Anda di halaman 1dari 3

gunungapi Pencu

Magma sebagi sumber panas dan memanaskan air bawah permukaan dari pemanasan ini dihasilkan uap panas
yang bertekanan tinggi, saat batuan tudung atau sumbat lava tidak mampu lagi menahan tekanan dari energi
yang di hasilkan, maka akan terjadi letusan yang bertipe hidrovulkanik yang menghasilkan satuan breksi
piroklastik yang bertipe aliran dan satuan aglomerat yang di bentuk akibat hasil lontaran balistik pada saat
erupsi ekplosif (Dana dkk., 2017).

Aglomerat sendiri menurut Macdonald (1972 dalam Mulyaningih, 2013) sebagai endapan hasil lontaran
balistik yang di endapkan tidak jauh dari pusat erupsi gunungapi (kawah gunungapi) atau bahkan di dalam ke
pundan gunungapi.

Zona proksimal atas di cirikan dengan adanya perselingan lava dengan breksi piroklastik serta adanya
aglomerat dan breksi aneka bahan yang di interpretasikan sebagai endapan letusan eksplosif dari gunungapi
yang tak jauh dari sumber (Dana dkk., 2017).

Dana S., Joisangaji I., Mulyaningsih S. 2017.STUDI FASIES VULKANIK GUNUNGAPI PENCU
BERDASARKAN PENDEKATAN STRATIGRAFI, DAERAH BANYUASIN, KECAMATAN LOANO,
KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH.SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10. 13 – 14
SEPTEMBER. GRHA SABHA PRAMANA.
Mulyaningsih, S.,2013, “Vulkanologi”, Yogyakarta, AKPRIND Press.
Gunung api maar
Maar tersebut merupakan hasil erupsi gunung api monogenesis sebagai produk interaksi antara sumber panas
(magma), dengan air bawah permukaan dan batuan dasar karbonat (Bronto dan Mulyaningsih, 2007).
Kegiatan tersebut mampu menghasilkan gas dan uap air bertekanan sangat tinggi, sehingga menimbulkan
letusan freatik yang dapat diikuti oleh letusan freatomagmatik dan letusan magmatik serta diakhiri dengan
ekstrusi lava (Bronto dan Mulyaningsih, 2007).
Letusan freatik tersebut menghasilkan material hamburan dalam berbagai ukuran yang berasal dari batuan
dasar (non magmatic material atau endapan hidroklastika) sebagai akibat proses letusan (Bronto dan
Mulyaningsih, 2007).

Bronto, S. dan Mulyaningsih S., 2007. Gunung api maar di Semenanjung Muria. Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 2 No. 1 hal: 43-54.

Anda mungkin juga menyukai