ANALISIS CEKUNGAN
“ SELAT MAKASSAR DAN POTENSI PLAY HIDROCARBON “
DISUSUN OLEH :
ILHAM BUDI HARTANTO / 410017073
MOH. AL-FARIJI / 410017xxx
UNGGUL PRABOWO / 410017074
Pendahuluan
Selat Makassar, terletak di sepanjang sisi timur Sundaland, antara Kalimantan
dan Sulawesi, membentuk perbatasan fisiografi yang berbeda antara daratan
Indonesia Barat kratonik stabil dan kolase kompleks kepulauan Indonesia bagian
timur. Ini telah menjadi fokus perhatian masyarakat ilmiah setidaknya sejak abad
kesembilan belas, ketika Wallace (1864) mendirikan Garis Wallace longitudinal di
sepanjang selat. Garis tersebut merupakan batas antara keanekaragaman hayati fauna
Asia di barat dan fauna Australia di timur dan tenggara.
Selat Makassar dibatasi menuju utara dengan lateral panjang Palu-Koro,
yang memisahkan cekungan ini dari laut Sulawesi. Selat Makassar dibagi menjadi
Makassar Utara dan cekungan Selatan Makassar, yang disebut Paternoster. Ini terjadi
karena gradien curam ditunjukkan oleh kontur batimetrik Urutan tebal Neogen yang
relatif tidak terganggu dan sedimen Paleogen mungkin menunjukkan kontinuitas
lateral yang baik yang disimpan di cekungan.
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan tentang fase bukaan di selat
Makassar. Bergman drr. (1996) menyatakan bahwa Selat Makassar ditafsirkan
merupakan cekungan daratan-muka (foreland basin) di kedua sisi dari Paparan Sunda
dan Lempeng Australia-Nugini, berbeda dengan penafsiran sebelumnya yang
menyatakan bahwa Selat Makassar merupakan hasil bukaan kerak samudera atau
pemekaran benua.
Bergman drr (1996) mengatakan bahwa tumbukan benua – benua di sini
tejadi pada Miosen, sementara beberapa penulis lainnya seperti Situmorang (1982),
Hall (1996), Moss drr. (1997), Guntoro (1999), dan Puspita drr.(2005) menyatakan
bahwa bukaan Selat Makassar terjadi pada Eosen Tengah, meskipun mekanisme
bukaan tersebut masih kotroversi sampai kini.
Beberapa penulis lain telah menyatakan adanya fase kompresi di Selat
Makassar sejak Miosen, misalnya Chamber dan Dalley (1995). Sementara Parkinson
(1998) menyatakan bahwa pada Miosen Tengah terjadi benturan antara paparan Sula
dengan bagian timur paparan Sunda, namun tidak menyebutkan adanya fase
kompresi di Selat Makassar.
Selat makassar, Indonesia bagian tengah, dibagi menjadi indonesia barat dari
indonesia bagian timur. secara geologi selat makassar terbentuk akibat rifting dari
batas timur indonesia bagian barat atau yang dikenal dengan Sundaland. Pemekaran
ini memisahkan sebagian besar bagian timur dari Sundaland yang membentuk bagian
barat Sulawesi. sampai saat ini masih banyak pembicaraan atau diskusi terkait
kondisi geotektonik sulawesi mulai dari ilmuwan geologi indonesia seperti Katili
(1978) yang memberi penjelasan pada beberapa problematika dan telah disetujui
2
hampir semua peneliti seperti : 1. selat makassar terbentuk sejak pelogen hingga awal
neogen, 2. Selat membuka akibat fase rifting, 3. tingkat bukaan lebih cepat pada
bagian utara makassar dibanding selatan makassar. untuk problematika lain masih
belum terjawab hingga kini.
Selat makassar saat ini merupakan wilayah laut dalam di indonesia.
Kedalamannya berkisar -200m dari tepi selat hingga menuju ke titik terdalam nya
yakni -2500m. Daerah perairan dalam dibagian barat dari selat makassar telah
diselidiki terkait potensi migasnya sejak tahun 1990-an. dan bukti keberhasilan
eksplorasi pertamanya adalah Delta Mahakam yang saat ini menjadi "supergiant"
bagi lapangan migas yang telah ditemukan sejak dulu. dan hingga saat ini pula telah
ditemukan lapangan migas baru yang juga besar kapasitasnya dibagian barat dari
selat makassar yang saat ini masih diselidiki terkait potensial migasnya.
Gambar 3. Tektonostratigrafi
Dimulai sejak Neogen, cekungan makassar utara secara stratigrafi dominan
dipengaruhi oleh sedimen yang sumbernya berasal dari Kalimantan Timur yang
mana sedimen deltaik ini terendapkan pada bagian paparan sampai perairan dalam
disebelah barat utara Selat Makassar dan juga dari Sulawesi Barat dimana
terendapkan sedimen vulkaniklastik mulai dari paparan hingga daerah perairan dalam
di timur utara Selat Makassar. Periode ini bersamaan dengan fase kompresi dan
inversi di Kalimantan bagian tengah sehingga menyediakan klastika sedimen yang
besar sehingga terbawa ke Selat Makassar yang saat itu juga bersamaan dengan
proses vulkanisme di Sulawesi.
Di lepas pantai Sulawesi Barat, batuan dasar nya terdiri dari batuan
Metamorf yang tidak selaras ditindih oleh serpih hitam berumur Cretaceous atas yang
terdeformasi rendah serta batuan vulkanik (Hall et al., 2009). Diperkirakan memiliki
ketebalan setidaknya 1000 m dan penyebaran basement secara lateralnya pada bagian
lain dari Sulawesi Barat. Menurut tafsiran merupakan cekungan forearc yang terletak
disebelah barat zona subduksi dengan penunjaman ke arah barat (Hasan, 1991), atau
pasif margin (Hall et al., 2009).
Pada kala Eosen, sedimen diendapkan pada graben dan half-graben dikedua
sisi tepian laut dan lingkungan laut. Fase penurunan post-rift telah dimulai sejak
Eosen akhir. Di akhir Eosen berkembang karbonat dan batulumpur dikedua pinggiran
Selat Makassar, dan di akhir Oligosen, sebagian besar Barat Sulawesi adalah daerah
yang mengandung karbonat dan endapan batulumpur.
Hanya selama Pliosen karakter sedimentasi seluruh Sulawesi bagian barat,
tengah, dan timur berubah secara signifikan. Terangkat dan tererosi diikuti oleh
6
pengendapan klatika kasar yang berasal dari sabuk orogenik ke bagian timur. Pada
bagian barat sabuk orogenik ada syn-orogenik sedimentasi, inversi, dan lipatan diatas
paleogen half-graben.
Baru-baru ini beberapa sumur telah dibor untuk mengungkap kondisi
sebenarnya dari stratigrafi wilayah tersebut. Bacheller III et al., (2011) dan
Armandita et al., (2011) melaporkan stratigrafi Blok Surumana, Mandar dan Blok
Pasangkayu. Pada bagian dangkal terendapkan kipas turbidit distal pada lingkungan
Bathyal tengah-Bathyal atas dengan umur Miosen tengah-Resen (zonasi Foram N6-
N19).
Kemudian ditutupi secara menerus oleh suksesi batulumpur karbonatan pada
lingkungan Bathyal atas-Bathyal tengah dengan kisaran umur dari awal Miosen –
awal Oligosen (zonasi Foram N6-P21). Lapisan karbonat terendapkan pada kondisi
terlaterasi kuat (dicirikan adanya zeolit), dengan struktur vulkanik vesikular yang
menunjukkan semakin berkurangnya vesikular dan tingkat alterasi seiring bertambah
kedalaman. Umur dari sedimen tertua diatas batuan vulkanik yang tidak terubah bisa
berumur Eosen Tengah (zonasi Foram P15, dengan kehadiran Truncorotaloides spp.).
Secara umum, tampaknya Selat Makassar untuk tingkat ekstensi, tingkat
subsidensi berkaitan dengan fluktuasi muka air laut yang bergabung untuk
menghasilkan lingkungan dengan relief tinggi pada Oligosen dan relief rendah pada
karbonat Eosen. Distribusi karbonat pada kala Eosen kemungkinan dikontrol oleh
kedalaman air purba dan juga berkaitan dengan subsidensi.
Kondisi tektonik di Cekungan Selat Makassar Utara berimplikasi pada pola
paleogeografi dan lingkungan sedimentasi laut dalam. Selama Eosen Akhir terjadi
kondisi dimana serpih berkembang di cekungan hasil tektonik tarikan. Pasir dijumpai
di sekitar batas lereng dan sedimen turbidit terendapkan di lereng bagian tengah dan
dasar. Pada Miosen Akhir, Delta Mahakam telah berkembang sampai pada
progradasi maksimum sehingga volume kipas basin-floor low-stand terendapkan di
tengah cekungan secara asimetris (dilihat dari kondisi sekarang lebih dekat ke pulau
Sulawesi) pada Gambar 5.
Peta paleografi pada masa awal Pliosen, menggarisbawahi amalgamasi dalam
jumlah besar dan komplek-komplek tanggul kanal sepanjang poros cekungan, yang
dapat diamati melalui data seismik. Penempatan Komplek Ofiolit Lamasi di bagian
utara Sulawesi terjadi pada Pliosen Awal, berkisar kurang lebih 4 Ma. Bersamaan
dengan itu, benua mikro Banggai/ Sula berkoalisi dengan batas timur pre-rift
Cekungan Makassar. Efek dari koalisi ini sangat besar dan terus berlanjut,
menghasilkan jalur lipatan Sulawesi Barat, yang menjadi wilayah onshore dan
offshore Sulawesi Barat.
7
Gambar 4-5. Paleogeografi Miosen Akhir (10 - 5,5 Ma) dan Pliosen Awal (5,5 - 3,5
Ma) (Fraser, drr., 2005)
Tinjauan Geotektonik
Interpretasi ilmiah yang terdahulu terhadap formasi Selat Makassar telah
dilakukan, diantaranya keadaan rifting benua dengan benua atau benua dengan
oceanic, Tersier Tengah, Miosen ataukah Pliosen yang kemudian menjadi jebakan
kerak oceanic Kapur yang termasuk pada aktif foreland basin Neogen – Kuarter.
Berdasarkan informasi lain yaitu batuan dasar Mesozoik di daerah Lariang dan
Karama di Sulawesi Barat yang terdiri atas batuan metamorfik yang menutupi secara
tidak selaras batuan serpih
gelap dan batuan volkanik
terdeformasi yang berumur
Kapur Atas. Berdasarkan
informasi lain yaitu batuan
dasar Mesozoik di daerah
Lariang dan Karama di
Sulawesi Barat yang terdiri atas
batuan metamorfik yang
menutupi secara tidak selaras
batuan serpih gelap dan batuan
volkanik terdeformasi yang
Gambar 6. Lokasi Cekungan Selat
Makassar Utara dan daerah laut-dalam berumur Kapur Atas.
Cekungan Kutai. Batuan dasar ini menempati
areal tinggian di areal ini
8
pada deposenter terjauh dari area input sedimen kasar. Batubara dan batuan sumber
lakustrin telah diidentifikasi di sumur dan singkapan di sekitar Selat Makassar.
KESIMPULAN
1. Tingkat pemekaran dari Utara dan Selatan Makassar berbeda. Bagian Makassar
Utara terbuka lebih cepat daripada Makassar bagian Selatan. Dan sebagai hasil
dari masalah pengenceran organik akibat kecepatan sedimentasi di Makassar
Utara yang terlalu cepat dan bisa menjadi bahan pertimbangan.
2. Karbonat Paleogen di Selat Makassar tidak terdistribusi secara acak, melainkan
dikontrol oleh Paleogeografi Paleogen.
3. Delta Eosen dari Sulawesi Barat bisa lebih baik dari Kalimantan Timur
4. Delta Mio-Pliosen di Kalimantan Timur sangat produktif untuk batuan sumber
dan reservoirnya, tetapi untuk bagian Sulawesi Barat sangat miskin. Tidak ada
bukti bahwa delta sedimen Mio-Plio dari Kalimantan Timur berlanjt ke lepas
pantai Sulawesi Barat.
11
DAFTAR PUSTAKA