Anda di halaman 1dari 16

INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN PAKET SEDIMEN

BERUMUR MIOSEN TENGAH BERDASARKAN METODE


SEKUEN STRATIGRAFI MENGGUNAKAN DATA LOG
PADA SUMUR MIR8, MIR9, MIR13, DAN MIR15
CEKUNGAN KUTAI KALIMANTAN TIMUR
Miranti Triana Sari

Fakultas Teknik Geologi, Universitas Trisakti

SARI
Cekungan Kutai dihasilkan oleh proses pemekaran yang terjadi pada Eosen Tengah yang
melibatkan pemekaran Selat Makasar bagian utara dan Laut Sulawesi. Selama Kapur Tengah
sampai Eosen Awal, Pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya collision dengan
mikrokontinen, busur kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit, membentuk
batuan dasar yang menjadi dasar dari Cekungan Kutai. Daerah penelian terletak pada Lapangan
Pamuncar, Kelompok Balikpapan, Kalimantan Timur, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisa stratigrafi sikuen dengan didukung data log. Metode
tersebut membantu dalam menginterpretasikan lingkungan pengendapan. Hasil penelitian
analisis berdasarkan konsep stratigrafi sikuen, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4
parasikuenset, dimana penarikan korelasi statigrafi berarah dari arah baratlaut–tenggara. Pada
MIR8 dan MIR9 terdapat 3 parasikuensen, sedangkan pada MIR13 dan MIR15 terdapat 4
parasikuenset, sehingga semakin ke tenggara mengalami penebalan.
Kata Kunci : sikuen, parasikuenset, korelasi, stratigrafi, Cekungan Kutai.

ABSTRACT

Kutai basin produced by the process of expansion (rift basin) that occur in the Middle
Eocene involving division Makassar Strait and the northern part of the Sulawesi Sea. During
the Middle Cretaceous to Early Eocene, the island of Borneo is the scene of the collision with
microcontinent, island arc, trapping oceanic plate and the intrusion of granite, form the
bedrock on base Kutai Basin. Research areas in the field Pamuncar, Formation Group of
Balikpapan, East Kalimantan Basin, the method used in this research is the analysis method
of sequence stratigraphy using well log data. The method helps in interpretation depositional
environment. The results of the study analysis based on the concept of sequence stratigraphy,
the study area can be divided into 4 parasekuenset, where the withdrawal of correlation
stratigraphy directed from the direction Northwest - Southeast. In MIR8 and MIR9 there are 3
parasekuensen, whereas in MIR13 and MIR15 there are 4 parasekuenset, further to the
southeast have thickening.
Keywords: parasequenceset, correlation, stratigraphy, kutai basin, sequence.
1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Minyak dan gas bumi hingga saat ini


masih memiliki peranan penting 2.1 KEADAAN GEOLOGI
dalam pemenuhan kebutuhan energi DAERAH PENELITIAN
umat manusia, meskipun sumber 2.1.1 GEOLOGI REGIONAL
energi alternatif lainnya sudah banyak DAERAH PENELITIAN
ditemukan. Mengingat masih
besarnya peranan tersebut maka Cekungan ini mengalami penurunan
eksplorasi dan eksploitasi masih terus selama masa akhir Paleosen hingga
dilakukan. Studi fasies, studi pertengahan Eosen–Oligosen,
lingkungan pengendapan,dan studi berkaitan dengan basement rifting.
stratigrafi sikuen merupakan Sebagian cekungan ini mengalami
pendekatan yang dewasa ini dipakai pengangkatan pada akhir Oligosen.
dalam eksplorasi hidrokarbon. Kemudian pengangkatan cekungan
Sebelumnya metode yang sering dan inversi dimulai sejak awal.
dipakai dalam pengembangan Miosen bersamaan dengan
lapangan minyak adalah litostratigrafi pengendapan serangkaian endapan
yang hanya mendasarkan pada alluvial dan delta yang luas.
karakteristik fisik dari litologi yang Pengendapan endapan delta ini
memungkinkan ketidaktepatan dalam berlangsung terus hingga saat ini.
interpretasi penyebaran fasies secara
vertikal maupun lateral. Sikuen 2.1.2 FISIOGRAFI REGIONAL
DAERAH PENELITIAN
stratigrafi memberikan konsep baru
dalam menentukan distribusi fasies Secara tektonik, pada bagian utara
secara lateral maupun vertikal dengan Cekungan Kutai terdapat cekungan
melakukan pendekatan secara genetik. Tarakan yang dipisahkan oleh
Stratigrafi sikuen adalah suatu Punggungan Mangkalihat yang
pendekatan berorientasi proses untuk merupakan suatu daerah tinggian
menginterpretasi paket sedimen. batuan dasar yang terbentuk pada
Pengetahuan ini memberikan Oligosen. Di sebelah selatan dijumpai
pemahaman proses-proses Cekungan Barito yang dibatasi oleh
pengendapan dan faktorfaktor yang Sesar Adang, yang terbentuk pada
secara langsung mempengaruhinya jaman Miosen Tengah. Pada bagian
untuk menjelaskan dan menafsirkan tenggara terdapat Paparan Patenoster
kejadiannya, penyebarannya, dan dan gugusan Pegunungan Meratus,
geometri fasies sedimenter tersebut. sedangkan batas barat dan cekungan
Stratigrafi sekuen membantu dalam adalah daerah Tinggian Kuching
pengenalan dan penafsiran petroleum (Pegunungan Kalimantan Tengah)
sistem meliputi fasies reservoir, yang berumur Pra-Tersier dan
batuan tudung (Seal), dan batuan merupakan bagian dari inti benua
induk (Source Rock) yang pada Pulau Kalimantan dimana tinggian ini
akhirnya akan mengurangi resiko meghasilkan sedimen-sedimen tebal
eksplorasi dan memperbaiki korelasi Neogen. Pada bagian timur terdapat
satuan-satuan treservoir untuk Delta Mahakam yang terbuka ke Selat
eksploitasi. Makassar.
2.1.3 STRATIGRAFI REGIONAL cekungan, menyebabkan
DAERAH PENELITIAN pengendapan cepat Formasi
Balikpapan dan Formasi
Cekungan Kutai dialasi batuan dasar kampungbaru.
kerak samudra berumur Jura-Kapur.
Regim ekstensi regional pada kala 2.1.4 TATANAN TEKTONIK
Eosen yang terkait dengan bukaan
dasar samudera di laut Sulawesi dan di Cekungan Kutai menempati bagian
Selat Makasar membentuk cekungan- daratan Kalimantan Timur dan lepas
cekungan setengah terban. Pada kala pantai barat Selat Makasar.
Eosen Tengah-Eosen Akhir, sedimen Pembentukan cekungan ini terkait
syn-rift mengisi cekungan-cekungan dengan suatu seri aktifitas tektonik
setengah terban ini. Sedimen ini lempeng pada wilayah sekitarnya.
memiliki fasies pengendapan dari Pada kala Paleosen hingga Eosen
endapan danau hingga endapan kipas Awal pada wilayah ini terjadi
alluvium (Formasi Keham Haloq), pengangkatan dan juga erosi dari
endapan kipas delta (Formasi Beriun) Paparan Sunda. Aktivitas tektonik ini
dan endapan laut dalam (Formasi berlanjut dengan peregangan dan
Mangkupa). Pada kala Eosen Akhir, penipisan kerak pada tepian benua dan
tahap sag basin dimulai seiring pemekaran lantai samudra di Laut
dengan invasi air laut. Pada saat ini Sulawesi. Episode ini membentuk
diendapkan endapan turbidit, karbonat terban-terban rift terisi sedimen
dan serpih Formasi Ujoh Bilang. Pola sungai dan danau, pensesaran
pengendapan ini terus berlangsung bongkah pada tepi bukaan, serta
sepanjang Oligosen. Pada kala intrusi gunungapi pada bagian tengah
Oligosen Akhir terjadi aktifasi bukaan. Elemen tektonik ini
kembali regim ekstensi disertai memisahkan bagian barat Sulawesi
dengan pengangkatan tepi cekungan dari bagian timur Kalimantan.
dan intrusi Sintang Suite. Pada saat itu Sementara itu, pemekaran lantai
diendapkan conglomerate yang samudra di Laut Sulawesi meluas ke
menindih batuan dasar pada tepi Selat Makasar pada kala Oligosen
cekungan, serpih laut dalam dan Tengah. Setelah tektonik ekstensi di
endapan turbidit pada bagian tengah sepanjang Selat Maksar, terbentuk
cekungan. Akumulasi batugamping rendahan pada Cekungan Kutai.
Formasi Batu Hidup pada bagian Proses penurunan suhu (thermal) pada
dekat tepi cekungan sedangkan tepi benua dan poros cekungan
sedimen kipas laut dan serpih laut dari tersebut juga berakibat pada
Formasi Telen diendapkan pada pengendapan “post-rift-sag”. Pada
lereng cekungan pada kala Miosen saat ini, terjadi suatu transgresi besar
Awal. Pada bagian utara cekungan yang menghasilkan lautan luas
diendapkan sedimen laut dangkal epikontinental, pertumbuhan karbonat
hingga sedimen delta dari Formasi pada paparan dan juga pengendapan
Pulubalang diendapkan pada sinklin suspensif dan “massflow” pada
dan diinversi sehingga membentuk rendahan cekungan.
Antiklinorium Samarinda. Inversi Pada awal Miosen Tengah tektonik
kedua sepanjang Miosen Tengah dan kompresif bekerja pada tepian
Pliosen juga mempengaruhi Paparan Sunda yang mengakibatkan
karbonat paparan dan endapan delta conformity. Sikuen ini mencerminkan
pada tepian rendahan Makasar terlipat suatu satuan stratigrafi waktu
kuat serta terangkat dengan topografi (kronostratigrafi), dimana semua
tinggian membentuk antiklinorium lapisan batuan yang menyusun sikuen
Samarinda, sementara itu di kawasan itu diendapkan selama interval waktu.
Mahakam dan paparan di selatan telah Satuan sikuen stratigrafi dasar adalah
mengalami perubahan oleh sikuen pengendapan (depositional
sedimentasi klastik progradatif. sequence) yang dibatasi oleh regional
Antiklinorium Samarinda selanjutnya unconformity. Sikuen ini terdiri dari
menjadi suatu daerah sumber pasir beberapa key intervals (system tract
kuarsa bagi tahap regresi berikutnya. dan parasequence) dan surface
Demikian juga, Kalimantan Tengah (transgressive dan maximum flooding
menjadi sumber klastik kasar mengisi surface). Unconformity sendiri adalah
lepas pantai Cekungan Kutai dan bidang yang memisahkan perlapisan
rendahan Selar Maksar. yang memiliki perbedaan umur yang
Sejak kala Neogen pusat cukup panjang (gap waktu), yang
pengendapannya bergeser kearah diakibatkan oleh erosi atau non
lepas pantai. Pada kala Pliosen terjadi deposisi yang menunjukkan suatu
penurunan pada bagian utara dasar hiatus yang jelas. Pengetahuan sikuen
cekungan dan berlanjut menjadi suatu stratigrafi dapat memberikan
lereng paparan regresif. Sementara pemahaman mengenai proses-proses
itu, Sulawesi Barat menjadi sumber dan faktor-faktor yang secara
klastik pengisi Selat Makasar. langsung mempengaruhi, yang
meliputi: perubahan muka air laut
2.2 SIKUEN STRATIGRAFI (eustacy), kecepatan penurunan
(subsidence), suplai sedimen, iklim,
Sikuen stratigrafi adalah suatu dan geometri cekungan, untuk
pendekatan multidisiplin terhadap menjelaskan dan menafsirkan
stratigrafi yang berorientasi proses kejadian, penyebaran, dan geometri
untuk merekonstruksi fasies (paket fasies sedimenter. Batas sikuen
sedimenter) yang berhubungan secara (sequence boundary), parasequences,
genetik yang terletak diantara bidang- dan parasequence sets menghasilkan
bidang kronostratigrafi. Sikuen kerangka kronostratigrafi untuk
stratigrafi ini menggunakan data yang korelasi dan pemetaan batuan
ada seperti litostratigrafi (jenis sedimen. Sikuen dan komponen
batuan), biostratigrafi (fosil yang lapisannya diinterpretasi untuk
dikandungnya), seismik stratigrafi dan membentuk tanggapan interaksi
tektonostratigrafi (tektonik yang antara laju eustasi, penurunan, dan
mempengaruhi) untuk merekonstruksi suplai sedimen.
fasies yang berhubungan secara
genetik yang terletak diantara bidang- 2.3 FASIES DAN LINGKUNGAN
bidang kronostratigrafi. Paket PENGENDAPAN
perlapisan yang dihasilkan disebut
suatu sikuen dan paket ini diapit oleh Fasies sedimen secara umum diartikan
bidang ketidakselarasan oleh para ahli sedimentologi adalah
(unconformity) berupa erosi dan tidak suatu tubuh batuan yang berdasarkan
adanya pengendapan atau correlative kumpulankumpulan partikel
punyusunnya seperti litologi, struktur 3. Analisis well log serta
fisik, dan biologinya yang menjadikan penentuan lingkungan
batuan itu berbeda dengan batuan di pengendapan serta marker
atas dan dibawahnya serta dengan sikuen stratigrafi..
batuan yang berhubungan secara 4. Korelasi Stratigrafi.
lateral didekatnya (Walker, 1992). 5. Pembuatan peta bawah
Sedangkan menurut Selley (1985), permukaan
fasies sedimen adalah suatu satuan
batuan yang dapat dikenali dan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dibedakan dengan satuan batuan lain
atas dasar geometri, litologi, struktur 4.1 KORELASI STRATIGRAFI
sedimen, fosil, dan pola arus
purbanya. Fasies sedimen merupakan Korelasi dilakukan pada 1 garis
produk dari proses pengendapan korelasi yang melewati seluruh 4
batuan sedimen didalam suatu jenis sumur pada lapangan ini. Korelasi
lingkungan pengendapan dan dengan berarah relatif Barat Laut-Tenggara.
mendeskripsi fasies sedimen maka Pada korelasi yang berarh Barat Laut-
dapat diinterpretasi lingkungan Tenggara menghubungkan antara
pengendapannya. Lingkungan sumur Mir8, Mir,9, Mir13, dan Mir15.
pengendapan didefinisikan sebagai Pada PSS1 dengan adanya HST
bagian dari permukaan bumi yang dimana diasosiasikan dengan
dapat dibedakan secara fisika, kimia, lingkungan pengendapannya yang
dan biologi dari tempat lainnya berada di distributary mouth, PSS2
(Selley, 1985). Penentuan lingkungan terjadi transgresi dimana kecepatan
pengendapan dapat diketahui dan kenaikan muka air laut relatif
dideskripsi jejak atau respon kondisi meningkat dibuktikan dengan adanya
kimia, biologi, dan fisik yang TST diasosiasikan dengan
mencirikan lingkungan pengendapan lingkungann pengendapannya yang
yang terdapat dalam batuan sedimen. berada di point bar, PSS3 terjadi
Klasifikasi lingkungan pengendapan regresi dimana kecepatan kenaikan
menurut Selley (1985) secara umum muka air laut relatif mendekati
dibagi menjadi tiga lingkungan utama maksimumnya secara lambat
yang terdiri atas lingkungan non dibuktikan dengan adanya HST
marine, marginal marine, dan marine, diasosiasikan dengan lingkungan
akan tetapi klasifikasi ini oleh pengendapannya yang berada di
beberapa ahli geologi dianggap belum distributary mouth, terjadi erosi di
lengkap karena ada beberapa sub bagian barat laut dimana terjadi di
lingkungan pengendapan yang Mir8 dan Mir9 yang menebal kearah
terbentuk di daerah transisi mungkin tenggara pada Mir 13 dan Mir 15
juga terbentuk di darat. terjadi transgresi dimana kecepatan
kenaikan muka air laut relatif
3. METODE PENELITIAN meningkat yang dibuktikan dengan
1. Pengumpulan data sekunder adanya TST dimana diasosiasikan
dan studi literatur. dengan lingkungan pengendapannya
2. Analisis data laporan (Report yang berada di point bar.
Data)
4.2 ANALISA LOG SUMUR Parasekuenset 2, terjadi pada
kedalaman 335 m – 446 m, dimana
4.2.1 Sumur Mir8 terdiri dari N 11. Pada N 11 berada
Interpretasi sikuen stratigrafi pada kedalaman 299 m – 446 m
difokuskan pada umur Miosen Tengah terdapat Globigerina trilobus.
yaitu pada kedalaman 2 m – 540 m Parasekuenset 3, terjadi pada
dengan bidang datum, berupa adanya kedalaman 140 m – 335 m, dimana
marker parasekuenset 1 (PS1) hingga terdiri dari N 12. Pada N 12 berada
parasekuenset 3 (PS3) pada umur N 9 pada kedalaman 140 m – 292 m
– N 12. Adapun hasil analisis yang terdapat Globigerinodes altiaperturus.
dijumpai pada sumur MIR8 yaitu:
Parasekuenset 1, terjadi pada 4.2.2 Sumur Mir13
kedalaman 306 m - 540 m, dimana Interpretasi sikuen stratigrafi
terdiri dari N 9 – N 10. Pada N 9 difokuskan pada umur Miosen Tengah
berada pada kedalaman 411 m – 540 yaitu pada kedalaman 2715 m – 1989
m terdapat Orbulina suturalis, m dengan bidang datum, berupa
sedangkan pada N 10 berada pada adanya marker parasekuenset 1 (PS1)
kedalaman 274 m – 411 m terdapat hingga parasekuenset 4 (PS4) pada
Globorotalia peripheroacuta. umur N 9 – N 14. Adapun hasil
Parasekuenset 2, terjadi pada analisis yang dijumpai pada sumur
kedalaman 200 m – 306 m, dimana MIR13 yaitu (gambar 4.5):
terdiri dari N 11. Pada N 11 berada Parasekuenset 1, terjadi pada
pada kedalaman 137 m – 274 m kedalaman 2527 m – 2715 m, dimana
terdapat Globorotalia praefohsi. terdiri dari N 9 – N 10. Pada N 9
Parasekuenset 3, terjadi pada berada pada kedalaman 2567 m –
kedalaman 2 m – 200 m, dimana 2715 m, sedangkan pada N 10 berada
terdiri dari N 12. Pada N 12 berada pada kedalaman 2423 m – 2567 m.
pada kedalaman 2 m – 137 m terdapat Parasekuenset 2, terjadi pada
Globorotalia fohsi. kedalaman 2470 m – 2527 m, dimana
terdiri dari N 10. Pada N 10 berada
4.2.2 Sumur Mir9 pada kedalaman 2423 m – 2567 m.
Interpretasi sikuen stratigrafi Parasekuenset 3, terjadi pada
difokuskan pada umur Miosen Tengah kedalaman 2302 m – 2470 m, dimana
yaitu pada kedalaman 140 m – 764 m terdiri dari N 11 – N 12. Pada N 11
dengan bidang datum, berupa adanya berada pada kedalaman 2279 m –
marker parasekuenset 1 (PS1) hingga 2423 m, sedangkan pada N 12pada
parasekuenset 3 (PS3) pada umur N 9 kedalaman 2135 m – 2279 m.
– N 12. Adapun hasil analisis yang Parasekuenset 4, terjadi pada
dijumpai pada sumur MIR9 yaitu: kedalaman 1989 m – 2302 m, dimana
Parasekuenset 1, terjadi pada terdiri dari N 13 – N 14. Pada N 13
kedalaman 440 m - 764 m, dimana berada pada kedalaman 2113 m –
terdiri dari N 9 – N 10. Pada N 9 2232 m, sedangkan pada N 14 berada
berada pada kedalaman 603 m – 764 pada kedalaman 1909 m – 2100 m.
m terdapat Orbulina suturalis, 4.2.4 Sumur Mir15
sedangkan pada N 10 berada pada Interpretasi sikuen stratigrafi
kedalaman 440 m – 603 m terdapat difokuskan pada umur Miosen Tengah
Globorotalia praebulloides. yaitu pada kedalaman 2300 m – 3070
m dengan bidang datum, berupa
adanya marker parasekuenset 1 (PS1) Distributary Channel, Distributary
hingga parasekuenset 4 (PS4) pada Mouthbar, dan Point Bar.
umur N 13 – N 14. Adapun hasil
analisis yang dijumpai pada sumur 4.3.1 Sumur Mir8
MIR15 yaitu (gambar 4.6):
Parasekuenset 1, terjadi pada Pada sumur MIR8 pada interval
kedalaman 2993 m – 3070 m, dimana kedalaman telitian menunjukkan
terdiri dari N 13. bahwa pada umumnya pola log
Parasekuenset 2, terjadi pada gammaray menunjukkan pola defleksi
kedalaman 2904 m – 2993 m, dimana yang terdiri dari funnel, blocky, dan
terdiri dari N 13. bell dengan material yang diendapkan
Parasekuenset 3, terjadi pada batupasir berbutir kasar hingga halus.
kedalaman 2711 m – 2904 m, dimana Hal tersebut menunjukkan
terdiri dari N 14. pengendapan terjadi pada perubahan
Parasekuenset 4, terjadi pada
arus dari tinggi ke lemah. Berdasarkan
kedalaman 2527 m – 2711 m, dimana
interpretasi elektrofasies dapat
terdiri dari N 14
disimpulkan bahwa kedalaman sumur
MIR8, diendapkan pada kondisi
4.3 ANALISIS LINGKUNGAN
lingkungan yang mengalami fluktuasi
PENGENDAPAN
perubahan arus yang sangat cepat.
BERDASARKAN
Dimana log gammaray yang
ELEKTROFASIES
menunjukan pola funnel diasosiasikan
Delta adalah garis pantai menonjol dengan fasies distributary mouth, pola
yang memiliki ciri-ciri khusus bell diasosiasikan dengan fasies point
terbentuk dimana sungai memasuki bar, dan pola blocky diasosiasikan
laut,semi-laut yang terlampir, danau dengan fasies distributary channel.
atau danau di pinggir laut dan suplai
sedimen lebih cepat dari kemampuan 4.3.2 Sumur Mir9
mendistribusikan lagi oleh proses Pada sumur MIR9 pada interval
cekungan. Jadi berdasarkan definisi kedalaman telitian menunjukkan
diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa pada umumnya pola log
lingkungan delta terbentuk gammaray menunjukkan pola defleksi
dikarenakan suplai sedimen yang yang terdiri dari funnel, hal tersebut
begitu besar walaupun bersumber dua mengindikasikan material yang
arah dan menghasilkan Progradational diendapkan berbutir kasar dengan
Sikuen. Hal ini merupakan ciri utama mekanisme selama pengendapan
yang membedakan antara lingkungan dipengaruhi oleh arus yang kuat, maka
delta,estuarin,dan dataran pasang berdasarkan intrepretasi elektrofasies
surut (Tidal Flat) dan sangat cocok diduga sumur MIR9 diendapkan pada
dengan penggambaran Log Gamma energi pengendapan yang tinggi.
Ray pada daerah penelitian Dimana pola log gammaray funnel
(Kelompok Balikpapan) yang diasosiasikan dengan fasies
cenderung bermotif mengasar ke atas distributary mouth.
serta litologi yang ada di daerah
penelitian. Pada daerah ini penulis 4.3.3 Sumur Mir13
membagi menjadi 3 Fasies yaitu Pada sumur MIR13 pada interval
kedalaman telitian menunjukkan
bahwa pada umumnya pola log menunjukan pola funnel diasosiasikan
gammaray menunjukkan pola defleksi dengan fasies distributary mouth, pola
yang terdiri dari funnel dan bell bell diasosiasikan dengan fasies point
dengan material yang diendapkan bar, dan pola blocky diasosiasikan
batupasir berbutir kasar hingga halus. dengan fasies distributary channel.
Hal tersebut menunjukkan
pengendapan terjadi pada perubahan
arus dari tinggi ke lemah. 4.5 PETA SAND TO GROSS
Pengendapan pada arus kuat RATIO
membentuk litologi yang bersifat Setelah melakukan perhitungan
mengkasar ke atas, sedangkan dengan membandingkan kandungan
pengendapan pada arus lemah sand dan shale pada setiap
membentuk litologi yang bersifat parasekuenset maka dihasilkan peta
menghalus ke atas. Berdasarkan sand to gross ratio yang menunjukan
interpretasi elektrofasies dapat arah pengendapan sedimen berarah
disimpulkan bahwa kedalaman sumur Barat Laut – Tenggara dengan
MIR13, diendapkan pada kondisi ditandai dengan ketebalan batu pasir
lingkungan yang mengalami fluktuasi yang menebal pada bagian Barat Laut
perubahan arus yang sangat cepat. dan menipis pada bagian Tenggara.
Dimana diasosiasikan pola log
gammaray funnel dengan fasies 4.5.1 Parasekuenset 1
distributary mouth dan pola log bell Parasekuenset 1 (PSS1) pada
diasosiasikan dengan point bar. penyusun Formasi Kelompok
Balikpapan menyebar dari baratlaut
4.3.4 Sumur Mir15 ke tenggara. Dapat dilihat dari warna
Pada sumur MIR15 pada interval kuning yang mengidentifikasi warna
kedalaman telitian menunjukkan yang semkain tebal, dengan harga
bahwa pada umumnya pola log ketebalan sand berkisar 51.5m–
gammaray menunjukkan pola defleksi 398.3m. Kemudian semakin ke arah
yang terdiri dari funnel, blocky, dan tenggara mengalami penipisan
bell dengan material yang diendapkan ketebalan batupasir yang terlihat pada
batupasir berbutir kasar hingga halus. sumur Mir13 dan Mir15.
Hal tersebut menunjukkan
pengendapan terjadi pada perubahan 4.5.2 Parasekuenset 2
arus dari tinggi ke lemah. Parasekuenset 2 (PSS2) pada
Pengendapan pada arus kuat penyusun Formasi Kelompok
membentuk litologi yang bersifat Balikpapan menyebar dari baratlaut
mengkasar ke atas, sedangkan ke tenggara. Dapat dilihat dari warna
pengendapan pada arus lemah kuning yang mengidentifikasi warna
membentuk litologi yang bersifat yang semkain tebal, dengan harga
menghalus ke atas. Berdasarkan ketebalan sand berkisar 16.89-
interpretasi elektrofasies dapat 31.05m. Kemudian semakin ke arah
disimpulkan bahwa kedalaman sumur tenggara mengalami penipisan
MIR15, diendapkan pada kondisi ketebalan batupasir yang terlihat pada
lingkungan yang mengalami fluktuasi sumur Mir13.
perubahan arus yang sangat cepat.
Dimana log gammaray yang
4.5.3 Parasekuenset 3 upward. Lalu mulai terlihatnya point
Parasekuenset 3 (PSS3) pada bar pada PSS3, akibat dari mulai
penyusun Formasi Kelompok mengalami penurunan energi maka,
Balikpapan menyebar dari baratlaut pada lapisan PSS3 dapat diasosiakan
ke tenggara. Dapat dilihat dari warna dengan adanya dua endapan sedimen
kuning yang mengidentifikasi warna distributary mouth pada daerah
yang semkain tebal, dengan harga braided dan point bar pada daerah
ketebalan sand berkisar 67.07m- meander. Mengindikasikan bentuk
155.8m. Kemudian semakin ke arah log bell dengan ketebalan batupasir
tenggara mengalami penipisan yang relatif sama besar dan ciri log
ketebalan batupasir yang terlihat pada finning upward. Lalu mulai
sumur Mir15. terlihatnya distributary channel pada
PSS4, akibat dari mulai mengalami
4.5.4 Parasekuenset 4 penurunan energi maka, pada lapisan
Parasekuenset 4 (PSS4) pada PSS4 dapat diasosiakan dengan
penyusun Formasi Kelompok adanya tiga endapan sedimen
Balikpapan menyebar dari baratlaut distributary mouth, distributary
ke tenggara. Dapat dilihat dari warna channel pada daerah braided dan
kuning yang mengidentifikasi warna point bar pada daerah meander.
yang semkain tebal, dengan harga
ketebalan sand berkisar 14.16m- 5. KESIMPULAN
37.92m. Kemudian semakin ke arah
tenggara mengalami penipisan Hasil interpretasi data yang dilakukan
ketebalan batupasir yang terlihat pada terhadap data rekaman log, maka
sumur Mir15. dapat disimpulkan bahwa pada daerah
penelitian yaitu:
4.6 PETA ANALISIS FASIES 1. Berdasarkan konsep sekuen
stratigrafi, daerah penelitian dapat
Peta ini dibuat dari setiap lapisan dibagi menjadi 4 parasekuenset,
parasekuenset yaitu dari PSS1 hingga dimana penarikan korelasi
PSS4. Dimana fasies terdiri dari 3 statigrafi berarah dari arah
jenis yaitu Point Bar, Distributary Baratlaut – Tenggara. Pada MIR8
Channel, dan Distributary Mouth. dan MIR9 terdapat 3
Pada fasies pertama ini berrmula pada parasekuensen, sedangkan pada
PSS2 yaitu bentuk funnel selalu MIR13 dan MIR15 terdapat 4
diasosiasikan sebagai coarsening- parasekuenset, sehingga semakin
upward. Pengamatan juga ke tenggara mengalami penebalan.
membuktikan bahwa kisaran besar 2. Arah pengendapan batupasir pada
butir pada setiap level cenderung Lapangan Pamuncar yaitu berarah
sama, namun jumlahnya dari Baratlaut – Tenggara.
memperlihatkan gradasi yaitu fraksi 3. Lingkungan pengendapan pada
butir kasar makin banyak kearah atas sumur di Lapangan Pamuncar
dapat diasosiasikan dengan endapan umur Miosen Tengah yaitu Delta
sedimen disributary mouth. dengan endapan distibutary
Mengindikasikan bentuk log bell channel yang berpindah, endapan
dengan ketebalan batupasir yang braided dan endapan point bar.
relatif sama besar dan ciri log finning
4. Tipe fasies yang ada pada daerah Van de weerd, A. A., and
penelitian adalah fasies R.A. Armin, 1992, Origin
distributary channel dengan pola and evolution of the Tertiary
log cylinder shape, fasies point hydrocarbon bearing basins
bar dengan pola log bell shape, in Kalimantan (Borneo),
dan fasies distributary mouth bar Indonesia: AAPG Bulletin,
dengan pola log funnel shape. v.76,p.1778-1803

DAFTAR PUSTAKA Selley,R.C., 1985, Ancient


Sedimentary Environments,
Allen, G.P., 1996. Sedimentology and Third Edition. Cornell
Stratigraphy of Fluvial and University Press, New York.
Deltaic Reservoirs.
Queensland University of Van Wagoner, J. C., Mitchum, R. M.,
Technology Campion, K. M. and
Rahmanian, V. D., 1990,
C. Kendall, 2003, Interpretasi Sekuen “Siliciclastic Sequence
Stratigrafi engan Data Log Stratigraphy in Well Logs,
dan Core Pada Sumur. Cores, and Outcrops”,
American Association of
Emery, D., Myers, K.J., 1996, Petroleum Geologists
“Sequence Stratigraphy”. Methods in Exploration
Blackwell: Oxford, UK. Series 7.”

Possamentier, H., and George P. Walker, R.G., Noel P.., 1992, ”Facies
Allen, 1999, Siliciclastik Model Response to Sea Level
Sequence Stratigraphy Change”, Geological
Concept and Associaton of Canada:
Application.SEPM. Tulsa. Kanada.
Oklahoma

Rider, M., 1996, The Geological


Interpertation of Well Logs,
Caithness, Scotland.

Satyana, A.H., Nugroho, D.,


Surantoko, I, 1999, Tectonic
Controls on The
Hydrocarbon Habitats of The
Barito, Kutai and Tarakan
Basin, Eastern Kalimantan,
Indonesia; Major
Dissimilarities, Journal of
Asian Earth Sciences Special
Issue Vol. 17, No. 1-2,
Elsevier Science, Oxford 99-
120
LAMPIRAN
Gambar 1 Lokasi penelitian Gambar 2 Fisiografi Kalimantan Timur

Gambar 3 Stratigrafi Cekungan Kutei (Moss et al., 1997)


Tabel 1 Data log Lapangan Pamuncar
Log Biostratigrafi
Nama
TD
Sumur GR Res NPHI RHOB DT Pleistocene Pliocene Miocene Oligocene Eocene
Mir8 1443 √ √ √ √ √ − − √ − −
Mir9 2101 √ √ − √ − − √ √ − −
Mir13 3045 √ √ √ √ √ − − √ − −
Mir 15 3082 √ √ √ √ √ √ √ √ − −

Gambar 4 korelasi stratigrafi Mir8, Mir9, Mir13, dan Mir15

Gambar 5 Analisa log sumur Mir8 Gambar 6 Analisa log sumur Mir9
Gambar 7 Analisa log sumur Mir 13 Gambar 8 Analisa log sumur Mir15

Gambar 9 Peta sand to gross Parasekuenset 1 (PSS1)


Gambar 10 Peta sand to gross Parasekuenset 2 (PSS2)

Gambar 11 Peta sand to gross pada zona Parasekuenset 3 (PSS3)


Gambar 12 Peta sand to gross pada zona Parasekuenset 4 (PSS4)

Gambar 13 Analisis fasies PSS2


Gambar 13 Analisis fasies PSS3

Gambar 14 Analisis fasies PSS4

Anda mungkin juga menyukai