Anda di halaman 1dari 20

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM SEDIMENTOGRAFI

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
ACARA FIELDTRIP: PROSPEKTIFITAS EKSPLORASI HIDROKARBON DI
CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA

DISUSUN OLEH :
KEVIN ARYA BRAMASTA
(18/425080/TK/46775)

ASISTEN KELOMPOK:
FEBIOLLA MAHARANI YUNUS

YOGYAKARTA
DESEMBER
2020
Geologi Cekungan Jawa Timur Utara

Cekungan Jawa Timur Utara atau North East Java Basin merupakan salah satu
cekungan penghasil hidrokarbon terbesar di Pulau Jawa. Cekungan sedimen sendiri
berarti suatu daerah dari kerak bumi berupa rendahan yang terdapat endapan
mineral tertentu atau akumulasi lapisan-lapisan seperti batuan sedimen dan karena
konfigurasinya diperkirakan merupakan tempat penampungan minyak bumi
atau.Berikut merupakan zona fisiografis pada daerah Jawa Timur Utara.

Gambar 1 Zona Fisiografis Jawa Timur Utara

Karena konfigurasi dan proses yang membentuk dan mengisi cekungan Jawa Timur
Utara ini maka, cekungan ini menjadi salah satu cekungan penghasil minyak bumi.
Karena faktor geologi, geomorfologi, sedimentologi serta tektonik dapat terpenuhi
suatu petroleum system yang baik (syarat suatu daerah penghasil hidrokarbon).
Bahkan cekungan ini mampu menghasilkan sebanyak 52.290 barrel dan kondesat
326 barrel atau total sebanyak 52.616 barrel per hari dengan daerah penghasil
minyak di Provinsi Jawa Timur ini meliputi Kangean, Tuban, Cepu, Brantas,
Madura Barat, Gresik, dan Bawean. Dimana pertambangan di daerah ini di kelola
oleh berbagai perusahaan seperti Pertamina, Hess, Kodeco Energy, Total,
Pertamina, Kangean Energy dan Petrochina (Republika, 2014)
• Konfigurasi cekungan

Cekungan Jawa Timur Utara terbentuk dari proses secara regional berupa
pengangkatan (uplift), proses sedimentasi, adanya ketidakselarasan, serta
fluktuasi muka air laut pembawa sedimen yang membentuk struktur
maupun muka dari batuan pada cekungan ini (lithofasies).

Secara lebih detail cekungan ini berupa cekungan berumur Tersier yang
termasuk kedalam cekungan belakang busur atau (back arc basin) yang
terletak dibagian tenggara dari lempeng mikro Sunda dan dibatasi oleh
rangkaian pegunungan (volkanik arc) serta tunjaman dari Tersier Indo-
Australia.

Cekungan ini merupakan zona lemah akibat tumbukan atau penunjaman


lempeng Samudra Australia ke arah barat laut dibawah lempeng Asia.
Karena proses tumbukan ini secara terus menerus maka cekungan Jawa
Timur Utara terbentuk sebagai cekungan belakang busur atau (back arc
basin).

Secara konfigurasinya terdapat tiga jalur dalam atau tiga bagian besar
menurut Pringgoprawiro, 1982. Bagian tersebut diantaranya :

o Jalur Kendeng
Jalur ini terletak di utara deretan gunung api, yang terdiri dari
endapan kenozoikum muda yang didominasi oleh sesar-sesar
sungkup dengan kemiringan keselatan. Memiliki Panjang sekitar
250 km dan lebar 40 km.
o Jalur Randublatung
Jalur ini berupa daerah depresi fisiografi yang disebabkan oleh
proses tektonik antara Jalur Kendeng dan Jalur Rembang, daerah ini
terbentuk pada kala Pleistosen dengan arah barat-timur yang disebut
dengan Jalur Randublatung. Beberapa antiklin pendek dan kubah
terdapat pada depresi ini. Terdapat sungai Bengawan Solo yang
mengalir sepanjang daerah ini.
o Jalur Rembang-Madura
Merupakan suatu anticlinorium berarah barat-timur sebagai hasil
gejala tektonik Tersier Akhir yang membentuk perbukitan dengan
elevasi yang tidak terlalu tinggi (kurang lebih 500 m). Arah
memanjang dari perbukitan ini mengikuti sumbu-sumbu lipatan
yang dibeberapa tempat memiliki pola enchelon yang menandakan
adanya sesar geser lateral.
Zona Rembang sendiri merupakan zona patahan yang bersifat brittle
antara paparan karbonat di utara dengan cekungan yang lebih dalam
di Selatan. Memiliki litologi penyusun berupa campuran karbonat
laut dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam.

Cekungan Jawa Timur Utara sendiri merupakan daerah yang mengalami


struktur pembalikan (inversion structure) yang berawal dari umur Miosen
sampai sekarang. Pada fase ini terjadi pengangkatan pada Zona Rembang
dan pada Zona Selatan mengalami penurunan atau tetap berupa cekungan.

• Evolusi tektonik dan struktur geologi


Evolusi tektonik dari cekungan ini sangat dipengaruhi oleh tiga lempeng
utama yang beririsan dengan pembentukan cekungan ini menurut Satyana
& Purwaningsih, 2003 diantaranya : Lempeng Samudera Indo-Australia,
Lempeng Samudera Filipina dan Pasifik, serta Lempeng Eurasia.
Secara lebih detail evolusi tektonik dari cekungan ini berupa struktur yang
dipengaruhi oleh terjadinya sesar-sesar geser mengiri (sinistral) yang terjadi
karena adanya sesar-sesar (Pra-Tersier) yang berarah barat daya - timur laut.
Sesar sinistral atau geser mengiri ini terjadi karena adanya penujaman baru
lempeng Samudra Hindia ke bagian bawah lempeng Kontinen Asia,
akibatnya sesar-sesar lama yang berarah barat daya – timur laut yang
disebabkan tekanan dari selatan aktif lagi dan terjadi pergerakan mengiri
sehingga arahnya relatif menjadi barat – timur.
Akibatnya terjadi perlipatan en-echelon beserta antiklin-antiklin yang
umumnya berasosiasi dengan struktur bunga (flower structure).
Menurut Sribudiyani, 2003 terdapat tiga masa atau umur utama dalam
evolusi tektonik pembentuk cekungan ini yang dibagi berdasarkan
pergerakan lempeng diantaranya :
1. Periode Akhir Kapur – Tersier Awal (70 – 35 Ma)
Terdapat dua pola utama, yaitu pola berarah timur
laut – barat daya yang berasosiasi dengan pola meratus
dan pola berarah timur - barat yang berasosiasi dengan
pola sekala. Umumnya didominasi litologi batupasir
kuarsa yang diendapkan tidak selaras di atas cekungan.
Sedangkan endapan pada cekungan yang berpola timur –
barat diperkirakan berupa pecahan dari Lempeng
Gondwana yang bertubrukan dengan Lempeng Mikro
Sunda. Terjadi kolisi antara India dengan Asia pada umur
Eosen Tengah – Eosen Akhir, dimana dihasilkan
cekungan trantensional di sepanjang tepian Lempeng
Mikro Sunda. Cekungan ini merupakan Cekungan Jawa
Timur berumur Tersier dan merupakan cekungan busur
belakang (back-arc basin).
2. Periode Oligosen – Miosen Awal (35 – 20 Ma)
Periode ini terjadi pergerakan Lempeng India – Australia
ke arah utara. Terjadi subduksi atau penunjaman
Lempeng Eurasia di Palung Jawa. Akibatnya tektonik
kompresi di Sumatra dan Jawa yang menghasilkan
struktur pembalikan atau (inversion structure) pada
Cekungan Jawa Timur.
3. Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir (20 – 5 Ma)
Terbentuk struktur yang dikontrol oleh pola batuan
dasar. Pada periode ini pola berarah timur – barat lebih
dominan dengan struktur graben yang berarah timur –
barat. Dikarenakan terjadinya tektonik inversi terdapat
perubahan menjadi sesar mendatar pada Cekungan Jawa
Timur.

Dalam kerangka tektonik regional (lebih besar) proses pembentukan


struktur Tersier juga dibagi menjadi 3 periode:

1. Paleogen Extension Rifting


Dihasilkan graben atau half graben dan sesar-sesar dengan arah
pemanjangan barat daya – timur laut. Fase ini merupakan tektonik
ekstensi atau regangan yang prosesnya berasosiasi dengan sedimen
berumur Eosen-Oligosen.
2. Neogen Compresional Wrenching
Periode ini ditandai oleh pembentukan sesar-sesar geser dengan arah
barat – timur yang terjadi akibat gaya kompresif dari tumbukan
lempeng Hindia. Sesar-sesar ini merupakan reaktivasi sesar-sesar
ekstensional yang terbentuk pada periode Paleogen.
3. Pilo-Pleitocene Compressing Thrust-Folding
Periode ini ditandai terbentuknya lipatan yang berlanjut pada
pembentukan sesar-sesar berarah naik. Arah kompresi dan kinematika
pembentukan membuat Antiklinorium dan thrust belt yang terjadi
memiliki orientasi tertentu.

Gambar 2 Unsur-unsur Tektonik Jawa Timur Utara


• Stratigrafi Regional
Cekungan Sedimen Jawa Timur Laut berisi sedimen berumur Kenozoikum
yang tebal, tidak terputus, dan menua, mulai dari Eosene hingga Pleistosene.
Ketebalan total sedimen di cekungan diyakini melebihi 6 km. Berada di
tengah pusat sedimen cekungan yang berisi sedimen setebal 6 km berumur
tersier yang diendapkan secara tidak konsisten pada batuan beku dan
sedimen tua berumur Mesozoikum adalah fondasi (Budiyani 1994).
Menurut Martodjojo (1986) batuan tertua adalah batuan dasar. Batuan
sedimen dan batuan beku asam di bagian timur laut Pulau Jawa (granit).
Batuan dasar tersebut dianggap batugamping berumur Jura atau Tersier.

Pringgoprawiro (1983) membagi formasi Rembang menjadi beberapa


bagian sesuai strata dari tua ke muda yaitu: kelompok Ngimbang, kelompok
Kujung, Prupuh, kelompok Tuban, kelompok Tawun, kelompok Ngrayong,
kelompok Wonocolo, Kelompok Ledok, Kelompok Mundu, Kelompok
Kawengan dan Kelompok Lida.
Berikut proses pengendapan secara regional daerah Cekungan Jawa Timur
Utara :

Formasi Ngimbang didominasi oleh batulanau, serpih, sisipan batupasir


dan batugamping klastik. Sedimentasi formasi ini dikontrol oleh proses
dengan pola tinggian-rendahan purba, menyebabkan sedimen mengisi
penuh bagian-bagian rendahan. Pola sedimentasi ini menyebabkan sedimen
Formasi Ngimbang tidak berkembang terutama di sebagian daerah Tinggian
Cepu, Tinggian Purwodadi dan Pati shelf.

Diatas Formasi Ngimbang diendapkan secara selaras Formasi Kujung


(Oligosen Akhir - Miosen Awal) dengan litologi berupa sembulan karbonat
dan batugamping klastik dengan sisipan serpih sedangkan di bagian
rendahan Formasi ini diendapkan dengan litologi batuan karbonat klastik
dengan sisipan batulanau.
Gambar 3 Stratigrafi Regional Jawa Timur Utara (Rembang)

Pertumbuhan karbonat Formasi Cepu terus berlanjut untuk kelompok umur


Tuban (Miosen-Miosen Awal). Pertumbuhan letusan karbonat di umur
Tuban terus berkembang Karbonat Formasi Kujung tumbuh di dataran
tinggi Cepu. Nantinya endapan ini disebut sebagai Sembulan Karbonat
Kujung-Tuban yang nantinya akan dikenal sebagai sembulan karbonat
Kembangbaru, Mudi, Sukowati, Banyuurip, Kedungkeris dan Jambaran.

Setelah Formasi Tuban, terjadi aktifitas tektonik yang bersifat


Compressional (Mid Miocene Tectonic). Berupa gaya kompresi yang
arahnya utara – selatan yang menghasilkan perlipatan berarah barat – timur
yang mengangkat Formasi Tuban (uplift) sehingga tersingkap di
permukaan.

Proses tersebut menghasilkan pola tinggian-rendahan baru (mid Miocene


Paleogeography) yang disebut Tuban Uplift. Selanjutnya Formasi
Ngrayong yang dikontrol oleh pola rendahan-tinggian Tuban Uplift mulai
diendapkan pada Miosen Akhir.
Selanjutnya terjadi trangresi di akhir pengendapan Formasi Ngrayong
mengontrol pengendapan Formasi Wonocolo pada umur Miosen Akhir
dengan litologi berupa batulempung-batulanau dengan sisipan
batugamping-pasiran.

Selanjutnya diendapkan Formasi Ledok pada umur Pliosen dengan litologi


batulanau dan batupasir-karbonatan dengan beberapa batugamping terumbu
yang juga berkembang di beberapa rendahan. Diakhir pengendapan terjadi
proses susut laut yang besar sehingga Formasi Ledok muncul ke permukaan
membentuk suatu tinggian, kemudian diendapkan Formasi Mundu pada
umur akhir Pliosen. Akhirnya diendapkan secara selaras Formasi Lidah
pada umur Pleistosen sebagai sedimen Tersier terakhir di Cekungan Jawa
Timur. Litologi penyusun formasi ini berupa napal dan sisipan batupasir-
napalan.

Sesuai proses pengendapan diatas diperoleh urutan yang paling tua


didapat urutan stratigrafi berupa :

• Formasi Ngimbang
• Formasi Kujung
• Formasi Tuban
• Formasi Ngrayong
• Formasi Wonocolo
• Formasi Ledok
• Formasi Mundu
• Formasi Lidah
• Formasi Paciran

Khusus untuk dua formasi yaitu formasi Ngimbang dan Kujung yang memegang
peranan cukup penting bagi petroleum system dapat diperoleh :

- Formasi Ngimbang
Batuan dasar dari formasi ini berasal dari umur tersier dimana didominasi oleh
intrusi batuan beku diantaranya adalah gabro, basal andesitik, dan tuff yang
termetamorfisme. Formasi ini sendiri terdiri dari 4 bagian dari tua ke muda. Yang
pertama adalah Anggota formasi pra “CD” dimana terdiri dari batugamping, serpih,
batupasir, batulempung, batulanau, dan konglomerat dengan sedikit lapisan tipis
batubara. Ketebalan dari anggota ini pada umumnya tipis dan menebal kearah
daerah rendahan dan pada umumnya menghilang pada daerah paleo-high. Lalu ada
anggota “CD” dimana anggota ini terdiri dari batugamping dengan perselingan
serpih dan batupasir. Setelah itu terdapat anggota Ngimbang Clastic yang terdiri
dari serpih, batugamping, batupasir dan batulempung. Pada anggota ini di bagian
paleo-highs terdapat proses yang menjadi tempat sedimentasi dari platform
karbonat. Anggota yang terakhir adalah anggota Ngimbang limestone yang berisi
batugamping dan perselingan dengan batuserpih. Terdapat pola khusus pada
pengendapan berupa transgresi-regresi yang berumur Oligosen Awal hingga
Oligosen Tengah.
- Formasi Kujung
Formasi ini terdiri dari dua anggota yaitu Kujung 1 dan Kujung 2. Dari kedua
anggota ini terdapat ciri khas terkait analisis dari stratigrafi formasi ini. Formasi ini
didominasi oleh serpih dan diendapkan selaras dengan formasi Ngimbang. Formasi
ini didominasi oleh Batugamping dan batuserpih dengan fitur atau cirikhas berupa
patch reef dengan kondisi yang cenderung transgresi dengan pola menebal ke arah
cekungan.

Struktur mayor dari daerah Jawa Timur Utara Sendiri dipengaruhi oleh dinamika
subduksi Lempeng Samudera Hindia dimana dimuali dari penunjaman
Kenozoikum di selatan Sundaland yang dianggap dianggap memicu pembentukan
Cekungan Jawa Timur Utara.

Secara regional struktur yang paling mendominasi adalah adanya struktur


antiklinorium yang terdiri dari berbagai antiklin yang bertumpang-tindih
(superimposed), mengindikasikan kompleksitas deformasi yang dialami oleh daerah
tersebut (Musliki & Suratman, 1996).
2. Sejarah eksplorasi hidrokarbon di Jawa Timur Utara

Dimasa kini Jawa Timur merupakan salah satu penghasil hidrokarbon terbesar di
Indonesia, Daerah di Jawa Timur ini mampu menghasilkan minyak mentah
sebanyak 52.290 barrel dan kondesat 326 barrel atau total sebanyak 52.616 barrel
per hari. Daerah penghasil minyak di Provinsi Jawa Timur diantaranya Kangean,
Tuban, Cepu, Brantas, Madura Barat, Gresik, dan Bawean. Dimana pertambangan
di daerah ini di kelola oleh berbagai perusahaan seperti Pertamina, Hess, Kodeco
Energy, Total, Pertamina, Kangean Energy dan Petrochina (Republika, 2014).

Sejarah eksplorasi dari daerah Jawa Timur Utara sendiri sudah dimulai cukup lama
dimana dimulai dari abad 18 sudah dimulai eksplorasi mengenai hidrokarbon di
Indonesia sendiri. Secara detail terdapat beberapa proses eksplorasi dari daerah
cekungan Jawa Timur Utara :

• Pada tahun 1886 pertambangan minyak di Cepu dimulai pada masa


pemerintah Hindia Belanda dimana terdapat tokoh bernama Andrian Stoop
yang memimpin eksplorasi pengeboran minyak bumi serta berhasil
mengkoordinir penyelidikan eksplorasi minyak bumi di Jawa Tengah serta
Jawa Timur
• Pada tahun 1894 dibangun kilang minyak di Cepu yang dikirimkan ke
daerah Wonokromo dengan pipa yang memiliki panjang 145 km.
Pembangunan dari pipa ini selesai pada tahun 1897
• Pada tahun 1893 dengan tokoh yang sama yaitu Andrian Stoop dibangun
kilang serta dilakukan pemboran dengan metode konvensional
menggunakan bor bertipe Canada Bore. Secara detail minyak ditemui pada
kedalaman 94 m dengan produksi sebesar 4 m3 per hari. Pada tahun 1897
pemboran juga dilakukan pada daerah Gelur dimana diperoleh minyak pada
kedalaman 239-245 m dengan produksi 20 m3 per hari. Semakin lama terjadi
peningkatan produksi minyak menjadi 50 m3 per hari. Hasil yang didapat
diolah pada kilang di daerah Ledok dan Cepu
• Pada tahun 1900 dilakukan pengeboran secara intensif dimana terjadi
peningkatan produksi maupun metode dari eksplorasi migas di daerah Jawa
Timur Utara. Pada lapangan Ledok, Gelur dan Ngelebur dimana selanjutnya
produksi meningkat hingga mencapai 120 juta barrel
• Pada tahun 1911 kilang minyak cepu yang semula miliki semula milik De
Dordtsche Petroleum Maatschappij (DPM) diambil alih oleh perusahaan
baru Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Disini Cepu menjadi
pusat kegiatan administrasi, kantor pusat dari kegiatan eksplorasi yang
sedang berlangsung. Di daerah lain terdapat “cabang” atau daerah yang ikut
menunjang kegiatan eksplorasi dimana daerah terseut terdiri dari Kawengan
dan Ledok
• Pada tahun 1942 terjadi failure atau kendala produksi dimana kilang Cepu
sudah tidak bisa berfungsi dengan optimal, dilakukan rehabilitasi atau
pemulihan lahan terhadap kilang sudah tidak beroprasi.
• Pada tahun 1961 pada lapangan daerah Nglobo, Ledok, dan Semanggi
didirikan PN Permigan sesuai dengan peraturan Pemerintah No. 199 secara
lebih detail keputusan pendirian lapangan ini diatur dalam keputusan
Presiden No. 578 Tahun 1961
• Pada tahun 1962 terjadi serah terima atau akusisi lapangan minyak dari
perusahaan luar bernama Shell oleh Pemerintah Indonesia, dimana proses
akusisi ini membuat Indonesia harus membayar ganti rugi atas modal yang
sudah dikeluarkan perusahaan serta alat-alat yang menjadi modal dalam
melakukan ekslporasi
• Pada tahun 1966 terjadi penurunan produksi pada kilang minyak Cepu
sehingga lapangan tersebut diserahkan kepada Pemerintah untuk didirikan
pusat pembelajaran atau Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas),
sampai saat ini lapangan tersebut masih aktif menjadi tempat pembelajaran
untuk menunjang pendidikan di Indonesia.
3. Sistem akumulasi hidrokarbon Jawa Timur Utara

Cekungan Jawa Timur Utara ini berupa cekungan berumur Tersier yang
termasuk kedalam cekungan belakang busur atau (back arc basin) yang terletak
dibagian tenggara dari lempeng mikro Sunda dan dibatasi oleh rangkaian
pegunungan (volkanik arc) serta tunjaman dari Tersier Indo-Australia.

Dapat dihasilkan suatu Petroleum System pada cekungan ini dimana terdapat
masing-masing formasi yang menyusun petroleum system tersebut, terdapat
batuan tertua yang tersingkap berumur Miosen Akhir dimana batuan ini
teridentifikasi banyak mengandung minyak.

3.a. Batuan induk

Atau sering disebut source rock akan diindikasikan matang (kitchen area),
dengan memiliki syarat yaitu harga Temperatur Time Index (TTI) 15-500.
Batuan ini memiliki banyak kandungan material (TOC 0.1 % - 4.0 %). Batuan
induk akan terawetkan atau terpreservasi dengan baik jika didukung oleh kondisi
yang tepat (suhu). Batulempung atau batuan yang memang mengandung banyak
material organik seperti batu gamping menjadi ciri atau batuan yang biasa
menjadi batuan induk.

Proses pematangan secara termal sangat mempengaruhi tingkat atau kualitas dari
potensi adanya hidrokarbon. Berdasarkan penelitian oleh Indah Fitriana (2011)
didapatkan data berupa nilai TOC batuan induk di Cekungan Jawa Timur Utara
menunjukan fair to good (~1- 2.3 %), Kerogen tipe II dan III, kedalaman
kematangan dimulai dari 1500-2600 m dimana hidrokarbon ini dihasilkan sejak
Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan berupa fluvio-deltaic.

Menurut Doust (2007) batuan induk pada cekungan ini berasal dari Formasi
Ngimbang berumur Eosen. Dan khusus lapangan Kawengan kitchen area
untuk minyak ini diasumsikan pada daerah Kening Through yang memiliki
formasi sama sebagai source rock.

Menurut data Pertamina Trend Team Jatim (1999), formasi ini berkembang
cukup tebal di rendahan Kening Through dan Ngimbang Basin. Sedangkan di
atas tinggian Cepu, Formasi Ngimbang hanya berkembang tipis bahkan
cenderung tidak berkembang untuk ketebalan dan pelamparannya. Selain itu
terdapat source rock lain pada cekungan Jawa Timur Utara berupa lapisan
serpih dari Formasi Ngimbang dan lapisan serpih dari Formasi Tawun.

3.b. Batuan reservoar

Batuan dengan porositas dan permeabilitas yang baik mampu untuk menjadi
tempat akumulasi hidrokarbon. Batuan ini lah yang disebut sebagai batuan
reservoir. Suatu reservoar dikategorikan klasifikasi yang baik, jika batuan
tersebut memiliki porositas (10 – 30 %) dan permeabilitas (5 – 500 milidarcy).

Tingkatan ini akan mempengaruhi bagaimana hidrokarbon dapat dibawa oleh


batuan reservoir dengan baik dan matang sehingga nantinya hidrokarbon dapat
terpreservasi dengan baik berdasrakan tipe pori dan tingkatanya serta
permeabilitas pada suatu batuan. Menurut Pertamina (2009) di cekungan Jawa
Timur Utara terdapat beberapa reservoir pada beberapa formasi diantaranya :

• Formasi Ngrayong dengan litologi Sandstone dan Limestone


• Formasi Tuban dengan litologi Sandstone
• Formasi Ngimbang dengan litologi Sandstone/ Limestone
• Formasi Kujung dengan litologi Limestone/Sandstone

Tapi secara general, reservoir utama pada cekungan Jawa Timur Utara ini berada
pada daerah Rembang berupa batupasir dari Formasi Ngrayong yang berumur
Miosen Tengah.

3.c. Jebakan (Trap)

Jebakan sendiri berarti pengaturan geometri (3 dimensi) pada perlapisan batuan


yang memungkinkan terakumulasinya minyak (oil), gas atau keduanya dalam
jumlah yang ekonomis (North, 1985). Pada dasarnya hidrokarbon yang sudah
matang akan dialirkan atau mengalami perpindahan (migrasi) melalui pori-pori
pada reservoir itu sendiri hingga akhirnya ada suatu bentuk fisik, struktur, atau
geometri (3 dimensi) yang menjebak migrasi tersebut bersamaan dengan seal
rock yang bersifat impermeable. Geometri atau fitur inilah yang kita sebut
sebagai trap atau jebakan. Pada tahap awal, yang paling mudah dicari dan
menjadi penciri dari keberadaan hidrokarbon adalah adanya jebakan (trap) atau
tidak. Terdapat dua jenis jebakan yang umum dijumpai :
• Jebakan Struktural
Adalah jebakan pada batuan yang terbentuk karena adanya proses deformasi atau
tektonik pasca pengendapan batuan. Deformasi ini dapat berupa ekstensi atau
kompresi pada suatu lapisan yang telah terendapkan, hasil dari deformasi ini
dapat berupa perlipatan (antiklin dan sinklin), patahan, kubah garam, draping
dan piercing atau terobosan.
• Jebakan Stratigrafi
Jebakan ini terjadi oleh adanya variasi atau perubahan dari facies lapisan batuan
yang disebabkan diagenesis atau morfologi dari batuan itu sendiri, tidak seperti
jebakan struktural yang disebabkan oleh adanya deformasi strukutur. Akibat dari
perubahan facies pada lapisan batuan ini, terjadi kondisi dimana batuan reservoir
bertemu denan batuan yang memiliki sifat impermeable. Jadi bisa jadi batuan
reservoir ini sendiri yang akan menjadi jebakan karena adanya perubahan tingkat
permabilitas pada batuan tersebut.
Salah satu contoh dari jebakan stratigrafi adalah adanya pinch out, unconformity,
barrier bar, reef, channel atau secara diagenesis.
Pada daerah Cekungan Jawa Timur Utara, jebakan yang berkembang berupa
jebakan struktur dan stratigrafi yang terbentuk pada kala Miosen, dimana
jebakan ini berupa :
• Reef Build Up (Oligosen Akhir- Miosen Awal)
atau biasa disebut carbonate buildups dimana karbonat yang terendapkan
karena tidak bisa mengejar kenaikan muka air laut (give up). Hasil dari
endapan ini menjadi reservoir hidrokarbon dan lapisan disekitarnya berupa
marine shales akan menjebak hidrokarbon sebagai seal rock.
• Faults Trap karena Uplift (Miosen Awal- Miosen Akhir)
Salah satu bentuk deformasi adalah adanya patahan yang disebabkan
tegangan horizontal maupun vertical pada suatu lapisan batuan. Selain
perlipatan, deformasi dapat menghasilkan struktur lain berupa patahan atau
faults. Biasanya pada blok yang bergeser akibat patahan akan bertemu
batuan yang menjadi reservoir dengan batuan yang impermeable sehingga
menjadi jalan untuk migrasi hidrokarbon yang nantinya tejebak pada struktur
ini.
Pada cekungan Jawa Timur Utara banyak dijumpai horst graben yang
menjadi bukti bahwa jenis jebakan atau trap dari berupa jebakan
struktural.

Gambar 4 contoh gambar jebakan Stratigrafi dan Struktur

3.d. Batuan penyekat (Seal)

Salah satu unsur penting dalam petroleum system adalah adanya batuan
penyekat, penyumbat atau sering disebut seal dimana batuan ini memiliki sifat
yang impermeable atau tidak bisa ditembus oleh fluida. Biasanya memiliki
ukuran butir yang sangat halus dimana jarak anatr butir yang sangat rapat
sehingga hidrokarbon yang sudah sampai di batuan reservoir dapat terakumulasi.

Pada Cekungan Jawa Timur batuan yang berfungsi sebagai seal atau batuan
penyumbat berupa :

• batulempung Formasi Wonocolo yang berumur Miosen Akhir


• lapisan batulempung yang tebal dari Formasi Tuban dengan Formasi
Kujung sebagai Reservoir

3.e. Migrasi atau Proper Time of Migration

Migrasi atau perpindahan dari hidrokarbon merupakan salah satu unsur penting
dalam petroleum system dimana hidrokarbon yang sudah matang akan
dipindahakan melalui bidang lemah atau struktur menujur batuan reservoir.
Batuan reservoir yang sudah terakumulasi hidrokarbon memiliki nilai ekonomis
untuk dieksplorasi. Jalur migrasi ini biasanya terjadi pada bidang lemah atau
pada batuan yang memiliki tingkat porositas tinggi dimana kecenderungan
migrasi ini terbagi menjadi dua yaitu migrasi primer dan sekunder. Migrasi
primer sendiri merupakan migrasi dari batuan induk menuju batuan reservoir
dimana terjadi pergerakan kearag manapun yang didukung oleh jalur atau bidang
lemah, sedangkan migrasi sekunder terjadi apabila hidrokarbon berpindah dari
reservoir ke reservoir lainnya tapi hanya mengarah keatas atau melalui batuan
samping. Migrasi hanya akan berhenti jika terdapat seal atau batuan penyekat
sehingga terjadi akumulasi yang tetap pada jalur tersebut.

Untuk darah Cekungan Jawa Timur Utara terdapat beberapa model migrasi yang
sudah diteliti oleh G&G yang dilakukan oleh DOH-JBT PERTAMINA :

- Migrasi Model-1
Dimana terjadi migrasi primer yang memungkinkan terjadi pada waktu
Miosen Tengah – Miosen Atas. Proses ini terjadi saat hidrokarbon dari
Formasi Ngimbang bermigrasi melalui carrier-bed yang memiliki
konfigurasi vertikal-lateral kemudian masuk ke perangkap reservoir berupa
sembulan karbonat atau reef build-up pada Formasi Kujung-Tuban yang
tumbuh langsung diatas Basement. Terdapat beberapa jebakan yang
memiliki model ini diantaranya Mudi, Sukowati, Banyu Urip, Cendana,
Jambaran dll.
- Migrasi Model-2
Merupakan migrasi primer dimana migrasi ini terjadi pada rentang umur
Pliosen – Recent. Hidrokarbon yang awalnya berasal dari Formasi Ngimbang
akibat tektonik Plio-Pleistocene (Ngrayong-Wonocolo-Ledok) masuk
kedalam struktur yang menjadi trap dari suatu hidrokarbon. Lapangan Gabus,
Tungkul, Trembul, Metes, Banyuasin, Semanggi, Ledok, Nglobo, dan Banyubang
merupakan lapangan yang menjadi wadah terjadinya migrasi ini.
- Migrasi Model-3
Merupakan migrasi sekunder dimana migrasi ini terjadi setelah aktivitas
tektonik Plio-Pleistosen. Proses ini diawali dengan hidrokarbon yang berasal
dari lapisan reservoir sembulan karbonat Kujung-Tuban, karena perubahan
konfigurasi dan aktivitas tektonik maka hidrokarbon bermigrasi lagi masuk
ke perangkap batupasir Ngrayong, Wonocolo, Ledok dan Lidah.
Saat itu dibarengi dengan sedimentasi atau pengisian lapangan Kewengan
sehingga terjadi perubahan lapisan batuan Formasi Ngrayong miring down-
dip ke arah selatan dan timur.
Akibatnya migrasi terjadi lagi menuju struktur pada lapangan Kawengan,
oleh sebab itu jumlah akumulasi hidrokarbonnya lebih banyak dibandingkan
lapangan lain.

4. Ringkasan Play Concept Eksplorasi Hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur

Berdasarkan petroleum system Cekungan Jawa Timur Utara, akan didapatkan


model atau Play Concept dari data tersebut. Menurut Yudantoro (2005) terdapat
empat model play-concept yang tiga diantaranya dapat menghasilkan hidrokarbon.
Play tersebut diantaranya :
- Play tipe 1
Merupakan tipe sembulan karbonat atau reef build-up dimana berada pada
formasi Kujung dan Kujung-Tuban. Tipe ini terdapat pada lapangan Mudi
dan Sukowati, serta pada struktur-struktur lain yang sedang dikembangkan
contohnya :
o struktur Karanganyar (temuan gas, JOB Pertamina-Petrochina)
o struktur Banyuurip dan Jambaran (temuan minyak dan gas, Exxon
Mobil)
o struktur Kedungtuban-Randublatung-Kedunglusi (temuan gas,
Pertamina).
- Play tipe 2
Berupa lapisan batupasir Ngrayong-Wonocolo-Ledok dengan trap berupa jebakan
struktur (antiklin) maupun stratigrafi. Lapangan dengan tipe ini dengan jenis
struktur adalah lapangan-lapangan produksi DOH-JBT sedangkan struktur temuan
Gondang merupakan jenis perangkap stratigrafi.
Banyak ditemui struktur antiklin pada wilayah WKP DOH-JBT yang masih
termasuk lapangan produksi DOH-JBT. Play ini termasuk kedalam struktur
yang sudah pernah dibor maupun belum pernah. Terdapat beberapa
kelebihan dari play ini diantaranya : Posisi obyektif dari lapisan penghasil
migas relatif dangkal yaitu sekitar 500- 1000 meter sehingga biaya
pemborannya relatif murah.
Dapat terjadi kegagalan dalam pemboran dikarenakan posisi sumur- sumur
tersebut berada jauh di bagian lereng dari struktur antiklin sehingga sulit
untuk dilakukan pemboran dan resiko gagalnya semakin tinggi, tipe dari
sumur ini adalah Gabus-P1, Tungkul-P1 dan Metes-P.
- Play tipe 3
Terdapat pada Formasi Kujung dan Ngimbang dengan tipe perangkap
lapisan batugamping klastik atau batupasir. Tipe ini pada daerah Jawa Timur
onshore, banyak mengalami kegagalan. Contoh kegagalan dari pemboran
sumur ini :
o Purwodadi-1, Kujung-1, Dermawu-1, jatirogo-1, Dander-1
(Pertamina, 1980- 19830)
o Blimbing-1 dan Kembangbaru-1 & 2 (JOB Pertamina-PTT, 1991-
1993)
o Kayen-1 (JOB Pertamina-Stanvac 1992)
Struktur Suci (sumur) merupakan satu-satunya sumur yang dapat
membuktikan adanya kandungan hidrokarbon pada play tipe ini.
- Play tipe 4
Merupakan tipe perangkap sembulan karbonat dari formasi Ngimbang. Pada
Jawa Timur Utara pemboran pada onshore belum pernah dilakukan, tapi
dilakukan survey seismic dimana terdapat sembulan-sembulan karbonat
Formasi Ngimbang. Diperkirakan terdapat kenampakan struktur Mounded dari
sembulan karbonar Ngimbang yang terletak disebelah barat Ngimbang Basin.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilana., Premonowati., HanifI.,dkk. 2018. New Prespective Paleogeography of


East Java Basin ; Implication respond to Oil and Gas Eksploration at Kujung
Formation Carbonate Reservoar. Yogyakarta: UPN Yogyakarta
Anonim. 2014. Daerah Penghasil Minyak Terbesar di Indonesia.
https://www.republika.co.id/berita/rol-to-campus/news-rol-to-campus-
2/14/05/23/n5z8mo-empat-daerah-penghasil-minyak-terbesar-di-indonesia
(diakses 25 Desember 2020)
Bjorlykke, Kyut. (2010). Petroleum Geoscience : From Sedimentary Environments
to Rock Physics. Oslo : Springer. Pages 13-18
Fitriana Walidah, Indah. 2011. PENENTUAN STRUKTUR BAWAH
PERMUKAAN BERDASARKAN ANALISA DANPEMODELAN DATA
GAYABERAT UNTUK MELIHAT POTENSI HIDROKARBON PADA
DAERAH “FW1807” CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA. Depok :
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Fisika
Halliburton. (2001). Basic Petroleum Geology and Log Analysis. Houston :
Halliburton. Pages 42-47.
Husein, Salahuddin. 2015. Petroleum and Regional Geology of Northeast Java
Basin, Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Husein, S., Kakda, K., dan Aditya, H., 2015, Mekanisme Perlipatan En Echelon di
Antiklinorium Rembang Utara: Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-
8 Academia-Industry Linkage, v. 2, p. 224–234.
Husein, S., 2016, Fieldtrip geologi cekungan Jawa Timur Utara: v. 2, p. 32,
https://www.researchgate.net/publication/315486470.
Salahuddin, H., Anastasia Dewi Titisari, Yan Restu Freski, dan Peter Pratistha
Utama, 2016, Jawa Timur bagian barat, Indonesia Buku Panduan Ekskursi
Geologi Regional UGM: Yogyakarta: UGM,
doi:10.13140/RG.2.1.1185.3847.

Anda mungkin juga menyukai