya, karena lebih cenderung
untuk terjadi penggenangan. Topografi pantai dan letak geografis pantai juga
berpengaruh terhadap besarnya ombak yang dapat berdampak terhadap banyak atau
tidaknya erosi dan pengikisan pantai, dan pada akhirnya hasil dari pengikisan pada
pantai juga akan berdampak balik terhadap kondisi topografi pantai, sehingga pada

54
dasarnya antara keadaan topografi, ombak (gelombang), letak geografis saling
berkaitan membentuk sebuah siklus yang selalu berkelanjutan.

Tanda riak juga terbentuk dalam air yang mengalir. Ada dua jenis: gelombang riak
asimetris (asymmetric wave ripples) dan arus riak simetris (symmetric current
ripples). Lingkungan di mana saat ini berada dalam satu arah, seperti sungai,
menghasilkan riak asimetris. Semakin lama sayap riak tersebut berorientasi
berlawanan dengan arah arus. Gelombang riak terjadi dalam lingkungan di mana arus
terjadi pada semua arah, seperti permukaan pasang surut.

Gambar 4.8 struktur sedimen riple mark

Pembentukan current ripples memerlukan kecepatan aliran sedang (moderate) di atas


lapisan yang lembut secara hidrolik (lihat di atas). Current ripples hanya terbentuk
dalam pasir yang dominan berukuran butir kurang dari 0,7 mm (tingkat pasir kasar)
karena kekasaran lapisan diciptakan oleh pasir lebih kasar yang menghalangi skala-
kecil boundary layer separation yang diperlukan untuk pembentukan ripples. Karena
pembentukan ripples dikontrol oleh proses di dalam boundary layer dan tidak ada
batasan kedalaman air dan current ripples mungkin terbentuk dalam air yang
kedalamannya berkisar beberapa centimeter hingga kilometer. Hal ini sangat berbeda
dengan subaqueous bedform yang lain(subaqueous dunes, sand waves, wave ripples)
yang tergantung pada kedalaman air.

55
Gambar 4.9 Migrasi ripple berpuncak lurus dan dune bedform membentuk planar
cross lamination dan planar cross bedding. Sinous atau isolated (or lunate) ripple dan
dune bedform menghasilkan tough cross lamination dan trough cross bedding.
(Menurut Tucker 1991).

56
Gambar 4.10 Climbing ripple cross lamination dihasilkan oleh pengendapan cepat
dari aliran yang membawa sejumlah tinggi pasir. (Menurut Collinsn & Thompson
1982). Current ripples bervariasi ketinggiannya dari 5 sampai 30 mm dan panjang
gelombangnya (puncak ke puncak atau lembah ke lembah) berkisar 50 hingga 400
mm (Allen 1968). Panjang gelombang ripples kira-kira 1000 kali ukuran butir,
meskipun hubungan ini tergantung pada variasinya. Penting untuk mencatat batas
bagian atas dimensi current ripples dan menegaskan bahwa ripples tidak ‘tumbuh’
menjadi bedform yang lebih besar.

57
Gambar 4.11 Wave ripple cross lamination di dalam sedimen berbutir halus (Karbon,
County Clare, Ireland).

Hubungan Antara Keadaan Topografi Pantai Dengan Ombak Dan Sedimen


Kemampuan tanah terbawa air erosi dipengaruhi oleh topografi suatu wilayah.
Kondisi wilayah yang dapat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi secara cepat
adalah wilayah yang memiliki kemiringan lereng yang cukup besar. Sedangkan pada
wilayah yang landai akan kurang intensif laju erosifitasnya, karena lebih cenderung
untuk terjadi penggenangan. Topografi pantai dan letak geografis pantai juga
berpengaruh terhadap besarnya ombak yang dapat berdampak terhadap banyak atau
tidaknya erosi dan pengikisan pantai, dan pada akhirnya hasil dari pengikisan pada
pantai juga akan berdampak balik terhadap kondisi topografi pantai, sehingga pada
dasarnya antara keadaan topografi, ombak (gelombang), letak geografis saling
berkaitan membentuk sebuah siklus yang selalu berkelanjutan.

Struktur Sedimen
Struktur merupakan suatu kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan
dan keadaan energi pembentuknya. Pembentukannya dapat pada waktu atau sesaat
setelah pengendapan. Struktur berhubungan dengan kenampakan batuan yang lebih

58
besar, paling bagus diamati di lapangan misal pada perlap[isan batuan.(Sugeng
Widada : 2002)
Struktur sedimen umumnya dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Struktur anorganik terutama pelapisan, contoh : graded beds, cross beds,
mudcraks.
2. Struktur biogenik terdiri dari struktur jejak dan boring
3. Struktur deformasi terdiri dari convolute bedding, ball and pillow dan diapiric.

Berbagai sifat fisik sedimen ditelaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya.
Diantaranya adalah tekstur sedimen yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk
butir ( partikel shape), dan hubungan antar butir (fabrik), struktur sedimen, komposisi
mineral, serta kandungan biota. Dari berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur
menjadi sangat penting karena umumnya menjadi dasar dalam penamaan sedimen
yang bersangkutan serta membantu analisa proses pengendapan karena ukuran butir
berhubungan erat dengan dinamika transfortasi dan deposisi (Krumbein dan Sloss
(1983). Berkaitan dengan sedimentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan
resistensi butiran sedimen terhadap proses pelapukan erosi/abrasi serta mencerminkan
kemampuan dalam menentukan transfortasi dan deposisi.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Gelombang Laut

Pengukuran gelombang dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan meteran dan


stopwatch. Pengukuran gelombang yang dilakukan meliputi puncak gelombang,

59
lembah gelombang, waktu antar puncak gelombang, waktu gelombang. Pengukuran
gelombang dapat dilihat pada table berikut ini

Tabel 5.1 Gelombang laut


Waktu antar puncak Waktu gelombang
No Tinggi (cm) Lembah (cm)
gelombang (detik) (detik)
1 145 124 1.64
2 140 119 2.69 21.45
3 152 128 1.94

Pembahasan pada gelombang laut, menurut Romimohtarto dan Juwana (1999)


gelombang laut yang timbul diakibatkan oleh angina diatas permukaan laut dan bias
juga oleh tekanan tangensial pada partikel air. Menurut Dahuri et al, (1996) dalam
Siswanto (2011), gelombang dipermukaan laut umumnya terbentuk karena adanya
proses aliran energi dari angin ke permukaan laut atau pada saat tertentu yang
disebabkan oleh gempa dasar laut. Gelombang hanya dapat merambat ke segala arah
membawa energi, kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak.

Berdasarkan dari data hasil pengamatan yang kami lakukan pada praktikum Geologi
Laut yaitu mengenai gelombang laut yang diukur pada pukul 16.27 wita dengan jarak
pengukuran 10 m. Pada pengukuran pertama didapatkan nilai gelombang yaitu
puncak gelombang mencapai 148 cm, dan lembanhnya mencapai 124 cm dengan
waktu 1,64
detik. Kemudian untuk pengukuran kedua dengan puncak gelombangnya mencapai
140 cm dan lembah gelombangnya mencapai 119 cm, dengan waktu 2,69 detik.
Sedangkan untuk pengukuran ketiga didapatkan nilai puncak gelombangnya
mencapai 152 cm dan lembah gelombangnya merncapai 128 cm dengan waktu 1,94
detik.

60
Dari tiga kali pengamatan dan pengukuran gelombang laut didapatkan nilai rata-
ratanya yaitu puncak gelombang 145,6 cm dan lembah gelombangnya 123,6 cm
dengan waktu rata-rata 2,09 detik dengan waktu gelombang berkisar 21,45 detik.

Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


gelombang yang ada dilautan setiap waktu mengalami perubahan atau tidak menetap.
Disamping itu perubahan gelombang tertinggi dapat dipicu dengan bantuan angin.
Selain itu kecepatan angin yang ada dilautan pada pengukuran kedua saja anginnya
sangat kuat bisa dikatakan angin spoi-spoi.
V.2 Pasang Surut

Pengukuran pasang surut dilakukan pada tanggal 25-26 November pada pukul 20.20
wita hingga 20.20 wita. Berikut tabel pengukuran pasang surut :
Tabel 5.2 Pasang surut
TIME (WITA) WATER LEVEL (cm)
20.20 37.5
20.40 36.5
21.00 35
21.20 34
21.40 30
22.00 28
22.20 29
22.40 34
23.00 35
23.20 39
23.40 43
24.00 47
00.20 54
00.40 60
01.00 71
01.20 79
01.40 86
02.00 95
02.20 103
02.40 106
03.00 110

61
03.20 112
03.40 114
04.00 111
04.20 106
04.40 103
05.00 102
05.20 96
05.40 86
06.00 20
06.20 78
06.40 66
07.00 59
07.20 55
07.40 43
08.00 32
08.20 25
08.40 17
09.00 12
09.20 7
09.40 7
10.00 6
10.20 5
10.40 4
11.00 11
11.20 16
11.40 24
12.00 34
12.20 44
12.40 54
13.00 67
13.20 80
13.40 90
14.00 101
14.20 114
14.40 125
15.00 135
15.20 142
15.40 151
16.00 157
16.20 152
16.40 154

62
17.00 148
17.20 144
17.40 140
18.00 134
18.20 112
18.40 105
19.00 99
19.20 85
19.40 72
20.00 67
20.20 57

Pengkuran pasang surut dilakukan setiap 20 menit sekali selama 24 jam. Dan di
dapatkan data tinggi gelombang paling tinggi saat pasang air laut pada jam 4.20,
setinggi 111 cm dan surut paling rendah pada jam 10.00, setinggi 28 cm.

Dan dapat di simpulkan tipe pasang surut di daerah penelitian kami adalah tipe
pasang surut semi diurnal tide.

Pasang surut semi diurnal tide adalah Pasang surut harian ganda Dalam satu hari
terjadi dua kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hamper sama dan
pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan sekitar
selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan.

V.3 Erosi dan Sedimentasi Pantai

Pada analisis erosi dan sedimentasi dilakukan dengan memakai sedimen trap.
Pengambilan data untuk sedimen trap sebanyak lima kali. Yaitu pada daerah laut
setiap 12 jam pagi dan 24 jam. Pada daerah darat setiap 12 jam pagi, 12 jam malam,
dan 24 jam. Berikut tabel data dari hasil granulometri analisa lab.

Tabel 5.3 Granulometri pada sedimen trap laut 24 jam

63
Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal di Persen Persen
(mm) (phi) atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 1 1.021 1.021
12 1.18 - 0.25 0.1 0.102 1.123
16 0.600 0.75 0 0 1.123
30 0.300 1.75 0.2 0.204 1.327
50 0.100 2.75 19.5 19.918 21.245
100 0.75 3.75 76.6 78.243 99.488
200 < 0.075 4.75 0.5 0.511 99.999

JUMLAH 97.9 99.999 99.999

Tabel 5.4 Granulometri pada sedimen trap laut 12 jam pagi

Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal di Persen Persen


(mm) (phi) atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 0 0 0
12 1.18 - 0.25 0 0 0
16 0.600 0.75 0 0 0
30 0.300 1.75 0 0 0
50 0.100 2.75 7.2 7.392 7,392
100 0.75 3.75 88 90.349 97,741
200 < 0.075 4.75 2.2 2.258 99.999

JUMLAH 97,4 99.999 99.999

Tabel 5.5 Granulometri pada sedimen trap darat 24 jam

Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal di Persen Persen


(mm) (phi) atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 0 0 0
12 1.18 - 0.25 0 0 0
16 0.600 0.75 0 0 0

64
30 0.300 1.75 2 2.036 2.036
50 0.100 2.75 9.6 9.775 11.811
100 0.75 3.75 77.9 79.327 91.138
200 < 0.075 4.75 8.7 8.859 99.997

JUMLAH 98.2 99.997 99.997

Tabel 5.6 Granulometri pada sedimen trap darat 12 jam pagi

Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal Persen Persen


(mm) (phi) di atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 0.4 0.401 0.401
12 1.18 - 0.25 0.3 0.300 0,701
16 0.600 0.75 2.2 2.206 2,907
30 0.300 1.75 30.1 30.190 33.097
50 0.100 2.75 61.4 61.584 94,681
100 0.75 3.75 5.0 5.015 99.696
200 < 0.075 4.75 0.3 0.300 99.996

JUMLAH 99.7 99.996 99.996

Tabel 5.7 Granulometri pada sedimen trap darat 12 jam malam

Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal Persen Persen


(mm) (phi) di atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 1.6 1.604 1.604
12 1.18 - 0.25 0.5 0.501 2.105
16 0.600 0.75 0.4 0.401 2.506
30 0.300 1.75 1.9 1.905 4.411
50 0.100 2.75 24.7 24.774 29.185
100 0.75 3.75 65.4 65.596 94.781
200 < 0.075 4.75 5.2 5.215 99.996

JUMLAH 99.7 99.996 99.996

65
Tabel 5.8 Granulometri pada puritan

Mesh Diameter Diameter Berat yang tinggal Persen Persen


(mm) (phi) di atas ayakan Berat Kumulati
(gr) (%) f (%)
8 2.36 - 1.25 0 0 0
12 1.18 - 0.25 0.2 0.2 0.2
16 0.600 0.75 0.2 0.2 0.4
30 0.300 1.75 0.5 0.5 0.9
50 0.100 2.75 1.5 1.5 2.4
100 0.75 3.75 80.7 80.7 83.1
200 < 0.075 4.75 19.3 19.3 100

JUMLAH 100 100 100

Dari tabel diatas, dibuat grafik (terlampir) untuk mendapatkan presentase proses
mekanik sedimentasi rata-rata pada pantai daerah penelitian. Dengan data traksi
sebesar 19.21467 % , saltasi sebesar 24.42867 % , dan suspensi sebesar 57.438 %.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses mekanik sedimentasi yang dominan
pada daerah penelitian yaitu proses suspensi. Dimana proses suspensi merupakan
proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air. Sifat
sedimen hasil pengendapan suspensi ini adalah mengandung prosentase masa dasar
yang tinggi sehingga butiran tampak mengambang dalam masa dasar dan umumnya
disertai memilahan butir yang buruk. Ciri lain dari jenis ini adalah butir sedimen yang
diangkut tidak pernah menyentuh dasar aliran.

Pola sedimentasi di daerah penelitian ini adalah abrasi dari darat menuju laut, karena
berdasarkan sedimen trap didapatkan hasil bahwa material lebih banyak berasal dari
darat yang terbawa ke laut (abrasi). Pola pengendapan yang terjadi pada daerah
penelitian ialah pengaruh oleh pasang surut (tide), dimana berdasarkan analisis
puritan sedimen dapat dijumpai struktur sedimen khas tidal (pasang-surut) yaitu
lenticular, wavy bed, dan flaser dan terdapat pula cross bedding. Pada struktur

66
sedimen lenticular, wavy bed, dan flaser terdapat perselingan antara lempung dan
pasir dimana pada pasir tersebut terdapat struktur graded bedding. Pola pengendapan
ini terjadi ketika material halus yang terendapkan proses mekanik yang terjadi ialah
gravity ketiak tidak ada arus sedangkan pada material kasar yang terjadi adalah traksi
dimana arus sangat mempengaruhi.

Traksi bekerja jika ada arus, sedangkan gravity akibat gravitasi. Contoh traksi pada
pengendapan berukuran halus fine sand, medium sand dan pasti akan membentuk
struktur cross bedding / cross laminae karena yang membentuk adalah arus.
Sedangkan gravity, terjadi pada material yang sangat halus seperti shale, karena shale
terbentuk pada arus yang sangat tenang, dan pengendapannya tanpa arus (gravity
flow), selain itu gravity flow tidak membentuk struktur sedimen cross stratification,
akan tetapi membentuk tipe pengendapan bouma yang disebabkan oleh slump
(turbidity current), selain itu fragmennya relative besar dan sortasi buruk atau bahkan
tidak berpola.
Ada clue disini, yaitu jika pasir kasar itu tidak mungkin terbentuk ripple atau cross
stratification, apalagi kerikil.

Traksi sendiri membentuk urutan struktur dari lower flow regime (ripple-megaripple-
dunes) sampai ke upper flow regime (plane/planar beds–antidune–chute n pools–
turbidity current). Sudut yang dibentuk antara bidang planar dengan cross bed adalah
15-45 derajat.

Ada 3 penciri lingkungan pengendapan yang dipengaruhi arus pasang-surut (tidal)


seperti pada daerah penelitian, yaitu :

1. Lenticular, ciri-cirinya berwarna gelap dan dominan semuanya mud (mud


flats)

2. Wavy, ciri-cirinya terdapat pasir dan lempung yang seimbang (50:50)

67
3. Flaser, ciri-cirinya berwarna terang dengan dominan pasir

V.4 Topografi dan Struktur Sedimen Pantai

Topografi

Keadaan topografi daerah penelitian ialah dataran rendah karena berada pada
lingkungan transisi (pertemuan darat dan laut) atau dalam hal ini pantai.

Berdasarkankan hasil pengukuran pemetaan topografi didapat peta kontur


(TERLAMPIR).

Dari peta tersebut diketahui bahwa pantai tersebut berada pada elevasi di bawah 0
meter karena pada peta tersebut banyak menunjukan elevasi dibawah 0, dengan
elevasi terendah -4,58 meter yang terukur dan elevasi tertinggi ialah 0.07 meter yang
terukur.

Metode pengukuran pemetaan topografi ini adalah pengukuran tapping kompas


dengan polygon terbuka dan tampang memanjang melintang sebagai lintasan dasar.
Data yang diambil ialah koordinat, elevasi awal, slope, azimuth, dan jarak lapangan.

Struktur Sedimen

Struktur sedimen yang berkembang di daerah penelitia ialah sebagai berikut:

1. Lentikular
2. Wavy bed
3. Flaser
4. Cross bedding
5. Graded bedding
6. Plane bed

Struktur lentikular seperti terdapat pada paritan sedimen (TERLAMPIR) diketahui


terdapat perselingan antara lempung dan pasir, dimana material lempung lebih
dominan daripada material pasir.

68
Struktur wavy bed Struktur lentikular seperti terdapat pada paritan sedimen
(TERLAMPIR) diketahui terdapat perselingan antara lempung dan pasir, dimana
material lempung dan material pasir mempunyai perbandingan yang sama (50:50).

Struktur flaser seperti terdapat pada paritan sedimen (TERLAMPIR) diketahui


terdapat perselingan antara lempung dan pasir, dimana material pasir lebih dominan
daripada material lempung.

Struktur cross bedding seperti terdapat pada paritan sedimen (TERLAMPIR)


diketahui terdapat pada bagian bawah paritan, dan cross bedding yang terbentuk ialah
tabular cross bedding karena hanya terdapat satu arah paleocurrent.

Struktur graded bedding seperti terdapat pada paritan sedimen (TERLAMPIR)


diketahui terdapat diantara perselingan pasir dan lempung (didalam struktur
lenticular, wavy bed, dan flaser). Di material pasir tersebut terbentuk struktur graded
bedding.

Struktur plane bed seperti terdapat pada paritan sedimen (TERLAMPIR) diketauhi
berada pada bagian atas paritan, struktur ini masih normal dan belum mendapatkan
gangguan.

69
BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari hasil praktikum Geologi Laut ini
adalah:

- Setelah melakukan pengambilan data langsung dan mengolah data yang kami
miliki, didapatkan bahwa tinggi maksimum gelombang yang terjadi pada saat
kami melakukan pengukuran adalah 152 cm. Gelombang merupakan gerakan
air secara osilasi dengan permukaan naik turun serta mempunyai panjang,
tinggi, periode, kecepatan, energi dan lain-lain. Gelombang timbul akibat
pengaruh dari angin, gempa bumi, gunung api bawah laut, longsoran dan
aktivitas manusia lainnya.

- Terdapat 3 jenis pasang surut, yaitu harian (diurnal), tengah harian (semi-
diurnal) dan campuran (mix tides). Setelah melakukan pengamatan dan
pengambilan data secara langsung, didapat bahwa jenis pasang-surut yang
dominan terjadi pada pantai Mutiara Laut tersebut adalah jenis pasang surut
semi-diurnal. Pasang surut jenis semi-diurnal merupakan keadaan dimana
dalam sehari terjadi 2 kali pasang naik dan 2 kali pasang surut secara
berurutan. Periode pasang surut tersebut adalah 12 jam 54 menit.

70
- Sedimentasi terdiri atas beberapa macam atau jenis-jenis, Pengertian
sedimentasi adalah proses pengendapan material-material yang diangkut
dinamakan dengan sedimentasi atau pengendapan, ini dapat terjadi apabila
batuan mengalami pelapukan dan erosi lalu diangkut atau dibawa oleh tenaga
alam dan akhirnya terjadilah sedimentasi atau diendapakan disinilah letak
terjadinya sedimentasi. Jenis sedimentasi yang terjadi pada Pantai Mutiara
Laut adalah:

 Flasher:

Selama pasang tinggi, lumpur umumnya terkumpul di seberang ripple


crest dan pada trough. Flaser bedding dihasilkan.. ketika lumpur ini
berada pada trough. Struktur ini mengimplikasikan bahwa hadirnya
dua sedimen suplai yaitu pasir dan lempung. Pada saat aktivitas arus,
pasir tertransportasi dan terendapkan sebagai ripples, lempung masih
dalam bentuk suspensi. Pada saat arus berhenti lempung terendapkan
pada trough atau menutup ripples tersebut. Saat dimulainya siklus
selanjutnya, puncak ripples tererosi dan pasir baru terendapkan dalam
bentuk ripples dan mengubur ripple bed pada troughs. Sehingga
diperkirakan flaser bedding diperkirakan terbentuk pada lingkungan
pasang surut (subtidal zone)dan sangat jarang ditemukan terbentuk
pada kondisi fluvial. Struktur ini dapat digunakan dalam penentuan
lingkungan pengendapan, dimana diperkirakan berada pada
lingkungan pasang-surut(pada energi tinggi).

 Lentikuler

71
Perlapisannya berbentuk “melensa”, yaitu makin ke tepian, lapisan
makin tipis. Lenticular bedding menandakan lingkungan yang
didominasi gelombang pasang-surut (tidal).

 Graded bedding

disebut juga perlapisan bersusun. Perlapisan sedimen jenis ini


memperlihatkan perbedaan ukuran fragmen/butir lapisan batuan
sedimen. Sedimen yang memiliki ukuran besar lebih dahulu
mengendap dibandingkan sedimen yang berbutir lebih kecil. Jadi
semakin ke atas lapisan sedimen semakin berbutir halus.

 Wavy bedding

Jika endapan lumpur dan pasir adalah sama, struktur lapisan


bergelombang terbentuk. struktur perlapisan bergelombang terjadi
ketika lumpur diendapkan di atas seluruh wilayah tempat perlapisan
bergelombang dan / atau lintas pasir yang bertingkat. Biasanya
dengan bebas akan mengikuti secara bolak-balik cekung-cembung
natural dari pembentukan riak dengan rupa bergelombang. Di struktur
perlapisan bergelombang riak yang lateral terputus-putus. struktur
lapisan bergelombang menandai batas antara flaser dan selimut
lenticular.

VI.2 Saran

72
 Sebaiknya di praktikum Geologi Laut selanjutnya praktikan dapat
mempersiapkan seluruh perlengkapan yang bersifat pendukung untuk
memperlancar setiap pengujian yang akan dilakukan

 Sebaiknya praktikan dapat lebih teliti dalam pembacaan data saat melakukan
setiap pengukuran di lapangan agar meminimalisir terjadinya kesalahan dan
dalam melakukan pengolahan data dapat menemukan hasil akhir yang akurat.

 Sebaiknya dalam praktikum seanjutnya praktikan dapat lebih memperhatikan


safety saat melakukan pengambilan data.

73

Anda mungkin juga menyukai